BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

Pernyataan ini juga di ungkapkan oleh Bambang R (dalam Rbaryans, 2007) yang menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan budaya kehidupan. Pendidikan yang dapat mendukung pembangunan di masa

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan UPI (2009:171) mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara nasional, pendidikan merupakan sarana yang dapat mempersatukan setiap warga negara menjadi suatu

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia agar dapat mengembangkan potensi dirinya, antara lain melalui proses

BAB I PENDAHULUAN. sesuai nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Pendidikan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Slameto (2010:3) belajar adalah proses usaha yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

BAB 1 PENDAHULUAN. Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm Syaiful Bahri Djamarah, Guru & Anak Didik Dalam Interaksi

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1, ayat (1) 31, ayat (1). 1 Undang-Undang No. 20 tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

BAB I BAB I PENDAHULUAN. peserta didik ataupun dengan gurunya maka proses pembelajaran akan

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan memerlukan kecakapan hidup.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

I. PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Salah satu cara memperoleh sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di negara Indonesia dilakukan dalam upaya meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi kualitas. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA DI MTs NEGERI I SUBANG

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peran yang penting dalam kehidupan berbangsa. Maju

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Poppy Diara, 2013

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Aktivitas matematika seperti problem solving dan looking for

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor. 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Penjelasannya, Pasal 3.

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA

B A B I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Balitbang Depdiknas (2003) menyatakan bahwa Mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan bidang studi yang menduduki peranan penting

UPAYA MENINGKATKAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL INQUIRY BERBANTUAN SOFTWARE AUTOGRAPH

BAB I PENDAHULUAN. matematika dalam pelaksanaan pendidikan diberikan kepada semua jenjang. pendidikan mulai dari SD hingga SLTA ataupun SMK.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang telah dituangkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurul Qomar, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi siswa yaitu Sekolah. Melalui pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu yang menunjang berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang pendidikan yang di survey oleh Organisation for Economic

I. PENDAHULUAN. menyesuaikan diri sebaik-baiknya. Oleh karena itu, diperlukan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan mata pelajaran yang memiliki peranan penting

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu perwujudan kebudayaan manusia dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat perlu terus menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang berdemokrasi serta bertanggung jawab. Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi siswa, sehingga siswa mampu menghadapi dan memecahkan problema kehidupan yang dihadapinya. Pendidikan harus menyentuh potensi nurani maupun potensi kompetisi siswa. Konsep pendidikan tersebut terasa semakin penting ketika seorang siswa harus memasuki kehidupan di masyarakat dan dunia kerja, karena siswa tersebut harus mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah untuk menghadapi problema yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari saat ini maupun yang akan datang. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Buchori (dalam Trianto, 2011), bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan para siswanya untuk suatu profesi atau jabatan tetapi untuk menyelesaikan masalahmasalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. 1

2 Seperti yang dipaparkan The National Council of Teachers of Mathematics (NCTM), yaitu Princples and Standards for School Mathematics (dalam Zainab, 2011), semua siswa harus mendapatkan kesempatan untuk mempelajari, mengapresiasi, dan menerapkan skill-skill, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip matematika baik didalam ataupun diluar sekolah. Standar NCTM sebagai standar utama dalam pembelajaran matematika yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan koneksi (connection), kemampuan penalaran (reasoning), dan kemampuan representasi (representation). Kelima standar tersebut mempunyai peranan penting dalam kurikulum matematika. Ada dua alasan penting yang dikemukakan oleh Baroody (dalam Zainab, 2011), mengapa komunikasi menjadi salah satu fokus dalam pembelajaran matematika. Pertama, matematika pada dasarnya adalah sebuah bahasa bagi matematika itu sendiri. Kedua, belajar dan mengajar matematika merupakan aktivitas sosial yang melibatkan paling sedikit dua pihak, yaitu guru dan murid. Standar Komunikasi menitikberatkan pada pentingnya dapat berbicara, menulis, menggambarkan, dan menjelaskan konsep-konsep matematika. Cockroft (dalam Abdurrahman, 2009) mengemukakan: Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalam segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan; dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang. Menurut Jhonson dan Myklebust (dalam Abdurrahman, 2009), matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir. Sedangkan Lerner (dalam Abdurrahman, 2009) mengemukakan bahwa matematika disamping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia

3 memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas. Berbagai usaha telah dilakukan pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan matematika di Indonesia. Namun demikian, sampai saat ini hasilnya belum menggembirakan, kalau tidak mau dikatakan meyedihkan. Fenomena ini dapat dilihat dari berbagai indikator hasil belajar, antara lain dalam Ujian Nasional (UN), temuan sejumlah penelitian, dan konteks internasional matematika seperti yang dilaporkan oleh The Third International Mathematics and Science Study (Ansari, 2009). Namun saat ini mutu pendidikan di negara kita masih sangat memperihatinkan. Berdasarkan data UNESCO (dalam UGM, 2012), mutu pendidikaan matematika di Indonesia berada pada peringkat 34 dari 38 negara yang diamati. Data lain yang menunjukkan rendahnya prestasi matematika siswa Indonesia dapat dilihat dari hasil surve Pusat Statistik Internasional untuk Pendidikan (National Center for Education in Statistics) terhadap 41 negara dalam pembelajaran matematika, dimana Indonesia mendapatkan peringkat ke 39 di bawah Thailand dan Uruguay. Menurut Van De Walle (dalam Zainab, 2011), belajar berkomunikasi dalam matematika membantu perkembangan interaksi dan pengungkapan ide-ide di dalam kelas karena siswa belajar dalam suasana yang aktif. Ketika siswa berpikir, menanggapi, membahas, menulis, membaca, mendengarkan, dan menanyakan tentang konsep-konsep matematika, mereka menuai manfaat ganda, mereka berkomunikasi untuk belajar matematika, dan mereka belajar untuk berkomunikasi matematik. Secara umum, matematika berfokus pada representasi dan komunikasi dalam berbagai gagasan, ide, dan hubungan yang bersifat numerik, spesial, serta berkenaan dengan data. Ada banyak aktivitas pembelajaran yang mendukung tema ini, seperti siswa yang boleh menginterpretasikan ide, gagasan, ataupun pikiran-pikiran yang konseptual yang mereka miliki sendiri ke dalam bentuk

4 simbolik dan dapat diubah ke dalam gambaran verbal dari situasi tersebut. Aktivitas lain bisa dengan menyelidiki suatu masalah, menuliskan masalah, memberi keterangan (notasi) ataupun dugaan-dugaan (hipotesis) untuk menjelaskan observasi-observasi dalam matematika. Peranan komunikasi dalam matematika sangat besar, karena saat para siswa mengkomunikasikan ide, gagasan ataupun konsep matematika, mereka belajar mengklarifikasi, memperhalus dan menyatukan pemikiran. Komunikasi matematika (Sinau, 2010), adalah kemampuan menyatakan atau menafsirkan gagasan matematika secara lisan, tertulis, tabel, dan grafik. Komunikasi matematika merepleksikan pemahaman matematik dan merupakan bagian dari daya matematik. Melalui komunikasi, ide matematika dapat dieksploitasi dalam berbagai perspektif, cara berfikir siswa dapat dipertajam, pertumbuhan pemahaman dapat diukur, pemikiran siswa dapat dikonsolidasikan dan diorganisir, pengetahuan matematika dan pengembangan masalah siswa dapat ditingkatkan, dan komunikasi matematika dapat dibentuk. Sesuai dengan tingkatan atau jenjang pendidikan maka tingkat kemampuan komunikasi matematika menjadi beragam. Komunikasi matematik sangat penting karena matematika tidak hanya menjadi alat berfikir yang membantu siswa untuk mengembangkan pola, menyelesaikan masalah dan menarik kesimpulan tetapi juga sebagai alat untuk mengkomunikasikan pikiran, ide dan gagasan secara jelas, tepat dan singkat. Di dalam proses pembelajaran matematika di kelas, komunikasi gagasan matematika bisa berlangsung antara guru dengan siswa, antara buku dengan siswa, dan antara siswa dengan siswa. Menurut Hiebert (dalam Sinau, 2010), setiap kali kita mengkomunikasikan gagasan-gagasan matematika, kita harus menyajikan gagasan tersebut dengan suatu cara tertentu. Ini merupakan hal yang sangat penting, sebab bila tidak demikian, komunikasi tersebut tidak akan berlangsung efektif. Gagasan tersebut harus disesuaikan dengan kemampuan orang yang kita ajak berkomunikasi. Kita harus mampu menyesuaikan dengan sistem representasi yang mampu mereka gunakan. Tanpa itu, komunikasi hanya akan berlangsung dari satu arah dan tidak mencapai sasaran.

5 Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang guru matematika di SMP Negeri 16 Medan, mengatakan bahwa komunikasi matematik siswa masih sangat memprihatinkan dan masih perlu dilatih, siswa sulit untuk mengungkapan ide atau memberi penjelasan dari permasalahan yang ada. Hal ini menyebabkan kemampuan komunikasi matematik siswa menjadi rendah pada pokok bahasan teorema Pythagoras. Senada dengan itu, dari hasil wawancara singkat dengan beberapa orang siswa, pada umumnya siswa mengatakan bahwa sulit memberi penjelasan dan mengungkapkan ide bagaimana cara menyelesaiknnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa salah satu kesulitan untuk mempelajari matematika adalah rendahnya kemampuan komunikasi matematik siswa. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa. Hal ini dapat dilihat dari observasi awal yang dilakukan oleh peneliti bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa di sekolah tersebut masih rendah. Hal ini terlihat dari tes awal yang diberikan berupa materi prasyarat teorema pythagoras yaitu materi luas segitiga, kuadarat dan akar kuadrat dimana siswa mengalami kesulitan menyelesaikannya. Hasilnya diperoleh nilai rata-rata siswa kelas VIII-1 yang berjumlah 32 orang adalah 27,5% tuntas dalam menyenyelesaikan tes yang diberikan sedangkan 72,5% siswa tidak mampu menjelaskan permasalahan matematika. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematik khususnya siswa SMP di Indonesia masih tergolong rendah. Contoh masih rendahnya kemampuan komunikasi matematik siswa dapat dilihat pada hasil penelitian yang ada pada jurnal Nunun Elida (2012). Setelah diungkap menegenai rendahnya kemampuan komunikasi matematik siswa dalam pembelajaran matematika berdasarkan kurikulum yang berlaku saat ini, yaitu KTSP. Dari penelitian yang dilakukan oleh Tampubolon (2012), masalah komunikasi yang ditemukan adalah siswa tidak mampu melakukan representasi berupa mengubah suatu gambar atau model fisik kedalam simbol matematika secara tepat. Sehingga dari 40 siswa yang diberi tes terdapat 63,8% siswa tidak mampu mempresentasian suatu gambar kedalam simbol matematika. Dengan

6 tidak mengabaikan kemampuan yang lainnya yang bermanfaat untuk kehidupan siswa sekarang dan yang akan datang, sudah seharusnya bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa sudah selayaknya menjadi faktor kecerdasan emosional siswa perlu mendapat perhatian yang sangat khusus dalam pembelajaran matematika. Karena apabila kelemahan ini tidak diantisipasi dan tidak diperbaiki, maka akan selalu terjadi dan akan menghambat tercapainya tujuan pembelajaaran secara utuh (Supriadi, 2012). Rendahnya kemampuan komunikasi matematik siswa juga tidak terlepas dari kemampuan guru mengajarkan matematika. Pembelajaran matematika yang cenderung abstrak, sementara itu kebanyakan guru mengajar masih kurang memperhatikan kemampuan komunikasi siswa. Model pembelajaran yang berlangsung di sekolah masih berpusat pada guru seperti model pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran konvensional itu masih berpusat pada guru, maka proses belajar mengajar terjadi satu arah. Akibatnya cara belajar siswa menjadi pasif, guru menganggap sesuatu siswa mempunyai kemampuan yang sama jadi guru mengerjakan sesuatu berdasarkan kemampuan guru, tidak melihat kemampuan siswa. Pada umumnya pendekatan ini tidak menggunakan media atau alat bantu dalam teknologi yang lebih modren. Menurut Russefendi (dalam Siregar, 2009) metode yang digunakan cenderung hanya metode ceramah atau ekspositori. Namun kesempatan untuk mengontrol kemampuan komunikasi matematik siswa sangat terbatas. Seharusnya kegiatan belajar mengajar ditentukan oleh kerjasama antara guru dan siswa. Oleh karena itu diperlukan kreatifitas dan gagasan yang baru untuk mengembangkan cara penyajian materi pelajaran di sekolah. Kreativitas yang dimaksud adalah kemampuan seorang guru dalam memilih metode, pendekatan, dan media yang tepat dalam penyajian materi pelajaran. Within (dalam Herdian, 2010) menyatakan kemampuan komunikasi menjadi penting ketika diskusi antar siswa dilakukan, dimana siswa diharapkan mampu menyatakan, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan dan bekerjasama sehingga dapat membawa siswa pada pemahaman yang mendalam tentang matematika. Siswa yang diberikan kesempatan untuk bekerja dalam

7 kelompok dalam mengumpulkan dan menyajikan data, mereka menunjukkan kemajuan baik di saat mereka saling mendengarkan ide yang satu dan yang lain, mendiskusikannya bersama kemudian menyusun kesimpulan yang menjadi pendapat kelompoknya. Ternyata mereka belajar sebagian besar dari berkomunikasi dan mengkontruksi sendiri pengetahuan mereka. Salah satu solusi kreativitasnya adalah menerapkan model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang menekankan dan mendorong kerja sama antar siswa dalam mempelajari sesuatu. Beberapa ahli menyatakan bahwa model ini tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, kemampuan berkomunikasi, bekerja sama, dan membantu teman. Senada dengan keterangan di atas, Effandi Zakaria (dalam Isjoni, 2009) mengemukakan bahwa : Pembelajaran kooperatif dirancang bagi tujuan melibatkan pelajar secara aktif dalam proses pembelajaran menerusi perbincangan dengan rekan-rekan dalam kelompok kecil, saling bertukar pendapat, memberi jawaban, serta mewujudkan dan membina proses penyelesaian kepada suatu masalah. Salah satu tipe dari pembelajaran koperatif adalah Talking Stick. Model kooperatif tipe Talking Stick merupakan merupakan model pemebelajaran yang dilakukan dengan bantuan tongkat, siapa yang memengang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya. Pembelajaran Talking Stick sangat cocok diterapkan bagi siswa SD, SMP, dan SMA atau SMK. Selain untuk melatih berbicara, pembelajaran ini akan menciptakan suasana yang menyenangkan dan membuat siswa aktif (Tarmizi, 2010) Istaranai (2012), menjelaskan beberapa kelebihan dari pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick,yaitu: (1) siswa lebih memahami materi karena diawali oleh penjelasan seorang guru; (2) siswa lebih dapat menguasai materi ajar karena siswa diberikan kesempatan untuk mempelajarinya kembali melalui buku paket yang tersedia; (3) daya ingat siswa lebih baik sebab siswa akan ditanya

8 kembali tentang materi yang diterangkan dan dipelajarinya; (4) siswa tidak jenuh karena ada tongkat sebagai pengikat daya tarik siswa mengikuti pelajaran hal tersebut; (5) pelajaran akan tuntas sebab pada bagian akhir akan diberi kesimpulan oleh pendidik. Karena Talking Stick merupakan salah satu variasi atau tipe pembelajaran kooperatif maka semua prinsip dasar pembelajaran kooperatif melekat pada tipe ini. Ini berarti dalam Talking Stick terdapat saling ketergantungan positif antar siswa, ada tanggung jawab perorangan, serta ada komunikasi antar anggota kelompok. Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk mencoba mengadakan penelitian yang diharapkan mampu melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran matematika. Penelitian yang dilakukan berjudul Perbedaan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP Pada Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick dan Pembelajaran Secara Konvensional Di SMP Negeri 16 Medan Tahun Ajaran 2012/2013. 1.2.Identifikasi Masalah Dari latar belakang di atas makadapat diidentifikasikan permasalahan, yaitu: 1. Kemampuan komunikasi matematik siswa masih rendah. 2. Ketidaktepatan guru dalam memilih dan menggunakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa. 1.3. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini membatasi pada permasalahan adanya perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick dan yang diajar dengan menggunakan pembelajaran secara konvensioal.

9 1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah diatas, maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini Apakah kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran koopratif tipe talking stick lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar diajar dengan menggunakan pembelajaran secara konvensional. 1.5. Tujuan Penelitian Sejalan dengan permasalahan yang diajukan dalam penelitian di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematik siswa SMP pada pembelajaran kooperatif tipe talking stick dan pembelajaran secara konvensional. 1.6. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan pertimbangan bagi para tenaga pengajar dalam memilih model dan pembelajaran yang tepat dalam proses belajar mengajar. 2. Meningkatkan minat belajar siswa dalam mempelajari matematika, serta siswa mendapatkan suasana yang menyenangkan dalam proses pembelajaran matematika