Post Disaster Management Sebuah Pembelajaran dari Desa Sekoci, Besitang, Langkat

dokumen-dokumen yang mirip
INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

POLA PENANGANAN BENCANA ALAM ( Perspektif Kepolisian )

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG

1. Sub Bagian Perencanaan dan Evaluasi; 2. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian; dan 3. Sub Bagian Keuangan. c. Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, terdir

Sekolah Petra (Penanganan Trauma) Bagi Anak Korban Bencana Alam

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG

KODE UNIT : O JUDUL UNIT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

penanggulangan bencana penanggulangan bencana penanggulangan bencana 1. Mengidentifikasi strategi perencanaan bencana lokal yang ada

Disaster Management. Transkrip Minggu 2: Manajemen Bencana, Tanggap Darurat dan Business Continuity Management

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 83 TAHUN 2017

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGANBENCANA DAERAH KABUPATEN BANDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KOORDKOORDINASI FUNGSI KOMANDO. susunan organisasi sebagai berikut:

Saya yang bernama Nanda Nugraha P. Lubis, mahasiswa tingkat akhir Departemen

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

PEMBERIAN MAKAN PADA KELOMPOK RENTAN DALAM SITUASI DARURAT

No. 1411, 2014 BNPB. Logistik. Peralatan. Penanggulangan Bencana. Manajemen. Pedoman.

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

Bencana terkait dengan cuaca dan iklim [Renas PB ]

Primary Health Care Disaster Management. VIDA RAHMI UTAMI FK Trisakti

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta.

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

: Unit ini menjelaskan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan bagi pekerja penanggulangan bencana.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA. bencana terdapat beberapa unit-unit organisasi atau stakeholders yang saling

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

TAR== BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

Pekerjaan Sosial PB :

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 PRAKIRAAN PENCAPAIAN TAHUN 2010 RENCANA TAHUN 2010

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK)

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG

INDIKATOR KINERJA INDIVIDU

a. Visi Masyarakat Kabupaten Aceh jaya Tangguh Menghadapi Bencana Yang Didukung Sumber Daya Manusia Yang Berkualitas, Beriman dan Bertaqwa

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP

KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 6 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 62 TAHUN 2015

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2080, 2014 BNPB. Logistik. Penanggulangan Bencana. Standarisasi.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERJANJIAN KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2016

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG PROSEDUR DAN MEKANISME PENYALURAN CADANGAN BERAS PEMERINTAH UNTUK PENANGANAN TANGGAP DARURAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 39 TAHUN

Perencanaan Partisipatif Kelompok 7

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA MEDAN

KEPALA BADAN KEPALA PELAKSANA JABATAN FUNGSIONAL SUB BAGIAN PROGRAM SUB BAGIAN KEUANGAN BIDANG KEDARURATAN DAN LOGISTIK

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR \l TAHUN 2017 TENTANG CADANGAN PANGAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MITIGASI BENCANA BANJIR DI WILAYAH DKI JAKARTA BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Tris Eryando

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

BAB II GAMBARAN PELAYANAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH (BPBD) KABUPATEN BANDUNG

Transkripsi:

Post Disaster Management Sebuah Pembelajaran dari Desa Sekoci, Besitang, Langkat BENCANA sejak awal adalah sesuatu yang tak bisa ditebak. Itu adalah salah satu wujud keesaan Tuhan dalam perspektif religiusitas. Tapi, sepanjang sejarah manusia ada, kita pasti akan tergagap ketika bencana menghampiri. Soalnya adalah ketidaksiapan dan shock berkepanjangan. Itu pula yang pernah dialami masyarakat di beberapa desa di Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat pada 2006 lalu. Bandang dengan kandungan kayu bulat meluluhlantakkan berbagai desa yang dilintasi sungai Besitang. Salah satu desa terparah adalah Desa Sekoci. Sebuah desa yang berdampingan dengan perkebunan dan hutan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Pertanyaannya kemudian adalah apakah yang paling substansi dibutuhkan korban bencana alam setelah bencana terjadi? Jawabnya adalah managemen. Ya,pengaturan sosial dalam sebuah masyarakat yang tengah kacau balau akibat terpaan bencana. Bukan sekedar bantuan pangan dan obat-obatan. Tentu saja bantuan itu penting. Namun yang tak kalah lebih panting lagi adalah bagaimana seluruh bantuan dikelola. Pemerintah Indonesia menyadari hal ini. Tapi sering kali kemudian lupa dan ikut panik menghadapi para korban bencana itu sendiri. Sehingga tak jarang ditemukan kasus bagaimana bantuan tidak terdistribusi dan tidak efektifnya berbagai jenis bantuan yang ada. Untuk itu, perlu sebuah langkah-langkah sistematis yang mesti dilakukan. Pada kasus banjir bandang di Kabupaten Langkat, saya dan teman-teman Sources of Indonesia (SoI) yang tergabung dalam Koalisi Kemanusiaan untuk Bencana (KKB) mencoba mengintervensi penanggulangan bencana dengan menata kembali ketidakteraturan pasca bencana itu terjadi. Dalam konteks penataan ketidakteraturan ini yang terpenting mestilah didasari dengan nilai-nilai : 1. Skala prioritas 1Page

Meletakkan korban sebagai kelompok terpenting yang mesti diselamatkan. Terutama kelompok perempuan, anak-anak, lansia dan korban. 2. Partisipatif Korban bencana adalah kelompok potensial relawan bencana pada tingkat lokal. Mereka adalah kelompok tercepat yang dapat dikelola dan dimobilisir untuk melakukan evakuasi dan tanggap darurat. Keterlibatan kelompok masyarakat korban dalam penanggulangan bencana adalah syarat terpenting dalam percepatan penanggulangan bencana. Baik dalam situasi tanggap darurat maupun rehabilitasi dan rekonstruksi. 3. Komunikasi dan koordinatif Komunikasi dan koordinasi antara relawan lokal (sekaligus korban) dengan relawan yang datang ke daerah bencana merupakan entri penting dalam melibatkan partisipasi masyarakat lokal. 4. Managemen kolaboratif Membangun konsep managemen yang adaptif terhadap kebutuhan lokal dan dikelola oleh masyarakat lokal sebagai pelaksana teknis. Keterlibatan pemerintah dan NGO dalam hal ini hanya sebatas memberikan material bantuan bencana, monitoring dan supervisi teknis. Tentu saja hal itu dilakukan bersamaan dengan pencarian upaya-upaya dukungan material penanggulangan bencana. Dalam konteks ini perlu dilakukan pengklasteran wilayah pengungsi untuk mengidentifikasi kebutuhan setiap titik pengungsi. Di mana, kebutuhan titik pengungsi berbeda antara satu dengan yang lain. Sehingga upaya generalisasi sangat diharamkan dalam konteks managemen penanggulangan bencana. 5. Mobilisasi Mobilisasi bantuan penting dilakukan agar sektor pangan dan kesehatan pada tahap tanggap darurat dapat terus berlangsung. Hal ini perlu dipastikan agar tidak terjadi kebuntuan ketidaktersediaan sektor pangan, kesehatan dan jenis bantuan lainnya terkait upaya penanggulangan bencana. Apa yang harus dilakukan pada tahap awal bencana? Temuan lapangan KKB dalam konsep penanggulanan bencana ini menemukan konsep Desentralisasi 2Page

dan Pengelolaan Dapur Umum. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam konsep inin antara lain: 1. Evakuasi Evakuasi korban adalah hal terpenting. Tidak sekedar untuk menyelamatkan korban yang masih hidup dan terjebak dalam situasi bencana lalu membawanya ke tempat yang lebih aman, tapi juga memastikan setiap korban tewas untuk segera dievakuasi. Di samping itu, evakuasi ini sebaiknya melibat pihak masyarakat korban. Karena mereka adalah kelompok yang paling memahami dan mengetahui situasi lokal. Sehingga lebih mudah memprediksi posisi korban yang akan diselamatkan. Dengan begitu, evakuasi merupakan entri membangun kepercayaan dan keterlibatan korban dalam melakukan upaya penyelamatan yang bersifat kolaboratif. Korban, terutama yang selamat dan sehat adalah kelompok terpenting yang mesti dilibatkan dalam upaya evakuasi. 2. Observasi Melakukan observasi di lokasi bencana. Yang terpenting dilihat di sini adalah apa saja yang masih bisa terselamatkan. Baik berupa suprastruktur maupun infrastruktur. Observasi ini penting dilakukan untuk melihat potensi lokal dalam penanggulangan bencana. Hal terpenting lainnya adalah melakukan pemetaan konflik pasca bencana. Konflik ini merupakan salah satu bentuk dari potensi penyelesaian konflik itu sendiri. Pada konteks ini, biasanya para korban mengkonsentrasikan diri pada titik yang dianggap aman. Hal itu biasanya lahir dari sebuah pengetahuan sosial terkait tata ruang wilayah. Yang kemudian dipilih secara intuitif terkait upaya menyelamatkan diri. Meski begitu, penting untuk dilakukan reevaluasi terhadap lokasi pengungsian itu sendiri. Terkait dengan bila bencana terjadi kembali, fasilitas pengungsian yang tersedia dan akses public untuk memberikan bantuannya. Termasuk ketersediaan energy dan tata ruang wilayah serta sosialnya. Untuk itu, tidak perlu dilakukan relokasi pengungsian bila dianggap tidak terlalu penting. 3Page

3. Titik Pengungsi Titik pengungsi adalah salah satu penyebaran sosial yang lahir dari rasa ingin mendapatkan rasa aman secara lebih massif. Ia lahir karena ada justifikasi sosial tentang lokasi yang paling dianggap aman dan nyaman dalam situasi darurat. Untuk itu, titik pengungsi mesti dikelola. Tidak sekedar didata secara kuantitatif saja. Tapi juga mengelola sumber daya-sumber daya yang tersedia sebagai upaya penanggulangan bencana secara integrative dengan para korban. Titik pengungsi ini dipimpin oleh seorang koordinator titik pengungsi. Ia akan memobilisasi seluruh kerja-kerja di titik pengungsian. Di titik ini pula di bangun dapur umum dan gudang sebagai tempat penyimpanan bantuan. Lalu seluruh bantuan dikelola dengan menggunakan konsep public facility. Artinya, bantuan dikelola dalam konsep memfasilitasi kebutuhan publik. Dapur umum dikelola secara bergilir oleh para korban. Terutama kaum perempuan. Pengelolaan dapur umum ini dipimpin oleh seorang perempuan yang memahami tentang penyiapan dan gizi makanan bagi orang dalam jumlah banyak. Pelaksanaan dapur umum dilakukan secara bergantian. Sedangkan kepala gudang dipimpin oleh salah satu pengungsi yang memiliki kemampuan memanajemen dan sikap adil. Kepala gudang memiliki beberapa anggota yang berfungsi mengawal pengelolaan berbagai bahan baku bantuan yang akan dikelola. Secara prinsip, seluruh bantuan tidak boleh diberikan dengan dasar pemberian bantuan per kepala keluarga. Hal ini didasari oleh kemampaun para korban yang tidak sama. Sehingga untuk distribusi bantuan mesti diatur berdasarkan kebutuhan pengungsi selama berada dalam pengungsian. Kebutuhan yang mesti diatur dalam pengungsian ini antara lain adalah soal makanan, obat-obatan, fasilitas tidur dan MCK. Keempat factor ini merupakan faktor penting dalam mengelola titik pengungsi. 4Page

Selama berada dalam pengungsian, di titik pengungsi koordinasi dipegang oleh seorang kordinator yang secara rutin mendiskusikan posisi bantuan dan keadaan yang berkembang di tiap-tiap titik pengungsian. 4. Desentralisasi Penanggulangan bencana tidak akan efektif bila dilakukan secara sentralistik. Karena rendahnya kemampuan berkomunikasi dan berkordinasi pada level yang berbeda mengakibatkan penafsiran berbeda pada konteks memahami kebutuhan penanggulangan bencana. Untuk itu, penanggulangan bencana mestilah dilakukan secara desentralistik. Di mana kebutuhan lokal ditentukan oleh kebijaksanaan lokal hingga tingkat titik pengungsi. Yang kemudian dikoordinasikan ke tingkat yang lebih tinggi, yakni desa dan kecamatan. Pada tingkat desa, penting dibangun sebuah kepanitiaan bersama yang berisikan lapisan pemerintah desa dan kordinator tiap titik-titik pengungsi. Ini adalah bentuk managemen kolaboratif yang dikelola dengan kordinasi rutin dalam kurun paling lama 2 hari sekali. Meski kordinasi bisa saja dilakukan setiap hari. Dengan demikian, tidak seluruh bantuan akan diterima di sebuah wilayah bencana bila dianggap bantuan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan korban. Dan bantuan yang masuk mestilah disesuaikan dan distribusikan berdasarkan kebutuhan setiap titik pengungsian. Sehingga setiap titik pengungsi harus melakukan skala prioritas kebutuhan pengungsi yang dianalisa setiap hari dan dilaporkan ke panitia bersama penanggulangan bencana tingkat desa. Secara hirarki kemudian dikomunikasikan kepada panitia tingkat kecamatan dan kabupaten. 5. Trauma Hiling Pengurangan trauma psikologis terhadap bencana yang menimpa di masyarakat dapat dilakukan dengan beberapa cara: a. Partisipasi korban bencana dalam mengelola bantuan dan penanggulangan bencana adalah langkah paling efektif dalam menjauhkan resiko trauma psikologis para korban. Sehingga 5Page

jangan dibiarkan para korban yang sehat dan selamat untuk duduk diam dan hanya menunggu bantuan saja. b. Menciptakan ruang-ruang public di mana masyarakat dapat saling mengungkapkan persoalan-persoalan psikologis di antara sesame korban. Ruang-ruang tersebut tidak harus diciptakan secara sistematis, tapi bisa disesuaikan dengan kebutuhan penanggulangan bencana. Misalnya pengelolaan dapur umum dalam rangka penyiapan kebutuhan makanan bagi korban secara bergiliran yang dilakukan secara berkelompok. Ruang ini akan dijadikan sebagai ruang diskusi bagaimana trauma psikologis dapat diselesaikan. Begitu juga dengan tempat mandi bersama seperti di sungai ataupun pemandian umum. c. Membangun permainan yang akrab dilakukan masyarakat korban sebelum bencana terjadi. Semisal pada masyarakat etnis Jawa di Kecamatan Besitang, Sumatera Utara, dilakukan dengan cara bermain kartu trup yang sifatnya membangun keceriaan dan kegembiraan. Ronda malam sambil bermain dengan dukungan logistic pangan juga bagian dari ruang yang disiapkan secara tidak disadari. Semua ini merupakan ruang bermain bersama, baik di tingkat anak dan orang dewasa, yang diputuskan secara bersama. Artinya, permainan trup yang melibatkan sedikitnya 4 pemain adalah permintaan yang ditetapkan oleh masyarakat korban itu sendiri. Begitu juga dengan kaum ibu dan perempuan lainnya. 6. Data Pendataan pengungsi dan berbagai jenis kebutuhan lainnya merupakan basis dari setiap keputusan yang akan diambil. Pendataan tersebut mestilah berbasis pada kondisi objektif di tingkat lapangan. Sehingga keputusan yang diambil mesti berbasis pada kebutuhan lokal. 6Page