III. KAJIAN KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN KOTA BANDAR LAMPUNG

dokumen-dokumen yang mirip
VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila

V. PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN KOTA BANDAR LAMPUNG. Abstrak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN. masyarakat yang bermukim di pedesaan, sehingga mereka termotivasi untuk

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia.

BAB VI PENGELOLAAN SAMPAH 3R BERBASIS MASYARAKAT DI PERUMAHAN CIPINANG ELOK. menjadi tiga macam. Pertama, menggunakan plastik kemudian

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO

BUPATI POLEWALI MANDAR

BAB II DESKRIPSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA PROBOLINGGO Sejarah Singkat Badan Lingkungan Hidup Kota Probolinggo

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH MENUJU INDONESIA BERSIH SAMPAH 2020 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP L/O/G/O

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI,

KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA)

BANTAENG, 30 JANUARI (Prof. DR. H.M. NURDIN ABDULLAH, M.Agr)

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

BAB III PERAN DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA CIREBON DALAM PENGOLAHAN SAMPAH TAHUN 2016

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN

BUPATI TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

IV. KARAKTERISTIK DAN HARAPAN MASYARAKAT SEBAGAI DASAR STRATEGI PEMBERDAYAAN DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN MURUNG RAYA.

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB I PENDAHULUAN. yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai

PERANSERTA PEMERINTAH, SWASTA, DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA SEMARANG DINAS KEBERSIHAN & PERTAMANAN KOTA SEMARANG TAHUN 2010

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BAU-BAU NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAU-BAU,

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG,

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Implementasi Perda No 02 Tahun 2011 Di Kota Samarinda (Ghea)

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

BAB V IMPLEMENTASI PROGRAM KOMPOSTING RUMAH TANGGA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

IV. KEADAAN UMUM KOTA BANDAR LAMPUNG. Kota Bandar Lampung pintu gerbang Pulau Sumatera. Sebutan ini layak untuk

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pengelolaan Sampah. Pedoman.

Bagaimana Solusinya? 22/03/2017 PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS PENGERTIAN SAMPAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 7 SERI E

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT. Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang

E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di

Pengelolaan Sampah Terpadu. Berbasis Masyarakat Kelurahan Karang Anyar

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK

PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE)

DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR

BAB VI STRATEGI DAN PERANCANGAN PROGRAM

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH

Lay out TPST. ke TPA. Pipa Lindi

===================================================== PERATURAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK

PENGELOLAAN SAMPAH PERMUKIMAN DI KAWASAN PERDESAAN KABUPATEN PONOROGO ( STUDI KASUS KECAMATAN BUNGKAL )

KATA PENGANTAR. Mohd. Gempur Adnan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

OLEH : SIGIT NUGROHO H.P

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. manusia yang beragam jenisnya maupun proses alam yang belum memiliki nilai

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2014 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

POLEMIK PENGELOLAAN SAMPAH, KESENJANGAN ANTARA PENGATURAN DAN IMPLEMENTASI Oleh: Zaqiu Rahman *

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

TUGAS DAN FUNGSI DINAS LINGKUNGAN HIDUP

PEMERINTAH KOTA DENPASAR TPST-3R DESA KESIMAN KERTALANGU DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KOTA DENPASAR

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

Transkripsi:

III. KAJIAN KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN KOTA BANDAR LAMPUNG Abstrak Penanganan kebersihan lingkungan, khususnya sampah dari sumbernya sangat penting untuk segera dilaksanakan di kota Bandar Lampung melalui kebijakan dan program pemerintah serta dukungan dari semua lapisan masyarakat. Dalam bab ini dikaji kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan di kota Bandar Lampung, termasuk penyediaan sarana, prasarana, kapasitas daya tampung TPA, dan petugas kebersihan lingkungan. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terhadap pimpinan dan staf Dinas Kebersihan dan Pertamanan, pimpinan Dinas Pasar, pimpinan kecamatan dan staf, pamong kelurahan, dan masyarakat. Data yang dikumpulkan berupa data kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitan menunjukkan bahwa kebijakan dan program pengelolaan sampah di Kota Bandar Lampung saat ini dikelola oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan kota Bandar Lampung, Dinas Pasar kota Bandar Lampung, dan Satuan Organisasi Kebersihan Lingkungan (SOKLI) di tingkat kecamatan/kelurahan. Sarana dan prasarana pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan masih sangat terbatas, baik dari jumlah dan kualitas. TPA Bakung masih mampu menampung sampah kota selama 15-20 tahun apabila pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan secara optimal. Dari tabel kontingensi dapat disimpulkan bahwa ada hubungan signifikan antara kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan dengan tingkat pemberdayaan masyarakat kota Bandar Lampung. Kata Kunci: kebijakan dan program pengelolaan sampah, sarana-prasarana, daya tampung TPA, petugas kebersihan, pemberdayaan masyarakat 3.1. Pendahuluan Kota Bandar Lampung memiliki luas wilayah 197,220 km² yang terbagi atas 13 kecamatan dan 98 kelurahan dengan jumlah penduduk pada tahun 2008 sebesar 844.608 jiwa dan pertumbuhan penduduk rata-rata per tahun sebesar 1,55 persen. Proses pembangunan kota Bandar Lampung yang berlangsung selama ini, selain telah menghasilkan kemajuan juga masih menyisakan banyak permasalahan yang harus dihadapi. Salah satu masalah yang cukup kompleks di kota Bandar Lampung adalah sampah. Pada pelaksanaannya, pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung masih mengalami kendala: (1) kurangnya armada pengangkutan karena rusak dan umur armada pengangkutan yang sudah tua, (2) sulitnya mendapatkan lahan untuk

45 dijadikan tempat pembuangan sampah sementara (TPS), (3) masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan, (4) dan lemahnya penegakan hukum terkait dengan kebersihan lingkungan. Kebijakan dan program yang ideal dalam penanganan sampah di perkotaan adalah dengan cara membuang sampah sekaligus memanfaatkannya dan secara ekonomi akan mengurangi anggaran pengelolaan. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan dan program pengelolaan sampah perkotaan secara terpadu dan holistik, salah satunya adalah penghapusan model TPA secara bertahap. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, termasuk penyediaan sarana, prasarana, kapasitas daya tampung TPA, dan petugas kebersihan, khususnya pengelolaan sampah kota Bandar Lampung. 3.2. Metode Penelitian Metode pengumpulan data dalam mengkaji kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan di kota Bandar Lampung, menggunakan metode wawancara terhadap pimpinan dan staf Dinas Kebersihan dan Pertamanan, pimpinan Dinas Pasar, pimpinan kecamatan dan staf, dan pamong kelurahan. Penentuan responden ini dilakukan dengan menggunakan teknik purposive, yaitu dengan sengaja sesuai dengan tujuan penelitian. Untuk mengkaji hubungan kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan dengan tingkat keberdayaan masyarakat digunakan responden rumahtangga sebagai unit analisis. Sampel lokasi diperoleh dengan menggunakan teknik multistage cluster random sampling (Sugiyono 2009). Menyadari luasnya lokasi dan banyaknya jumlah rumahtangga sebagai populasi maka besarnya sampel sebagai responden menggunakan rumus proportional, dan terpilih sebanyak 344 responden. Adapun sampel lokasi dan responden yang terpilih dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini.

46 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 3 6 9 11 a b c d e f g h Responden Gambar 3 Diagram sampel kecamatan dan kelurahan serta responden Keterangan: No 1-13 = Jumlah kecamatan di Kota Bandar Lampung No. 3 = Kecamatan Teluk Betung Barat a. Kelurahan Bakung b. Kelurahan Keteguhan No. 6 = Kecamatan Tanjungkarang Pusat c. Kelurahan Pasirgintung d. Kelurahan Kaliawi No.9 = Kecamatan Kedaton e. Kelurahan Kampung Baru f. Kelurahan Labuhan Ratu No.11 = Kecamatan Tanjungsenang g. Kelurahan Tanjungsenang h. Kelurahan Way Kandis Dalam menentukan besarnya sampel sebagai responden digunakan rumus: p.q n = L 2 dimana: n = Jumlah sampel yang diperlukan p = Proporsi populasi yang memiliki karakteristik tertentu (dalam hal ini adalah jumlah kecamatan yang terpilih sebagai sampel lokasi penelitian dan p lebih kecil dari q) q = 1 p (dalam hal ini adalah kecamatan lain yang bukan sampel penelitian) L = Allowable error Dari rumus proportional di atas, dengan allowable error sebesar 0,05 diperoleh sampel sebagai responden per kecamatan adalah: (0,31)(0,69) n = (0,05) 2 = 85,56 86 responden Sebaran sampel responden berdasarkan kecamatan dan kelurahan yang terpilih dapat dilihat pada Tabel 5.

47 Tabel 5 Sebaran jumlah responden berdasarkan sampel lokasi penelitian No Kecamatan Teluk Betung Barat Tanjung Karang Pusat Kedaton Tanjung Senang Jumlah Kelurahan 1 Bakung 43 43 2 Keteguhan 43 43 3 Pasirgintung 43 43 4 Kaliawi 43 43 5 Kampung Baru 43 43 6 Labuhan Ratu 43 43 7 Tanjungsenang 43 43 8 Way Kandis 43 43 Jumlah 86 86 86 86 344 Untuk melengkapi data dan variabel yang hendak diukur dipergunakan metode observasi terhadap daya tampung TPA, volume sampah, proses pembuangan dan teknologi pengolahan sampah. Metode dokumentasi juga dipakai untuk melengkapi data peraturan daerah tentang kebersihan lingkungan, sarana-prasarana, jumlah dan jam kerja petugas kebersihan, laporan berkala dan struktur kelembagaan yang terkait dengan kebersihan lingkungan. Untuk menganalisis hubungan antara kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan dengan tingkat keberdayaan masyarakat digunakan tabel kontingensi r x c. Moore and Mc Cabe (1989) menjelaskan seperti berikut ini, misalkan sampel berukuran n diambil dari populasi. Kemudian setiap individu yang terpilih sebagai sampel diklasifikasikan menjadi dua kategori dengan peluang untuk masuk kategori pertama (baris) sebesar r i dan peluang untuk masuk kategori kedua (lajur) sebesar c j. Hipotesis nol dalam hal ini adalah bahwa klasifikasi menurut baris dan lajur bebas satu sama lain; dengan kata lain tidak ada hubungan antara klasifikasi menurut baris dan menurut lajur. Selanjutnya jika P ij peluang individu masuk kedalam baris i dan lajur j maka hipotesis nol adalah: Ho: P ij = r i c j untuk semua i dan j, hipotesis alternatifnya adalah: H 1 : P ij r i c j Untuk melihat implikasi kebijakan, dilakukan content analysis terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Parameterparameter pada peraturan perundangan yang dianalisis adalah yang terkait dengan aspek pengelolaan sampah, peran stakeholders, dan kerjasama serta kemitraan.

48 3.3. Hasil dan Pembahasan 3.3.1. Kebijakan dan program pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung Sampah masih menjadi permasalahan lingkungan yang cukup serius dan kompleks di kota Bandar Lampung. Rata rata tiap orang per hari menghasilkan sampah sekitar 0.43 kg dan akan terus meningkat sejalan dengan meningkatnya kesejahteraan dan gaya hidup masyarakat. Di lain pihak, kebijakan dan program penanganan sampah yang masih dilakukan secara konvensional menyebabkan persoalan sampah belum dapat dikendalikan dengan baik. Pengangkutan sampah di kota Bandar Lampung dilakukan oleh: (1) Satuan Organisasi Kebersihan Lingkungan (SOKLI) yang mengelola sampah domestik non jalan protokol pada masing masing kelurahan. Sampah tersebut kemudian dikumpulkan di tempat penampungan sementara (TPS), (2) Dinas Kebersihan dan Pertamanan mengelola sampah domestik dan non domestik pada jalan protokol dan mengangkut sampah yang dikelola oleh SOKLI dari tempat penampungan sementara (TPS) ke tempat pembuangan akhir (TPA) Bakung, dan (3) Dinas Pasar sebagai penanggungjawab kebersihan dan ketertiban di seluruh lokasi pasar serta pengangkutan sampah ke TPA Bakung. 3.3.2. Bentuk dan struktur organisasi Pemerintah kota Bandar Lampung dalam menjalankan kebijakan dan programnya memiliki struktur organisasi untuk menangani sampah dan mengelola kebersihan lingkungan. Adapun struktur organisasi tersebut dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 03 tahun 2008, tertanggal 11 Februari 2008 tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bandar Lampung. Struktur Organisasi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bandar Lampung disajikan pada Gambar 4.

49 Walikota Wakil Walikota Kepala Dinas Kelompok Jabatan fungsional Sekretariat Sub bagian Penyusuna n Sub bagian Umum dan kepegawaian Sub bagian keuangan Bidang Kebersihan Seksi operasional kebersihan Seksi pemeliharaan peralatan Bidang Pertamanan Seksi pertamanan Seksi penghijauan Bidang penerangan jalan dan pemakaman Seksi penerangan jalan Seksi dekorasi Bidang pendapatan Seksi pendapatan Seksi pemungutan Seksi pengamanan sampah & tinja Seksi pembibitan Seksi pemakaman Seksi pembukuan & pelaporan UPTD Gambar 4 Struktur organisasi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bandar Lampung (Perda No.03 Tahun 2008 Kota Bandar Lampung)

50 3.3.3. Timbulan sampah di kota Bandar Lampung Kota Bandar Lampung sebagai kota besar dengan jumlah penduduk mencapai 800 ribu lebih, menghasilkan sampah sekitar 250 300 ton/hari atau 500 600 meter kubik/hari, atau sekitar 0.43 kg/hari/orang. Secara administrasi pemerintahan kota Bandar Lampung terdiri dari 13 kecamatan dan 98 kelurahan. Sampah dari 98 kelurahan tersebut, baik sampah rumahtangga maupun sampah publik sebagian besar diangkut ke TPA Bakung kecamatan Teluk Betung Barat. Sampah yang terangkut ke TPA Bakung sebanyak sekitar 246,75 m3/ hari. Pengolahan sampah di TPA Bakung dilakukan dengan teknologi sanitary landfill, yaitu pelapisan sampah dengan tanah. Sesuai dengan kondisi di lapangan, sampah dengan ketebalan 1,5 m-2,0 m dipadatkan dengan alat berat (buldozer), kemudian dilapisi dengan tanah setebal 10 cm - 15 cm. Hasil studi Universitas Lampung (2005) memperlihatkan bahwa TPA Bakung masih mampu menampung sampah kota Bandar Lampung selama 7,6 tahun yang berarti harus pindah ke lokasi lain pada tahun 2012. Volume sampah organik sebanyak 65-70 persen. Apabila sampah ini dapat diolah menjadi kompos maka umur TPA Bakung dapat bertambah dua sampai dua setengah kali sehingga akan mampu memperpanjang masa pakai TPA Bakung menjadi 15-20 tahun. Tersebarnya lokasi sumber sampah yang ada dan semakin meningkatnya volume sampah menimbulkan beragam permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah kota Bandar Lampung. Sebagai gambaran, jumlah sampah dan alat angkut sampah di masing-masing pasar di lingkungan kota Bandar Lampung tercantum pada Tabel 6. Kebijakan dan program pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung, saat ini dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bandar Lampung dengan tingkat pelayanan sebagai berikut : 1. Teknik operasional pengelolaan sampah. a) sumber sampah yang dihasilkan sekitar 600 m3/ hari b) jumlah sampah yang terangkut ke TPA sekitar 246,75 m3/ hari c) cakupan pelayanan: 474.917 jiwa ( 60 % ) 2. Daerah pelayanan pengelolaan sampah, daerah permukiman, perdagangan, perkantoran, pasar, terminal, taman dan jalan protokol

51 3. Sarana dan prasarana pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan berupa: (a) gerobak dorong (40 unit), (b) container (15 unit), (c) dump truck (26 unit), (d) armroll truck (2 unit), (e) TPA (1 lokasi), (TPA Bakung dengan luas 14 Ha), (f) buldozer (1 unit), (g) wheel loader (1 unit), ( h) excavator (1 unit). Tabel 6 Jumlah kios dan perkiraan jumlah sampah yang dihasilkan serta jumlah truk masing masing pasar di kota Bandar Lampung Nama Pasar Jumlah Kios (unit) Sayur Nonsayur Perkiraan Jumlah sampah yang dihasilkan (m 3/hari ) Organik Anorganik Kendaraan Pengangkut Sampah yang Dimiliki (unit) Kontainer/ Dumptruck Truk/ Amrol Frekuensi Pengangkutan Sampah per hari (kali) Kontainer/ Dumptruck Panjang 622 575 2 3 1 0 1 0 Kangkung 407 254 2 3 1 0 1 0 GudangLelang 44 130 1 2 0 1 0 1 Cimeng 108 346 1 2 0 1 0 1 Tamin 207 176 4 1 1 0 1 0 Pasir Gintung 400 193 12 3 1 0 3 0 Baru 160 362 6 3 0 1 0 3 BambuKuning 0 540 0 3 0 1 0 1 Bawah 100 23 1 2 0 1 0 1 Tugu 354 192 2 3 1 0 1 0 Way Halim 262 296 2 3 1 0 1 0 Way Kandis 180 76 1 1 1 0 1 0 Beringin Raya 90 30 1 1 1 0 1 0 Jumlah 2934 3193 35 30 8 5 10 7 Sumber: Dinas Pasar Kota Bandar Lampung (2008) Truk/ Amrol 3.3.4. Sumber dana Pemerintah daerah dalam menangani masalah sampah telah mengalokasikan anggaran melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kota Bandar Lampung yang pengelolaannya dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bandar Lampung. Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor persampahan berasal dari penerimaan retribusi sampah, dimana masyarakat dikenakan biaya retribusi sampah sebesar Rp.5000/kk/bulan. Namun besaran pendapatan dari retribusi sampah tersebut masih belum mampu untuk membiayai operasional pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung. Adapun

52 anggaran lingkungan hidup kota Bandar Lampung 2007-2009 dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Anggaran lingkungan hidup kota Bandar Lampung No Jumlah Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Anggaran (Rp) (Rp) (Rp) 1 APBD Total 701.462.803,79 781.189.330.424,37 848.452.628.519,18 2 APBD Sektor 26.935.568.584,13 23.718.428.137,33 30.140.126.507,34 Lingkungan 3 Lembaga 3.183.975.040.73 3.160.136.916,00 3.707.375.638,62 Pengelolaan LH 4 Lembaga 23.751.593.543,40 20.558.291.221,33 26.432.750.868,72 Pengelola Sampah 5 Lembaga/unit 31.4223.628.636,18 27.750.489.180,98 34.729.208.883,51 pengelola RTH 6 PAD 54.629.930.061,98 60.422.775.028,70 Sumber : Pemerintah Kota Bandar Lampung (2010) 3.3.5. Partisipasi masyarakat Partisipasi merupakan suatu keterlibatan masyarakat untuk berperan secara aktif dalam suatu kegiatan pembangunan untuk menciptakan, melaksanakan serta memelihara lingkungan yang bersih dan sehat, khususnya dalam melakukan pengelolaan sampah. Partisipasi masyarakat tidak dapat dipaksakan. Partisipasi dari masyarakat memerlukan waktu, sehingga pada tahap pertama partisipasi masyarakat dianggap sebagai komponen lingkungan. Berhasilnya program-program di bidang pelestarian lingkungan banyak tergantung kepada partisipasi masyarakat itu sendiri. Partisipasi masyarakat dapat dimulai sedini mungkin. Masyarakat mempunyai motivasi kuat untuk senantiasa memberikan saham terhadap keberhasilan program. Secara umum sekurangkurangnya terdapat 5 (lima) bentuk partisipasi masyarakat yaitu sebagai (1) pengawas, (2) pengelola, (3) pengolah, (4) pemanfaatan, dan (5) pembiayaan. Sistem mekanisme partisipasi masyarakat dapat dilakukan seperti pada Gambar 5.

53 Sistem Pengawasan Pengawas Pengelola MASYARAKAT Pembiayaan Bea jasa pengolahan sampah - Reduksi sampah - Pemakaian kembali - Daur ulang Pengolah Pemanfaatan Pemisahan - Sampah organik - Sampah anorganik - B3 SDM pada pengoperasian dan pemeliharaan : - Armada pengangkutan - Anaerobik/biogasplant - Insinerator - TPA Komposting Kegiatan ekonomi - Kerajinan - Daur ulang - Bahan baku produksi Kerjasama dengan dunia usaha Gambar 5 Sistem mekanisme partisipasi masyarakat (KMLH dan JICA 2003) Lothar Gundling diacu Soerjani dan Rofiq (2008) menyatakan bahwa dasar adanya partisipasi tersebut adalah: (1) memberi informasi kepada pemerintah, (2) meningkatkan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan, (3) membantu perlindungan hukum, (4) mendemokratisasikan pengambilan keputusan. Partisipasi masyarakat dalam sampah sangat diperlukan karena dapat mengurangi beban pengelola, karena itu diperlukan suatu program untuk meningkatkan partisipasi masyarakat secara terpadu, teratur dan terus menerus serta bekerjasama dengan organisasi-organisasi yang ada sehingga partisipasi masyarakat dapat diubah dari komponen lingkungan menjadi sub sistem. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilaksanakan beberapa tindakan berikut. a. Memberikan penerangan tentang pentingnya kebersihan dan pengelolaan persampahan yang dilakukan. b. Melaksanakan pengawasan dan sanksi terhadap pelanggaran peraturan. c. Memberikan contoh cara hidup yang bersih kepada masyarakat.

54 Bentuk partisipasi masyarakat yang diharapkan adalah biaya pelaksanaan penanganan sampah. Hal tersebut dilaksanakan dengan menarik retribusi dari masyarakat sebesar Rp 5.000 Rp 10.000/bulan atau kerjasama dalam teknis penanganan sampah. Kerjasama dinyatakan dengan ikut sertanya masyarakat dalam melaksanakan sebagian dari kegiatan operasi penanganan sampah, misal dalam kegiatan pengumpulan, dan atau ikut sertanya masyarakat bertanggungjawab dalam penanganan sampah dengan mengikuti peraturan kebersihan yang ditetapkan, dan melaksanakan reduksi sampah (seperti daurulang, pengomposan). Hasil wawancara dengan responden, kerjasama ini dapat dilaksanakan dalam bentuk: (a) bertanggungjawab terhadap kebersihan rumah dan lingkungan, (b) aktif dalam program-program kebersihan, (c) turut memperhatikan kebersihan rumah dan lingkungan, (d) turut terlibat aktif dalam program-program kebersihan, (e) secara informal turut menerangkan arti kebersihan pada anggota masyarakat lainnya, dan (f) mengikuti prosedur kebersihan yang ditetapkan pemerintah. A. Peranserta masyarakat dalam pengelolaan sampah Peranserta masyarakat adalah segala tindakan masyarakat, langsung atau tidak langsung yang membantu ataupun mengurangi tugas pengelola kebersihan dalam pengelolaan persampahan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang mengamanatkan bahwa pengelolaan sampah dilakukan melalui kegiatan pemilahan, pemanfaatan dan pengolahan sampah pada sumbernya. Peranserta masyarakat pada tataran teknis operasional dapat berupa kegiatan pengolahan sampah dalam skala rumahtangga. Selain itu, partisipasi masyarakat dapat berupa penyediaan sarana kebersihan seperti mesin kompos, bak sampah, truk sampah (masyarakat industri), dan operasi pembersihan lingkungan melalui gotongroyong antarorganisasi (TNI, Polri, organisasi kepemudaan, Karang Taruna, Mahasiswa Pencinta Alam) dan pembetukan kader lingkungan di setiap kelurahan untuk melakukan pemantauan kebersihan lingkungan. Menurut BPPLH (2009) peranserta masyarakat dalam pengelolaan kebersihan dan persampahan di kota Bandar Lampung dapat dibagi dalam dua

55 bentuk yaitu peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah dan sosialisasi secara berkala tentang penanganan sampah dengan metode 4R, yaitu sebagai berikut. 1. Recycle (daur ulang), memanfaatkan sampah atau limbah melalui pengolahan fisik atau kimia, untuk menghasilkan produk lain. 2. Reuse (penggunaan kembali), memanfaatkan sampah atau limbah dengan cara menggunakannya kembali untuk keperluan yang sama tanpa mengalami perubahan bentuk. 3. Reduce (mengurangi), meminimumkan barang atau material yang digunakan karena semakin banyak menggunakan material maka akan semakin banyak sampah yang dihasilkan. 4. Replace (mengganti), mengganti barang-barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama. Upayakan untuk memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan. Misalnya, mengganti kantong plastik dengan keranjang bila berbelanja, dan jangan menggunakan styrofoam karena dua bahan ini tidak bisa didegradasi secara alami. BPPLH (2009) mengemukakan bahwa perlu disadari bahwa program pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah tidak akan berhasil dengan baik bila hanya mengandalkan peran pemerintah. Peranserta masyarakat merupakan kunci keberhasilan untuk mewujudkan kota yang bersih, sehingga perlu digalang partisipasi publik untuk mewujudkan kota yang bersih, hijau dan teduh sekaligus meraih Adipura. Peningkatan peranserta masyarakat terhadap lingkungan, dapat diwujudkan melalui program P2WKSS, PKK, dan pelatihan kader lingkungan. Kegiatan lain yang melibatkan unsur masyarakat adalah pengelolaan sampah 4R, dengan memanfaatkan sampah yang dapat didaur ulang dan pengomposan sampah. Adanya pemisahan sampah tersebut dapat mengurangi jumlah timbunan sampah, selain mengoptimalkan sumberdaya masyarakat untuk menambah penghasilan dengan melakukan pengomposan sampah. Hasil survei Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bandar Lampung tahun 2009 terhadap cara pembuangan sampah yang dilakukan oleh rumahtangga di Kota Bandar lampung menunjukkan bahwa cara pembuangan sampah yang paling

56 banyak dilakukan adalah diangkut sebanyak 49,30%, ditimbun sebanyak 40,83%, dibakar sebanyak 6,55%, dan dibuang ke sungai sebanyak 3,32%. Hasil survei tersebut menunjukkan masih perlunya peningkatan kesadaran masyarakat dalam hal memelihara lingkungan mengingat masih adanya rumahtangga yang membuang sampah tanpa memperhatikan lingkungan. Suparlan (2004) mengemukakan rendahnya tingkat partisipasi sebagian besar masyarakat dalam pengelolaan sampah di perkotaan dapat terjadi sebagai hasil dari: (a) kondisi kemiskinan yang melilit warga; (b) sikap masa bodoh; dan (c) kombinasi dari keduanya. Kondisi kemiskinan dan sikap masa bodoh tersebut telah membentuk tradisi kehidupan kota yang bercorak individualistik dan egosentrik serta menjadikan masyarakat perkotaan terkotak-kotak. Sedangkan menurut Neolaka (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran terhadap lingkungan diantaranya adalah: (a) faktor ketidaktahuan, (b) faktor kemiskinan, (c) faktor kemanusiaan, dan (d) faktor gaya hidup. Hal serupa juga dinyatakan oleh Saribanon (2007) dimana masyarakat lebih mudah diajak berperanserta mengatasi permasalahan sampah dilingkungannya, meskipun untuk golongan tertentu perlu disertai dengan penyampaian aspek ekonomi atau keuntungan sebagai bagian dari tawaran implementasi program. Hal tersebut sejalan dengan pengalaman salahsatu perusahaan multinasional dalam memperkenalkan program pengelolaan sampah mandiri di DKI Jakarta, yang menilai bahwa dengan menyentuh rasa tanggungjawab dan keprihatinan warga terhadap kondisi lingkungan saat ini, ternyata respon mereka cukup baik. Meskipun demikian, dalam mewujudkan partisipasi masyarakat, tidak cukup berhenti pada tahap menumbuhkan kesadaran dan rasa tanggungjawab saja, tetapi perlu ditindaklanjuti dengan pembinaan dalam implementasinya. B. Peranserta melalui pembayaran retribusi sampah oleh masyarakat Peranserta masyarakat melalui pembayaran retribusi pengelolaan sampah tampaknya masih kurang. Hal ini dapat dilihat dari realisasi pemungutan retribusi yang mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001 sampai 2004 retribusi sampah mencapai 100 persen. Setelah tahun 2005 sampai 2008 terus

57 mengalami penurunan. Penurunan realisasi dari target retribusi disebabkan beberapa hal, antara lain: (1) kurang efektifnya bentuk pemungutan oleh petugas, (2) sebagian dari pedagang pasar memilih menggunakan tenaga perseorangan untuk mengangkut sampah akibat sering terlambatnya petugas mengangkut sampah, dan (3) banyaknya pedagang kakilima yang engan membayar retribusi sampah. Target dan realisasi retribusi pelayanan persampahan dan pelayanan pasar dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Target dan realisasi retribusi persampahan kota Bandar Lampung Tahun Jenis Penerimaan Target (Rp) 2001 Pelayanan persampahan 550.000.000 Pelayanan pasar 840.500.000 2002 Pelayanan persampahan 598.000.000 Pelayanan pasar 921.111.000 2003 Pelayanan persampahan 610.000.000 Pelayanan pasar 1.005.000.000 2004 Pelayanan persampahan 610. 000.000 Pelayanan pasar 1.005.000.000 2005 Pelayanan persampahan 799.644.300 Pelayanan pasar 1.313.022.750 2006 Pelayanan persampahan 642.064.500 Pelayanan pasar 1.040.026.500 2007 Pelayanan persampahan 642.064.500 Pelayanan pasar 1.040.089.400 2008 Pelayanan persampahan 642.064.500 Pelayanan pasar 1.040.089.500 2009 Pelayanan persampahan 516.840.000 Pelayanan pasar 863.938.000 Sumber : Dinas Pengelolaan Pasar Kota Bandar Lampung 2010 Realisasi (Rp) 550.610.750 843.552.500 599.428.500 922.213.500 610.592.500 1.005.568.000 611.300.500 1.006.771.000 642.655.000 1.033.828.500 509.708.500 1.000.964.750 509.708.500 1.000.964.750 500.173.000 821.208.000 Persentase (%) 100,10 100,40 100,20 100,10 100,10 100,10 100,20 100,20 8,.40 78,70 94,96 96,24 94,96 96,38 77,90 78,95 3.4. Implementasi Pengelolaan Sampah di kota Bandar Lampung Sampai saat ini, pengelolaan sampah pasar dan permukiman di kota Bandar Lampung yang menerapkan sistem 3R baru dilakukan oleh sebagian kecil warga masyarakat. Untuk skala pasar, penerapan 3R telah dilakukan di pasar Panjang, pasar Tamin, dan pasar Cimeng yang pada masing-masing pasar itu terdapat unit pengolah sampah. Pengolahan sampah di TPS berasal dari sampah yang belum diolah di rumah, atau sampah pasar, sampah dari kantor, dan sampah dari tempat lainnya. Di ketiga pasar tersebut di atas, masing-masing memiliki TPS. Oleh karena itu petugas melakukan pemilahan sampah untuk kebutuhan daur ulang dan

58 pengomposan sampah yang diperlukan dalam membuat pupuk/kompos yang memiliki nilai ekonomis. Sedangkan sampah yang tidak bisa diolah, diangkut ke Bakung sebagai tempat pembuangan akhir. Untuk pengolahan sampah di permukiman, hasil pengamatan di lapangan menunjukkan ada sebagian kecil dari kepala rumahtangga sudah melakukan pemilahan sampah antara sampah basah dan sampah kering, seperti di kelurahan Kemiling, Kedaton, dan Rajabasa. Hasil pemilahan sampah basah dijadikan pupuk atau kompos untuk kebutuhan sendiri dan sebagian di pasarkan melalui kelompok PKK, sedangkan sampah kering dijadikan kerajinan tangan seperti vas bunga, gantungan kunci, asbak dan lain-lain. Proses pengomposan sampah secara aerobik adalah cara yang paling banyak digunakan karena murah dan mudah dilakukan. Peralatan dasar yang diperlukan dalam pengomposan secara aerobik terdiri dari (1) peralatan untuk penanganan bahan dan ( 2) peralatan keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi pekerja. Bahan baku pengomposan adalah semua material organik yang mengandung karbon dan nitrogen, misalnya kotoran hewan, sampah hijau, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian. Tahap pengomposan secara aerobik yang telah dilakukan oleh masyarakat adalah sebagai berikut: (1) pemilahan sampah, dilakukan untuk memisahkan sampah organik dari sampah anorganik dan sampah B3, (2) penyusunan tumpukan, sampah bahan organik yang telah dipilah disusun menjadi tumpukan. Bahan baku yang kering ditempatkan di atas tanah dengan lapisan pertama, lapisan berikutnya adalah lapisan sampah rumahtangga dan sampah pasar, dan yang terakhir adalah lapisan dari limbah atau kotoran. Pada tiap tumpukan diberi terowongan bambu yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan, (3) pembalikan dan pergeseran, dilakukan untuk membuang panas yang berlebihan, dan memasukkan udara segar kedalam tumpukan bahan. Pembalikan dilakukan dengan membongkar tumpukan, kemudian memindahkannya ke tempat baru di sebelahnya. Tempat tumpukan yang lama ditinggalkan dan dipakai sebagai tempat bagi tumpukan baru yang lain, (4) penyiraman dengan air, dilakukan pada saat pembalikan atau dilakukan pada saat tumpukan terlalu kering, (5) pematangan,

59 setelah pengomposan berjalan sekitar 40-50 hari, pada saat itu tumpukan sampah telah lapuk, berwarna kecoklatan tua atau kehitaman. Pada saat ini dianggap bahwa kompos telah matang benar dan aman untuk digunakan pada tanaman, (6) penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan, (7) pengemasan dan penyimpanan. Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantong sesuai dengan kebutuhan pemasaran (5-40 kg. Pada saat penelitian, kondisi TPA Bakung yang hampir penuh dan dekat dengan permukiman padat penduduk, mendorong pemerintah kota Bandar Lampung untuk melaksanakan kerjasama dengan pihak ketiga dalam mengolah sampah di TPA Bakung. Kerjasama dilaksanakan dalam bentuk pemusnahan gas metana yang dihasilkan di TPA Bakung dengan program CDM (Clean Development Mechanism). Pada tahun 2009, sebuah perusahan swasta PT. Bionersis Indonesia menawarkan kerjasama untuk pengurangan gas metana. Sistem pemusnahan ini, sampah organik dibusukkan dalam landfill sehingga dihasilkan gas metana, dan kemudian melalui pipa, dialirkan dan diolah menjadi energi listrik. Berdasarkan studi kelayakan yang dilakukan oleh PT Bionersis Indonesia, pemusnahan gas metana yang dihasilkan di TPA Bakung dengan program CDM (Clean Development Mechanism) layak dilakukan di TPA Bakung. Namun pada sampah yang tidak dapat diolah dan diproses secara khusus, dibuang dengan cara sanitary landfill yaitu pelapisan sampah dengan tanah. Sesuai kondisi di lapangan, sampah dengan ketebalan 1,5m-2,0m dipadatkan dengan alat berat (buldozer), kemudian dilapisi tanah setebal 10 cm - 15 cm. Pelaksanaan sanitary landfill harus benar dan ketat karena yang terjadi di lapangan sebagian ada yang dilakukan dengan cara open dumping yaitu pengelolaan sampah dengan menumpuk sampah pada suatu area terbuka. Sistem pengolahan sampah ini diharapkan dapat mengurangi gas emisi dan air lindi yang dihasilkan sampah. Selain itu, tanah di lokasi TPA Bakung dapat digunakan kembali dan akan didapatkan sumber energi baru. Pada saat penelitian ini, bentuk kerjasama pemerintah kota Bandar Lampung dengan PT. Bionersis Indonesia tersebut masih dalam tahap pembahasan.

60 Pengomposan sampah dan daur ulang merupakan sistem alternatif. Banyak komunitas masyarakat, seperti di Rawasari Jakarta, Surabaya, Yogyakarta yang telah mampu mengurangi 50 persen penggunaan landfill atau insinerator bahkan beberapa sudah mulai mengubah pandangan dari tempat pembuangan sampah menjadi tempat pengolahan sampah, dan akhirnya menjadi tempat pengelolaan sampah terpadu sehingga dapat menerapkan zero waste atau sampah tanpa sisa. Menurut Handono (2010) alternatif lain pengelolaan sampah yang telah banyak dilakukan oleh masyarakat adalah daur ulang. Metode yang telah dicoba dan dikembangkan oleh masyarakat untuk mengelola sampah secara mandiri baik komunal maupun domestik, antara lain: (1) keranjang takakura. Metode ini cukup berhasil untuk diterapkan pada masyarakat, namun karena kapasitasnya kecil maka lebih cocok digunakan untuk skala domestik (rumahtangga). Desain yang bagus dan tidak makan tempat, seperti halnya keranjang plastik biasa membuat alat tersebut fleksibel untuk ditempatkan di dapur; (2) tong komposter semi aerob. Tong komposter semi aerob ini mempunyai ukuran lebih besar, dan mempunyai lubang-lubang pengeluaran udara (exhause) untuk mendukung sistem semi aerob (an-aerob fakultatif) pada proses fermentasi dan dekomposisi. Kapasitas tampung lebih besar karena dibuat dari bahan dasar tong plastik berkapasitas 50 liter. Tong untuk skala rumahtangga, tetapi dengan jumlah banyak maka bisa diterapkan untuk skala komunal. Desain tong tersebut memiliki lubang di bagian dasarnya yang sangat sesuai untuk diterapkan dengan kombinasi penggunaan bakteri pengurai pada campuran bahan sampah organik sebelum dimasukkan ke dalam tong komposter ini. Lubang di bagian dasar dan di bagian exhause (pengeluaran udara) diharapkan bisa menjaga kondisi kelembaban yang optimum bagi proses pengomposan; (3) tong komposter aerob. Tong komposter aerob terbuat dari plastik dengan kapasitas 50 liter yang dilengkapi dengan cerobong asap sepanjang ± 2 meter, yang berfungsi menyalurkan gas buang/bau yang diproduksi selama proses pengomposan berlangsung. Sebagian besar masyarakat membuat barangbarang kreasi dari sampah anorganik yang sudah tidak dipakai lagi, misalnya, membuat tirai dari gelas plastik bekas minuman, membuat tas dari sisa plastik, dan lainnya.

61 Hambatan terbesar dari penerapan daur ulang adalah banyak produk alat rumahtangga tidak dirancang untuk dapat didaur ulang jika sudah tidak terpakai lagi. Hal ini karena para pengusaha tidak mendapat insentif ekonomi yang menarik untuk melakukannya. Perluasan tanggungjawab produsen (extended producer responsibility - EPR) adalah suatu pendekatan kebijakan yang meminta produsen menggunakan kembali produk-produk dan kemasannya. 3.5. Hubungan Kebijakan dan Program Pengelolaan Kebersihan Lingkungan dengan Keberdayaan Masyarakat Kriteria yang digunakan untuk mengkaji kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan di kota Bandar Lampung didasarkan pada hubungan antara: (1) ketersediaan sarana dan prasarana dengan keberdayaan masyarakat menurut responden, (2) jumlah petugas kebersihan dengan keberdayaan masyarakat menurut responden, (3) kapasitas daya tampung TPA dengan keberdayaan masyarakat menurut responden. Ketersediaan sarana dan prasarana kebersihan lingkungan yang terdiri antara lain: (a) tempat pembuangan sampah sementara, (b) armada pengangkutan sampah,(c) alat berat berupa excavator, shovel, dan bulldozer, (d) sapu, skop, dan masker, sarung tangan, dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud dengan keberdayaan masyarakat adalah pelibatan masyarakat secara langsung atau tidak langsung dalam program kebersihan lingkungan. Hubungan antara ketersediaan sarana dan prasarana kebersihan lingkungan dengan keberdayaan masyarakat menurut responden dalam persentase disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Persepsi responden atas ketersediaan sarana dan prasarana kebersihan lingkungan menurut tingkat keberdayaan masyarakat (%) Kategori penyediaan Keberdayaan masyarakat sarana & prasarana Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Jumlah Total (n) Sangat kurang 90,69 9,31 0,00 0,00 100,00 86 Kurang 0,00 100,00 0,00 0,00 100,00 116 Cukup 0,00 6,82 93,18 0,00 100,00 88 Sangat Cukup 0,00 0,00 37,03 62,97 100,00 54

62 Dari Tabel 9 nampak jelas bahwa jika ketersediaan sarana dan prasarana kebersihan lingkungan sangat kurang, maka keberdayaan masyarakat sebagian besar (90,69%) dalam tingkat sangat rendah dan sisanya sebesar 9,31 persen pada tingkat keberdayaan rendah. Hal ini, sangat kontras dengan keadaan keberdayaan masyarakat jika ketersediaan sarana dan prasarana kebersihan lingkungan cukup. Dalam keadaan seperti ini, ternyata sebagian besar tingkat keberdayaan masyarakat adalah tinggi (62,97%) dan sisanya (37,03%) pada tingkat keberdayaan sangat cukup. Adanya hubungan yang positif antara ketersediaan sarana dan prasarana dengan tingkat keberdayaan masyarakat, menunjukkan betapa pentingnya ketersediaan sarana dan prasarana kebersihan dalam upaya pemberdayaan masyarakat untuk pengelolaan sampah di Bandar Lampung. Petugas kebersihan lingkungan, khususnya petugas sampah kota merupakan salahsatu kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan. Jumlah petugas yang ada memberikan kontribusi terhadap keberhasilan program. Hubungan antara jumlah petugas kebersihan dengan keberdayaan masyarakat dalam kebersihan lingkungan disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Persepsi responden atas petugas kebersihan lingkungan menurut tingkat keberdayaan masyarakat (%) Keberdayaan masyarakat Jumlah petugas Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Jumlah Total (n) Sangat kurang 83,87 16,13 0,00 0,00 100,00 93 Kurang 0,00 100,00 0,00 0,00 100,00 115 Cukup 0,00 0,00 100,00 0,00 100,00 54 Sangat Cukup 0,00 0,00 58,53 41,47 100,00 82 Dari Tabel 10 terlihat jelas, bahwa jika jumlah petugas kebersihan lingkungan sangat kurang, maka keberdayaan masyarakat sebagian besar (83,87%) dalam tingkat sangat rendah dan sisanya sebesar 16,13 persen pada tingkat keberdayaan rendah. Hal ini, sangat berbeda sekali dengan keadaan keberdayaan masyarakat jika jumlah petugas kebersihan lingkungan cukup. Dalam keadaan seperti ini, ternyata tingkat keberdayaan masyarakat adalah tinggi (58,53%) dan sisanya (41,47%) pada tingkat keberdayaan tinggi.

63 Adanya hubungan yang positif antara jumlah petugas kebersihan lingkungan dengan tingkat keberdayaan masyarakat, menunjukkan bahwa semakin kurang jumlah petugas kebersihan maka terlihat adanya kecenderungan semakin rendah keberdayaan masyarakat. Nampak betapa pentingnya petugas kebersihan lingkungan dalam jumlah yang cukup sebagai upaya pemberdayaan masyarakat untuk pengelolaan sampah di Bandar Lampung. Kapasitas daya tampung TPA merupakan bagian penting dari program pengelolaan kebersihan lingkungan. Daya tampung yang ideal adalah yang mampu secara optimal menampung seluruh sampah kota dan memiliki usia daya tampung yang relatif lama. Hubungan antara kapasiatas tampung TPA dengan keberdayaan masyarakat dalam kebersihan lingkungan disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Persepsi responden atas kapasitas tampung TPA menurut tingkat keberdayaan masyarakat (%) Kapasitas tampung Tingkat pemberdayaan TPA Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Jumlah Total (n) Sangat kurang 100,00 0,00 0,00 0,00 100,00 70 Kurang 6,11 93,89 0,00 0,00 100,00 131 Cukup 0,00 11,30 88,70 0,00 100,00 62 Sangat Cukup 0,00 0,00 58,02 41,98 100,00 81 Dari Tabel 11 nampak secara jelas jika kapasitas daya tampung TPA kebersihan lingkungan sangat kurang, maka keberdayaan masyarakat mencapai 100 persen dalam tingkat sangat rendah. Hal ini, sangat kontras dengan keadaan keberdayaan masyarakat jika kapasitas daya tampung TPA sebagai bagian dari program kebersihan lingkungan memiliki kapasitas tampung yang cukup. Dalam keadaan seperti ini, ternyata sebagian besar tingkat keberdayaan masyarakat adalah cukup (58,02%) dan sebagian lainnya (41,98%) pada tingkat keberdayaan masyarakat yang tinggi. Adanya hubungan hubungan yang positif antara kapasitas tampung TPA dengan tingkat keberdayaan masyarakat, menunjukkan betapa pentingnya kapasitas daya tampung TPA sebagai bagian yang penting dari program pengelolaan kebersihan lingkungan dalam upaya pemberdayaan masyarakat untuk pengelolaan sampah di Bandar Lampung. Analisis hubungan antara kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan di kota Bandar Lampung yang berupa ketersediaan sarana dan

64 prasarana, jumlah petugas, dan kapasitas tampung TPA dengan tingkat keberdayaan masyarakat dilakukan dengan menggunakan uji kontingensi Fisher seperti disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Hasil uji koefisien kontigensi Fisher (Chi-Square) hubungan kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan dengan keberdayaan masyarakat Kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan dengan keberdayaan masyarakat 2 χ hitung 2 χ tabel Ketersediaan sarana dan prasarana 777,273 14,684 Jumlah petugas kebersihan 674,783 14,684 Kapasitas tampung TPA 675,482 14,684 Untuk melihat hubungan antara kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan di Kota Bandar Lampung yang dilihat dari ketersediaan sarana dan prasarana, jumlah petugas kebersihan, dan kapasitas tampung TPA dengan keberdayaan masyarakat, menggunakan program SPSS for windows 15 (Lampiran 9), diperoleh hasil perhitungan koefisien kontingensi sebagai berikut: 1) ketersediaan sarana prasarana dengan tingkat keberdayaan masyarakat, dengan chi square hitung lebih besar dari chi square tabel, dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara ketersediaan sarana prasarana dengan tingkat keberdayaan masyarakat 2) jumlah petugas kebersihan dengan tingkat keberdayaan masyarakat dengan chi square hitung lebih besar dari chi square tabel, dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan atau nyata antara jumlah petugas dengan tingkat keberdayaan masyarakat. 3) kapasitas tampung TPA dengan tingkat keberdayaan masyarakat, dengan chi square hitung lebih besar dari chi square tabel, dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara kapasitas tampung TPA dengan tingkat keberdayaan masyarakat. Hasil uji statistik menggunakan tabel kontingensi Fisher dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan atau nyata antara kebijakan dan program

65 pengelolaan kebersihan lingkungan dengan tingkat keberdayaan masyarakat kota Bandar Lampung. Tingkat keberdayaan masyarakat sangat tergantung pada ketersediaan sarana dan prasarana, jumlah petugas kebersihan, dan kapasitas daya tampung TPA. 3.6. Content analysis Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah Content analysis atau analisis isi dilakukan pada Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Pada analisis isi, dilakukan analisis awal terlebih dahulu. Analisis awal dituangkan dalam bentuk tabulasi pertanyaanpertanyaan kunci terhadap isi Undang-Undang Pengelolaan Sampah. Pertanyaanpertanyan ini menyangkut keterkaitan isi undang-undang dengan pemberdayaan masyarakat dalam program pengelolaan sampah. Pertanyaan kunci pertama menyangkut pengelolaan (management) dan pengelola (manager) yang paling terkait dengan pengelolaan sampah dalam pemberdayaan masyarakat. Pertanyaan kunci tersebut kemudian dibagi ke dalam beberapa kata kunci, yaitu: (1) asas, (2) tujuan, (3) pengurangan sampah, (4) penanganan sampah, (5) pengelolaan sampah spesifik, (6) hak, (7) kewajiban, (8) pembiayaan, (9) kompensasi, dan (10) pengawasan Pertanyaan kunci kedua menyangkut pengelola atau stakeholders yang paling berpengaruh/berperan terhadap pencapaian program pengelolaan sampah berkelanjutan. Pertanyaan kunci ini dibagi menjadi beberapa kata kunci, yaitu (1) pemerintah pusat, (2) pemerintah daerah, (3) pemerintah provinsi, (4) pemerintah kota/kabupaten, (5) masyarakat, dan (6) dunia usaha. Pertanyaan kunci ketiga menyangkut aturan kerja sama dan kemitraan antarstakeholders dalam pengelolaan sampah. Pertanyaan kunci tersebut, dibagi ke dalam beberapa kata kunci, yaitu (1) kerjasama antardaerah, dan (2) kemitraan. Untuk jelasnya jumlah pasal yang terkait dengan pengelolaan sampah dapat dilihat pada Gambar 6.

66 Gambar 6 Jumlah pasal terkait pertanyaan kunci pengelolaan sampah dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Berdasarkan hasil analisis pertanyaan kunci pertama menyangkut pengelolaan sampah, setidaknya terdapat 12 (dua belas) pasal terkait dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Berdasarkan 12 (dua belas) pasal tersebut, terdiri atas satu pasal asas pengelolaan, satu pasal tujuan pengelolaan, dua pasal kata kunci pengurangan sampah, satu pasal terkait penanganan sampah, satu pasal kata kunci pengelolaan sampah spesifik, satu pasal terkait kata kunci hak pengelolaan sampah, satu pasal kata kunci kewajiban pengelolaan, dua pasal kata kunci pembiayaan pengelolaan sampah, satu pasal kata kunci kompensasi, dan dua pasal kata kunci pengawasan. Peran pemerintah dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) peran utama, yaitu (1) wewenang, (2) tugas, (3) kewajiban, dan (4) tanggung jawab. Kewenangan pemerintah dalam pengelolaan sampah meliputi : (a) menetapkan kebijakan dan strategi nasional, (b) menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria, (c) memfasilitasi dan mengembangkan kerja sama antar daerah, kemitraan, dan jejaring, (d) menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja pemerintah daerah, dan (e) menetapkan kebijakan

67 penyelesaian perselisihan antar daerah. Terkait tugas, kewajiban dan tanggung jawab pemerintah, selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12. Lebih spesifik peran masyarakat dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, mengatur: (1) melakukan kegiatan pengurangan sampah menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam (Pasal 20 ayat 5), (2) dapat berperan dalam pengelolaan sampah yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah, melalui: (a) pemberian usul, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah dan/atau pemerintah daerah, (b) perumusan kebijakan pengelolaan sampah, dan/atau (c) pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian sengketa persampahan. (Pasal 28 ayat 1-2), (3) bentuk dan tata cara peran masyarakat diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau peraturan daerah (Pasal 28 ayat 3). Hasil analisis pertanyaan kunci kedua menyangkut peran stakeholdesr dalam pengelolaan sampah, setidaknya terdapat 13 (tiga belas) pasal yang terkait dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Untuk jelasnya, dapat dilihat pada gambar 7. Gambar 7 Jumlah pasal terkait pertanyaan kunci peran stakeholders pengelolaan sampah dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 Dari 13 pasal, tersebut, sebanyak 12 pasal memuat kata kunci peran pemerintah pusat, 10 (sepuluh) pasal memuat peran kata kunci pemerintah daerah, dua pasal memuat kata kunci peran pemerintah provinsi, satu pasal memuat kata kunci peran pemerintah kota/kabupaten, dua pasal memuat kata

68 kunci peran masyarakat, dan dua pasal memuat kata kunci peran dunia usaha. Hingga saat penyusunan laporan studi ini, peraturan pemerintah dan/atau peraturan daerah mengenai bentuk dan tata cara peran masyarakat belum ada, padahal bentuk dan tata cara peranserta masyarakat seperti yang disebutkan di atas harus mengacu pada kebijakan pemerintah. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pada dasarnya perlu diupayakan untuk segera menyusun PP dan atau Perda terkait ketentuan bentuk dan tata cara peranserta masyarakat dalam pengelolaan sampah, agar peranserta masyarakat dapat diakomodir. Untuk melihat keterkaitan aspek pengelolaan sampah dengan stakeholders dapat dilihat pada tabel 13. Tabel 13 Analisis isi keterkaitan aspek pengelolaan sampah dengan stakeholders Aspek pengelolaan Stakeholders Pemerintah Pemerintah Pemerintah Pemerintah Masyarakat Dunia Pusat Daerah Provinsi kota/kab. usaha Azas x x Tujuan x x x Pengurangan sampah Penanganan sampah Pengelolan sampah spesifik x x x x x x x x x x x Hak x x x Kewajiban x x x Pembiayaan x x x x Kompensasi x x Pengawasan xx x x x Hasil analisis pertanyaan kunci ketiga yang menyangkut kerjasama dan kemitraan antarstakeholders dalam pengelolaan sampah, setidaknya terdapat dua pasal terkait dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Berdasarkan dua pasal tersebut, terdiri atas satu

69 pasal memuat kata kunci kerjasama antardaerah, dan satu pasal memuat kata kunci kemitraan, jelasnya dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8 Jumlah pasal terkait pertanyaan kunci kerjasama dan kemitraan antarstakeholders pengelolaan sampah dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 Untuk melihat keterkaitan antara aspek kerjasama dengan stakeholders dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Analisis isi keterkaitan aspek kerjasama dengan stakeholders dalam pengelolaan sampah Aspek Kerjasama Stakeholders Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah Pemerintah Provinsi Pemerintah kota/kab. Masyarakat Dunia usaha Antardaerah x x x x Kemitraan x x x x Pada pasal 26 ayat 1 dan 2, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 disebutkan kerja sama dalam pengelolaan sampah dapat dilakukan antarpemerintah daerah dalam wujud pembuatan usaha bersama pengelolaan sampah. Lebih lanjut disebutkan bahwa pedoman kerjasama dan bentuk usaha

70 bersama antardaerah selanjutnya diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri (Pasal 26 ayat 3).Terkait dengan kemitraan, pemerintah daerah kabupaten/kota dapat bermitra dengan badan usaha pengelolaan sampah dalam penyelenggaraan sampah (Pasal 27 ayat 1). Tata cara pelaksanaan kemitraan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 27 ayat 3) Secara umum terlihat bahwa pada tataran undang-undang sebagian besar isinya (content) telah mengakomodasi berbagai aspek pengelolaan sampah (asas, tujuan, pengurangan sampah, penanganan sampah, pengelolaan sampah spesifik, hak dan kewajiban stakeholders, pembiayaan, kompensasi, dan pengawasan), peran stakeholders (pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat,dunia usaha), dan kerja sama serta kemitraan dalam pengelolaan sampah. Namun demikian Undangundang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tersebut, khusus untuk keterkaitan dengan pemberdayaan masyarakat, belum memuat bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat secara implisit dalam pengelolaan sampah. Oleh karena itu maka hal ini perlu ditindaklanjuti, dan dibahas pada penelitian ini. Undang-undang ini juga cukup banyak mengakomodasi regulasi yang berkaitan dengan pemerintah daerah dan masyarakat. Namun masih relatif sedikit memberikan regulasi bagi pengambil kebijakan di daerah, seperti gubernur, bupati/walikota dan stakeholders lainnya. Hal ini menjadi catatan penting untuk penyusunan regulasi turunannya (Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah). Hingga saat penelitian ini dilakukan peraturan turunan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 belum ada, sehingga diharapkan hasil penelitian ini akan dapat menjadi bahan masukan bagi pembuatan peraturan pemerintah sebagai turunan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008. Karena peraturan pemerintah merupakan acuan pelaksanaan, dan lebihh lanjut pada Pasal 47 ayat 1 disebutkan bahwa Peraturan pemerintah dan peraturan menteri yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang tersebut diundangkan.

71 Simpulan Hasil penelitan menunjukkan bahwa kebijakan dan program pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung saat ini, dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota, Dinas Pasar Kota Bandar Lampung, Satuan Organisasi Kebersihan Lingkungan (SOKLI) belum efektif. Sarana dan prasarana pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan masih terbatas, baik jumlah dan kualitasnya. TPA Bakung masih mampu menampung sampah kota Bandar Lampung selama 15-20 tahun apabila tingkat pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan secara optimal, jika tidak maka pada tahun 2012 TPA Bakung harus ditutup. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan tabel kontingensi Fisher dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan atau nyata antara kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan dengan keberdayaan masyarakat kota Bandar Lampung. Tingkat keberdayaan masyarakat sangat tergantung pada ketersediaan sarana dan prasarana, jumlah petugas kebersihan, dan kapasitas daya tampung TPA Dari hasil content analysis terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, dapat disimpulkan bahwa secara umum undang-undang tersebut sudah mengakomodir berbagai aspek pengelolaan sampah (asas, tujuan, pengurangan sampah, penanganan sampah, pengelolaan sampah spesifik, hak dan kewajiban stakeholder, pembiayaan, kompensasi, dan pengawasan), peran stakeholders (pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dunia usaha), dan kerjasama serta kemitraan dalam pengelolaan sampah. Namun demikian, keterkaitan dengan pemberdayaan masyarakat belum memuat secara jelas bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah.