DAHULUKAN BEKERJA IMBALAN KEMUDIAN Pendahuluan Dahulukan Bekerja Imbalan Kemudian itulah sebuah ungkapan bijak. Koordinator Kopertais Wilayah II Jabar Banten, disela sambutan Silaturahmi dengan Pimpinan PTKIS se Wilayah II Jabar Banten, Rabu 20 Juli 2016, menghimbau para Pimpinan PTKIS dalam mengembangkan lembaganya agar mendahuhulukan poin, koin menyusul kemudian dalam pepatah sunda dikenal dengan ulah pupulur memeh mantun. Islam mengajarkan bahwa bekerjalah kamu, niscaya allah dan rasulnya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu (QS. At-Taubah [9]: 105). Baik tidaknya hasil dari suatu pekerjaan salah satunya sangat bergantung pada proses dan parameter yang digunakan. Parameter dari sebuah keberhasilan atau ketetapan biasanya berupa angka-angka disertai dengan satuan-satuannya tersendiri. Satuan adalah symbol kualitatif, yang menunjukkan karakter ketetatapan tersebut, sementara angka-angka menunjukkan kuantitas, seberapa besar ketetapan itu punya nilai. Contoh, luasnya sebuah area ditunjukkan oleh satuan m2 (meter persegi), volume ditandai dengan liter, satuan dari massa adalah gram, dan sebagainya. Sementara nilainya nitunjukkan oleh angka-angka yang disertai oleh simbol-simbol tersebut. Hidup ini adalah ketetapan Allah yang harus kita jalani. Pertanyaannya adalah, bagaimana cara kita menganalisa nilai kulitatif dan kuantitatif kehidupan ini? Apakah kualitas hidup kita baik? Dan apakah kuantitas nilai hidup yang kita miliki baik pula? Nilai kualitas hidup Dalam hidup, nilai kualitas ditandai dengan perilaku, adab, kelurusan hidup, sifat dan sikap. Secara ringkas, kualitas hidup akan 1
terpancar dari kelurusan akidah yang kita miliki. Salimpul Aqidah, itulah yang membedakan kita dengan orang lain. Akidah yang lurus adalah karakter dari seorang muslim, Akidah yang benar merupakan identitas kita sebagai khairu ummah, Akidah yang lurus inilah yang membawa keridhoan Allah, sesuai dengan firman-nya, berikut ini: Petama; dalam (QS. Ali-Imran [3]:19), artinya;...sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orangorang yang telah diberi Al Kitab [189] kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-nya. (Depag RI, 1998: 78). Kedua; dalam (QS. Ali-Imran [3]:83), artinya;...maka Apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, Padahal kepada-nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan. (Depag RI, 1998: 89). Ketiga; dalam (QS. Ali-Imran [3]:85), artinya;...barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi. (Depag RI, 1998: 90). Keempat; dalam (QS: Al-Maidah [5]:3), artinya; pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. (Depag RI, 1998: 157). Al-Hafizh Ibnu Katsir (1413 H), menjelaskan, Ini merupakan nikmat Allah Azza wa Jalla terbesar yang diberikan kepada umat ini, tatkala Allah menyempurnakan agama mereka. Sehingga, mereka tidak memerlukan agama lain dan tidak pula Nabi lain selain Nabi mereka, yaitu 2
Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla menjadikan beliau sebagai penutup para Nabi dan mengutusnya kepada seluruh manusia dan jin. Sehingga, tidak ada yang halal kecuali yang beliau halalkan, tidak ada yang haram kecuali yang diharamkannya, dan tidak ada agama kecuali yang disyari atkannya. Semua yang dikabarkannya adalah haq, benar, dan tidak ada kebohongan, serta tidak ada pertentangan sama sekali. Kelima; dalam (QS: Az-Zaumar [39]: 22), artinya;...maka Apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (Depag RI, 1998: 749). Nilai kuantitas hidup Kemudian kita beralih dari analisa kulitatif ke analisa kuantitatif. Apa parameter kita dalam hidup ini melihat apakah kita ini seorang yang memiliki akidah yang lurus tersebut. Sebelumnya kita pahami dahulu mengenai parameter kuantitas ini, kuantitas biasanya ditunjukkan oleh nilainilai pasti dan terhitung, apakah itu menunjukkan jumlah angka, derajat panas, ataupun kuatnya getaran. Intinya adalah, untuk mengukur ini kita perlu adanya nilai-nilai yang tampak untuk membacanya. Dalam hidup, amal merupakan suatu parameter apakah ia adalah seorang yang baik atau tidak. Ini terlepas dari niat dan maksud yang tersembunyi di hatinya, krn hal itu cukup bahasannya di penghitungan skala kualitatif diri. Pohon yang berbuah banyak tentu tidak sama dengan pohon yang sedikit buahnya, kantong yang besar tentu tidak sama dengan kantong kecil, motor balap yang berkecapatan tinggi tentunya tidak sama dengan motor bebek yang biasa kita kendarai. Ada nilai yang berbeda dalam kuantitas, walau dalam bentuk amal sama. 3
Kualitas keimanan juga dapat dibaca melalui amalan-amalan yang dilakukan seseorang. Tidaklah mungkin, seseorang yang imannya sedang jatuh, amal ibadahnya melangit dari biasanya, begitu juga sebaliknya. Namun, untuk mengatasi agar iman itu tidak terperosok ke dasar jurang, meningkatkan amal ibadah adalah salah satu solusinya. Karena seiring dengan meningkatnya amal ibadah, maka keimanan juga akan naik. Mari kita ulas ayat berikut dalam (QS. At-Taubah [9]: 105), artinya;...bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (Depag RI, 1998: 298). Ayat ini, menurut Imam Ar-Razi (1994: 192), mengandung seluruh yang dibutuhkan seorang mukmin baik mengenai agama, dunia, kehidupan, dan akhiratnya. Dari susunan kata dalam ayat tergambar dua hal: di satu sisi tampak nada targhib (dorongan) bagi orang-orang yang taat, dan di sisi lain nampak nada tarhib (ancaman) bagi orang-orang yang berbuat maksiat. Maksudnya, bersungguh-sungguhlah kamu untuk berbuat sesuatu demi masa depanmu karena segala perbuatanmu akan mendapatkan haknya di dunia maupun di akhirat. Di dunia perbuatan tersebut akan disaksikan Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin. Jika berupa ketaatan, ia akan mendapatkan pujian dan pahala yang besar di dunia dan akhirat. Namun, jika berupa kemaksiatan ia akan mendapatkan hinaan di dunia dan siksaan yang pedih di akhirat. Syeikh Rasyid Ridha dalam tafsirnya Al-Manar (tt.: 33), menerangkan makna ayat tersebut begini: Wahai Nabi, katakan kepada mereka bekerjalah untuk dunia, akhirat, diri dan umatmu. Karena yang akan dinilai adalah pekerjaanmu, bukan alasan yang dicari-cari; pun bukan pengakuan bahwa Anda telah berusaha secara maksimal. Kebaikan dunia dan akhirat pada hakikat tergantung pada perbuatan Anda. Allah mengetahui sekecil apapun dari perbuatan tersebut, maka Allah menyaksikan apa yang 4
Anda lakukan dari kebaikan maupun keburukan. Karenanya, Anda harus senantiasa waspada akan kesaksian Allah, baik itu berupa amal maupun berupa niat, tidak ada yang terlewatkan. Semuanya tampak bagi-nya. Oleh sebab itu Anda harus senantiasa menyempurnakannya (itqan), ikhlas, dan mengikuti petunjuk-nya dalam menjalankan ketaatan sekecil apapun. Inti dari ayat ini adalah, Allah memerintahkan kita untuk beramal. Jangan hiraukan bisikan kiri dan kanan, jangan terpengaruh oleh bujukan dan rayuan. Jangan gentar oleh ancaman yang menghadangmu untuk menghentikan amal-amal ibadahmu. Simpulan Jadi Mulailah! Bergeraklah! Bergeraklah! Bekerjalah! Mari kita potensikan segala kemampuan diri untuk beramal. Mari kita bekerja, niscaya Allah akan melihat kerja-kerja nyata kita, Rasullullah akan melihat kerja-kerja kita, dan seluruh orang-orang yang ada iman di hatinya akan melihat pekerjaan kita. Luruskan niat hanya untuk mencari Ridho Allah, meraih syurganya dan bertemu sang kekasih hati; Rasulullah Muhammad saw, bulatkan tekad dan sehatkan jiwa dan raga. Pustaka Departemen Agama RI, 1998. Al-Qur an dan Terjemahannya. Surabaya: Al- Hidayah Imam Ar-Razi. 1994. Mafatihul Ghaib. Vol. 6. Bairut, Darul fikr. Rasyid Ridha, Tt. Tafsir Al Manar. Cet. II., Beirut: Dar al- Fikr. Munir Ba'albaki. Tafsir Ibnu Katsir 1413 H. (II/15-16), cet I, Maktabah Daarus Salam. 5