BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dibidang material telah mampu menghasilkan biomaterial yang berguna dalam menunjang kesehatan manusia. Penggunaan biomaterial saat ini bervariasi mulai dari yang bersifat asesoris, peralatanperalatan medis bahkan sampai tertanam dalam tubuh/implan. Desai dkk. (2008) menyebutkan bahwa biomaterial terdiri dari logam, keramik, polimer dan komposit. Biomaterial logam memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Hal ini dapat dilihat dari nilai perdagangan yang meningkat setiap tahun. Tibbit dkk. (2015) melaporkan bahwa nilai perdagangan biomaterial pada tahun 2012 mencapai US$ 44 milyar dan diramalkan menjadi US$ 88,4 milyar pada tahun 2017. Nilai perdagangan biomaterial logam untuk keperluan orthopedi pada tahun 2010 menurut Gunduz dan Oktarc (2014) mencapai 37,5% total nilai perdagangan biomaterial. Biomaterial logam dalam orthopedi yang banyak digunakan adalah baja tahan karat yang memiliki konstribusi lebih dari setengah disusul titanium, paduan titanium, dan paduan cobalt. Baja tahan karat dikelompokkan menjadi baja tahan karat ferit, austenit, martensit, duplex dan precipitation hardenable. Material ini awalnya digunakan untuk keperluan industri. Penggunaan untuk keperluan medis mulai diterapkan seiring dikembangkannya seri-seri baja tahan karat baru yang memiliki sifat-sifat lebih unggul. Hanawa (2009) menyebutkan keunggulan baja tahan karat dibandingkan biomaterial logam lain adalah tersedia dalam berbagai bentuk sehingga memudahkan proses pembuatan komponen, harga murah, memiliki kekuatan, keuletan dan ketahanan korosi yang tinggi. Selain ketahanan korosi dan sifat mekanis yang tinggi, baja tahan karat juga harus memiliki sifat-sifat khusus sesuai penggunaan. Komponen implan 1
memerlukan baja tahan karat dengan kestabilan sifat non-magnetik yang tinggi. Wood (2002) menyatakan bahwa sifat non magnetik ini sangat dibutuhkan untuk keamanan dan kompatibilitas pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI). Baja tahan karat yang bersifat non magnetik adalah kelompok austenit. American Soceity for Testing and Materials (ASTM) dalam standar F138-03 dan F139-03 merekomendasikan baja tahan karat austenit 316L sebagai material untuk komponen implan. Fasa austenit yang bersifat non magnetik tersebut dihasilkan dari pemaduan unsur nikel yang tinggi berkisar antara 8-12%. Sifat mekanis dan ketahanan korosi 316L telah menjadi rujukan penggunaan baja tahan karat seri lain yang akan digunakan untuk keperluan medis. Performansi 316L sebagai bahan implan tercatat memuaskan. Meskipun demikian menurut penelitian Uggowitzer dkk. (1996) dan Yang dan Ren (2010), seri ini menyebabkan kasus sensitisasi. Kasus ini menyebabkan iritasi lokal, alergi dan dalam beberapa kasus menyebabkan infeksi pada pasien. Sensitisasi disebabkan oleh ion nikel yang lepas ke dalam tubuh akibat proses korosi. Kasus sensitisasi di Eropa dalam dua dasawarsa terakhir mengalami peningkatan serius. Oleh karena itu penggunaan nikel pada bahan implan mulai dibatasi. Denmark dan Swiss telah membatasi penggunaan nikel sejak tahun 1989 dan disusul Uni Eropa sejak tahun 1994. Desai dkk. (2008) melaporkan bahwa ketahanan korosi 316L menurun pada lingkungan korosif, miskin oksigen dan pembebanan yang tinggi. Keadaan ini misalnya terjadi pada implan screw dengan bone-plate. Guna mengatasi hal tersebut berbagai metode telah dikembangkan guna meningkatkan ketahanan korosi 316L. Upaya pengembangan yang telah dilakukan menghasilkan seri 316LVM. Seri ini merupakan upaya perbaikan proses produksi 316L yang dilakukan dengan teknik proses pengecoran vakum. Ahmadi dkk. (2009) melaporkan bahwa proses pengecoran vakum menghasilkan tingkat kebersihan dan homogenitas yang tinggi. Dua hal tersebut meningkatkan ketahanan korosi 316LVM secara signifikan dibandingkan 316L. 2
Seri 316L awalnya dikembangkan dan digunakan untuk keperluan industri, sedangkan seri 316LVM sengaja dikembangkan untuk keperluan medis. Oleh karena itu ketersediaan seri 316L lebih besar dibandingkan dengan seri 316LVM. Keterbatasan ketersediaan seri 316LVM mendorong dikembangkannya metoda perlakuan permukaan guna meningkatkan sifat mekanis dan ketahanan korosinya. Beragam metode perlakuan permukaan telah dikembangkan antara lain surface passivation, sandblasting, ion sputtering, nitriding dan carbonitriding. Metode-metode tersebut tidak semua mampu memperbaiki sifat mekanis dan ketahanan korosi secara simultan. Perbaikan sifat yang diperoleh hanya efektif beberapa mikrometer saja dari permukaan. Guna mengatasi hal tersebut, Berns (2007) mengembangkan metode high temperature gas nitriding (HTGN). HTGN adalah perlakuan thermochemical yang mampu mendifusikan atom nitrogen ke dalam baja tahan karat. Prinsip kerja HTGN adalah memanaskan baja tahan karat pada temperatur 1050 o C 1200 o C dalam atmosfer gas nitrogen dengan tekanan dan durasi pemanasan tertentu dan dilanjutkan dengan proses quenching. Peningkatan kandungan nitrogen yang dihasilkan menaikkan kekerasan dan ketahanan korosi. Keunggulan perlakuan HTGN yang lain adalah mampu mengubah fasa baja tahan karat dan kedalaman difusi lebih tebal dibandingkan dengan perlakuan permukaan yang lain. Mitsui dan Kurihana (2007) berhasil mengubah fasa pelat baja tahan karat ferit 430 setebal 1 mm menjadi martensit atau austenit. Perubahan fasa ferit menjadi austenit ini menyebabkan perubahan sifat kemagnetan yang semula magnetik menjadi non magnetik. Berns (2007) menambahkan keunggulan yang lain adalah pengontrolan perlakuan yang lebih mudah, bahan tidak membutuhkan persiapan permukaan yang khusus dan ramah lingkungan. Temperatur pemanasan yang tinggi seperti dinyatakan oleh Kuroda dkk. (2003a) menyebabkan pengkasaran butir. Hal ini disebabkan pemanasan berlangsung diatas temperatur rekristalisasi ( T rec ). Ukuran butir bertambah besar seiring dengan tingginya temperatur dan durasi pemanasan. Pengkasaran butir ini dapat menurunkan kekuatan tarik dan kekuatan lelah. Guna mengurangi efek negatif tersebut, proses HTGN dalam waktu yang lama perlu dihindari. 3
Perlakuan HTGN menjanjikan peningkatan ketahanan korosi 316L dan 316LVM yang digunakan sebagai bahan implan. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengetahui pengaruh perlakuan HTGN terhadap perubahan struktur mikro, sifat mekanis, ketahanan korosi dan sifat non-magnetiknya. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk medapatkan temperatur dan durasi pemanasan yang terbaik yang mampu meningkatkan ketahanan korosi dan kestabilan sifat non-magnetik. 1.2. Rumusan dan Batasan Masalah Rumusan masalah penelitian yang pertama adalah seperti apakah pengaruh temperatur dan durasi pemanasan pada perlakuan HTGN terhadap struktur mikro, kekerasan, ketahanan korosi dan sifat non-magnetik 316L dan 316LVM. Rumusan masalah yang kedua adalah apakah terdapat temperatur dan durasi pemanasan yang terbaik ditinjau dari laju korosi dan kestabilan sifat non-magnetik. Guna menjawab rumusan masalah tersebut, batasan penelitian disertasi ini adalah sebagai berikut: 1. Bahan penelitian berupa pelat baja tahan karat austenit 316L dan 316LVM. 2. Perlakuan HTGN dikerjakan pada temperatur pemanasan ( T) 1050 o C, 1100 o C dan 1200 o C, durasi pemanasan (t) = 15 menit, 30 menit dan 60 menit dengan tekanan gas nitrogen ( p) = 1 atm. Kualitas gas nitrogen yang digunakan adalah industrial/welding grade. 3. Karakterisasi sifat material sebelum dan setelah perlakuan HTGN hanya ditentukan dengan pengamatan metalografi, pengujian komposisi kimia, difraksi sinar X, kekerasan mikro, laju korosi pada medium larutan ringer dan uji sifat kemagnetan dengan VSM (vibration sample magnetometre). 1.3. Keaslian Penelitian Proses HTGN pada baja tahan karat ferit dan austenit sudah banyak diteliti misal oleh Kuroda dkk. (2003a), Sung dkk. (2008), Berns dan Siebert (1996) dan Wan dkk. (2011). Meskipun demikian, penelitian disertasi ini memiliki kebaruan yang terdapat pada hal-hal berikut: 4
1. Temperatur pemanasan (T) = 1050 o C, 1100 o C dan 1200 o C, durasi pemanasan (t) = 15, menit 30 menit dan 60 menit, tekanan gas (p) = 1 atm dan menggunakan gas nitrogen dengan kualitas industrial/welding grade. Proses quenching menggunakan air, sedangkan penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti lain menggunakan gas (gas quenching). 2. Kajian ketahanan korosi baja tahan karat 316L dan 316LVM sebelum dan sesudah perlakuan HTGN menggunakan larutan ringer sebagai simulasi cairan tubuh buatan dan pengujian dilakukan pada temperatur 37 o C. 3. Kajian sifat kemagnetan baja tahan karat 316L dan 316LVM sebelum dan sesudah perlakuan HTGN menggunakan alat vibrating sample magnetometer (VSM). 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui hubungan antara temperatur dan durasi pemanasan terhadap perubahan struktur mikro, kekerasan, laju korosi dan sifat kemagnetan. 2. Mendapatkan temperatur dan durasi pemanasan yang terbaik yang mampu meningkatkan ketahanan korosi dan kestabilan sifat non-magnetik 316L dan 316LVM. 1.5. Manfaat Manfaat penelitian disertasi ini yaitu: 1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu menjelaskan pengaruh temperatur dan durasi pemanasan pada perlakuan HTGN terhadap struktur mikro, kekerasan, ketahanan korosi dan sifat kemagnetan pada baja tahan karat 316L dan 316LVM. 2. Memberikan alternatif metoda perlakuan baja tahan karat 316L dan 316LVM sehingga menghasilkan sifat-sifat yang lebih unggul. 5