BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Infestasi Pediculus (kutu) ke manusia sebenarnya sudah ada sejak ribuan tahun lalu, salah satunya adalah Pediculus capitis. Terdapat 3 spesies kutu yang sering menginfestasi manusia yaitu Pthirus pubis (crab house) pada area pubis, Pediculus capitis (the head louse) pada area kepala dan Pediculus corporis (the body louse) pada area tubuh manusia dan pakaian (Orkin et al., 1991). Secara morfologi, Pediculus capitis mempunyai 3 fase yakni fase telur, nimfa dan kutu dewasa. Telur menetas menjadi nimfa dalam waktu 5-11 hari pada suhu 21-36 C (Brown, 1983). Nimfa menjadi kutu dewasa dalam waktu 2-3 minggu. Kutu dewasa akan hidup sekitar 4 minggu sebelum akhirnya mati (Rassner, 1995). Prevalensi dan insidensi pediculosis capitis pada anak-anak cukup tinggi di berbagai negara. Pediculosis capitis biasanya menyerang pada anak-anak usia 5-13 tahun (Davarpanah, 2009). Berdasarkan studi di Eropa, prevalensi pediculosis capitis menunjukkan kisaran 1-20% (Feldmer, 2012). Dalam beberapa tahun, di Amerika
tidak terdapat area yang bebas dari pediculosis capitis (Orkin et al., 1991). Banyak faktor risiko yang mempengaruhi penyebaran pediculosis capitis antara lain faktor kepadatan hunian, kebersihan diri, tingkat pengetahuan, umur, jenis kelamin, status ekonomi sosial dan karakteristik rambut (Ebomoyi, 1988; Gulgun et al., 2013; Degerli et al., 2013). Informasi penyakit pediculosis capitis yang terjadi pada anak-anak juga didapatkan dari penelitian yang dilakukan di sekolah dasar Ladkrabang, Bangkok timur. Pada penelitiannya menyebutkan bahwa penyakit pediculosis capitis paling banyak menyerang pada perempuan daripada laki-laki (Rassami dan Soonwera, 2012). Selain disekolah, pediculosis capitis juga sering menyerang anak-anak yang tinggal bersama dalam sebuah asrama atau pesantren. Pesantren merupakan sekolah dengan asrama yang dihuni oleh anak-anak yang disebut dengan santri. Banyaknya jumlah anak yang tinggal dan menetap dalam pesantren menyebabkan anakanak mudah terinfestasi Pediculus capitis. Pada umumnya, para santri berisiko untuk menderita pediculosis capitis karena kurangnya kesadaran akan perilaku hidup sehat dan bersih di pesantren (Depkes, 2007). Selain itu, penularan pediculosis capitis juga
dapat melalui kontak langsung antar kepala penderita dengan orang lain, maupun kontak tidak langsung melalui peminjaman barang seperti sisir, bantal dan topi yang digunakan bersama-sama (Alatas dan Linuwuh, 2013). Penelitian yang dilakukan di Pesantren daerah Jombang menunjukkan bahwa 50 santri (100%) terinfestasi Pediculus capitis dari 50 subjek yang diperiksa rambutnya (Wijayanti, 2007). Tingginya angka pediculosis capitis yang tidak tertangani dapat menyebabkan anak-anak mengalami penurunan konsentrasi dalam belajar, kualitas tidur yang menurun pada malam hari, merasa malu, rendah diri, kecemasan orang tua dan bisa menyebar ke orang lain (Leung, 2005; Restiana, 2010; Alatas dan Linuwuh, 2013). Pediculosis capitis masih dianggap penyakit yang kurang menjadi perhatian di Indonesia, termasuk di Bantul, Yogyakarta. Alasan dipilihnya pesantren di Bantul yakni pesantren mempunyai risiko cukup besar karena santri tinggal dan menetap bersama serta belum ada penelitian yang dilakukan di pesantren daerah Bantul, Yogyakarta mengenai perilaku kebersihan diri dan kepadatan hunian terhadap kejadian pediculosis capitis. Penelitian pediculosis capitis yang dilakukan di pesantren pun masih sedikit. Oleh karena itu,
penelitian ini perlu dilakukan untuk mencari tahu bagaimana hubungan kebersihan diri dan kepadatan hunian terhadap kejadian pediculosis capitis di Pesantren Al Fataa, Bantul, Yogyakarta. I.2 Perumusan Masalah 1. Bagaimana hubungan perilaku kebersihan diri terhadap kejadian pediculosis capitis di Pesantren Al Fataa, Bantul, Yogyakarta? 2. Bagaimana hubungan kepadatan hunian santri terhadap kejadian pediculosis capitis di Pesantren Al Fataa, Bantul, Yogyakarta? I.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui hubungan perilaku kebersihan diri terhadap kejadian pediculosis capitis di Pesantren Al Fataa, Bantul, Yogyakarta. 2. Mengetahui hubungan kepadatan hunian terhadap kejadian pediculosis capitis di Pesantren Al Fataa, Bantul, Yogyakarta. I.4 Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi kepada pemerintah dan masyarakat tentang kejadian pediculosis capitis di Pesantren Al Fataa, Bantul, Yogyakarta.
2. Melengkapi penelitian lainnya dalam pembahasan mengenai perilaku kebersihan diri dan kepadatan hunian terhadap kejadian pediculosis capitis. 3. Mengingatkan santri tentang perilaku kebersihan diri guna meningkatkan perilaku hidup sehat dan bersih. 4. Penelitian ini dapat memberi masukan pada pengelola pesantren untuk meningkatkan pengawasan kebersihan individu pada santri. I.5 Keaslian Penelitian Berikut penelusuran kepustakaan dalam bentuk artikel dan jurnal tentang perilaku kebersihan diri dan kepadatan hunian terhadap kejadian pediculosis capitis di pesantren : 1. Wijayanti (2007), dengan judul Hubungan antara Perilaku Sehat dengan Angka Kejadian Pedikulosis Kapitis pada Santriwati Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang. Studi Wijayanti meneliti santri putri tingkat SMP, berbeda dengan subjek pada penelitian ini yakni seluruh santri yang tinggal di pesantren baik putra maupun putri. 2. Restiana (2010), dengan judul Hubungan Berbagai Faktor Resiko Terhadap Angka Kejadian Pedikulosis Kapitis di Asrama. Studi Restiana meneliti santri
putri, berbeda dengan subjek pada penelitian ini yakni seluruh santri yang tinggal di pesantren baik putra maupun putri. 3. Nuraningtyas (2011), dengan judul Faktor Resiko Pediculosis Capitis pada Remaja Putri di Pesantren Al Ikhlas Mulyorejo Panceng Gresik. Studi Nuraningtyas meneliti santri putri, berbeda dengan subjek pada penelitian ini yakni seluruh santri yang tinggal di pesantren baik putra maupun putri. 4. Zhen (2011), dengan judul The Prevalence of Head Lice Infestation and Its Relationship with Hygiene and Knowledge Among Urban School Children in Yogyakarta. Studi Zhen meneliti variabel bebas : tingkat pengetahuan pada siswa SD di Yogyakarta, berbeda dengan penelitian ini yakni kepadatan hunian di pesantren. 5. Munusamy (2011), dengan judul The Relationship Between The Prevalence of Head Lice Infestation with Hygiene and Knowledge Among The Rural School Children In Yogyakarta. Studi Munusamy meneliti variabel bebas : tingkat pengetahuan pada siswa SD di Yogyakarta, berbeda dengan penelitian ini yakni kepadatan hunian di pesantren.
6. Alatas dan Linuwuh (2013), dengan judul Hubungan Tingkat Pengetahuan Mengenai Pedikulosis Capitis dengan Karakteristik Demografi Santri Pesantren X, Jakarta Timur. Studi Alatas dan Linuwuh meneliti tingkat pengetahuan pada santri Pesantren X di Jakarta Timur, berbeda dengan penelitian ini yakni perilaku kebersihan diri dan kepadatan hunian pada pesantren di Al Fataa, Bantul, Yogyakarta. Belum ada penelitian mengenai perilaku kebersihan diri dan kepadatan hunian yang dilakukan di pesantren daerah Bantul, Yogyakarta sehingga keasliannya dapat dipertanggungjawabkan.