BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang. memuaskan dibutuhkan suatu proses dalam belajar.

BAB I PENDAHULUAN. dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi (Goleman, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa pemerintah sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA TINGKAT I PRODI DIII KEBIDANAN STIKes YPIB MAJALENGKA TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu hendaknya dikelola baik

ARIS RAHMAD F

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan saat ini masih banyak orang yang cenderung

BAB I PENDAHULUAN. baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajarnya. Namun dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL (EQ) TERHADAP. PRESTASI KERJA KARYAWAN PADA PT. PLN (Persero) APJ DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu sekolah yang tidak lepas dari cita-cita mencetak

kebenaran yang didasarkan atas manfaat atau kegunaannya(soleh, 1988).

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tanpa pendidikan akan sulit

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN EFIKASI DIRI DENGAN PRESTASI BELAJAR

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

Metsi Daud 1. Keywords: Emotional Intelligence, Academic Achievement

BAB I PENDAHULUAN. Mencuatnya prestasi gemilang Gita Gutawa, meski masih berusia belia,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana

BAB I PENDAHULUAN. bersaing di era globalisasi dan tuntutan zaman. Masalah pendidikan perlu

PENGARUH BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL. Skripsi

I. PENDAHULUAN. Setiap diri cenderung memiliki emosi yang berubah-ubah. Rasa cemas merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. adalah kualitas guru dan siswa yang mesing-masing memberi peran serta

BAB I PENDAHULUAN. tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumberdaya manusia yang berkualitas. Dengan pendidikan. mengukur, menurunkan, dan menggunakan rumus-rumus matematika

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,

BAB I PENDAHULUAN. dihadapkan pada faktor-faktor penyebab stress yang semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani merupakan bagian dari proses pendidikan secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memiliki peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh dan memproses pengetahuan. Hal ini berarti Kondisi menjadikan

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dyah Kusuma Ayu Pradini, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. para siswa mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dalam upaya

KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN INTELEKTUAL MEMPENGARUHI PRESTASI BELAJAR SISWA

HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI KEIKUTSERTAAN DALAM EKSTRAKURIKULER BOLA BASKET DENGAN TINGKAT KECERDASAN EMOSIONAL

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk mengerti dan mengendalikan emosi (Susilo, 2008). rasional berfungsi utama pada jenis Homo sapiens, makhluk mamalia

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. formal maupun lembaga non-formal, karena lembaga-lembaga tersebut memegang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional di Indonesia berkembang seiring dengan perkembangan

Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas II SMA Negeri 2 Mataram

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 2010). Sehingga diupayakan generasi muda dapat mengikuti setiap proses

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan

ANALISIS FAKTOR INTERNAL YANG MEMPENGARUHI PRESTASI BELAJAR MAHASISWA D-IV BIDAN PENDIDIK

BAB I PENDAHULUAN. dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien. 1. perkembangan dan kelangsungan hidup suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar pada hakekatnya merupakan serangkaian

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan guru dalam pembelajaran di kelas. Guru diharapkan mampu lebih. pendidikannya atau yang akan terjun ke masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jiwa, kepribadian serta mental yang sehat dan kuat. Selayaknya pula seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung secara aktif dan integratif untuk mencapai suatu

BAB I PENDAHULUAN. Proyek konstruksi merupakan suatu industri yang melibatkan kerjasama yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

I. PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kemampuan mahasiswa itu sendiri, karena pada kenyataannya di antara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dewasa dimana usianya berkisar antara tahun. Pada masa ini individu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. juga dirasa sangat penting dalam kemajuan suatu negara karena berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era perdagangan bebas ASEAN 2016 sudah dimulai. Melahirkan tingkat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. terkait antara individu dan interaksi antara kelompok. Berbagai proses sosial dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syifa Zulfa Hanani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dan pendidikan tidak dapat dipisahkan, sebab pendidikan

KECERDASAN EMOSI PESERTA DIDIK PADA KELAS AKSELERASI DI SMP NEGERI 1 PURWOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. didik terdapat kekuatan mental penggerak belajar. Kekuatan mental yang

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Pendidikan merupakan usaha. sadar dan terencana untuk mewujudkan susasana belajar dan proses

BAB I PENDAHULUAN. untuk dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Proses belajar tersebut tercermin

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyelesaikan pendidikan di sekolah. Ketentuan ini mengacu pada Undang-

EFFECTIVENESS OF GROUP COUNSELING SERVICES TO IMPROVE EMOTIONAL INTELLIGENCE

BAB I PENDAHULUAN. malu, benci, dan ketakberdayaan pada realitas hidup. Stres bisa menyerang siapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diperhatikan, seperti waktu latihan, waktu makan, dan waktu istirahat pun diatur

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kegiatan perusahaan, karena peran karyawan sebagai subyek

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Goleman (1993), orang yang ber IQ tinggi, tetapi karena

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tinggi. Secara umum pendidikan perguruan tinggi bertujuan untuk

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA MTs SUNAN KALIJOGO KARANG BESUKI MALANG

PENGARUH INTELLIGENCE QUOTIENT

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah generasi penerus bangsa. Masa depan bangsa ini berada di

BAB II LANDASAN TEORI. prestasi belajar. Seperti yang dikatakan oleh Winkel (2009: 168) bahwa

MINAT SISWA MELANJUTKAN STUDI KE PERGURUAN TINGGI SISWA SMA NEGERI 1 TALANG PADANG TANGGAMUS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam suatu sekolah terjadi proses belajar mengajar yang kurang menyenangkan. Salah satu bentuk kecemasan yang dialami siswa dalam suatu sekolah adalah kecemasan menghadapi ujian. Hal ini dikarenakan dalam proses belajar mengajar, siswa tidak dapat terlepas dari ujian sebagai bahan evaluasi dari hasil belajar. Turmudhi (2004) menyatakan bahwa kecemasan siswa yang terlewat tinggi dalam menghadapi Ujian Tengah Semester (UTS) ataupun Ujian Akhir Semester (UAS) justru akan menurunkan kinerja otak siswa dalam belajar. Daya ingat, daya konsentrasi, maupun daya kritis siswa dalam belajar justru akan berantakan. Jika kecemasan itu sampai mengacaukan emosi, mengganggu tidur, menurunkan nafsu makan, dan menurunkan kebugaran tubuh, bukan saja kemungkinan gagal ujian justru semakin besar, tetapi juga kemungkinan siswa mengalami gangguan psikomatik dan problem dalam berinteraksi sosial. Menurut Franken, tes atau ujian yang dilakukan sehari-hari di sekolah juga dipersepsikan sebagai sesuatu yang mengancam dan persepsi tersebut menghasilkan perasaan tertekan bahkan panik. Keadaan tertekan dan panik akan menurunkan hasil-hasil belajar (Winarsunu, 2009). 1

Sieber menyatakan kecemasan dalam ujian merupakan faktor penghambat dalam belajar yang dapat mengganggu kinerja fungsi-fungsi psikologis seseorang, seperti dalam berkonsentrasi, mengingat, takut gagal, pembentukan konsep, dan pemecahan masalah. Pada tingkat kronis dan akut, gejala kecemasan dapat berbentuk gangguan fisik (somatik), seperti gangguan pada saluran pencernaan, sering buang air, gangguan jantung, sesak di dada, gemetaran bahkan pingsan (Sudrajat, 2008). Sedangkan Hasan (2007) menyatakan bahwa siswa mungkin membayangkan tingkat kesulitan soal yang sangat tinggi, sehingga memicu kecemasannya yang tidak hanya soal yang sulit saja yang tidak dapat dijawab, tetapi juga soal-soal yang mudah yang sebenarnya sudah dikuasai. Wujud dari rasa cemas ini bermacam-macam, seperti jantung berdebar lebih keras, keringat dingin, tangan gemetar, tidak bisa berkonsentrasi, kesulitan dalam mengingat, gelisah, atau tidak bisa tidur malam sebelum tes. Sejak tahun 2003, Pemerintah Indonesia telah menetapkan Ujian Nasional sebagai salah satu standar kelulusan siswa SMA/Sederajat. Dari tahun ke tahun, angka standar kelulusan yang ditetapkan oleh Pemerintah pun semakin meningkat dan menjadi skor minimal yang harus dipenuhi siswa sekolah di seluruh Indonesia agar dapat lulus dan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 59 tahun 2011, tanggal 16 Desember 2011 mengenai Ujian Nasional tahun pelajaran 2011/2012, Ujian Nasional (UN) 2

bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Hasil UN tersebut akan digunakan sebagai pemetaan mutu satuan pendidikan, seleksi masuk ke jenjang pendidikan selanjutnya, penentuan kelulusan siswa, dan pertimbangan dalam pembinaan serta pemberian bantuan kepada satuan pendidikan, dalam rangka peningkatan mutu pendidikan secara nasional. Meskipun UN masih dalam ruang yang kontroversial, namun kenyataannya harus tetap diikuti dan tetap berfungsi sebagai pertimbangan yang dapat memutuskan seorang siswa bernasib baik (lulus) atau buruk (tidak lulus). Siswa yang bernasib buruk konsekuensinya mengulang satu tahun lagi untuk selanjutnya mengikuti UN tahun berikutnya atau mengikuti paket C. Dalam situasi seperti ini, akan muncul perasaan tertekan, kekhawatiran, dan ketakutan akan kegagalan dalam mengerjakan UN. Tentu saja derajat kecemasan siswa berbeda-beda. Namun prinsipnya, tinggi rendahnya kecemasan seorang siswa terhadap sesuatu ditentukan oleh berat ringannya konsekuensi yang akan diterimanya jika mengalami kegagalan. Kenyatan tidak lulus dan harus mengulangi kelas XII lagi jika gagal ujian adalah konsekuensi yang sangat berat bagi siswa yang berkecenderungan besar menimbulkan kecemasan (Winarsunu, 2009). Penelitian Hill (1980) yang melibatkan 10.000 ribu siswa sekolah dasar dan menengah di Amerika menunjukkan bahwa sebagian besar siswa yang mengikuti tes gagal menunjukkan kemampuannya yang sebenarnya 3

disebabkan oleh situasi dan suasana ujian yang membuat cemas. Sebaliknya, para siswa ini memperlihatkan hasil yang lebih baik jika berada pada kondisi yang lebih optimal, dalam arti unsur-unsur yang membuat siswa berada di bawah tekanan dikurangi atau dihilangkan sama sekali. Ini menunjukkan bahwa sebenarnya para siswa tersebut menguasai materi yang diujikan tapi gagal memperlihatkan kemampuannya yang sebenarnya karena kecemasan yang dirasakan saat menghadapi Ujian (Hasan, 2007). Santrock menjelaskan bahwa beberapa siswa yang berhasil dalam ujian adalah siswa-siswa yang memiliki taraf kecemasan yang moderat atau sedang. Sedangkan siswa yang memiliki taraf kecemasan yang tinggi berhubungan dengan rendahnya nilai ujian yang diperolehnya. Pada penelitian meta-analitik mengenai kecemasan terhadap ujian yang dilakukan Hembree ditemukan bahwa 1) siswa perempuan mengalami kecemasan lebih tinggi dari pada yang laki-laki; 2) kecemasan terhadap ujian secara langsung berhubungan dengan perasaan tidak suka terhadap tes, ketakutan dalam mengikuti ujian, dan ketrampilan belajar yang tidak efektif (Winarsunu, 2009). Ujian Nasional merupakan salah satu proses belajar di sekolah yang sifatnya kompleks dan menyeluruh. Banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi yang tinggi dalam ujian, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi, karena inteligensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan 4

pada gilirannya akan menghasilkan prestasi belajar yang optimal. Menurut Binet dalam Winkel (1997) hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu, dan untuk menilai keadaan diri secara kritis dan objektif. Kenyataannya, dalam proses belajar mengajar di sekolah sering ditemukan siswa yang tidak dapat meraih prestasi belajar yang setara dengan kemampuan inteligensinya. Ada siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi tetapi memperoleh prestasi belajar yang relatif rendah, namun ada siswa yang walaupun kemampuan inteligensinya relatif rendah, dapat meraih prestasi belajar yang relatif tinggi. Itu sebabnya taraf inteligensi bukan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan seseorang, karena ada faktor lain yang mempengaruhi. Menurut Goleman (2000), kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, di antaranya adalah kecerdasan emosi atau Emotional Quotient (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama. Hasil beberapa penelitian di University of Vermont mengenai analisis struktur neurologis otak manusia dan penelitian perilaku oleh LeDoux (1970) menunjukkan bahwa dalam peristiwa penting kehidupan seseorang, EQ selalu mendahului intelegensi rasional. EQ yang baik dapat 5

menentukan keberhasilan individu dalam prestasi belajar, membangun kesuksesan karir, mengembangkan hubungan suami-istri yang harmonis, dan dapat mengurangi agresivitas, khususnya dalam kalangan remaja (Goleman, 2002). Kemunculan istilah kecerdasan emosi dalam pendidikan, bagi sebagian orang mungkin dianggap sebagai jawaban atas kejanggalan tersebut. Teori Daniel Goleman, sesuai dengan judul bukunya, memberikan definisi baru terhadap kata cerdas. Walaupun EQ merupakan hal yang relatif baru dibandingkan IQ, namun beberapa penelitian telah mengisyaratkan bahwa kecerdasan emosi tidak kalah penting dengan IQ (Goleman, 2002). Menurut Goleman (2002), kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. Menurut Goleman, khusus pada orang-orang yang murni hanya memiliki kecerdasan akademis tinggi, orang tersebut cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung menarik diri, terkesan dingin dan cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat. Bila didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan emosinya, maka orang-orang seperti ini sering menjadi sumber 6

masalah. Karena sifat-sifat di atas, bila seseorang memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosinya rendah maka cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah frustrasi, sering merasa cemas, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan dan cenderung putus asa bila mengalami stres. Kondisi sebaliknya, dialami oleh orang-orang yang memiliki taraf IQ rata-rata namun memiliki kecerdasan emosi yang tinggi. Jika seseorang dapat mengenali, meregulasi, dan mengelola emosi yang muncul, maka persoalan yang terjadi dalam kehidupannya dapat dengan lebih mudah terselesaikan. Kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih, dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, serta mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual didefinisikan sebagai kecerdasan emosi (Salovey, 2007). Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dengan kecemasan dalan menghadapi Ujian Nasional pada siswa SMA. B. Perumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini, yaitu: Adakah hubungan antara kecerdasan emosi dengan kecemasan dalam menghadapi Ujian Nasional 2012 pada siswa SMA? 7

C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dengan kecemasan dalam menghadapi Ujian Nasional 2012 pada siswa SMA. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritik a. Menambah wawasan psikiatri mengenai apakah ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan kecemasan b. Memberikan tambahan informasi ada atau tidaknya hubungan antara kecerdasan emosi dengan kecemasan 2. Manfaat Aplikatif Hasil penelitian dapat digunakan sebagai pembanding atau pustaka bagi para peminat masalah yang berhubungan dengan kecerdasan emosi dan kecemasan, atau sebagai bahan penelitian selanjutnya. 8