BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Balita Balita atau anak bawah umur lima tahun adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bagi usia di bawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini. Namun faal (kerja alat tubuh semestinya) bagi usia di bawah satu tahun berbeda dengan anak usia di atas satu tahun, maka anak di bawah satu tahun tidak termasuk ke dalam golongan yang dikatakan balita. Anak usia 1 5 tahun dikatakan mulai disapih atau perkembangan kecerdasannya, faal tubuhnya juga mengalami perkembangan sehingga jenis makanan dan cara selepas menyusu sampai dengan pra-sekolah. Sesuai dengan pertumbuhan badan dan pemberiannya pun harus disesuaikan dengan keadaannya. Berdasarkan karakteristiknya balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak yang berumur 1-3 tahun yang dikenal dengan Balita merupakan konsumen pasif. Sedangkan usia prasekolah berumur 3-6 tahun lebih dikenal sebagai konsumen aktif (Uripi, 2004). 6
7 2.2 Gizi Kata gizi atau nutrisi berasal dari kata nutrition, artinya sesuatu yang mempengaruhi proses perubahan semua jenis makanan yang masuk ke dalam tubuh yang dapat mempertahankan kehidupan. Zat gizi adalah elemen yang ada dalam makanan yang dapat dimanfaatkan secara langsung dalam tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air. Gizi seimbang diperlukan untuk tumbuh kembang balita dimulai sejak lahir. ASI atau susu formula yang merupakan sumber zat gizi esensial sepanjang tahun pertama kehidupan bayi juga membutuhkan zat gizi dari makanan secara bertahap sesuai umurnya, (Soenardi, 2002). Pada masa balita saat pertumbuhan sangat cepat sehingga dibutuhkan makanan untuk mendukung tumbuh kembang balita yang seimbang dalam kualitas dan kuantitas yang tepat, yaitu terdiri dari protein, lemak, dan karbohidrat, (Soenardi, 2002). WHO mengartikan ilmu gizi sebagai ilmu yang mempelajari proses yang terjadi pada organisme hidup. Proses tersebut mencakup pengambilan dan pengolahan zat padat dan cair dari makanan yang diperlukan untuk memelihara
8 kehidupan, pertumbuhan, berfungsinya organ tubuh dan menghasilkan energi. 2.3 Status Gizi Status gizi berarti penggolongan suatu hasil pengukuran kedalam tingkat kebutuhan gizi fisiologis seseorang, (Hammond, 2004). Pengertian lain menyebutkan, status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari status tubuh yang berhubungan dengan gizi dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, dkk. 2002). Terdapat suatu variabel yang diukur misalnya: berat badan, dan tinggi badan yang dapat digolongkan kedalam kategori gizi tertentu misalnya: baik, kurang, buruk, dan sebagainya. (Nasution, 2009). Berdasarkan buku Harvard status gizi dapat dibagi menjadi empat yaitu: 1. Gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas. 2. Gizi baik untuk well nourished. 3. Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderate Protein Calori Malnutrition (PCM).
9 4. Gizi buruk untuk severe Protein Calori Malnutrition (PCM), termasuk marasmus, marasmik kwashiorkor, dan kwashiorkor. Di masyarakat, cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan adalah antropometri gizi. Dewasa ini dalam program gizi masyarakat, pemantauan status gizi anak balita menggunakan metode antropometri sebagai cara untuk menilai status gizi. Di samping itu dalam kegiatan penapisan status gizi masyarakat selalu menggunakan metode tersebut. Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan pada bayi-balita. Pada masa bayi-balita, berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi (Supariasa, 2002). 2.4 Metode Pengukuran Status Gizi Penggunaan buku rujukan WHO - NCHS direkomendasikan pada semiloka antropometri 1991. Baku WHO - NCHS digunakan secara seragam sebagai pembanding dalam penilaian status gizi dan pertumbuhan perorangan maupun masyarakat. Menurut WHO, data berat badan dan tinggi badan yang diumpulkan oleh US National Center for Health Statistic (NCHS) merupakan pilihan paling
10 baik digunakan sebagai rujukan. Data rujukan WHO NCHS disajikan dalam dua versi sebagai batas ambang untuk status gizi baik yaitu : a) Persentil (Percentile). b) Skor simpangan baku (standart deviation score Z-score). 2.4.1 Kategori BB/U a. Kategori Gizi Buruk, jika Z-score < -3,0. b. Kategori Gizi Kurang, jika Z-score >= -3,0 sampai dengan Z-sco\yt c. Ythn re <-2,0. d. Kategori Gizi Baik, jika Z-score >= -2,0 sampai dengan Z-score <=2,0. e. Kategori Gizi Lebih, jika Z-score > 2,0 (Rujukan WHO, 2005). 2.4.2 Perhitungan angka prevalensi dilakukan sebagai berikut: a. Prevalensi Gizi Buruk = (Jumlah balita gizi buruk/jumlah seluruh balita) x 100%. b. Prevalensi Gizi Kurang = (Jumlah balita gizi kurang/jumlah seluruh balita) x 100%.
11 c. Prevalensi Gizi Baik = (Jumlah balita gizi baik/jumlah seluruh balita) x 100%. d. Prevalensi Gizi Lebih = (Jumlah balita gizi lebih/jumlah seluruh balita) x 100% (Rujukan WHO, 2005). 2.5 Gizi Baik Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat - zat gizi yang digunakan secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier, 2005). Sebagai contohnya balita dikatakan memiliki gizi yang baik apabila zat gizi yang dimilikinya sudah sesuai dengan umur dan berat badannya. 2.6 Gizi Buruk Pengertian gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) < -3,0 SD yang merupakan istilah severely underweight. Terdapat 3 jenis gizi buruk yang sering dijumpai yaitu kwashiorkor, marasmiks, dan gabungan dari keduanya marasmiks-kwashiorkor. Pengertian kwashiorkor sendiri adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan oleh asupan
12 karbohidrat yang normal atau tinggi dan asupan protein yang inadekuat. Kwashiorkor dapat dibedakan dengan marasmus yang disebabkan oleh asupan dengan kurang dalam kuantitas tetapi kualitas yang normal, sedangkan marasmiks-kwashiorkor adalah gabungan dari kwashiorkor dengan marasmus yang disertai dengan oedema. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk, diantaranya adalah s\tatus sosial ekonomi, ketidaktahuan ibu tentang pemberian gizi yang baik untuk anak, dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Sumber lain menyebutkan asupan makanan keluarga, faktor infeksi, dan pendidikan ibu menjadi penyebab kasus gizi buruk (Dewi, 2012). 2.7 Gizi Kurang Seseorang yang kekurangan gizi disebabkan oleh konsumsi gizi yang tidak mencukupi kebutuhannya dalam waktu tertentu. Tubuh akan memecah cadangan makanan di dalam lapisan lemak yang berada di bawah lapisan kulit dan lapisan organ tubuh, yaitu usus dan jantung (Adiningsih, 2010). Sebagai contohnya kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh orang tua balita sehingga kebutuhan gizi yang dimiliki anak
13 balita menjadi kurang terpenuhi dan dapat menyebabkan terjadinya gizi kurang. 2.8 Gizi Lebih Seseorang yang dikatakan memperoleh gizi lebih disebabkan oleh konsumsi makanan yang melebihi dari kebutuhan, terutama konsumsi lemak yang tinggi dan makanan dari gula murni. Kondisi seperti ini banyak dijumpai pada balita yang mengalami kegemukan (Adiningsih, 2010). Sebagai contohnya anak yang memiliki kondisi berat badan yang tidak sesuai dengan umurnya seperti anak yang berusia 3 tahun dengan berat 24 kg dan sering mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak lemak, padahal anak dengan usia 3 tahun sebaiknya mempunyai berat badan 15 kg. 2.9 Peran Ibu dalam Pemenuhan Gizi pada Balita Peran ibu sebagai pengasuh dan pendidik yang berperan penting dalam pemenuhan gizi pada anak terutama usia 1-5 tahun, pada usia tersebut anak sulit atau susah makan yang diakibatkan banyaknya makanan ringan yang disajikan. Serta pada usia 1-5 tahun anak balita sedang mengalami
14 pertumbuhan badan yang sangat pesat sehingga memerlukan zat-zat gizi yang lebih tinggi (Wijayanti, 2010). Pada masa bayi dan balita, orangtua harus selalu memperhatikan kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh anak dengan membiasakan pola makan yang seimbang dan teratur setiap hari, sesuai dengan tingkat kecukupan. Balita belum bisa mengurus dirinya sendiri dengan baik dan belum bisa berusaha mendapatkan sendiri apa yang diperlukan untuk makanannya. Balita sangat tergantung pada ibu untuk memenuhi kebutuhannya (Arisman, 2009). Peran seorang ibu sangat penting atau di butuhkan dalam pemenuhan gizi pada anak. Pengetahuan dan keterampilan yang memadai seharusnya dimiliki oleh seorang ibu sebagai modal dalam pemenuhan gizi bagi anak. Para ibu harus memiliki kesabaran bila anaknya mengalami problema makan, dan lebih memperhatikan asupan makanan sehari-hari bagi anaknya (Wijayanti, 2010). 2.10 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peran Ibu dalam Pemenuhan Status Gizi Balita Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi peran ibu dalam memenuhi status gizi pada anak mereka, yaitu:
15 2.10.1 Pendidikan Bidang pendidikan memegang peranan penting. Semakin tinggi pendidikan semakin mudah menerima hal-hal baru dan bisa menyesuaikan dengan mudah. Pendidikan yang semakin tinggi memungkinkan seseorang untuk dapat menerima informasi tentang pengetahuan gizi dengan baik dan dapat memperbaiki gizi keluarga terutama untuk balita (Notoadmodjo, 2002). 2.10.2 Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek. Ibu sangat membutuhkan pengetahuan yang cukup untuk mengetahui perannya. Peran dalam hal ini yaitu untuk mengatasi kesulitan makan pada balita (Notoadmodjo, 2003). 2.10.3 Perilaku Perilaku adalah merupakan perbuatan atau tindakan dan perkataan seseorang yang sifatnya dapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun orang yang melakukannya. Untuk dapat menyusun menu yang adekuat seorang ibu perlu
16 memiliki pengetahuan mengenai bahan makanan, zat gizi dan cara pengolahan makanan. Pengolahan makanan yang tepat akan meningkatkan mutu makanan yang akan dikonsumsi oleh balita (Notoadmodjo, 2002). 2.10.4 Sikap Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak, sikap senantiasa terarah terhadap suatu hal atau objek. Manusia dapat mempunyai sikap terhadap bermacam-macam hal. Sikap seseorang terhadap makanan dipengaruhi oleh pelajaran dan pengalaman yang diperoleh sejak masa kanakkanak tentang makan dan makanan (Santoso, 2004). Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan presdisposisi tindakan atau perilaku, begitu juga sikap ibu dalam menentukan jenis makanan yang mengandung zat gizi cukup dan sesuai dengan kebutuhan anak. Ibu dapat menentukan sikap dalam
17 mengatasi kesulitan makan pada balitanya dengan cara yang sesuai kemampuan masing-masing ibu (Notoadmodjo, 2002). 2.10.5 Perhatian Perhatian adalah keaktifan jiwa yang diarahkan kepada suatu obyek (Ahmadi, 2003). Dewasa ini sering kali ibu terpaksa meninggalkan anaknya untuk bekerja meskipun ibu sangat mencintai anaknya. Keadaan seperti ini mau tidak mau ibu tidak bisa memberi kasih sayang penuh pada anaknya. Umumnya ibu tidak mengerti bahwa pada umur yang begitu awal sudah ada kebutuhan psikologis yang perlu dipenuhi. Ibu yang bekerja mungkin tidak bisa memperhatikan jenis makanan, frekuensi makan dan zat gizi yang dibutuhkan anak dengan sempurna. Ibu tidak cukup waktu untuk memperhatikan dan mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan makan anak. Pemberian makan pada balita membutuhkan perhatian ibu termasuk dalam peran ibu dalam mengatasi kesulitan makan pada balita (Santoso, 2004).
18 2.10.6 Ekonomi Kekurangan pendapatan ekonomi keluarga membawa konsekuensi buruk. Kurangnya pendapatan keluarga akan menyebabkan ketahanan pangan akan terganggu. Kemampuan rumah tangga memperoleh makanan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi untuk seluruh anggota keluarganya akan semakin berkurang. Ketidakberdayaan keluarga memenuhi persediaan pangan secara langsung akan berpengaruh terhadap pemenuhan nutrisi anggota keluarganya termasuk untuk anak balitanya (Santoso, 2004). 2.10.7 Keterampilan Keterampilan ibu dalam memilih, memasak dan menghidangkan makanan anak dapat berpengaruh terhadap pemenuhan nutrisi anak. Keterampilan ibu dalam memilih keragaman bahan dan keragaman jenis masakan juga sangat diperlukan untuk menghindari kebosanan anak terhadap makanan. Ibu yang memiliki keterampilan dalam memasak, memilih bahan dan menyajikan akan menghasilkan makanan yang menarik saat
19 disajikan. Keterampilan dalam memberikan atau menyuapi makanan pada anak akan meningkatkan kemauan anak untuk makan (Santoso, 2004). 2.10.8 Penyediaan Makanan Penyediaan makanan dipengaruhi oleh kondisi-kondisi yang bersifat hasil karya manusia seperti sistem pertanian. Termasuk disini pengadaan setelah dimasak, makanan akan dihidangkan untuk anak. Makanan yang dihidangkan oleh ibu harus disajikan dengan menarik, dengan begitu anak merasa senang bahkan puas sehingga meningkatkan selera makan, gairah makan dan nafsu makan anak. Selanjutnya anak dapat mengkonsumsi semua zat-zat gizi yang dibutuhkan (Sediaoetama, 2000). Pengadaan makanan perlu diperhitungkan, persediaan bahan makanan yang dibutuhkan anak diseimbangkan dengan nilai ratarata kecukupan makanan yang dibutuhkan sesuai umur dan berat badan anak (Santoso, 2000). 2.10.9 Ketersediaan Waktu Ibu Dewasa ini seringkali seorang ibu terpaksa meninggalkan anaknya karena harus bekerja,
20 padahal sebagai seorang ibu masih harus bertanggung jawab terhadap peran yang diembannya. Salah satunya berperan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi untuk anak terutama disaat balita mengalami kesulitan makan. Ibu yang memilki banyak waktu untuk anak akan membuat waktu untuk sering bersama. Kebersamaan itu dapat memberikan keakraban antara ibu dan anak. Keakraban antara ibu dan anak akan sangat menguntungkan disaat anak mengalami kesulitan makan. Ibu akan mudah untuk mengatasinya karena anak sudah merasa nyaman dan percaya sama ibunya. Ibu yang tidak memiliki ketersediaan waktu akan berpengaruh terhadap perannya dalam mengasuh anaknya (Santoso, 2004). 2.11 Deskripsi Wilayah Penelitian 2.11.1 Kondisi Wilayah Kecamatan Bara adalah salah satu Kecamatan yang terdapat di Kota Palopo. Secara umum kondisi geografis Kecamatan Bara, Flora: di dominasi oleh pohon mangga dan kelapa. Fauna: Terdiri dari
21 hewan menyusui seperti Sapi, kerbau, kambing, dan babi. Iklim: Tropis Kecamatan Bara memiliki 1 puskesmas, yaitu Puskesmas Bara Permai di Kelurahan Buntu Datu. Kecamatan Bara memiliki luas wilayah 23,35 km 2, yang terdiri dari 5 kelurahan. Tabel 2.1. Jumlah Wilayah dan Luas Wilayah Menurut Kelurahan di Kecamatan Bara NO KELURAHAN LUAS WILAYAH (Km²) 1 Temmalebba 5,09 2 Balandai 5,60 3 Rampoang 4,65 4 To Bulung 3,97 5 Buntu Datu 4,04 Sumber: Hasil Sensus Penduduk 2011 2.11.2 Demografis Jumlah penduduk wilayah kecamatan Bara 23,701 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 5637 KK. Adapun jumlah penduduk
22 berdasarkan jenis kelamin dan jumlah KK di rinci perkelurahan sebagai berikut: Tabel 2.2. Jumlah Penduduk Menurut Kelurahan dan Jenis Kelamin di Kecamatan Bara, 2015 Kelurahan Laki laki Perempuan Jumlah KK Temmalebba 2,933 3,001 1499 Balandai 2,442 2,667 1094 Rampoang 2,880 3,035 1542 To Bulung 1,443 1,387 794 Buntu Datu 1,715 1,606 708 Sumber: Hasil Sensus Penduduk 2015 2.11.3 Peta Penelitian Sumber: googlemaps (Peta Kota Palopo, Sulsel)
23 Sedangkan distribusi penduduk berdasarkan kategori kelompok sebagai berikut: Tabel 2.3. Jumlah Bayi, Balita, Ibu Hamil, dan Ibu Menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Bara Permai 2014 (Januari-Desember) dan 2015 (Januari-Juli) No Kategori Kelompok Jumlah 2014 (Januari- 2015 (Januari-Juli) Desember) 1 Bayi 172 210 2 Balita 716 794 3 BUMIL (Ibu Hamil) 220 159 4 Ibu Menyusui 205 138 5 BGM (Balita di bawah 46 14 garis merah) 6 Ibu dengan ASI 65,6% 50,7% Eksklusif Sumber: Puskesmas Bara Permai
24 2.11.4 Pelayanan Kesehatan Dasar Jumlah sarana pelayanan kesehatan puskesmas, puskesmas pembantu, BKIA, posyandu dan poskesdes yang terdapat di setiap desa yang berada di kecamatan Bara. Tabel 2.4. Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan menurut Kelurahan di Kecamatan Bara, 2014 Kelurahan Puskesmas Pustu BKIA Posyandu Poskeskel Temmalebba - - - - - Balandai - - - - - Rampoang - - - - - To Bulung - - - - - Buntu Datu 1 1-9 3 Sumber: Puskesmas Bara Permai