ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI KONDOM DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KASOKANDEL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2015 Yeti Yuwansyah Penggunaan alat kontrasepsi sangat penting untuk mengatur jarak dan jumlah kelahiran. Penggunaan alat kontrasepsi saat ini masih rendah. Penggunaan alat kontasepsi di UPTD Puskesmas Kasokandel mengalami penurunan dari 3,8% pada tahun 2014 menjadi 3,3% pada tahun 2014. Penggunaan alat kontrasepsi dapat dipengaruhi oleh faktor umur, jumlah anak, pendidikan dan dukungan pasangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan alat kontrasepsi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kasokandel Kabupaten Majalengka tahun 2015. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan desain case control, populasi penelitiannya yaitu populasi kasus yaitu akseptor yang menggunakan alat kontrasepsi sebanyak 215 akseptor dan populasi kontrol yaitu akseptor yang menggunakan alat kontrasepsi bukan sebanyak 6.215 akseptor dengan sampel menggunakan perbandingan 1 : 1 yaitu sebanyak 136 kasus : 136 kontrol. Uji hipotesis yang digunakan yaitu chi square dengan α = 0,05 disertai nilai OR. Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan umur akseptor dengan rendahnya penggunaan alat kontrasepsi (p value = 0,0001 dan OR = 5,06), ada hubungan tingkat pendidikan dengan rendahnya penggunaan alat kontrasepsi (p value = 0,0001 dan OR = 2,85) dan ada hubungan dukungan pasangan dengan rendahnya penggunaan alat kontrasepsi (p value = 0,004 dan OR = 2,11), namun tidak ada hubungan paritas dengan rendahnya penggunaan alat kontrasepsi (p value = 0,068). Perlunya meningkatkan kegiatan penyuluhan dan konseling mengenai KB terutama pada akseptor yang berusia > 35 tahun, mempunyai anak > 2, berpendidikan rendah dan yang tidak mendapatkan dukungan pasangan. PENDAHULUAN Pembangunan nasional di bidang kependudukan dan keluarga berencana yang dilaksanakan secara berkesinambungan telah memberikan dampak positif terhadap pemecahan masalah-masalah kependudukan. Meskipun pembangunan di bidang kependudukan telah mencapai berbagai keberhasilan, tetapi masih terdapat beberapa masalah yaitu masih tingginya laju pertumbuhan penduduk, struktur umur penduduk yang kurang menguntungkan, tingkat kematian bayi tinggi dan persebaran yang belum merata (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2014).
Saat ini penduduk Indonesia kurang lebih berjumlah 228 juta jiwa dengan pertumbuhan penduduk 1,64 % dan Total Fertility Rate (TFR) 2,6. Dari segi kuantitas jumlah penduduk Indonesia cukup besar tetapi dari sisi kualitas melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kondisi Indonesia sangat memprihatinkan karena dari 117 negara, Indonesia di posisi 108. Tingginya laju pertumbuhan yang tidak diiringi peningkatan kualitas penduduk ini akan berpengaruh kepada tingkat kehidupan dan kesejahteraan penduduk (Handayani, 2010). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2014 penggunaan KB saat ini di Indonesia meningkat dari 55,8% pada tahun 2010 menjadi 59,7% pada tahun 2014. Dari 59,7% yang menggunakan KB saat ini diantaranya 59,3% menggunakan cara modern yaitu 51,9% penggunaan KB hormonal dan 7,5% non-hormonal. Menurut metodenya 10,2% penggunaan kontrasepsi jangka panjang (MKJP) dan 49,1% non-mkjp. akseptor KB di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2014 sebanyak 2,27 juta akseptor. Akseptor yang menggunakan kontrasepsi MKJP sebanyak 427.447 akseptor (18,8%), sementara yang menggunakan kontrasepsi non MKJP sebanyak 1.855.236 akseptor (81,2%). Adapun jumlah akseptor yang menggunakan pada tahun 2014 sebesar 1,3% (Profil Kesehatan Propinsi Jawa Barat, 2014). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka tahun 2014 pengguaan kontrasepsi sebanyak 169.427 orang. Penggunaan kontrasepsi berdasarkan metodenya yang menggunakan kontrasepsi MKJP sebanyak 25.842 akseptor diantaranya yang menggunakan IUD sebanyak 8.497 akseptor (5,02%), MOP sebanyak 2.515 akseptor (1,48%), MOW sebanyak 7.350 akseptor (4,34%), implan sebanyak 7.460 akseptor (4,41%), 1 sedangkan yang menggunakan kontrasepsi Non MKJP sebanyak 143.585 diantaranya yang menggunakan suntik sebanyak 107.552 akseptor (63,48%), pil sebanyak 27.987 akseptor (16,52%) dan sebanyak 2.501 akseptor (1,48%) (Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, 2014). Pencapaian masing jenis alat kontrasepsi berbeda-beda. Dalam memilih alat kontrasepsi yang perlu diperhatikan adalah tingkat efektivitas terhadap pencegahan kehamilan, efek samping bagi pemakaiannya dan juga harganya yang dapat terjangkau. Salah satu alat kontrasepsi yang mempunyai keuntungan dapat mencegah kehamilan, dapat diandalkan dan harganya relatif murah adalah (Nasution, 2011). Meskipun mempunyai keunggulan dari segi harga yaitu lebih ekonomis dan dapat mencegah kehamilan jika penggunaannya tepat, namun angka penggunaanya ternyata masih rendah. Manfaat masih belum disadari penuh oleh masyarakat umum yang diduga salah satu penyebab penggunaan saat ini masih rendah (Irwandi, 2014). Rendahnya penggunaan kontrasepsi dapat dipengaruhi oleh bebarapa faktor. Menurut Nasution (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang menggunakan alat kontrasepsi adalah faktor umur PUS, pendidikan, jumlah anak, usia pernikahan, daerah tempat tinggal dan akses pelayanan. Sementara menurut Hartanto (2010) faktor yang mempengaruhi seseorang menggunakan alat kontrasepsi terdiri dari faktor pasangan, faktor kesehatan dan faktor metode kontrasepsi. Faktor pasangan yaitu umur, gaya hidup, jumlah anak
yang diinginkan dan dukungan. Faktor kesehatan yaitu status kesehatan, riwayat haid, riwayat keluarga, pemeriksaan fisik dan faktor metode kontrasepsi meliputi efektivitas, efek samping minor, kerugian, komplikasi yang potensial dan biaya. Berdasarkan data Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka tahun 2014, diketahui bahwa salah satu Puskesmas dengan angka penggunaan kontrasepsi tertinggi terdapat di UPTD Puskesmas Kasokandel yaitu sebanyak 330 orang (3,88%) dari 6.781 akseptor dan pada tahun 2014 mengalami penurunan menjadi 215 orang (3,3%) dari 6.430 akseptor. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan alat kontrasepsi di UPTD Puskesmas Kasokandel mengalami penurunan. Penggunaan alat kontrasepsi dapat dipengaruhi oleh faktor umur, jumlah anak, pendidikan dan dukungan pasangan. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan alat kontrasepsi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kasokandel Kabupaten Majalengka tahun 2015. METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik dengan menggunakan pendekatan case control yaitu suatu penelitian dimana efek (penyakit atau status kesehatan) diidentifikasikan pada saat ini, kemudian faktor resiko diindentifikasi adanya atau terjadinya pada waktu yang lalu. (Notoatmodjo, 2005). Populasi dalam penelitian ini terdiri dari dua macam yaitu populasi kasus dan populasi kontrol. Populasi kasus yaitu akseptor yang menggunakan alat kontrasepsi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kasokandel Kabupaten Majalengka yaitu sebanyak 215 akseptor dan populasi kontrol yaitu akseptor yang menggunakan alat kontrasepsi bukan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kasokandel Kabupaten Majalengka sebanyak 6.215 akseptor. Berdasarkan hasil penghitungan besar sampel dalam penelitian ini sebanyak 272 akseptor dengan menggunakan perbandingan 1 : 1 yaitu 136 kasus : 136 kontrol. HASIL PENELITIAN 1. Analisis Univariat a. Gambaran Kasus dan Kontrol berdasarkan Umur Akseptor Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kasus dan Kontrol berdasarkan Umur Umur Akseptor f % f % f %
< 35 tahun 122 89,7 86 63,2 208 76,5 > 35 tahun 14 10,3 50 36,8 64 23,5 136 100 136 100 272 100 Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa akseptor yang tidak menggunakan dengan umur < 35 tahun sebesar 89,7%, sedangkan pada akseptor yang menggunakan dengan umur < 35 tahun sebesar 63,2%. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi akseptor di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kasokandel Kabupaten Majalengka tahun 2014 yang tidak menggunakan dengan umur < 35 tahun lebih besar dibandingkan dengan proporsi akseptor yang menggunakan dengan umur < 35 tahun. b. Gambaran Kasus dan Kontrol berdasarkan Anak Akseptor Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kasus dan Kontrol berdasarkan Anak Anak f % f % f % < 2 anak 71 52,2 55 40,4 126 46,3 > 2 anak 65 47,8 81 59,6 146 53,7 136 100 136 100 272 100 Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa akseptor yang tidak menggunakan dengan jumlah anak < 2 sebesar 52,2%, sedangkan pada akseptor yang menggunakan dengan jumlah anak < 2 sebesar 40,4%. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi akseptor di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kasokandel Kabupaten Majalengka tahun 2014 yang tidak menggunakan dengan jumlah anak < 2 lebih besar dibandingkan dengan proporsi akseptor yang menggunakan dengan jumlah anak < 2. a. Gambaran Kasus dan Kontrol berdasarkan Pendidikan Akseptor Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Kasus dan Kontrol berdasarkan Pendidikan Akseptor Pendidikan Akseptor f % f % f %
Rendah 113 83,1 86 63,2 199 73,2 Tinggi 23 16,9 50 36,8 73 26,8 136 100 136 100 272 100 Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa akseptor yang tidak menggunakan dengan pendidikan rendah sebesar 83,1%, sedangkan akseptor yang menggunakan dengan pendidikan rendah sebesar 63,2%. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi akseptor di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kasokandel Kabupaten Majalengka tahun 2014 yang tidak menggunakan dengan pendidikan rendah lebih besar dibandingkan dengan proporsi akseptor yang menggunakan dengan pendidikan rendah. d. Gambaran Kasus dan Kontrol berdasarkan Dukungan Pasangan Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Kasus dan Kontrol berdasarkan Dukungan Pasangan Dukungan Pasangan f % f % f % 75 55,1 50 36,8 125 46,0 Ya 61 44,9 86 63,2 147 54,0 136 100 136 100 272 100 Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa akseptor yang tidak menggunakan dengan tidak ada dukungan pasangan sebesar 55,1%, sedangkan pada akseptor yang menggunakan dengan tidak ada dukungan pasangan sebesar 36,8%. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi akseptor di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kasokandel Kabupaten Majalengka tahun 2014 yang tidak menggunakan dengan tidak ada dukungan pasangan lebih besar dibandingkan dengan proporsi akseptor yang menggunakan dengan tidak ada dukungan pasanga. 2. Analisis Bivariat a. Hubungan Umur Akseptor dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kasokandel Kabupaten Majalengka Tahun 2014 Umur Akseptor P Value OR (95%CI)
f % f % f % < 35 tahun 122 89,7 86 63,2 208 76,5 > 35 tahun 14 10,3 50 36,8 64 23,5 0,0001 136 100 136 100 272 100 Berdasarkan hasil uji statistik di atas menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna yang terlihat dari nilai p value = 0,0001 dan OR = 5,06 (95%CI : 2,63-9,74) sehingga p value < 0,05. Hal ini berarti hipotesis nol ditolak dengan demikian maka ada hubungan umur akseptor dengan rendahnya penggunaan alat kontrasepsi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kasokandel Kabupaten Majalengka Tahun 2014. Berdasarkan nilai OR sebesar 5,06 yang berarti bahwa akseptor yang berusia < 35 tahun 5,06 kali lebih besar tidak akan menggunakan dibanding akseptor yang berusia > 35 tahun. 5,06 (2,63-9,74) b. Hubungan Anak terhadap dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kasokandel Kabupaten Majalengka Tahun 2014 anak f % f % f % < 2 anak 71 52,2 55 40,4 126 46,3 > 2 anak 65 47,8 81 59,6 146 53,7 136 100 136 100 272 100 P Value 0,068 OR (95%CI) 1,60 (0,99-2,60) Berdasarkan hasil uji statistik di atas menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna yang terlihat dari nilai p value = 0,068 dan OR = 1,60 (95%CI : 0,99-2,60) sehingga p value > 0,05. Hal ini berarti hipotesis nol gagal ditolak dengan demikian maka tidak ada hubungan paritas dengan rendahnya penggunaan alat kontrasepsi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kasokandel Kabupaten Majalengka Tahun 2014. Berdasarkan nilai OR diketahui bahwa penggunaan lebih rendah 1,606 kali lebih besar terdapat pada askeptor yang mempunyai anak < 2 dibanding akseptor yang mempunyai anak > 2. c. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kasokandel Kabupaten Majalengka Tahun 2014 Tingkat Pendidikan P Value OR (95%CI)
f % f % f % Rendah 113 83,1 86 63,2 199 73,2 Tinggi 23 16,9 50 36,8 73 26,8 0,0001 136 100 136 100 272 100 Berdasarkan hasil uji statistik di atas menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna yang terlihat dari nilai p value = 0,0001 dan OR = 2,85 (95%CI : 1,61-5,04) sehingga p value < 0,05. Hal ini berarti hipotesis nol ditolak dengan demikian maka ada hubungan tingkat pendidikan dengan rendahnya penggunaan alat kontrasepsi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kasokandel Kabupaten Majalengka Tahun 2014. Berdasarkan nilai OR sebesar 2,85 yang berarti bahwa akseptor yang pendidikannya rendah 5,06 kali lebih besar tidak akan menggunakan dibanding akseptor yang pendidikannya tinggi. d. Hubungan Dukungan Pasangan dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kasokandel Kabupaten Majalengka Tahun 2014 2,85 (1,61-5,04) Dukungan Pasangan f % f % f % 75 55,1 50 36,8 125 46,0 Ya 61 44,9 86 63,2 147 54,0 136 100 136 100 272 100 P Value 0,004 OR (95%CI) 2,115 (1,30-3,46) Berdasarkan hasil uji statistik di atas menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna yang terlihat dari nilai p value = 0,004 dan OR = 2,115 (95%CI : 1,30-3,46) sehingga p value < 0,05. Hal ini berarti hipotesis nol ditolak dengan demikian maka ada hubungan dukungan pasangan dengan rendahnya penggunaan alat kontrasepsi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kasokandel Kabupaten Majalengka Tahun 2014. Berdasarkan nilai OR sebesar 2,11 yang berarti bahwa akseptor yang tidak ada dukungan pasangan 2,11 kali lebih besar tidak akan menggunakan dibanding akseptor yang ada dukungan pasangan. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada hubungan umur akseptor dengan penggunaan alat kontrasepsi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kasokandel Kabupaten Majalengka Tahun 2014. Adanya hubungan karena umur
berkaitan dengan kematangan dan kedewasaan seseorang sehingga semakin matang maka akseptor akan menggunakan kontrasepsi sesuai dengan kebutuhannya. Hasil penelitian ini sejalan dengan Menurut Hartanto (2010), umur di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun sangat berisiko terhadap kehamilan dan melahirkan, sehingga berhubungan erat dengan pemakaian alat kontrasepsi. Periode umur wanita antara 20 35 tahun adalah periode yang paling baik untuk melahirkan. Pasangan usia subur yang telah melahirkan anak pertama pada periode ini, sangat dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi dengan tujuan untuk menjarangkan kehamilan. Apabila ibu merencanakan untuk mempunyai anak, kontrasepsi dapat dihentikan sesuai keinginan ibu dan kesuburan akan segera kembali. Hasil penelitian ini sejalan Handayani (2010) bawha dengan kesehatan pasangan usia subur (PUS) sangat memengaruhi kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga waktu melahirkan, jumlah kelahiran atau banyaknya anak yang dimiliki dan jarak anak tiap kelahiran. Maka dari itu umur merupakan salah satu faktor seseorang untuk menjadi akseptor, sebab umur berhubungan dengan potensi reproduksi dan juga untuk menentukan perlu tidaknya seseorang melakukan vasektomi dan tubektomi sebagai cara kontrasepsi. Sementara menurut Suprihastuti dalam Ekarini (2008), diketahui bahwa umur pemakai alat kontrasepsi pria cenderung lebih tua dibanding yang tidak pemakai alat kontrasepsi. Indikasi ini memberi petunjuk bahwa kematangan pria juga ikut mempengaruhi untuk saling mengerti dalam kehidupan keluarga. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sianturi (2014) di Kabupaten Serdang Bedagai menyatakan bahwa ada hubungan umur dengan penggunaan alat kontrasepsi dan hasil penelitian sejalan dengan Barliantari (2010) di Jakarta Timur bahwa ada hubungan antara umur dengan penggunakan pada PUS. Adanya hubungan antara umur dengan penggunaan alat kontasepsi maka petugas kesehatan untuk lebih memperhatikan akseptor pada usia > 35 tahun agar menggunakan dan memilih alat kontrasepsi yang baik dan tepat. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada hubungan paritas dengan rendahnya penggunaan alat kontrasepsi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kasokandel Kabupaten Majalengka Tahun 2014. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori Nasution (2010) bahwa ibu yang telah memiliki 2 anak dianjurkan untuk menggunakan alat kontrasepsi yang memiliki efektifitas yang tinggi, sehingga kemungkinan untuk mengalami kehamilan lagi cukup rendah. Namun karena masih kuatnya anggapan di masyarakat bahwa banyak anak banyak rezeki, terutama masyarakat di daerah pedesaan dibanding perkotaan, sehingga menyebabkan masih banyaknya masyarakat yang tidak mengikuti anjuran dari pemerintah tersebut, padahal paradigma tersebut sangat keliru karena dengan banyak anak kehidupan keluarga akan lebih menderita. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan pendapat Handayani (2010) bahwa salah satu faktor yang menentukan keikutsertaan pasangan suami istri dalam gerakan Keluarga Berencana adalah banyaknya anak yang dimilikinya.
Pada pasangan yang memiliki jumlah anak lebih banyak, kemungkinan untuk memulai kontrasepsi lebih besar dibandingkan dengan pasangan yang mempunyai anak lebih sedikit. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Sianturi (2014) di Kabupaten Serdang Bedagai menyatakan bahwa ada hubungan antara jumlah anak dengan penggunaan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Barliantari (2010) di Jakarta Timur bahwa ada hubungan antara jumlah anak dengan penggunakan pada PUS. Meskipun tidak ada hubungan antara jumlah anak dengan penggunaan alat kontrasepsi maka baik pada ibu yang mempunyai anak < 2 ataupun > 2 perlu mendapatkan informasi dan konseling tentang KB oleh petugas kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada hubungan tingkat pendidikan dengan penggunaan alat kontrasepsi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kasokandel Kabupaten Majalengka Tahun 2014. Adanya hubungan hal ini dapat dikarenakan pendidikan yang rendah menyebabkan akseptor kurang peduli dengan penggunaan kontrasepsi. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Nasution (2011) bawha pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan pengetahuan dan persepsi seseorang terhadap pentingnya sesuatu hal, termasuk dalam pemilihan metode kontrasepsi. Ini disebabkan seseorang yang berpendidikan tinggi akan lebih luas pandangannya dan lebih mudah menerima ide dan tata cara kehidupan baru. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Hartanto (2010) bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi pengetahuan dan sikap tentang metode kontrasepsi. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional daripada mereka yang berpendidikan rendah, lebih kreatif dan lebih terbuka terhadap usaha-usaha pembaharuan. Ia juga lebih dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan sosial. Secara langsung maupun tidak langsung dalam hal Keluarga Berencana (KB). Karena pengetahuan KB secara umum diajarkan pada pendidikan formal di sekolah. Semakin tinggi tingkat pendidikan pasangan yang ikut KB, makin besar pasangan suami istri memandang anaknya sebagai alasan penting untuk melakukan KB, sehingga semakin meningkatnya pendidikan semakin tinggi proporsi mereka yang mengetahui dan menggunakan kontrasepsi untuk membatasi jumlah anaknya. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Karyati (2011) di Pati menunjukkan bahwa ada hubungan antara pendidikan dengan penggunaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Barliantari (2010) di Jakarta Timur bahwa ada hubungan antara umur dengan penggunakan pada PUS. Pentingnya menggunakan alat kontrasepsi maka pada akseptor yang berpendidikan rendah perlu mendapatkan perhatian dan bimbingan dari petugas kesehatan mengenai alat kontrasepsi yang cocok pada akseptor. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada hubungan dukungan pasangan dengan penggunaan alat kontrasepsi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kasokandel Kabupaten Majalengka Tahun 2014. Adanya hubungan hal ini dapat dikarenakan bahwa dukungan merupakan faktor penting dalam
penggunaan kontrasepsi pada pasangannya dengan adanya dukungan pasangan yang baik maka akseptor akan menggunakan kontrasepsi. Hasil penelitain sejalan dengan teori Handayani (2010) bahwa besarnya peran pasangan akan sangat membantunya dan akan semakin menyadari bahwa masalah kesehatan reproduksi bukan hanya urusan istri atau suaminya saja. Peran paasngan adalah saling melengkapi. Peran suami memberi semua kebutuhan istri saat akan memeriksakan masalah kesehatan reproduksinya. Hal ini dapat terlihat saat suami menyediakan waktu untuk mendampingi istri memasang alat kontasepsi atau kontrol, suami bersedia memberikan biaya khusus untuk memasang alat kontrasepsi dalam hal ini lebih banyak suami mendukung untuk menggunakan kontrasepsi hormonal, dan membantu istri menentukan tempat pelayanan atau tenaga kesehatan yang sesuai. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Rahmadi (2014) bahwa pemakaian alat kontrasepsi suami dan istri tidak begitu mempermasalahkan karena dilakukan secara musyawarah, keputusan dapat diambil oleh suami atau istri saja dengan memperhatikan segala risiko yang mungkin timbul akibat dari pemakaian alat kontrasepsi. Dengan kata lain musyawarah dalam hal pemilihan alat kontrasepsi hormonal sangatlah penting dalam mengambil keputusan dalam pemakaian alat kontrasepsi atau dapat dikatakan bahwa istri baru menggunakan alat kontrasepsi setelah mendapat dukungan dari suami dalam menggunakan kontrasepsi hormonal. Menurut Prawirohardjo (2008) mengatakan bahwa ikatan suami isteri yang kuat sangat membantu ketika keluarga menghadapi masalah, karena suami/isteri sangat membutuhkan dukungan dari pasangannya. Hal itu disebabkan orang yang paling bertanggung jawab terhadap keluarganya adalah pasangan itu sendiri. Dukungan tersebut akan tercipta apabila hubungan interpersonal keduanya baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sianturi (2014) di Kabupaten Serdang Bedagai menyatakan bahwa ada hubungan antara dukungan pasangan dengan penggunaan. Hasil penelitian in sejalan dengan hasil penelitian Barliantari (2010) di Jakarta Timur bahwa ada hubungan antara dukungan pasangan dengan penggunakan pada PUS. Dukungan pasangan penting dalam menentukan pilihan alat kontrsepsi yang akan digunakan oleh ibu, maka dari itu perlunya petugas kesehatan melakukan pendekatan dan intervensi pada pasangan untuk melakukan diskusi dengan pasangannya mengenai jenis ala kontrasepsi yang akan digunakan serta memberikan dukungan pada pasangannya.
KESIMPULAN 1. Proporsi akseptor di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kasokandel Kabupaten Majalengka tahun 2015 yang tidak menggunakan dengan umur < 35 tahun lebih besar dibandingkan dengan proporsi akseptor yang menggunakan dengan umur < 35 tahun. 2. Proporsi akseptor di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kasokandel Kabupaten Majalengka tahun 2015 yang tidak menggunakan dengan jumlah anak < 2 lebih besar dibandingkan dengan proporsi akseptor yang menggunakan dengan jumlah anak < 2. 3. Proporsi akseptor di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kasokandel Kabupaten Majalengka tahun 2015 yang tidak menggunakan dengan pendidikan rendah lebih besar dibandingkan dengan proporsi akseptor yang menggunakan dengan pendidikan rendah. 4. Proporsi akseptor di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kasokandel Kabupaten Majalengka tahun 2015 yang tidak menggunakan dengan tidak ada dukungan pasangan lebih besar dibandingkan dengan proporsi akseptor yang menggunakan dengan tidak ada dukungan pasangan. 5. Ada hubungan umur akseptor dengan penggunaan alat kontrasepsi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kasokandel Kabupaten Majalengka Tahun 2015 dengan OR = 5,06. 6. ada hubungan paritas dengan penggunaan alat kontrasepsi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kasokandel Kabupaten Majalengka Tahun 2015. 7. Ada hubungan tingkat pendidikan dengan penggunaan alat kontrasepsi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kasokandel Kabupaten Majalengka Tahun 2015 dengan OR = 2,85. 8. Ada hubungan dukungan pasangan dengan rendahnya penggunaan alat kontrasepsi di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kasokandel Kabupaten Majalengka Tahun 2015 dengan OR = 2,11. SARAN Perlunya petugas kesehatan memberikan informasi dan konseling tentang KB pada akseptor baik yang berumur < 35 tahun maupun > 35 tahun, perlunya memberikan informasi pada akseptor tentang KB dan memberikan saran pada akseptor dengan anak > 2 untuk menggunakan alat kontrasepsi yang tepat, akseptor yang berpendidikan rendah perlu mendapatkan informasi dan bimbingan tentang KB serta memberikan saran akseptor untuk memilih KB yang tepat dan perlunya memberikan intervensi pada pasangan oleh petugas kesehatan agar memberikan dukungan pada ibu dalam memilih dan menggunakan alat kontrasepsi yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta. Arum, Siti. 2008. Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini. Yogyakarta: Penerbit Buku Mitra Cendikia Press. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 2011. Kajian Implementasi Kebijakan Penggunaan Kontrasepsi IUD. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan KB dan Keluarga Sejahtera (PUSNA).. 2008. KB Sebagai Suatu Kebutuhan. http://www.bkkbn.go.id., diakses tanggal 2 Januari 2015. Barliantari, Luciana. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan penggunakan pada PUS di Jakarta Timur tahun 2010. http://lontar.ui.ac.id, diakses tanggal 12 Januari 2015. Cunningham, Gary. 2006. Obstetri Williams. Jakarta : EGC. Departemen Pendidikan Nasional, 2011. Sistem Pendidikan Nasional. http://www.depdiknas.go.id, diakses tanggal 12 Maret 2014. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. 2014. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun 2014. Bandung: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka. 2014. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka tahun 2014. Majalengka: Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka. Handayani. 2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Pustaka Rihama. Hartanto. 2010. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Irwandi. 2014. Rendahnya Penggunaan Kontrasepsi. www.irwandi.blogspot.com, diakses tanggal 15 Januari 2015. Karyati, Sri. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan di Pati tahun 2011. Universitas Indonesia. Nasution, Sri Lilestina. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Kontrasepsi di Indonesia. Jakarta: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip-prinsip Dasar). Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu eperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Prawirohardjo, S. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal. Jakarta: JNPKKR-POGI.
Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi. 2010. Pemantauan PUS Melalui Mini Survei di Indonesia Tahun 2009. Jakarta: Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi. Saifuddin, AB. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Sianturi. 2014. Hubungan Faktor Predisposisi Pendukung dan Penguat dengan Tindakan Penggunaan pada PUS di Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2014. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Sudarma. 2008. Sosiologi untuk Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Sugiyono. 2009. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta. Suparyanto. 2014. Paritas.http://www.suparyanto/paritas/092112/, diakses tanggal 12 Januari 2015. Varney, H. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi IV. Jakarta: EGC.