BAB I PENDAHULUAN. cenderung lebih cepat (Bandiyah, 2009). dunia. Penduduk lansia di indonesia mencapai 9,12% (BPS, 2014). Jumlah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Secara individu, pada usia diatas 55 tahun terjadi proses penuaan

BAB I PENDAHULUAN. dapat terlepas dari aktivitas dan pekerjaan dalam kehidupan sehari-hari. Tuntutan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan untuk dapatbertahan hidup. (Nugroho,2008). struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC, India, dan Amerika

BAB I PENDAHULUAN. pembunuh diam diam karena penderita hipertensi sering tidak. menampakan gejala ( Brunner dan Suddarth, 2002 ).

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. lansia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu (Dinkes, 2011).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

memberikan gejala yang berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke, Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. psikologik, dan sosial-ekonomi, serta spiritual (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. pemeriksaan tekanan darah dengan menggunakan sphygmomanometer

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%. Hipertensi

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease karena dapat menyerang

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai silent killer, karena hampir tidak ditemukan gejala sama. mendadak meninggal dunia (Rofi ie I, 2010).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Hipertensi merupakan salah satu bagian dari penyakit kardiovaskuler

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, temasuk penemuan obat-obatan seperti antibiotik yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan sebutan penyakit

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan sejak bayi,

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS AISYIYAH YOGYAKARTA 2016

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000).

The 7 th University Research Colloqium 2018 STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. kasus yang belum terselesaikan. Disisi lain juga telah terjadi peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus yang selanjutnya disingkat

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan

Kata kunci : Tekanan darah, Terapi rendam kaki air hangat, Lansia.

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional dapat dilihat dari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang digunakan yaitu tahun. Penelitian ini menggunakan. tiap panti tersebut mengalami hipertensi.

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai istilah bergesernya umur sebuah populasi menuju usia tua. (1)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit saat ini telah mengalami perubahan yaitu adanya transisi

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

BAB I PENDAHULUAN. menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan jaringan lunak untuk. memperbaiki kerusakan yang dideritanya disebut menua aging

BAB I PENDAHULUAN. fisiologis (Maramis, 2009). Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi. Menurut Basha (2009) hipertensi adalah satu keadaan dimana seseorang

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan kesempatan untuk melewati masa ini. tahun 2014, jumlah lansia di Provinsi Jawa Tengah meningkat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan akhir-akhir

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Oleh Sherli Mariance Sari Program Studi Ilmu Keperawatan STIK Bina Husada Palembang

BAB I PENDAHULUAN. 1


BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menuju masyarakat Indonesia sehat, tindakan yang harus dilakukan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia

BAB I PENDAHULUAN. diastolik diatas 90 mmhg (Depkes, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) adalah komitmen negara terhadap rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dasar Disamping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tekanan darah tinggi menduduki peringkat pertama diikuti oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan.

PENGARUH RENDAM KAKI MENGGUNAKAN AIR HANGAT TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI DI DESA BENDUNGAN KECAMATAN KRATON PASURUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2004, dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan terutama di bidang kesehatan,

General Relaxation Effect On Blood Pressure Of Hypertension Patients In The Department Of Healthy City Madiun

BAB.I PENDAHULUAN. biologis, fisiologis, psikososial, dan aspek rohani dari penuaan. Penuaan

BAB I PENDAHULUAN tahun (Susilo & Wulandari, 2011). usia 60 tahun ke atas. Menurut WHO (2010) 524 juta orang berusia 65 tahun

Terapi Relaksasi Napas Dalam Menurunkan Tekanan Darah Pasien Hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) akibat kekurangan atau resistensi insulin (Bustan, 2007). World

BAB I PENDAHULUAN. darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Hipertensi diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. diastolic (Agrina, et al., 2011). Hipertensi sering dijumpai pada orang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembanguan adalah semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tidak menular (PTM) merupakan masalah kesehatan utama di

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa dihindari. Lanjut usia (lansia) menurut Undang-Undang Republik

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

I. PENDAHULUAN. satu sasaran dalam pembangunan di Indonesia. Hal ini ditandai dengan salah satu

EFEKTIFITAS SENAM JANTUNG TERHADAP PERUBAHAN STATUS TEKANAN DARAH PASIEN HIPERTENSI PADA PENGHUNI RUMAH TAHANAN KLAS IIB PRAYA LOMBOK TENGAH ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN REBUSAN DAUN ALPUKAT TERHADAP TEKANAN DARAH PASIEN HIPERTENSI DI BANGUNTAPAN BANTUL

PENGARUH POSISI TIDUR MIRING TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA HIPERTENSI DI POSYANDU LANSIA PERMADI KELURAHAN TLOGOMAS MALANG ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2011, pada tahun UHH adalah 66,4

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak


BAB I PENDAHULUAN. mengalami berbagai perkembangan penyakit yang bersifat degeneratif.

BAB 1 PENDAHULUAN. darahnya biasanya disebabkan perilaku mereka(alwani, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. normal yang ditunjukkan oleh angka bagian atas (systolic) dan angka

BAB 1 PENDAHULUAN. Sustrani, dkk (2009) dalam Putra (2014) mengatakan hipertensi sering

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia karena prevalensi yang masih tinggi dan terus meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jumpai. Peningkatan tekanan arteri dapat mengakibatkan perubahan patologis

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam sejarah, kebanyakan penduduk dapat hidup lebih dari 60 tahun. Populasi

BAB I PENDAHULUAN. yang memompa dengan kuat dan arteriol yang sempit sehinggga darah mengalir

The 6 th University Research Colloquium 2017 Universitas Muhammadiyah Magelang. Wahyuni, Ferti Estri Suryani 1) 1 STIKES Aisyiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka fertilitas. mengakibatkan populasi penduduk lanjut usia meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan

PERBEDAAN NORMALITAS TEKANAN DARAH PADA WANITA MIDDLE AGE YANG MENGIKUTI SENAM DAN TIDAK SENAM DI KELURAHAN BANDUNGREJOSARI MALANG ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

PERBEDAAN PENGARUH SENAM LANSIA DAN SENAM AEROBIC LOW IMPACT TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI POSYANDU LANSIA SEHAT NASKAH PUBLIKASI

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tolak ukur kemajuan suatu bangsa seringkali dilihat dari harapan hidup penduduknya (Martono & Kris, 2011). Keberhasilan pemerintah dalam Pembangunan Nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama dibidang medis atau ilmu kedokteran sehingga dapat meningkatkan umur harapan hidup manusia, akibatnnya jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan bertambah cenderung lebih cepat (Bandiyah, 2009). Menurut WHO (2010) 524 juta orang berusia 65 tahun dalam populasi dunia. Penduduk lansia di indonesia mencapai 9,12% (BPS, 2014). Jumlah penduduk berusia diatas 65 tahun terutama di Jawa Tengah terus mengalami peningkatan pada tahun 2013 jumlah lansia mencapai 7,47% dari seluruh penduduk provinsi Jawa Tengah naik menjadi 7,63% pada tahun 2014, jumlah lansia di Jawa Tengah mengalami peningkat 0,2% dari tahun 2014 menjadi 7,82% pada tahun 2015 (DPJT, 2015). Menurut Constantinides, dalam buku Martono (2011) Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga dapat bertahan terhadap jejas termasuk infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Peningkatan jumlah usia lanjut 1

2 akan berpengaruh pada berbagai aspek kehidupan (fisik, mental dan ekonomi) salah satunya pada perubahan fisik dalam sistem kardiovaskular (Tamher & Noorkasiani, 2009). Disfungsi kardiovaskular dapat diperberat dan mempengaruhi aktifitas normal kehidupan sehari-hari. Perubahan normal penuaan faktor genetik, dan gaya hidup dapat menunjang kelainan mayor, diantaranya yaitu penyakit hipertensi (Smeltzer & Bare, 2013). Hipertensi adalah penyakit multifaktor yang dicirikan oleh tekanan darah sistolik meningkat secara kronis 140 mmhg atau tekanan darah diastolik 90 mmhg (Mancia, 2012). Hipertensi dikenal sebagai faktor risiko utama morbiditas dan mortalitas untuk kardiovaskular (Malliani, 1991 ; dalam Elsevier, 2011). Organ tubuh yang paling sering terkena dampak dari tingginya tekanan darah adalah pembuluh darah, jantung, otak, ginjal, dan mata (Kemenkes RI, 2012). Hipertensi sebetulnya bukan suatu penyakit, tetapi hanya merupakan suatu kelainan dengan gejala gangguan pada mekanisme regular tekanan darah yang timbul, pada umumnya terjadi pada usia pertengahan usia lebih dari 40 tahun namun banyak orang yang tidak menyadari bahwa dirinya menderita hipertensi (Prima, 2015). Suatu gejala yang tidak nyaman dan pada stadium awal belum menimbulkan gejala yang serius pada kesehatannya (Gunawan, 2001; dalam Ilkafah, 2009). Menurut catatan Badan Kesehatan Dunia (WHO) 2011 ada satu milyar orang didunia menderita hipertensi dan dua per-tiga diantaranya berada dinegara berkembang yang berpenghasilan rendah-sedang. Bila tidak dilakukan upaya yang tepat jumlah ini akan terus meningkat, dan diprediksi

3 pada tahun 2025 sebanyak 29% atau 1.6 milyar orang di seluruh dunia menderita hipertensi, sedang di Indonesia angka kejadian hipertensi cukup tinggi. Data statistik terbaru menyatakan bahwa terdapat 24,7% penduduk Asia Tenggara dan 23,3% penduduk Indonesia berusia 18 tahun keatas mengalami hipertensi pada tahun 2014 (WHO, 2015). Menurut profil kesehatan jawa tengah (2015) jumlah penduduk beresiko > 15 tahun yang dilakukan pengukuran tekanan darah tercatat sebanyak 2.87 juta jiwa atau 11,3%, dari hasil pengukuran tekanan darah sebanyak 344.033 orang atau 17,74% dinyatakan hipertensi atau tekanan darah tinggi. Kasus hipertensi di masyarakat tidak terdiagnosa yaitu sebesar 63,2% (Kemenkes RI, 2013). Kasus yang tejadi di masyarakat masih banyak penderita yang mengalami hipertensi yang tidak terdiagnosis oleh tenaga medis, keadaan ini terjadi karena penderita yang mengalami tekanan darah tinggi atau hipertensi awal tidak merasakan perubahan pada dirinya, seperti gejala yang tidak nyaman. Berdasarkan observasi dan wawancara yang telah dilakukan di Balai pelayanan sosial lanjut usia dewanata Cilacap kepada 6 lansia penderita hipertensi, mengatakan bahwa 3 lansia dari 6 lansia yang mengalami hipertensi tidak dilakukan penanganan dengan baik untuk menurunkan tekanan darahnya. Keadaan ini terjadi karena gejala yang tidak nyaman dan pada stadium awal belum menimbulkan gejala yang serius pada kesehatannya (Gunawan, 2001; dalam Ilkafah, 2009). Hipertensi merupakan suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang akan berlanjut kesuatu organ target seperti strok (untuk

4 otak), penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung) dan hipertropi ventrikel kiri/left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Target utama otak, hipertensi mengakibatkan seseorang terkena strok dan merupakan penyebab kematian yang tinggi (Bustan, 2007 dalam Mannandkk, 2012). Kejadian hipertensi yang mengakibatkan gejala yang berlanjut dan berakibat kematian mengindikasikan bahwa hipertensi perlu dan harus segera diatasi. Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi farmakologis dan non farmakologis. Betadrenergic receptor blockers adalah contoh yang efektif untuk pendekatan farmakologis dan menargetkan sistem saraf otonom pada hipertensi (Wiysonge dkk, 2012). Inspiratory muscle training adalah intervensi non-farmakologis yang memodulasi aktifitas sistem saraf otonom dan mengurangi tekanan darah (Ferreira, 2013). IMT merupakan teknik latihan yang digunakan untuk meningkatkan ventilasi dengan meningkatkan koordinasi respirasi. Sebuah latihan terdiri dari pola pernapasan dikendalikan dengan lambat 10-15 kali per menit, sehingga terjadi peningkatan peregangan kardiopulmonari. Sel merespon terjadinya peningkatan reflek baroreseptor, implus aferen dari baroreseptor mencapai pusat jantung, merangsang sistem saraf parasimpatis dan menghambat pusat simpatis sehingga terjadi vasodilatasi sistemik penurunan denyut jantung (Muttaqin, 2009). Tingkat pernapasan telah meningkatkan kontrol otonom dan mengurangitekanan darah pada subyek hipertensi (Hunt, 2001; dalam Simone, 2014). Sistem saraf otonom

5 merupakan penentu utama tekanan darah sistemik dan itu mungkin target terapi hipertensi (Rondon, 2006). Hiperaktivitas system saraf sintetik berperan dalam peningkatan abnormal tekanan darah (Guzzetti, 1988; dalam Regina, 2014). Intervensi penting ini diperhatikan oleh perubahan umum yang terjadi pada kontrol kardiovaskuler dalam hubungan dengan modifikasi pola pernafasan. Kemungkinan ini berhubungan terkait dengan baroreseptor dan sensivitas kemoreseptor, dan interaksi dalam pengaruh pada mekanisme kontrol tekanan darah. Metaboreflek otot adalah aliran darah didistribusi ulang adaptif dari sirkulasi perifer kedasar vaskular dari aktif secara metabolik di eksekusi otot. Metaboreflex otot inspirasi di nilai dengan menyebabkan kelelahan diafragma dan mendeteksi sekeliling pengurangan aliran darah. Respiratory exercises meningkatkan control otonom atas sistem kardiovaskular dan menipiskan metaboreflex otot (Somers, 1988; dalam Janaina, 2011). Hasil penelitian Simone Regina (2014) yang dilakukan pada responden penderita hipertensi berusia lebih dari 35 tahun dan kurang dari 65 tahun baik perempuan atau laki-laki yang diberikan terapi IMT selama 30 menit setiap hari selama 56 sesi diselesaikan dalam 8 minggu, menunjukan bahwa IMT mengurangi tekanan darah pada orang dengan hipertensi. Berdasarkan penelitian Jenifer Vransih, dkk (2015) menyatakan bahwa peneltian sebelumnya telah menunjukan bahwa pasien hipertensi yang melakukan 8 minggu melakukan terapi IMT menunjukan penurunan yang signifikan pada tekanan darah sistolik dan diastolik. Dalam penelitian ini lima puluh orang

6 dewasa yang sehat usia 18-30 tahun dilakukan terapi IMT selama 6 minggu. Setelah 4 minggu, temuan awal dari 15 pria dan wanita menunjukan penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik untuk individu dalam inspirasi (-8,0/ -2,3) dan ekspirasi (-9,6/ -2,1). Berdasarkan study pendahuluan yang dilakukan di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dewanata Cilacap terdapat 100 lansia, data yang telah diperoleh terdapat lansia yang memiliki tekanan darah tinggi atau hipertensi sebanyak 23 lansia atau sekitar 28%. Dari 6 lansia yang diwawancara ada 3 lansia mengatakan apabila tekanan darah meningkat mereka mengkonsumsi obat farmkologi seperti amlodipin, captropil, nifedipin, mengkonsumsi bawang putih dan melakukan terapi tarik nafas dalam serta beribadah. Sedangkan 3 lansia mengatakan apabila tekanan darahnya meningkat tidak diobati. Lansia hipertensi yang berada di Balai pelayanan sosial lanjut usia Dewanata Cilacap sebagian besar tidak patuh mengkonsumsi obat hipertensi dan tidak ditangani dengan baik penyakitnya. Sehingga penelitian dengan judul Efektivitas inspiratory muscle training terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dewanata Cilacap perlu dilakukan. B. Rumusan Masalah Pada usia lanjut terjadi penurunan kondisi fisik/biologis, kondisi psikologis serta perubahan kondisi sosial, akibat terjadinya perubahanperubahan secara makro, salah satunya adalah system kardiovaskular.

7 Disfungsi system kardiovaskular diantaranya yaitu penyakit hipertensi. Penyakit hipertensi dapat memberikan gejala yang akan berlanjut kesuatu organ target seperti strok (untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung) dan hipertropi ventrikel kiri/left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi farmakologis dan nonfarmakologis. Inspiratory muscle training (IMT) merupakan terapi nonfarmakologi yang dapat meningkatkan kontrol otonom atas sistem kardiovaskular dan menipiskan metaboreflex otot. Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan apakah ada Efektivitas inspiratory muscle training terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dewanata Cilacap?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui Efektivitas inspiratory muscle training terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dewanata Cilacap. 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui rerata tekanan darah sebelum diberikan inspiratory muscle training pada lansia hipertensi. b. Untuk mengetahui rerata tekanan darah sesudah diberikan inspiratory muscle training pada lansia hipertensi.

8 c. Untuk mengetahui perbedaan rerata tekanan darah sebelum dan sesudah (mengetahui efektivitas inspiratory muscle training terhadap penurunan tekanan darah pada lansia hipertensi di Balai pelayanan sosial lanjut usia Dewanata Cilacap). D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Sebagai tambahan pengalaman, pengetahuan serta wawasan dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya mengenai inspiratory muscle training terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi. 2. Bagi responden Dapat memberikan informasi tentang inspiratory muscle training terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi, sehingga mereka dapat menggunakan terapi non farmakologis ini sebagai upaya untuk mengontrol dan menurunkan tekanan darahnya. 3. Bagi instansi terkait Dapat diterapkan pada lansia yang mengalami hipertensi untuk menurunkan tekanan darah dengan melakukan terapi nonfarmakologi inspiratory muscle training dalam kehidupan sehari-hari. 4. Bagi ilmu pengetahuan Sebagai bahan acuan, bacaan, informasi, dan referensi penelitian selanjutnya mengenai pengaruh inspiratory muscle training terhadap penurunan hipertensi.

9 E. Keaslian Penelitian 1. Simone Regina (2014) dengan judul penelitian Effect of inspiratory muscle training with load compared with sham training on blood pressure in individuals with hypertension: study protocol of a doubleblind randomized clinical trial. Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan inspiratory muscle training dengan beban 40% dan inspiratory muscle training sham (tanpa beban). Penelitian menggunakan metode double blind randomized clinical trial dengan menggunakan kelompok kontrol. Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan yaitu Random (acak). Berdasarkan penelitian ini didapat hasil IMT menunjukan manfaat efek resmi pada tekanan darah diastole dan systole serta kontrol otonom atas sistem kardiovaskuler pada pasien hipertensi. Dapat disimpulkan bahwa latihan otot inspirasi mengurangi tekanan darah pada orang dengan hipertensi. Perbedaan penelitian Simone Regina (2014) dengan penelitian ini, meneliti pengaruh inspiratory muscle training dengan beban 40% dibandingkan dengan inspiratory muscle training sham (tanpa beban), sedangkan penelitian saya hanya meneliliti inspiratory muscle training tanpa kelompok kontrol, penelitian ini menggunakan metode double blind randomized clinical trial dengan tehnik samling secara random/acak, penelitian saya menggunakan metode Pra eksperiment dan pengambilan sampel dengan menggunakan teknik total sampel. Persamaan sama-sama menggunakan responden penderita hipertensi pada lansia.

10 2. Prima Nurdiana Putri (2015) dengan judul penelitian Efektivitas senam lansia dan senam aerobik low impact terhadap perubahan tekanan darah pada penderita hipertensi dibaturaden penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain pre experimental with pre and posttest control group design. Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan yaitu purposive sampling. Jadi dibutuhkan 42 sampel. Untuk kelompok yang diberikan senam lansia sebanyak 21 sampel dan kelompok yang diberikan terapi senam aerobic low impact sebanyak 21 sampel. Hasil perhitungan uji independent sampel t test diperoleh nilai signifikan penurunan tekanan darah sistolik pada kedua kelompok (senam lansia dan senam aerobik low impact) sebesar 0,004 dan nilai signifikan penurunan tekanan darah diastolic 0,830. Hasil ini menunjukan bahwa hanya nilai signifikan penurunan tekanan darah sistolik pada kedua kelompok yang nilainya < α (0,05) sehingga dapat diartikan bahwa secara statisitik hanya penurunan tekanan darah sistolik pada kedua kelompok yang memiliki perbedaan, sedangkan untuk penurunan tekanan darah diastolik tidak terdapat perbedaan. Perbedaan penelitian Prima (2015) dengan penelitian ini menggunakan desain pre experimental with pre and posttest control group design, teknik sampling yang digunakan yaitu purposive sampling, sedangkan penelitian saya menggunakan metode Pre eksperiment One group pre test post test design tanpa menggunakan kelompok kontrol, teknik sampel yang digunakan yaitu total sampel. Persamaan penelitian

11 Prima (2015) dengan penelitian ini sama-sama menggunakan uji t test dan menggunakan variabel terikat tekanan darah. 3. Wulan (2014) dengan judul penelitian Pengaruh terapi tertawa terhadap tekanan darah penderita hipertensi di paguyuban jantung sehat desa Rempoah wilayah kerja puskesmas Baturaden II Kabupaten Banyumas Desain penelitian ini menggunakan uji quasy eksperimen dengan pendekatan one group pretest-postest design. Sampel berjumlah 20 orang yang rutin mengikuti senam Paguyuban Jantung Sehat Wilayah Kerja Puskesmas II Baturaden dilakukan sebanyak 3 kali perlakuan. Hasil paired sample t-test menunjukan angka signifikan 0,000 dengan derajat kepercayaan (95%) untuk tekanan darah sistolik dan angka signifikan 0,361 dengan derajad kepercayaan (95%) untuk tekanan diastolik. Ratarata tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan terapi tertawa menunjukan penurunan yang signifikan dan terdapat perbedaan antara tekanan darah systole sebelum dilakukannya terapi dengan sesudah dilakukannya terapi tertawa. Perbedaan Wulan (2015) dengan penelitian ini menggunakan metode quasy eksperimen dengan pendekatan one group pretest-postest design, menggunakan variabel bebas senam tertawa, terapi yang dilakukan 3 kali. Sedangkan penelitian ini menggunakan metode pre experimental dengan pendekatan one group pre and posttest tanpa kelompok control, variabel bebas dalam penelitian saya inspiratory muscle training. Persamaan sama-sama menggunakan uji t test dan variabel terikan tekanan darah.