I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas pangan penghasil protein nabati yang sangat penting di Indonesia. Kedelai sangat bermanfaat sebagai bahan pangan, pakan ternak, maupun bahan baku industri. Kedelai diminati masyarakat luas karena kandungan gizi dan harganya yang relatif murah, serta aman dikonsumsi. Biji kedelai mengandung gizi yang tinggi terutama protein nabati, yang kandungan asam aminonya termasuk paling lengkap (Rukmana dan Yuniasih, 1996). Pertumbuhan tanaman kedelai ditentukan oleh ketinggian tempat dan kondisi tanah. Tanaman kedelai menghendaki tanah yang subur, gembur, dan kaya bahan organik, untuk dapat tumbuh dengan baik. Tanaman kedelai termasuk dalam famili leguminosae. Ciri khas dari tanaman leguminosae adalah kemampuannya dalam membentuk bintil akar. Peran utama bakteri bintil akar adalah memberikan kemampuan kepada tanaman untuk memfiksasi nitrogen dari udara, sehingga tanaman dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan nitrogen dari fiksasi tersebut. Keberhasilan budidaya kedelai juga dipengaruhi oleh adanya serangan hama dan penyakit. Salah satu penyebab rendahnya produktivitas kedelai adalah adanya penyakit tanaman yang disebabkan oleh virus. Beberapa virus yang telah diketahui menyerang tanaman kedelai di Indonesia diantaranya soybean mosaic virus (SMV), soybean stunt virus (SSV), soybean dwarf virus (SDV), bean yellow mosaic virus (BYMV), soybean yellow mosaic virus 1
(SYMV), peanut stripe virus (PStV), cowpea mild mottle virus (CPMMV) (Roechan, 1992). Salah satu dari beberapa virus tersebut, yang paling banyak menyerang dan memberikan kerugian serius pada banyak daerah pertanian kedelai di dunia adalah virus SMV (Wang, 2009). SMV secara global telah menjadi salah satu agen penyebab terjadinya penyakit mosaik pada tanaman kedelai. SMV merupakan salah satu virus yang tersebar luas menyebabkan penyakit pada tanaman kedelai, mengakibatkan kerugian besar pada hasil panen dan menurunkan kualitas benih (Yang et al., 2013). Infeksi SMV pada awal pertumbuhan akan menghasilkan produktivitas yang semakin rendah. Infeksi virus ini dapat menurunkan produksi 35% hingga 50% pada kondisi alami di lapangan (Li et al., 2010). Beberapa cara pengendalian penyakit yang disebabkan oleh virus termasuk SMV diantaranya dengan eradikasi gulma, menanam di daerah terisolasi, penanaman bibit sehat, pembongkaran tanaman sakit, pengendalian vektor, dan penggunaan kultivar tahan (Walkey, 1991). Penggunaan kultivar tahan dapat mengurangi kejadian penyakit di lapangan secara efektif, tetapi pengembangan varietas tanaman ini relatif lama dan dinilai tidak ekonomis. Disamping itu, munculnya strain virus baru dengan tingkat virulensi yang lebih tinggi menyebabkan efektivitas penggunaan varietas tahan ini semakin menurun. Pengendalian secara biologi menawarkan cara yang relatif lebih baik dan ramah lingkungan. Alternatif pengendalian yang lebih ramah lingkungan dapat dilakukan dengan memanfaatkan mikroorganisme sebagai agen biokontrol (Manuela et al., 1997). 2
Mikroorganisme yang sudah banyak dilaporkan mampu sebagai agen biokontrol adalah rhizobakteria. Mekanisme pengendalian patogen oleh rhizobakteria dengan cara langsung dan tidak langsung. Secara langsung diantaranya melalui kompetisi, menghasilkan antibiotik, dan menghasilkan senyawa kimia yang dapat melisiskan sel patogen. Secara tidak langsung yaitu melalui induksi ketahanan dan meningkatkan pertumbuhan tanaman (Habazar dan Yaherwandi, 2006). Menurut Taufik et al. (2010) rhizobakteria dapat menekan insiden penyakit virus pada tanaman cabai melalui mekanisme induksi ketahanan secara sistemik atau menghasilkan hormon tumbuh. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Khalimi dan Suprapta (2011) memaparkan bahwa salah satu bakteri rhizobakteria yaitu Pseudomonas aeruginosa dapat mengurangi kejadian penyakit yang disebabkan virus soybean stunt virus (SSV) pada tanaman kedelai antara 10% hingga 75% dibandingkan dengan tanaman tanpa perlakuan P. aeruginosa. Keberadaan rhizobakteria pada perakaran tanaman dapat dikelompokkan berdasarkan tempat kolonisasinya, yaitu berada di area sekitar akar, permukaan akar, dan dalam jaringan akar (Soesanto, 2008). Bakteri yang ditemukan pada perakaran tanaman kedelai telah banyak diteliti mengenai peranannya dalam fiksasi nitrogen dan pertumbuhan tanaman. Akan tetapi mengenai perannya dalam meningkatkan ketahanan tanaman belum banyak diungkap. Hal ini menjadi menarik untuk diketahui apakah bakteri yang diisolasi dari akar tanaman kedelai memiliki potensi dalam meningkatkan ketahanan tanaman, terutama ketahanan terhadap infeksi virus 3
SMV yang sejauh ini belum diketahui. Penggunaan bakteri dari akar tanaman kedelai yang dapat berfungsi sebagai biokontrol, akan sangat bermanfaat jika menggunakan isolat-isolat indigenus karena dapat dengan mudah mampu beradaptasi apabila diaplikasikan ke lingkungan alaminya. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan menganalisis genotipik bakteri yang diperoleh dari akar tanaman kedelai serta mengetahui kemampuan isolat bakteri tersebut dalam meningkatkan ketahanan tanaman kedelai terhadap virus SMV. B. Permasalahan Adakah bakteri dari akar tanaman kedelai yang dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap infeksi virus SMV? C. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengisolasi dan melakukan analisis genotipik bakteri dari akar tanaman kedelai menggunakan rep-pcr dan analisis gen 16S rrna parsial. 2. Mendapatkan bakteri dari akar tanaman kedelai yang mampu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap virus SMV. 4
D. Manfaat Manfaat yang diharapkan pada penelitian ini adalah: 1. Bakteri yang diperoleh dapat dijadiakan pupuk hayati sebagai agen biokontrol virus SMV yang menyerang tanaman kedelai. 2. Memberikan sumbangan inovasi baru pengendalian penyakit tanaman kedelai yang disebabkan virus SMV yang relatif lebih ramah lingkungan. 5