BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan penyakit yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang cukup berat dan terjadi perlahan dalam waktu yang lama (menahun) disebabkan oleh berbagai penyakit ginjal, bersifat progresif dan umumnya tidak dapat pulih. Pada tahap awal gagal ginjal kronik sering kali tidak menunjukkan gejala, sampai 75 % fungsi ginjal hilang. Harapan hidup pasien dengan gagal ginjal kronik maupun gagal ginjal akut sekarang banyak bergantung pada terapi penatalaksanaannya (Kristiana, 2011). Ada beberapa penatalaksanaan terapi untuk gagal ginjal kronik, terapi ini berfungsi untuk menggantikan kerja ginjal yang sudah tidak berfungsi lagi dengan baik. Terapi pengganti ginjal terdiri dari hemodialisa, peritoneal dialisa dan tranplantasi ginjal. Terapi hemodialisa (HD) saat ini merupakan terapi pengganti ginjal yang paling banyak dilaksanakan dan jumlahnya dari Tahun ke Tahun terus meningkat (Smeltzer, 2002). Penderita gagal ginjal kronik semakin meningkat jumlahnya, diperkirakan lebih dari 100 ribu pasien yang menjalani hemodialisa. Angka kejadian gagal ginjal di dunia secara global lebih dari 500 juta orang dan yang harus menjalani hidup bergantung pada hemodialisa sebanyak 1.5 juta orang. Di Amerika pada Tahun 2009 diperkirakan terdapat 300 ribu orang yang menderita gagal ginjal kronik dan sebanyak 220 ribu diantaranya hidup dengan hemodialisa. Sedangkan pada Tahun 2011 di Indonesia terdapat 15.353 pasien yang baru menjalani hemodialisa, dan pada Tahun 2012 terjadi peningkatan sebanyak 4.268 orang yang menjalani 1
2 hemodialisa. Sampai akhir Tahun 2012 terdapat 244 unit hemodialisa di seluruh Indonesia (Internal Rate Of Return (IRR), 2013). Tindakan hemodialisa saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun masih banyak penderita mengalami masalah saat menjalani hemodialisa. Komplikasi yang sering terjadi pada hemodialisa adalah gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya menurun dengan dilakukannya ultrafiltrasi (UF) atau penarikan cairan saat hemodialisa (Smeltzer, 2002). Maka dari itu penting adanya pemantauan jumlah cairan yang dikeluarkan dari tubuh pasien saat menjalani proses hemodialisa. Jika terjadi pengeluaran cairan yang berlebihan, maka hal ini akan berdampak terhadap penurunan tekanan darah pasien (Niken, 2011). Jumlah cairan yang dikeluarkan saat hemodialisa dapat berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah dikarenakan terjadi penurunan volume darah yang dipompa. Hal ini terkait dengan berkurangnya volume sekuncup yang dihasilkan jantung (Sherwood, 2001). Jumlah cairan yang harus dikeluarkan saat menjalankan terapi hemodialisa dapat diketahui dengan menimbang berat badan pasien sebelum melakukan terapi hemodialisa. Dimana berat badan pasien akan dibandingkan dengan berat badan idealnya. Jika terjadi kelebihan dari berat badan ideal maka angka yang berlebih tersebut merupakan jumlah cairan yang harus dikeluarkan pada saat hemodialisa (Niken, 2011). Bila penurunan tekanan darah tidak dipantau dengan baik pada saat terapi hemodialisa, hal ini dapat menyebabkan penurunan tekanan darah dan bila berkelanjutan dapat menyebabkan hipotensi (Niken, 2011). Dimana pada akhirnya hipotensi dapat menyebabkan aritmia jantung, mempengaruhi pembuluh koroner pasien, iskemik serebral dan juga menyebabkan kerusakan organ yang menyebabkan meningkatnya angka kematian (Sherwood, 2001).
3 Menurut penelitian sebelumya yang dilakukan oleh Nugroho (2003) yang berjudul Hubungan Status Volume dan Tekanan Darah Penderita Hemodialisa Kronik di RS dr.kariadi meliputi 34 responden yang terdiri dari 61,8 % laki-laki, dan 38,2 % wanita, dengan p < 0,05 didapat hasil ada hubungan status volume terhadap tekanan darah. Menurut penelitian Smith (2011) yang berjudul Symptomatic Hypotension, Venous Oximetry and Outpatient Hemodialysis di Universitas California (2011), didapat hasil bahwa terjadi penurunan tekanan darah setelah proses hemodialisa. Dari penelitian yang memiliki sampel 39 orang, 38 % pasien hemodialisa dapat diketahui adanya gejala hipotensi dilihat dari perubahan saturasi O 2 dan 24 % dapat dilihat dari perawatan dialysis. Menurut penelitian Ommy (2009) yang berjudul Hubungan antara Perubahan Volume Darah Relatif dengan Episode Hipotensi Intradialik selama Hemodialisis pada Gagal Ginjal Kronik. Dengan 51 sampel penelitian. Pada penelitian didapatkan adanya perubahan volume darah relatif intradialitik yaitu penurunan volume darah relatif intradialitik antara 4,9% sampai 26,4% dengan p < 0,01. Maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara volume darah relatif dan episode hipotensi intradialitik. Berdasarkan survey data pendahuluan yang dilakukan di RSUD dr.pirngadi Tahun 2014, ditemukan bahwa jumlah pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa pada Tahun 2012 yaitu 6.853 pasien, sedangkan pada Tahun 2013 terdapat pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa sebanyak 5.494 pasien. Hasil survey yang dilakukan pada 10 pasien yang menjalani hemodialisa di Instalasi Hemodialisis RSUD dr.pirngadi Medan Tahun 2014, ditemukan bahwa 5 dari 10 pasien yang menjalani hemodialisa dengan jumlah penarikan cairan 2-3 ml mengalami peningkatan tekanan darah setelah menjalani terapi hemodialisa, selain
4 itu ditemukan 3 dari 10 pasien yang menjalani hemodialisa dengan jumlah penarikan cairan 2-3 ml mengalami penurunan tekanan darah setelah menjalani terapi hemodialisa, dan 2 dari 10 pasien yang menjalani hemodialisa dengan jumlah penarikan cairan 2-3 ml tidak mengalami perubahan tekanan darah setelah menjalani terapi hemodialisa. Perlu adanya penetapan berat badan kering secara akurat sebagai landasan untuk jumlah penarikan cairan yang adekuat Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik mengetahui lebih dalam apakah ada pengaruh jumlah penarikan cairan tubuh terhadap tekanan darah pasien yang menjalani hemodialisa di Instalasi Hemodialisis RSUD dr.pirngadi Medan Tahun 2014. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan masalah yang terjadi yaitu Apakah ada pengaruh jumlah penarikan cairan tubuh terhadap tekanan darah pasien yang menjalani hemodialisa di Instalasi Hemodialisis RSUD dr.pirngadi Medan Tahun 2014? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengidentifikasi pengaruh jumlah penarikan cairan tubuh terhadap tekanan darah pasien yang menjalani hemodialisa di Instalasi Hemodialisis RSUD dr.pirngadi Medan Tahun 2014. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengidentifikasi rata-rata jumlah penarikan cairan tubuh pada klien hemodialisis di Instalasi Hemodialisis RSUD dr. Pirngadi Medan 2014. b. Untuk mengidentifikasi tekanan darah pasien hemodialisis sebelum dilakukan penarikan cairan di Instalasi Hemodialisis RSUD dr. Pirngadi Medan 2014.
5 c. Untuk mengidentifikasi tekanan darah pasien hemodialisis sesudah dilakukan penarikan cairan di Instalasi Hemodialisis RSUD dr. Pirngadi Medan 2014. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pasien dan Keluarga Penelitian ini sebagai informasi untuk menambah dan meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang pemantauan asupan cairan tubuh dan tekanan darah dalam menjalani terapi hemodialisa serta dalam penyediaan diet yang sesuai dan perawatan dirumah. 2. Bagi Perawat Sebagai informasi tambahan dan masukan bagi perawat di ruang hemodialisa untuk memantau tekanan darah pasien hemodialisa dan bagaimana efek samping dari terapi hemodialisa terutama terkait tekanan darah. 3. Bagi Rumah Sakit Penelitian ini dapat digunakan sebagai penilaian terhadap pelayanan yang diberikan dalam perawatan hemodialisa pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa tentang perbedaan tekanan darah pasien sebelum dan sesudah menjalani terapi hemodialisa terhadap jumlah penarikan cairan tubuh yang dikeluarkan saat menjalani terapi hemodialisa. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar atau data tambahan bagi peneliti selanjutnya khususnya yang terkait dengan jumlah penarikan cairan tubuh terhadap tekanan darah pada pasien yang menjalani terapi hemodialisa.