PERBEDAAN ASUPAN MAKAN DAN STATUS GIZI ANTARA PASIEN HEMODIALISIS ADEKUAT DAN INADEKUAT PENYAKIT GINJAL KRONIK

dokumen-dokumen yang mirip
PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 2, NO. 2, APRIL 2015:

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN NABATI DAN HEWANI DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS RAWAT JALAN DI RSUP

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan

BAB I PENDAHULUAN. Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) yang menjalani hemodialisis reguler

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel,

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI. Disusun oleh : AZIZAH NUGRAHANI NIM: 05/190419/EKU/0172

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh mereka yang menderita gagal ginjal (Indraratna, 2012). Terapi diet

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian,

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

PEMBERIAN SMS REMINDER EFEKTIF MEMPERBAIKI STATUS GIZI ANTROPOMETRI PASIEN HEMODIALISIS

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan sindrom klinis yang bersifat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

Dewantari EO, Taruna A, Angraini DI, Dilangga P. Medical Faculty of Lampung University ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 15,2%, prevalensi PGK pada stadium 1-3 meningkat menjadi 6,5 % dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal adalah organ vital yang berperan penting dalam mempertahankan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. Penurunan atau kegagalan fungsi ginjal berupa penurunan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

BAB I dalam Neliya, 2012). Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. dengan angka kejadian yang masih cukup tinggi. Di Amerika Serikat, UKDW

BAB 1 PENDAHULUAN. ginjal yang bersifat irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan

BAB I PENDAHULUAN. (PGK) tahap akhir yang menjalani dialisis masih sangat tinggi, kira-kira 15 -

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

GAMBARAN KEPATUHAN DIET PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISIS DI RSUD KABUPATEN PEKALONGAN. Manuscript

BAB 4 HASIL. 2,3 (0,3-17,5) Jenis Kelamin Pria 62 57,4 Wanita 46 42,6

Skripsi Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun oleh : WIDYA REZA KUSUMASTUTI J

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang

DAFTAR PUSTAKA. Alam et al., Gagal Ginjal, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2007).

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS RAWAT JALAN

Journal of Nutrition College, Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman

Faktor-faktor yang Berkorelasi dengan Status Nutrisi pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik seperti Glomerulonephritis Chronic, Diabetic

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik (GGK) atau penyakit renal tahap akhir

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang dapat dilakukan adalah pengendalian penyakit tidak menular. 2

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I PENDAHULUAN. komposisi cairan tubuh dengan nilai Gloumerulus Filtration Rate (GFR) 25%-10% dari nilai normal (Ulya & Suryanto 2007).

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2007) dan Burden of Disease, penyakit ginjal dan saluran kemih telah

SKRINING DAN PENILAIAN NUTRISI

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB I PENDAHULUAN. dari mulai faal ginjal normal sampai tidak berfungsi lagi. Penyakit gagal ginjal

BAB I PENDAHULUAN. irreversible. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu gangguan pada ginjal ditandai

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronis telah terjadi di Indonesia seiring dengan kemajuan teknologi dan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara

Tabel 1.1 Keaslian penelitian

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ABSTRAK HUBUNGAN STATUS NUTRISI DENGAN DERAJAT PROTEINURIA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI NEFROPATI DIABETIK DI RSUP SANGLAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah salah satu penyakit dengan risiko

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan air

BAB I PENDAHULUAN. dan 8 16% di dunia. Pada tahun 1999 berdasarkan data Global burden of

ALISIS LAMA HEMODIALISIS DENGAN STATUS GIZI PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga diperlukan penanganan dan pencegahan yang tepat untuk

PENELITIAN PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DM. Elya Hartini *, Idawati Manurung **, Purwati **

METODE PENELITIAN. Populasi penelitian = 51 orang. 21 orang keluar. Kriteria inklusi. 30 orang responden. Gambar 2 Cara penarikan contoh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal progresif

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan

BAB I.PENDAHULUAN. dengan penurunan glomerular filtrate rate (GFR) serta peningkatan kadar

BAB I PENDAHULUAN. progresif dan lambat, serta berlangsung dalam beberapa tahun. Gagal ginjal

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana S-1. Disusun oleh : ELYOS MEGA PUTRA J FAKULTAS KEDOKTERAN

Transkripsi:

PERBEDAAN ASUPAN MAKAN DAN STATUS GIZI ANTARA PASIEN HEMODIALISIS ADEKUAT DAN INADEKUAT PENYAKIT GINJAL KRONIK Lina Zuyana¹ dan Merryana Adriani² 1 Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya 2 Departemen Gizi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya ABSTRAK Masalah pada Penyakit Ginjal Kronik dengan Hemodialisis (PGK-HD) adalah tingginya angka malnutrisi akibat rendahnya asupan makan. Rendahnya asupan makan ini dapat disebabkan adanya gangguan gastrointestinal seperti anoreksia dan mual serta hemodialisis yang tidak adekuat. Penelitian observasional dengan rancangan komparasi ini bertujuan menganalisis perbedaan asupan makan dan status gizi antara pasien hemodialis adekuat dan inadekuat penyakit ginjal kronik. Penelitian ini dilakukan di RSUD Gambiran, Kota Kediri, Jawa Timur. Sampel penelitian ditentukan secara consecutive sampling dengan pengambilan sampel menggunakan metode simple random sampling dan diperoleh masing-masing 16 pasien untuk kelompok hemodialisis adekuat dan inadekuat PGK. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder dengan beberapa instrumen pengumpulan data berupa lembar kuesioner, form food recall 3 24 hours, dan form food frequency. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada karakteristik responden untuk umur, jenis kelamin dan jenis pekerjaan, Indeks Massa Tubuh, asupan energi dan asupan protein antara kelompok adekuat dengan kelompok inadekuat. Namun terdapat perbedaan yang bermakna pada tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan dan kadar albumin antara kelompok hemodialisis adekuat dengan kelompok inadekuat. Kata kunci: hemodialisis, status gizi, konsumsi ABSTRACT Patient of chronic kidney disease with hemodialysis teraphy has a high malnutrition rate that caused by low intake of consumption. This low intake can be caused of gastrointestinal disturbtion such as queasy and vomit feeling and also psychosocial and hemodialysis intervention that can effect the patient s nutritional status. The aim of this study was to analyze the difference of consumption intake and nutritional status between adequate and inadequate hemodialysis patients. This comparison observational study was done in Gambiran Hospital, Kediri, East Java. Data was collected by cross sectional method with sixteen adequate and sixteen inadequat hemodialysis patients. The data of hemodialysis adequate (URR) with laboratoryum test, energy and protein intake, bassal metabolic index, and albumin serum level also collected. There was no significant difference of age, gender, job variable, BMI and energy-protein intake between adequate and inadequate hemodialysis patients. There was a significant difference in income level education level nutrition knowledge and albumin serum level between adequate and inadequate hemodialysis patients. Keywords: hemodialysis, nutritional status, consumption PENDAHULUAN Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu sindrom klinis karena penurunan fungsi ginjal yang menetap akibat kerusakan nefron. Proses penurunan fungsi ginjal ini berjalan secara kronis dan progresif (Pranawa, 1997). PGK adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas, terutama pada stadium lanjut, di mana keadaan ini merupakan titik akhir dari gangguan faal ginjal yang bersifat irreversible, mengakibatkan terjadinya sejumlah perubahan fisiologis yang tidak dapat diatasi lagi dengan tindakan konservatif sehingga membutuhkan terapi pengganti ginjal. Terapi pengganti ginjal terdiri dari hemodialisis, peritoneal dialisis dan transplantasi ginjal. Saat ini hemodialisis (HD) merupakan terapi pengganti ginjal yang paling banyak dilakukan dan jumlahnya dari tahun ke tahun terus meningkat. Di Amerika Serikat, The United State Renal Data System (USRDS) menunjukkan terjadi peningkatan dramatis pasien PGK yang membutuhkan dialisis kronik atau transplantasi. 13

14 Media Gizi Indonesia, Vol. 9, No. 1 Januari Juni 2013: hlm. 13 19 Pada tahun 1999, terdapat 340.000 pasien, tetapi pada tahun 2010 diproyeksikan meningkat sampai 651.000 pasien. The Third National Health and Examination Survey (NHANES III) mengestimasikan prevalensi pasien PGK orang dewasa di Amerika Serikat sekitar 11% (19,2 juta penduduk) dengan rincian 3,3% (5,8 juta) pada stadium 1, 3% (5,3 juta) pada stadium 2; 4,3% (7,5 juta) pada stadium 3; 0,2% (340.000) pada stadium 4 dan 0,2% (340.000) pada stadium 5 atau gagal ginjal. Di tingkat internasional, rata-rata insiden dari penyakit ginjal kronik stadium 5 atau gagal ginjal mengalami peningkatan terus menerus sejak 1989. Amerika Serikat mempunyai tingkat rata-rata insiden tertinggi dari gagal ginjal, diikuti oleh Jepang. Penyakit ginjal kronik ditemukan pada semua umur. Meskipun demikian, di Amerika Serikat, rata-rata insiden tertinggi pasien PGK stadium 5 atau gagal ginjal terjadi pada usia lebih dari 65 tahun. Di samping diabetes melitus dan hipertensi, usia adalah faktor risiko utama terjadinya PGK. Populasi geriatri adalah populasi terbanyak yang mengalami gagal ginjal di Amerika Serikat. Di Indonesia menurut laporan tahunan dari Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia (YGDI) pada tahun 2006, diperkirakan jumlah pasien PGK di Indonesia sebanyak 150.000 pasien. Dari jumlah total pasien tersebut 21% berusia 15 34 tahun, 49% berusia 35 55 tahun, dan 30% berusia diatas 56 tahun. Hemodialisis (HD) merupakan terapi pengganti fungsi ginjal yang bertujuan untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein atau mengoreksi gangguan keseimbangan air dan elektrolit, antara darah pasien dengan dialisat melalui membran semipermeable yang bertindak sebagai ginjal buatan (dialyzer) (Sukandar, 1997). Kecukupan dosis hemodialisis yang diberikan diukur dengan istilah adekuasi hemodialisis. Terdapat korelasi yang kuat antara adekuasi hemodialisis dengan angka morbiditas dan mortalitas pasien HD. Kelangsungan hidup pasien PGK dengan terapi HD dapat dipengaruhi oleh usia, adekuasi HD, etiologi penyakit ginjal kronik, asupan makanan yang benar dan sosial ekonomi. Masalah pada Penyakit Ginjal Kronik dengan Hemodialisis (PGK-HD) adalah tingginya angka malnutrisi. Penelitian mengenai keadaan gizi pasien PGK dengan Tes Kliren Kreatinin (TKK) 15 ml/mt yang diberikan terapi HD mengemukakan masih banyak dijumpai pasien status gizi kurang yang disebabkan karena rendahnya asupan makan. Faktor yang memengaruhi asupan makan bisa disebabkan adanya gangguan gastrointestinal yaitu anoreksia dan mual serta hemodialisis yang tidak adekuat (Susetyowati, 2002). Gizi kurang energi-protein merupakan suatu hal yang penting untuk mendapatkan perhatian karena berpotensi untuk reversible. Dengan demikian, gizi kurang yang terjadi pada pasien PGK-HD seharusnya dapat diperbaiki dengan memenuhi kebutuhan nutrisinya. Beberapa peneliti menemukan bahwa pasien PGK-HD menunjukkan tanda gizi kurang (Kopple, 2007). Penyebab gizi kurang pada pasien PGK- HD sebenarnya sangat multifaktorial, diantaranya asupan makan yang kurang, hilangnya zat makanan ke dalam cairan dialisat, meningkatnya katabolisme, inflamasi kronik, dan stimulus katabolik dari pasien HD itu sendiri. Faktor penyebab rendahnya asupan energi dan protein pada pasien PGK-HD yaitu faktor sosial ekonomi (depresi, stress, kurangnya pengetahuan dan kemiskinan) atau karakteristik pasien. Faktor lain adalah pengaruh prosedur HD di antaranya HD inadekuat yang dapat menyebabkan mual dan muntah serta adanya komplikasi penyakit penyerta. Faktor dari makanan yaitu diet inadekuat dan uremia juga menyebabkan anoreksia pada pasien PGK-HD (Susetyowati, 2002). Penelitian ini bertujuan menganalisis perbedaan asupan makan dan status gizi antara pasien hemodialis adekuat dan inadekuat penyakit ginjal kronik. Faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah karakteristik, pola konsumsi makanan, asupan makan, serta adekuasi HD. Hal ini sangat berkaitan dan mempengaruhi status gizi pasien yang diukur dari berat badan kering yaitu Indeks Massa Tubuh dan kadar albumin serum pasien HD adekuat maupun HD inadekuat.

Lina dkk., Perbedaan Asupan Makan 15 Mengingat pasien PGK-HD di Indonesia yang jumlahnya cukup banyak dan mempunyai potensi untuk menunjukkan tanda gizi kurang. Salah satunya di RSUD Gambiran Kota Kediri, berdasarkan data kunjungan pasien HD tahun 2009, unit hemodialisis telah melakukan 501 sampai 592 tindakan HD dalam setiap bulannya. Jumlah pasien yang menjalani terapi HD di RSUD Gambiran Kota Kediri saat ini atau bulan Juni 2010 sebanyak 88 pasien. Dalam setiap harinya RSUD Gambiran dapat melayani hemodialisis ± 24 pasien. METODE Penelitian ini menurut klasifikasinya termasuk penelitian observasional dengan rancangan komparasi dengan tujuan untuk melakukan analisis terhadap variabel bebas yaitu hemodialisis adekuat dan inadekuat guna membedakan (membandingkan) apakah kedua variabel tersebut sama atau berbeda. Berdasarkan jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif analitik karena di samping melihat pengaruh variabel bebas dan terikat, juga menjelaskan karakteristik dari sampel penelitian. Berdasarkan waktu pelaksanaannya, penelitian ini termasuk penelitian crossectional karena pengamatan dan pengukuran terhadap variabel dilaksanakan pada saat atau periode waktu yang sama. Sampel penelitian ditentukan secara consecutive sampling dan untuk metode pengambilan sampel menggunakan metode simple random sampling dengan besaran sampel menggunakan metode jumlah minimal sampel dari dua kelompok tidak berpasangan. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder dengan beberapa instrumen pengumpulan data berupa lembar kuesioner, form food recall 3x 24 hours, dan form food frequency. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar umur kelompok adekuat adalah dewasa yaitu sebanyak 9 orang (56,25%) dan paling kecil adalah lanjut yaitu sebanyak 2 orang (12,50%) sedangkan sebagian besar umur kelompok inadekuat adalah tua yaitu 9 orang (56,25%), sebagian kecil dewasa yaitu 6 orang (37,50%) dan ada yang lanjut yaitu 1 orang (6,25%). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar jenis kelamin kelompok adekuat adalah laki-laki yaitu sebanyak 12 orang (75,00%) dan sebagian kecil perempuan yaitu sebanyak 4 orang (25,00%) sedangkan sebagian besar jenis kelamin kelompok inadekuat adalah laki-laki yaitu 9 orang (56,25%) dan perempuan tidak jauh beda yaitu 7 orang (43,75%). Sebagian besar tingkat pengetahuan gizi kelompok adekuat adalah berpengetahuan gizi baik yaitu sebanyak 13 orang (81,25%), sebanyak 2 orang (12,50%) berpengetahuan gizi sedang dan sisanya berpengetahuan gizi kurang yaitu sebanyak 1 orang (6,25%) sedangkan sebagian besar tingkat pengetahuan gizi kelompok inadekuat adalah berpengetahuan gizi kurang dan baik mempunyai jumlah yang sama yaitu sebanyak 7 orang (43,75%) dan sisanya berpengetahuan gizi sedang yaitu sebanyak 2 orang (12,50%). Indeks Massa Tubuh kelompok adekuat adalah normal yaitu sebanyak 13 orang (81,25%) dan tidak ada yang mengalami kekurangan Berat Badan tingkat berat sedangkan Indeks Massa Tubuh kelompok inadekuat sebagian besar adalah normal sebanyak 7 orang (43,75%), kekurangan Berat Badan tingkat ringan sebanyak 4 orang (25,00%) dan kekurangan Berat Badan tingkat berat sebanyak 3 orang (18,75%). Pada kelompok responden adekuat mempunyai kadar albumin yang baik yaitu sebanyak 16 orang (100%) sedangkan sebagian besar kadar albumin kelompok inadekuat adalah baik yaitu sebanyak 10 orang (62,5%) kemudian yang mengalami gizi kurang sebanyak 6 orang (37,5%). Sebagian besar jenis makanan kelompok adekuat yang menjadi responden adalah makanan pokok + lauk + sayur + buah yaitu sebanyak 10 orang (62,50%), kemudian 4 orang (25,00%) berjenis makanan pokok + lauk + sayur + buah + susu dan 2 orang (12,50%) berjenis makanan pokok + lauk + sayur. Sedangkan sebagian besar jenis makanan kelompok inadekuat yang menjadi responden adalah makanan pokok + lauk + sayur + buah yaitu sebanyak 9 orang (56,25%), sebanyak 5 orang (31,25%) berjenis makanan pokok + lauk + sayur, dan sebanyak 2 orang (12,50%) berjenis makanan pokok + lauk + sayur + buah + susu dari 16 responden yang menjadi sampel.

16 Media Gizi Indonesia, Vol. 9, No. 1 Januari Juni 2013: hlm. 13 19 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar jumlah konsumsi makanan kelompok adekuat yang menjadi responden adalah 1 piring yaitu sebanyak 10 orang (62,50%) sedangkan sebagian besar jumlah konsumsi makanan kelompok inadekuat adalah setengah piring yaitu sebanyak 8 orang (50,00%), diikuti 1 piring sebanyak 6 orang (37,50%) dan sisanya sebanyak 2 orang (12,50%) mengonsumsi makanan seperempat piring dari 16 responden yang menjadi sampel. Sebagian besar asupan energi pada kelompok adekuat yang menjadi responden adalah sedang atau cukup yaitu sebanyak 7 orang (43,75%), dan sebagian kecil asupan energinya defisit yaitu sebanyak 1 orang (6,25%) sedangkan sebagian besar asupan energi kelompok inadekuat yang menjadi responden adalah defisit yaitu sebanyak 6 orang (37,50%) dan sebagian kecil kurang asupan energinya yaitu sebanyak 2 orang (12,50%). Pada kelompok adekuat, rata-rata asupan energi sebesar 1.668,9 kkal dengan standar deviasi sebesar 432,65 sedangkan pada kelompok inadekuat, rata-rata asupan energi sebesar 1.484,6 kkal dengan standar deviasi sebesar 534,68 (Tabel 1). Tabel 2 menyajikan data asupan protein pada kelompok adekuat dan inadekuat di unit hemodialisis RSUD Gambiran Kota Kediri tahun 2010. Sebagian besar asupan protein kelompok Tabel 1. Asupan Energi pada Kelompok Adekuat dan Inadekuat Asupan Energi (kkal) Adekuat Inadekuat Mean 1.668,9 1.484,6 Standar Deviasi 432,65 534,68 Nilai Tertinggi 2.709,2 2.532,3 Nilai Terendah 828,0 576,2 Tabel 2. Asupan Protein pada Kelompok Adekuat dan Inadekuat di Unit Hemodialisa RSUD Gambiran Kota Kediri Tahun 2010 Asupan Protein Adekuat Inadekuat n % n % Baik 3 18,75 5 31,25 Sedang 6 37,50 1 6,25 Kurang 4 25,00 3 18,75 Defisit 3 18,75 7 43,75 Total 16 100,00 16 100,00 adekuat yang menjadi responden adalah sedang atau cukup yaitu sebanyak 6 orang (37,50%), dan sebagian kecil tingkat asupan protein baik dan defisit yaitu sebanyak 3 orang (18,75%) sedangkan sebagian besar asupan protein kelompok inadekuat adalah defisit yaitu sebanyak 7 orang (43,75%), dan sebagian kecil asupan protein sedang atau cukup yaitu sebanyak 1 orang (6,25%) dari 16 responden yang menjadi sampel. Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pada kelompok adekuat, rata-rata asupan protein sebesar 59,38 gr dengan standar deviasi sebesar 19,63 sedangkan pada kelompok inadekuat, rata-rata asupan protein sebesar 52,86 gr dengan standar deviasi sebesar 23,38. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa umur kelompok adekuat sebagian besar adalah dewasa yaitu sebanyak 9 orang (56,25%), dan sisanya masuk kategori umur tua yaitu sebanyak 7 orang (43,75%) sedangkan umur pada kelompok inadekuat sebagian besar adalah tua yaitu sebanyak 10 orang (62,50%), dan sisanya sebanyak 6 orang (37,50%) berumur dewasa. Hasil uji statistik Chi- Square dengan p < 0,05 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan umur secara bermakna antara kelompok adekuat dengan kelompok inadekuat dengan nilai p = 0,479. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan kelompok adekuat adalah baik yaitu sebanyak 15 orang (93,75%), dan sebagian kecil berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 1 orang (6,25%). Sedangkan sebagian besar tingkat pengetahuan kelompok inadekuat adalah baik yaitu sebanyak 9 orang (56,25%), dan sisanya berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 7 orang (43,75%). Hasil uji statistik Fisher s Exact Test dengan p < 0,05 menunjukkan bahwa ada perbedaan secara bermakna tingkat pengetahuan antara kelompok adekuat dengan kelompok inadekuat dengan nilai p = 0,037. Sebagian besar Indeks Massa Tubuh kelompok adekuat adalah normal yaitu sebanyak 13 orang (81,25%) dan tidak ada yang mengalami kekurangan Berat Badan tingkat berat sedangkan Indeks Massa Tubuh kelompok inadekuat sebagian besar adalah normal yaitu sebanyak 7 orang (43,75%), kekurangan Berat Badan tingkat ringan

Lina dkk., Perbedaan Asupan Makan 17 sebanyak 4 orang (25,00%) dan kekurangan Berat Badan tingkat berat sebanyak 3 orang (18,75%). Hasil uji statistik Mann-Whitney dengan p < 0,05 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan secara bermakna Indeks Massa Tubuh antara kelompok adekuat dengan kelompok inadekuat dengan nilai p = 0,059. Pada kelompok adekuat mempunyai kadar albumin yang baik yaitu 16 orang (100%) sedangkan sebagian besar kadar albumin kelompok inadekuat adalah baik yaitu sebanyak 10 orang (62,50%) kemudian yang mengalami gizi kurang sebanyak 6 orang (37,50%). Hasil uji statistik Fisher s Exact Test dengan p < 0,05 menunjukkan bahwa ada perbedaan secara bermakna kadar albumin antara kelompok adekuat dengan kelompok inadekuat dengan nilai p = 0,018. Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari hasil uji statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna atau signifikan pada karakteristik responden untuk umur, jenis kelamin dan jenis pekerjaan antara kelompok adekuat dengan kelompok inadekuat. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara Indeks Massa Tubuh, asupan energi dan asupan protein antara kelompok adekuat dengan kelompok inadekuat. Perbedaan yang bermakna atau signifikan terdapat pada karakteristik responden untuk tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan pengetahuan gizi serta terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok adekuat dengan inadekuat pada kadar albumin serum. PEMBAHASAN Dari uji statistik menunjukkan bahwa ada perbedaan secara bermakna tingkat pengetahuan antara kelompok adekuat dengan kelompok inadekuat dengan nilai p = 0,037 (p < α.). Artinya, sebagian besar kelompok adekuat mempunyai tingkat pengetahuan gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok inadekuat. Hal ini dapat juga disebabkan oleh sebagian dari pasien atau kelompok inadekuat mempunyai tingkat pendidikan formal yang rendah. Pasien dengan PGK-HD memerlukan batasan atau aturan yang ketat mengenai jenis maupun jumlah makanan yang dikonsumsinya, misalkan bagi pasien PGK-HD yang hiperkalemia tidak dibolehkan mengonsumsi sayur dan buah yang mengandung kalium. Oleh karena itu pengetahuan gizi yang baik sangat berpengaruh terhadap usia harapan hidup bagi dua kelompok HD adekuat maupun HD inadekuat. Dalam penelitian ini diketahui, baik pada kelompok adekuat maupun inadekuat, sebagian besar mempunyai Indeks Massa Tubuh yang normal. Hal ini bisa saja dikarenakan pengaruh konseling yang diberikan oleh petugas rumah sakit dan lamanya pasien menjalani HD sehingga pasien Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Perbedaan antara Kelompok Adekuat dengan Inadekuat di Unit Hemodialisis RSUD Gambiran Kota Kediri Tahun 2010 Variabel P Uji Statistik Hasil Umur 0,479 Chi-Square Tidak signifikan Jenis kelamin 0,457 Chi-Square Tidak signifikan Jenis pekerjaan 0,220 Fisher s Exact Test Tidak signifikan Pendapatan 0,018 Fisher s Exact Test Signifikan Pendidikan 0,018 Fisher s Exact Test Signifikan Pengetahuan gizi 0,037 Fisher s Exact Test Signifikan Indeks Massa Tubuh 0,059 Mann-Whitney Tidak signifikan Kadar albumin 0,018 Fisher s Exact Test Signifikan Kadar albumin 0,002 Independent T-Test Signifikan Asupan energy 0,390 Mann-Whitney Tidak signifikan Asupan energy 0,292 Independent T-Test Tidak signifikan Asupan protein 0,435 Mann-Whitney Tidak signifikan Asupan protein 0,400 Independent T-Test Tidak signifikan

18 Media Gizi Indonesia, Vol. 9, No. 1 Januari Juni 2013: hlm. 13 19 lebih berpengalaman dalam menangani masalah status gizinya. Dalam menyikapi gangguan gastrointestinal tersebut, mereka semua sadar dengan perubahan pola makan yaitu dengan porsi sedikit tetapi frekuensinya sering agar anjuran diet dapat tercapai sehingga diharapkan pasien tidak sampai mengalami penurunan berat badan secara drastis. Pengukuran IMT dilakukan dengan menggunakan berat badan kering pasien dan dipilih pasien yang tidak mengalami edema dengan harapan agar penelitian ini lebih akurat. Rata-rata kadar albumin untuk kelompok adekuat lebih besar (4,208 g/dl) daripada ratarata kada albumin kelompok inadekuat (3,644 g/dl), di mana konsentrasi albumin serum kurang dari 3,5 g/dl menandakan adanya gizi kurang pada pasien PGK-HD. Bergstrom (1995) menyatakan bahwa antropometrik dan parameter biokimia gizi yang buruk berhubungan dengan meningkatnya angka kematian. Tingkat albumin serum yang rendah merupakan prediksi yang kuat terjadinya kekurangan protein, tidak hanya itu saja namun juga karena adanya pengaruh dari beberapa faktor morbiditas lain seperti overhydration, infeksi dan akibat penyakit kronik yang diderita. Adanya kejadian gizi kurang berdasarkan parameter biokimia pada kelompok inadekuat ini dapat disebabkan oleh adanya gangguan sekresi hormon yang dengan sendirinya dapat menimbulkan beberapa kelainan metabolisme atau gangguan absorbsi asupan makanan. Salah satu contoh gangguan metabolisme pada pasien PGK-HD adalah gangguan metabolisme asam amino yang merupakan penyebab dari gizi kurang protein. HD inadekuat dapat meningkatkan ekskresi protein di dalam urin dan sebagian besar protein diekskresikan dalam bentuk albumin. Meskipun asupan protein sudah mencukupi, namun perlu diperhatikan bahwa tubuh pasien PGK-HD dapat kehilangan protein selama proses terapi hemodialisis. Telah banyak dilaporkan bahwa pasien PGK-HD menunjukkan gizi kurang energiprotein dengan adanya tanda menurunnya nilai antropometri dan kadar biokimia darah (Kopple, 2007). Banyak faktor yang menyebabkan gizi kurang. Faktor yang paling sering adalah rendahnya asupan makanan, terutama energi dan protein yang tidak memadai. Penelitian menunjukkan bahwa asupan energi bagi pasien PGK-HD yang dianjurkan atau minimal adalah 35 kcal/kg BB ideal/hari. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa asupan energi kelompok adekuat cukup 43,75% dan defisit 6,25% sedangkan asupan energi kelompok inadekuat cukup 25,00% dan defisit 37,50%. Walaupun angka tersebut berbeda, ternyata setelah dilakukan uji statistik mengenai asupan energi kelompok adekuat dengan kelompok inadekuat tidak ada perbedaan secara bermakna, yaitu dengan nilai p = 0,390 (p > α) berdasarkan uji Mann-Whitney sedangkan jika menggunakan skala data rasio dengan uji Independent T-Test di dapatkan nilai p = 0,292 (p > α) dengan rata-rata asupan energi untuk kelompok adekuat 1.668,9 Kkal dan untuk kelompok inadekuat 1484,6 Kkal. Berdasarkan hasil uji statistik di atas, dapat dilihat bahwa pengukuran menggunakan skala data rasio lebih sensitif dibandingkan dengan pengukuran dengan skala data ordinal, meskipun hasil dari keduanya sama yaitu tidak signifikan atau tidak ada perbedaan secara bermakna. Pada penderita HD inadekuat akan meningkatkan keluhan mual dan muntah, ditambah pembatasan diet serta depresi akan memperburuk asupan gizi. Salah satu penyebab penurunan asupan makan pada penderita hemodialisis adalah karena HD yang tidak adekuat atau inadekuat (Pranawa, 1997). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan secara bermakna asupan protein antara kelompok adekuat dengan inadekuat dengan nilai p = 0,435 (p > α) dengan menggunakan uji Mann-Whitney sedangkan jika menggunakan skala data rasio dengan uji Independent T-Test di dapatkan nilai p = 0,400 (p > α) dengan rata-rata asupan protein untuk kelompok adekuat 59,38 gram dan untuk kelompok inadekuat 52,86 gram. Berdasarkan hasil uji statistik di atas, dapat dilihat bahwa pengukuran menggunakan skala data rasio lebih sensitif dibandingkan dengan pengukuran dengan skala data ordinal, meskipun hasil dari

Lina dkk., Perbedaan Asupan Makan 19 keduanya sama yaitu tidak signifikan atau tidak ada perbedaan secara bermakna. Penambahan protein yang biasa diberikan apabila asupan protein kurang adalah produk yang tinggi protein tinggi kalori, sebagai contoh adalah susu yang sudah dimodifikasi susunan zat gizinya dan telur. Dalam penelitian ini responden baik kelompok adekuat maupun kelompok inadekuat sudah mengenal susu tersebut dan sebagian besar mengonsumsinya setiap hari, meskipun rasa susu tersebut tidak enak. Namun mereka tetap berusaha mengonsumsinya demi terpenuhinya kebutuhan diet. Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pada karakteristik responden tidak terdapat perbedaan yang bermakna untuk umur, jenis kelamin dan jenis pekerjaan antara kelompok adekuat dengan kelompok inadekuat. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna Indeks Massa Tubuh antara kelompok adekuat dengan inadekuat. Selain itu, juga tidak ada perbedaan yang bermakna pada asupan makan yaitu asupan energi dan asupan protein antara kelompok adekuat dengan kelompok inadekuat. Walaupun rata-rata tingkat asupan energi dan protein kelompok adekuat lebih besar dibandingkan dengan kelompok inadekuat namun setelah dilakukan uji statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna di antara keduanya. Dari pembahasan di atas, juga dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antar kelompok adekuat dengan kelompok inadekuat pada karakteristik responden yaitu, pendapatan keluarga, tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan gizi. Dan terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok adekuat dan kelompok inadekuat mengenai status gizi yang diukur berdasarkan parameter biokimia yaitu kadar albumin serum. KESIMPULAN Tidak terdapat perbedaan signifikan pada karakteristik responden untuk umur, jenis kelamin dan jenis pekerjaan antara kelompok adekuat dengan kelompok inadekuat serta Indeks Massa Tubuh, asupan energi dan asupan protein antara kelompok hemodialisis adekuat dengan kelompok hemodialisis inadekuat PGK. Namun ada perbedaan signifikan pada karakteristik responden untuk tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi serta pada kadar albumin serum antara kelompok hemodialisis adekuat dengan kelompok hemodialisis inadekuat PGK SARAN Bagi pasien, hendaknya meningkatkan tingkat pendapatan, pendidikan baik formal maupun non formal dan tingkat pengetahuan, dan mematuhi aturan yang diberikan oleh tim terpadu yang terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi serta petugas kesehatan lain, agar terapi yang diberikan kepada pasien mencapai optimal. Bagi Institusi atau Unit Hemodialisis RSUD Gambiran Kota Kediri, perlu dilakukan penilaian status gizi pasien sebelum dilakukan tindakan hemodialisis dan juga dilakukan pemantauan secara berkala guna memperkecil kemungkinan terjadinya gizi kurang. DAFTAR PUSTAKA Bergstrom J. 1995. Nutrition and Mortality in Hemodialysis. Journal of the American Society of Nephrology. Vol. 6. Copyright by American Society of Nephrology: 1329 1341. Kopple, J.D. 2007. Dietary Considerations in Patients with Chronic Renal Failure, Acute Renal Failure, and Transplantation. Philadelphia: Walnut street PA 19106 USA: 2709 2736. Pranawa. 1997. Pengenalan Dini dan Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronis. Surabaya: Divisi Ginjal dan Hipertensi Lab-SMF Penyakit Dalam FK-Unair RSUD Dr.Soetomo: 1 13. Sukandar E. 2006. Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK- UNPAD RS Dr. Hasan Sadikin: 243 288. Susetyowati. 2002. Pengaruh Konseling Gizi dengan Buklet Terhadap Konsumsi Makanan dan Status Gizi Penderita Ginjal Kronik dengan Hemodialisis di RS Dr. Sardjito Yogyakarta. Jakarta: Proseding Kursus Penyegar Ilmu Gizi.