BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Bab III TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kembali lagi ke laut, seperti digambarkan pada Gambar 2.1. Gambar 2.1. Ilustrasi Siklus Hidrologi

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkaitan, dimana air diangkut dari lautan ke atmosfer (udara), ke darat dan

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng 2012 BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

BAB III LANDASAN TEORI

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BENDUNG MRICAN1

DAFTAR ISI. Halaman JUDUL PENGESAHAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA

TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PULAU-PULAU KECIL DI DAERAH CAT DAN NON-CAT DENGAN CARA PERHITUNGAN METODE MOCK YANG DIMODIFIKASI.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah

STUDI POLA LENGKUNG KEBUTUHAN AIR UNTUK IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI TILONG

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Air Tanaman 1. Topografi 2. Hidrologi 3. Klimatologi 4. Tekstur Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 31 km di atas area seluas 1145 km² di Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia. Di

Matakuliah : S0462/IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tahun : 2005 Versi : 1. Pertemuan 2

ANALISIS DEBIT ANDALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RC MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun

DAFTAR ISI. 1.2 RUMUSAN MASALAH Error Bookmark not defined. 2.1 UMUM Error Bookmark not defined.

EVALUASI KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN AIR DAERAH IRIGASI NAMU SIRA-SIRA

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

BAB II METODOLOGI 2.1 Bagan Alir Perencanaan

Dosen Pembimbing. Ir. Saptarita NIP :

Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masukan (input) dan keluaran (output) yang terjadi. Pertimbangan antara

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi

Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 10 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak

STUDI POTENSI IRIGASI SEI KEPAYANG KABUPATEN ASAHAN M. FAKHRU ROZI

BAB III LANDASAN TEORI

REKAYASA HIDROLOGI SELASA SABTU

STUDI KESEIMBANGAN AIR WADUK KEULILING KABUPATEN ACEH BESAR NAD UNTUK OPTIMASI IRIGASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang dihasilkan dibawa oleh udara yang bergerak.dalam kondisi yang

OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Ketersediaan Air Sungai Talawaan Untuk Kebutuhan Irigasi Di Daerah Irigasi Talawaan Meras Dan Talawaan Atas

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

JURUSAN TEKNIK & MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian berada di wilayah Kabupaten Banyumas yang masuk

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

KEBUTUHAN AIR. penyiapan lahan.

ABSTRAK. Kata kunci : Saluran irigasi DI. Kotapala, Kebutuhan air Irigasi, Efisiensi. Pengaliran.

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyumas. Sungai ini secara geografis terletak antara 7 o 12'30" LS sampai 7 o

ANALISIS KEBUTUHAN AIR PADA DAERAH IRIGASI MEGANG TIKIP KABUPATEN MUSI RAWAS

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

STUDI OPTIMASI POLA TANAM PADA DAERAH IRIGASI JATIROTO DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM LINIER

WATER BALANCE DAS KAITI SAMO KECAMATAN RAMBAH

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

ABSTRAK. Kata kunci: Waduk Muara Nusa Dua, Pola Operasi, Debit Andalan, Kebutuhan air baku, Simulasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PADA DAERAH IRIGASI BLANG KARAM KECAMATAN DARUSSALAM KEBUPATEN ACEH BESAR

DEFINISI IRIGASI TUJUAN IRIGASI 10/21/2013

ABSTRAK. Kata Kunci : DAS Tukad Petanu, Neraca air, AWLR, Daerah Irigasi, Surplus

Studi Kasus Penggunaan Sumber Daya Air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Ketibung Kabupaten Lampung Selatan

PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di

HASIL DAN PEMBAHASAN

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

ANALISA KETERSEDIAAN AIR

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab V PENGELOLAAN MASALAH BANJIR DAN KEKERINGAN

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi

Transkripsi:

6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Umum Hidrologi adalah suatu ilmu tentang kehadiran dan gerakan air di alam. Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan siklus hidrologi. Siklus Hidrologi adalah suatu proses yang berkaitan, dimana air diangkut dari lautan ke atmosfer (udara), ke darat dan kembali lagi ke laut. Hujan yang jatuh ke bumi baik langsung menjadi aliran maupun tidak langsung yaitu melalui vegetasi atau media lainnnya akan membentuk siklus aliran air mulai dari tempat yang tinggi (gunung, pegunungan) menuju ke tempat yang rendah baik di permukaan tanah maupun di dalam tanah yang berakhir di laut. Secara gravitasi (alami) air mengalir dari daerah yang tinggi ke daerah yang rendah, dari gunung-gunung, pegunungan ke lembah, lalu ke daerah yang lebih rendah, sampai ke daerah pantai dan akhirnya akan bermuara ke laut. Aliran air ini disebut aliran permukaan tanah karena bergerak di atas muka tanah. Aliran ini biasanya akan memasuki daerah tangkapan atau daerah aliran menuju kesistem jaringan sungai, sistem danau atau waduk. Air hujan sebagian mengalir meresap kedalam tanah atau yang sering disebut dengan Infiltrasi, dan bergerak terus kebawah. Air hujan yang jatuh ke bumi sebagian menguap (evaporasi dan

7 transpirasi) dan membentuk uap air. Sebagian lagi mengalir masuk ke dalam tanah (infiltrasi, perkolasi, kapiler). Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang -ruang antara butir tanah dan di dalam retak-retak dari batuan. Dahulu disebut air lapisan dan yang terakhir disebut air celah (fissure water). Aliran air tanah dapat dibedakan menjadi aliran tanah dangkal, aliran tanah antara dan aliran dasar (base flow). Disebut aliran dasar karena aliran ini merupakan aliran yang mengisi sistem jaringan sungai. Hal ini dapat dilihat pada musim kemarau, ketika hujan tidak turun untuk beberapa waktu, pada suatu sistem sungai tertentu aliran masih tetap dan kontiniu. Pada retensi (tempat penyimpanan) air akan menetap untuk beberapa waktu. Retensi dapat berupa retensi alam seperti darah-daerah cekungan, danau tempat-tempat yang rendah dll., maupun retensi buatan seperti tampungan, sumur, embung, waduk dll. Sebagian air yang tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan keluar ke permukaan tanah sebagai limpasan, yakni limpasan permukaan (surface runoff), aliran intra (interflow) dan limpasan air tanah (groundwater runoff) yang terkumpul di sungai yang akhirnya akan mengalir ke laut kembali terjadi penguapan dan begitu seterusnya mengikuti siklus hidrologi. Penyimpanan air tanah besarnya tergantung dari kondisi geologi setempat dan waktu. Kondisi tata guna lahan juga berpengaruh terhadap tampungan air tanah, misalnya lahan hutan yang beralih fungsi mejadi daerah pemukiman dan curah hujan daerah tersebut. Sebagai permulaan dari simulasi harus ditentukan penyimpangan awal ( initial storage ).

8 Hujan jatuh ke bumi baik secara langsung maupun melalui media misalnya melalui tanaman (vegetasi), masuk ke tanah begitu juga hujan yang terinfiltrasi. Sedangkan air yang tidak terinfiltrasi yang merupakan limpasan mengalir ke tempat yang lebih rendah, mengalir ke danau dan tertampung. Dan hujan yang langsung jatuh di atas sebuah danau (reservoir) air hujan (presipitasi) yang langsung jatuh diatas danau menjadi tampungan langsung. Air yang tertahan di danau akan mengalir melalui sistem jaringan sungai, permukaan tanah (akibat debit banjir) dan merembes melalui tanah. Dalam hal ini air yang tertampung di danau adalah inflow sedangkan yang mengalir atau merembes adalah outflow. Gambar 2.1 menunjukkan proses yang dijelaskan di atas. dimana: Bentuk persaman neraca air suatu danau atau reservoir: Perolehan (inflow) = Kehilangan (outflow).......(2.1) Qi + Qg + P - ΔS = Qo + SQ + E o......(2.2) Qin Qout = ΔS......(2.3) Qi = masukan air/ direct run-off (inflow) Qg = base flow (inflow) Qo = outflow P = presipitasi SQ = perembesan E = evaporasi air permukaan bebas ΔS = perubahan dalam cadangan t 1 = muka air setelah kehilangan t 2 = muka air sebelum kehilangan

9 Gambar. 2.1. Parameter Neraca Air Akibat panas matahari air dipermukaan bumi juga akan berubah wujud menjadi gas/uap dalam proses evaporasi dan bila melalui tanaman disebut transpirasi. Air akan di ambil oleh tanaman melalui akar-akarnya yang dipakai untuk kebutuhan hidup dari tanaman trsebut, lalu air di dalam tanaman juga akan keluar berupa uap akibat energi panas matahari (evaporasi). Proses pengambilan air oleh akar tanaman kemudian terjadinya penguapan dari dalam tanaman disebut transpirasi. Evaporasi yang lain dapat terjadi pada sistem sungai, embung, reservoir, waduk maupun air laut yang merupakan sumber air terbesar. Walaupun laut adalah tempat dengan sumber air terbesar namun tidak bisa langsung di manfaatkan sebagai sumber kehidupan karena mengandung garam atau air asin (salt water). 2.2 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan unit hidrologi dasar. Bila kita memandang suatu system yang mengalir yang dapat diterapkan pada suatu daerah aliran sungai, maka akan nampak struktur sistem dari daerah ini adalah Daerah

10 Aliran Sungai yang merupakan lahan total dan permukaan air yang di batasi oleh suatu batas air, topografi dan dengan salah satu cara memberikan sumbangan terhadap debit sungai pada suatu daerah. Daerah aliran sungai merupakan dasar pengelolaan untuk sumber daya air. Gabungan beberapa DAS menjadi Satuan Wilayah Sungai. Dalam mempelajari ekosistem DAS, dapat diklasifikasikan menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, DAS bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran airnya. Dengan kata lain ekosistem DAS, bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air, dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui siklus hidrologi. Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh dalam pengelolaan DAS, terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan mengenai DAS berdasarkan fungsi, yaitu pertama DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan. Kedua DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan

11 ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau.ketiga DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah. Kebutuhan akan air bagi kehidupan manusia secara langsung (domestik) atau tidak langsung (irigasi) makin meningkat. Untuk meningkatkan ketersediaan air permukaan perlu ada tindakan yaitu dengan memperbaiki kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang sudah memburuk menjadi hijau kembali dan atau membuat storage di permukaan (waduk). 2.3 Waduk Waduk adalah bangunan untuk menampung air pada waktu terjadi surplus di sumber air agar dapat dipakai sewaktu-waktu terjadi kekurangan air sehingga fungsi utama waduk adalah untuk mengatur sumber air. Waduk merupakan salah satu sarana pemanfaatan sumber daya air yang mempunyai fungsi sebagai penyimpan dan penyedia air, baik sebagai bahan baku air bersih maupun untuk irigasi. Suatu waduk penampung atau konservasi dapat menahan air pada kelebihan pada masa-masa aliran air tinggi untuk digunakan selama masa kekeringan. Fungsi utama dari suatu waduk ialah untuk menstabilkan aliran air, baik dengan arah pengaturan persediaan air yang berubah-

12 ubah pada suatu sungai alamiah, maupun dengan cara memenuhi kebutuhan yang berubah-ubah dari para konsumen. Dengan kata lain waduk tidaklah menghasilkan air melainkan hanya memungkinkan pengaturan kembali distribusinya terhadap waktu. ( Linsley, RK, Joseph B. Franzini:1984) Waduk dapat terjadi secara alami maupun dibuat manusia. Waduk buatan dibangun dengan cara membuat bendungan yang lalu dialiri air sampai waduk tersebut penuh. Bendungan adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air menjadi waduk, danau, atau tempat rekreasi. Dengan dibangunnya bendungan di bagian hulu sungai maka kemungkinan terjadinya banjir pada musim hujan dapat dikurangi dan pada musim kemarau air yang tertampung tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, antara lain untuk pembangkit listrik tenaga air, untuk irigasi lahan pertanian, dan sebagainya. Adanya waduk akan meningkatkan ketersediaan air di musim kemarau yang akan digunakan bagi memenuhi kebutuhan hidup manusia. Selain itu, kehadiran waduk juga akan mempengaruhi iklim mikro dan keseimbangan ekosistem di sekitarnya. Sedangkan ditinjau dari sudut keseimbangan tata air, waduk dan danau berperan sebagai reservoir yang dapat dimanfaatkan airnya untuk keperluan sistem irigasi dan perikanan, sebagai sumber air baku, sebagai tangkapan air untuk pengendalian banjir, serta penyuplai air tanah.

13 2.4 Analisa Hidrologi 2.4.1 Curah Hujan Rata Rata Curah hujan rata rata adalah tinggi air hujan yang jatuh pada suatu wilayah, dihitung setiap periode waktu (perbulan atau pertahun). Data hujan yang tercatat di setiap stasiun penakar hujan adalah tinggi hujan di sekitar stasiun tersebut. Ada tiga cara untuk menghitung hujan rata-rata daearah aliran yang bisa dilakukan, yaitu : 1. Metode Arithmetic Mean Biasanya cara ini digunakan pada daearah datar dan banyak stasiun penakar hujannya dan dengan anggapan bahwa di daerah tersebut sifat curah hujannya adalah merata. Perhitungan dengan cara ini lebih obyektif daripada cara isohyet, dimana faktor subyektif masih turut menentukan. dimana : R = n1 (R 1 + R 2 +... + R n ).........(2.4) R : Area Rainfall (mm) n : Jumlah stasiun pengamat R 1, R 2,..., R n : Point Rainfall stasiun ke-i (mm) 2. Metode Thiessen Polygon Cara ini memasukkan faktor pengaruh daerah yang diwakili oleh stasiun penakar hujan yang disebut weighting factor atau disebut juga Koefisien Thiessen. Cara ini biasanya digunakan apabila titik-titik pengamatan di dalam daerah studi tidak tersebar secara merata. Metode Theissen akan memberikan hasil yang lebih teliti daripada cara aljabar tetapi untuk penentuan titik pengamatannya dan pemilihan ketinggian akan mempengaruhi ketelitian yang akan didapat juga seandainya

14 untuk penentuan kembali jaringan segitiga jika terdapat kekurangan pengamatan pada salah satu titik pengamatan (Sosrodarsono, 1987). Luas masing-masing daerah tersebut diperoleh dengan cara berikut: Semua stasiun yang di dalam (atau di luar) DAS dihubungkan dengan garis, sehingga terbentuk jaringan segitiga-segitiga. Hendaknya dihindari terbentuknya segitiga dengan sudut sangat tumpul. Pada masing-masing segitiga ditarik garis sumbunya, dan semua garis sumbu tersebut membentuk poligon. Luas daerah yang hujannya dianggap diwakili oleh salah satu stasiun yang bersangkutan adalah daerah yang dibatasi oleh garis-garis poligon tersebut (atau dengan batas DAS). Luas relatif daerah ini dengan luas DAS merupakan faktor koreksinya. R = W 1 R 1 + W 2 R 2 +... + W n R n... (2.5) dimana : W i = A A i total... (2.6) R : Curah hujan maksimum harian rata-rata W i : Faktor pembobot A 1 : Luas daerah pengaruh stasiun i A total : Luas daerah aliran R : Tinggi hujan pada stasiun n : Jumlah titik pengamat

15 Gambar 2.2. Cara Poligon Thiessen Cara di atas dipandang cukup baik karena memberikan koreksi terhadap kedalaman hujan sebagai fungsi luas daerah yang (dianggap) diwakili. Akan tetapi cara ini dipandang belum memuaskan karena pengaruh topografi tidak tampak. Demikian pula apabila salah satu stasiun tidak berfungsi, misalnya rusak atau data tidak benar, maka poligon harus diubah. Contoh pembuatan poligon Thiessen dapat dilihat pada Gambar 2.2. 3. Metode Isohyet Cara lain yang diharapkan lebih baik dengan mencoba memasukkan pengaruh topografi yaitu dengan metode isohyets. Isohyets ini adalah garis yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai kedalaman hujan sama pada saat yang bersamaan. Pada dasarnya cara hitungan sama dengan yang digunakan dalam cara poligon Thiessen, kecuali dalam penetapan besaran faktor koreksinya. Hujan Ri ditetapkan sebagai hujan rata-rata antara dua buah isohyets (atau dengan batas DAS) terhadap luas DAS. Kesulitan yang dijumpai adalah kesulitan dalam

16 setiap kali harus menggambar garis isohyet, dan juga masuknya unsur subjektivitas dalam penggambaran isohyet. (Gambar2.3) R = A 1 R 1 A + A 1 2 + A R 2 2 +... + A +... + A n n R n......(2.7) dimana : A 1, A 2,..., R 1, R 2,..., A n : Luas bagian-bagian antara garis-garis Isohyet R n : Curah hujan rata-rata pada bagian A 1, A 2,..., A n Gambar 2.3. Cara Garis Isohyet 2.4.2 Debit Andalan Debit andalan (dependable flow) adalah debit minimum sungai untuk kemungkinan terpenuhi yang sudah ditentukan yang dapat dipakai untuk irigasi. Misalnya ditetapkan debit andalan 80% berarti akan dihadapi resiko adanya debit-debit yang lebih kecil dari debit andalan sebesar 20% pengamatan. Debit tersebut digunakan sebagai patokan ketersediaan debit yang masuk ke waduk pada saat pengoperasiannya. Untuk menghitung debit andalan tersebut, dihitung peluang 80 % dari debit infow sumber air pada pencatatan debit pada

17 periode tertentu. Debit andalan 80% ialah debit dengan kemungkinan terpenuhi 80% atau tidak terpenuhi 20% dari periode waktu tertentu. Untuk menentukan kemungkinan terpenuhi atau tidak terpenuhi, debit yang sudah diamati disusun dengan urutan dari terbesar menuju terkecil. Volume andalan ialah volume dengan kemungkinan terpenuhi atau tidak terpenuhi 20% dari periode waktu tertentu. Untuk menentukan kemungkinan terpenuhi atau tidak terpenuhi, volume yang sudah diamati disusun dengan urutan besar ke kecil. Catatan n tahun sehingga nomor tingkatan m debit dengan kemungkinan tak terpenuhi 20%, dapat dihitung volume andalan dengan menggunakan pendekatan empiris dengan rumus : dimana : m = 0,20 n...(2.8) m = tingkatan tak terpenuhi n = jumlah tahun pengamatan Jumlah kejadian yang dimaksud adalah jumlah data yang digunakan untuk menganalisis probabilitas tersebut. Jumlah data minimum yang diperlukan untuk analisis adalah lima tahun dan pada umumnya untuk memperoleh nilai yang baik data yang digunakan hendaknya berjumlah 10 tahun data. Dari data debit inflow yang diperoleh pada studi ini, maka diketahui pengisian bendungan berlangsung tiap bulannya selama setahun. Data ini nantinya akan dipakai dalam perhitungan debit yang masuk ke waduk.

18 2.5 Ketersediaan Air Ketersediaan air adalah jumlah air (debit) yang diperkirakan terus menerus ada di suatu lokasi (bendung atau di bangunan air lainnya) dengan jumlah tertentu dan dalam jangka waktu (periode) tertentu. Untuk pemanfaatan air, perlu diketahui informasi ketersediaan air andalan. Debit andalan adalah debit minimum dengan besaran tertentu yang mempunyai kemungkinan terpenuhi yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan. 2.5.1 Metode Meteorological Water Balance Dr. F.J. Mock Metode ini ditemukan oleh Dr. F.J. Mock pada tahun 1973 dimana metode ini didasarkan atas fenomena alam dibeberapa tempat di Indonesia. Dengan metode ini, besarnya aliran dari data curah hujan, karakteristik hidrologi daerah pengaliran dan evapotranspirasi dapat dihitung. Pada dasarnya metode ini adalah hujan yang jatuh pada catchment area sebagian akan hilang sebagai evapotranspirasi, sebagian akan langsung menjadi aliran permukaan (direct run off) dan sebagian lagi akan masuk kedalam tanah (infiltrasi), dimana infiltrasi pertama-tama akan menjenuhkan top soil, kemudian menjadi perkolasi membentuk air bawah tanah (ground water) yang nantinya akan keluar ke sungai sebagai aliran dasar (base flow). Dalam hal ini harus ada keseimbangan antara hujan yang jatuh dengan evapotranspirasi, direct run off dan infiltrasi sebagai soil moisture dan ground water discharge. Aliran dalam sungai adalah jumlah aliran yang langsung di permukaan tanah (direct run off) dan base flow (Sri Harto Br., 1988). Metode Mock mempunyai dua prinsip pendekatan perhitungan aliran

19 permukaan yang terjadi di sungai, yaitu neraca air di atas permukaan tanah dan neraca air bawah tanah yang semua berdasarkan hujan, iklim dan kondisi tanah. Rumus untuk menghitung aliran per-mukaan terdiri dari: Hujan netto (R net ) = R ET a...(2.9) Et a = ET o E...(2.10) E = ET o. N d /N.m...(2.11) Neraca air di atas permukaan : (WS) = R net SS...(2.12) SS = SM t + SM t -1...(2.13) SM t = SM t -1 + R net...(2.14) Neraca air di bawah permukaan dv t = V t V t-1...(2.15) I = C i. WS...(2.16) V t = ½ (1+k).I + k. V t-1...(2.17) Aliran permukaan: RO = BF + DRO...(2.18) BF = I dv t...(2.19) DRO = WS I...(2.20) Dalam satuan debit: dimana: Q = 0,0116. RO. A/H...(2.21) R net = hujan netto, mm; R = hujan, mm Et o = evapotranspirasi potensial, mm Et a = evapotranspirasi aktual, mm N = jumlah hari dalam satu bulan, hari N d = jumlah hari kering (tidak hujan), hari N r = jumlah hari hujan, hari

aliran permukaan (DRO) 20 WS = kelebihan air, mm SS = daya serap tanah atas air, mm SM = kelembaban tanah, mm dv =perubahan kandungan air tanah, mm V t = kandungan air tanah, mm I = laju infiltrasi, mm C i = koefisien infiltrasi (<1) k = koefisien resesi aliran air tanah (<1) DRO = aliran langsung, mm BF = aliran air tanah (mm) RO = aliran permukaan, mm H = jumah hari kalender dalam sebulan, hari m = bobot lahan tak tertutup vegetasi (0 < m< 40%) A = luas DAS, km2 Q = debit aliran permukaan, m 3 /det t = waktu tinjau (periode sekarang t dan yang lalu t-1) WS = Rnet - SS hujan (R) transpirasi infiltrasi evaporasi m.a.t perkolasi kandungan air tanah (V) dv t = V t - V t-1 aliran air tanah (BF) RO = BF + DRO Q = 0.0116. Ro. A/H Gambar 2.4. Struktur Model F.J. Mock Pada model F.J. Mock ada lima parameter yang menggambarkan karak teristik DAS yang besar pengaruhnya terhadap keluaran sistem (Lihat Gambar 2.4), yaitu : a. Singkapan lahan (m). b. Koefisien Infiltrasi. c. Kapasitas kelembaban tanah (soil moisture capacity)

21 d. Initial Storage e. Faktor Resesi Air tanah 2.6 Analisa Evapotranspirasi Evaporasi merupakan peristiwa ber-ubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara (Sosrodarsono, 1976). Faktor meteorologi yang mempe ngaruhi besarnya evaporasi adalah sebagai berikut (Soemarto, 1986): 1. Radiasi matahari. 2. Angin. 3. Kelembaban (humiditas) relatif. 4. Suhu (temperatur). Transpirasi adalah suatu proses yang air di dalam tumbuh tumbuhan dilimpah kan dalam atmosfer sebagai uap air. Umumnya transpirasi sulit diukur secara langsung, oleh karena itu untuk tujuan praktis digabungkan dengan penguapan di permukaan bumi sehingga dinyatakan sebagai evapo transpirasi. Gabungan dari dua peristiwa yakni evaporasi dan transpirasi yang terjadi secara bersamaan disebut juga peristiwa evapotranspirasi. Kedua proses ini sulit untuk dibedakan karena keduanya terjadi secara simultan. Di dalam perhitungan dikenal ada dua istilah evapotranspirasi yaitu: Evapotranspirasi potensial, terjadi apabila tersedia cukup air untuk memenuhi pertumbuhan optimum. Evapotranspirasi aktual, terjadi dengan kondisi pemberian air seadanya untuk memenuhi pertumbuhan.

22 Faktor iklim yang sangat mempengaruhi peristiwa ini, diantaranya adalah suhu udara, kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, dan sinar matahari 2.6.1 Evapotranspirasi Potensial (ET o ) Evapotranspirasi Potensial dapat dihitung dengan menggunakan Metoda Penman modifikasi sebagai berikut: dimana : ET o = c [ w Rn + (1 w) f(u) (ea ed)]...(2.22) ET o : Evapotranspirasi acuan (mm/hari) w : Faktor koreksi terhadap temperatur Rn : Radiasi netto (mm/hari) f(u) : Fungsi angin (ea ed) : Perbedaan tekanan uap air jenuh dengan tekanan uap air nyata (mbar) c : Faktor pergantian cuaca akibat siang dan malam 2.6.2 Evapotranspirasi Aktual (ET a ) Evapotranspirasi aktual adalah evapo transpirasi yang terjadi sesungguhnya sesuai dengan keadaan persediaan air dan kelembaban tanah yang tersedia. Di Indonesia, Mock pada tahun 1973, menyarankan memperkirakan ET a untuk analisis neraca air, dengan persamaan menggunakan data di Indonesia sebagai berikut: ET a = ET o - ET o (m/20)(18 - Nr)...(2.23) dimana: Et a = evapotranspirasi aktual (mm/bulan) Et o = evapotranspirasi potensial (mm/bulan)

23 m = luas kawasan tidak bervegetasi (%) Nr = jumlah hari hujan/bulan 2. 7 Analisa Kebutuhan Air untuk Irigasi 2.7.1 Curah Hujan Efektif Turunnya curah hujan pada suatu areal lahan mempengaruhi pertumbuhan tanaman di areal tersebut. Curah hujan tersebut dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk mengganti kehilangan air yang terjadi akibat evapotranspirasi, perkolasi, kebutuhan pengolahan tanah dan penyiapan lahan. Curah hujan efektif adalah curah hujan yang jatuh selama masa tumbuh tanaman, yang dapat digunakan untuk memenuhi air konsumtif tanaman. Jumlah hujan yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman tergantung pada jenis tanaman. Namun, tidak semua jumlah curah hujan yang turun pada daerah tersebut dapat dipergunakan untuk tanaman dalam pertumbuhannya, maka disini perlu diperhitungkan dan dicari curah hujan efektifnya. Curah hujan efektif (Reff) ditentukan berdasarkan besarnya R 80 yang merupakan curah hujan yang besarnya dapat dilampaui sebanyak 80% atau dengan kata lain dilampauinya 8 kali kejadian dari 10 kali kejadian. Artinya, bahwa besarnya curah hujan yang terjadi lebih kecil dari R 80 mempunyai kemungkinan hanya 20%. Untuk menghitung besarnya curah hujan efektif berdasarkan R 80 = Rainfall equal or exceeding in 8 years out of 10 years, dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : R 80 = (n/5) + 1...(2.24) dimana :

24 Reff = R 80 : curah hujan efektif 80 % (mm/hari) (n/5) + 1 : Rangking curah hujan efektif di hitung dari curah hujan terkecil n : jumlah data Analisa curah hujan efektif ini dilakukan dengan maksud untuk menghitung kebutuhan air irigasi. Curah hujan efektif atau andalan ialah bagian dari keseluruhan curah hujan yang secara efektif tersedia untuk kebutuhan air tanaman. Untuk irigasi padi curah hujan efektif bulanan diambil 70% dari curah hujan minimum dengan periode ulang rencana tertentu dengan kemungkinan kegagalan 20% (Curah hujan R 80 ) Besarnya curah hujan ditentukan dengan 70% dari curah hujan rata rata tengah bulanan dengan kemungkinan kegagalan 20% (Curah hujan R 80 ). Re padi = (R 80 x 70%) mm/hari.....(2.25) 2.7.2 Efisiensi Irigasi Hampir seluruh air irigasi berasal dari pembagian dari saluran-saluran dari reservoir. Kehilangan air terjadi ketika air berlebih. Efisiensi irigasi dapat dicari dengan menggunakan rumus: Wf E C = x 100 %...(2.26) Wr dimana : E c : efisiensi irigasi Wf : jumlah air yang terdapat di areal persawahan Wr : jumlah air yang tersedia yang berasal dari reservoir Efisiensi pengairan merupakan suatu rasio atau perbandingan antar jumlah air yang nyata bermanfaat bagi tanaman yang diusahakan terhadap jumlah air

25 yang tersedia atau yang diberikan dinyatakan dalam satuan persentase. Dalam hal ini dikenal 3 macam efisiensi yaitu efisiensi penyaluran air, efisiensi pemberian air dan efisiensi penyimpanan air. Jumlah air yang tersedia bagi tanaman di areal persawahan dapat berkurang karena adanya evaporasi permukaan, limpasan air dan perkolasi. Efisiensi irigasi adalah perbandingan antara air yang digunakan oleh tanaman atau yang bermanfaat bagi tanaman dengan jumlah air yang tersedia yang dinyatakan dalam satuan persentase. Efisiensi irigasi adalah angka perbandingan dari jumlah air irigasi nyata yang terpakai untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang keluar dari pintu pengambilan (intake). Efisiensi irigasi terdiri atas efisiensi pengaliran yang pada umumnya terjadi di jaringan utama dan efisiensi di jaringan sekunder yaitu dari bangunan pembagi sampai petak sawah. Efisiensi irigasi didasarkan asumsi sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang baik di saluran maupun di petak sawah. Kehilangan air yang diperhitungkan untuk operasi irigasi meliputi kehilangan air di tingkat tersier, sekunder dan primer. Besarnya masing-masing kehilangan air tersebut dipengaruhi oleh panjang saluran, luas permukaan saluran, keliling basah saluran dan kedudukan air tanah. Pada dasarnya, semua kehilangan air yang mempengaruhi efisiensi irigasi berlangsung selama proses pemindahan air dari sumbernya kelahan pertanian dan selama pengolahan lahan pertanian. 2.7.3 Kebutuhan Air di Sawah

26 Kebutuhan air untuk tanaman pada suatu jaringan irigasi merupakan air yang dibutuhkan untuk tanaman untuk pertumbuhan yang optimal tanpa kekurangan air yang dinyatakan dalam Netto Kebutuhan Air Lapang (Net Field Requirement, NFR ). Kebutuhan air bersih disawah (NFR) dipengaruhi oleh faktor-faktor NFR seperti penyiapan lahan, pemakaian konsumtif, penggenangan, efisiensi irigasi, perkolasi dan infiltrasi, dengan memperhitungkan curah hujan efektif (Re). Bedanya kebutuhan pengambilan air irigasi (DR) juga ditentukan dengan memperhitungkan faktor efisiensi irigasi secara keseluruhan (e). Perhitungan kebutuhan air irigasi dengan rumus sebagai berikut: NFR = Et c + P + WLR Re.....(2.27) dimana: DR = (NFR x A)/e.....(2.28) NFR = kenutuhan air irigasi disawah (lt/det/ha) DR = kebutuhan air di pintu pengambilan (lt/det/ha) Et c = penggunaan konsumtif (mm/hari) P = perkolasi (mm/hari) WLR = penggantian lapisan air (mm/hari) Re = curah hujan efektif A = luas areal irigasi rencana (ha) e = efisiensi irigasi 2.7.4 Kebutuhan Air di Pintu Pengambilan Kebutuhan air di pintu pengambilan merupakan jumlah kebutuhan air di sawah dibagi dengan effisiensi irigasinya. Kebutuhan air di pintu pengambilan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : DR = NFR / 8.64 x EI...(2.29) dimana :

27 DR : Kebutuhan air di pintu pengambilan (lt/dt/ha) NFR : Kebutuhan air di sawah (mm/hari) EI : Efisiensi irigasi secara total (%) 8.68 : Angka konversi satuan dari mm/hari ke lt/dt/hari 2.7.5 Kebutuhan Penyiapan Lahan Pada Standar Perencanaan irigasi disebutkan bahwa kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan maksimum air irigasi pada suatu proyek irigasi. Ada 2 faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan ialah: a. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan. b. Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan. Metode yang dapat digunakan untuk perhitungan kebutuhan air irigasi selama penyiapan lahan salah satunya adalah metode yang dikembangkan oleh van de Goor dan Zijlstra. Metode ini didasarkan pada laju air konstan dalam l/dt selama penyiapan lahan dan menghasilkan rumus berikut : dimana : LP = M. e k / ( e k 1 )... (2.30) LP : Kebutuhan air irigasi untuk pengolahan tanah (mm/hari) M : Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang telah di jenuhkan E o : Evaporasi air terbuka (mm/hari) P : Perkolasi (mm/hari) T : Jangka waktu penyiapan lahan (hari) S : Kebutuhan air, untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm, yakni 250 + 50 = 300 mm k : MT / S 2.7.6 Kebutuhan Air untuk Konsumtif Tanaman Kebutuhan air untuk konsumtif tanaman merupakan kedalaman air yang diperlukan untuk memenuhi evapotranspirasi tanaman yang bebas penyakit,

28 tumbuh di areal pertanian pada kondisi cukup air dari kesuburan tanah dengan potensi pertumbuhan yang baik dan tingkat lingkungan pertumbuhan yang baik. Untuk menghitung kebutuhan air untuk konsumtif tanaman digunakan persamaan empiris dan perlu diketahui nilai koefisien tanaman (Tabel 2.1) sebagai berikut : Et c = Kc x Et o.....(2.31) dimana : Kc : Koefisien tanaman Et o : Evapotranspirasi potensial (mm/hari) Et c : Evapotranspirasi tanaman (mm/hari) Tabel 2.1 Tabel Koefisien Tanaman Padi dan Jagung Periode Padi tengah bulan Variasi biasa Variasi unggul Jagung 1 1,1 1,1 0,5 2 1,1 1,1 0,95 3 1,1 1,05 0,96 4 1,1 1,05 1,05 5 1,1 0,95 1,02 6 1,05 0 0,95 7 0,95-0 8 0 - - Sumber : Diktorat Jendral Pengairan. Standar Perencanaan Irigasi KP-01 : 1986 2.7.7 Perkolasi Proses masuknya air kedalam tanah dinamakan infiltrasi atau perkolasi. Kapasitas infiltrasi air atau curah hujan berbeda-beda antara satu tempat dan tempat lain, tergantung pada kondisi tanahnya. Apabila tanahnya cukup permeabel, cukup mudah ditembus air, maka laju infiltrasinya akan tinggi. Semakin tinggi tingkat permeabilitas tanah semakin tinggi pula laju infiltrasinya.

29 Perkolasi merupakan gerakan air ke bawah dari zone air tidak jenuh (daerah antara permukaan tanah sampai ke permukaan air tanah) ke dalam daerah yang jenuh dibawah permukaan air. Proses ini merupakan proses kehilangan air yang terjadi pada penanaman padi di sawah. Istilah perkolasi kurang mempunyai arti penting pada kondisi alam, tetapi dalam kondisi buatan, perkolasi mempunyai arti penting, dimana karena alasan teknis, dibutuhkan proses infiltrasi yang terus menerus. Besarnya perkolasi dinyatakan dalam mm/hari.perkolasi atau peresapan air kedalam tanah dibedakan menjadi dua, yaitu perkolasi vertikal dan perkolasi horizontal. Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari zona tidak jenuh yang terletak diantara permukaan tanah ke permukaan air tanah (zona jenuh). Daya perkolasi adalah laju maksimum yang dimungkinkan, yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona tidak jenuh yang terletak diantara permukaan tanah dengan permukaan air tanah, Laju perkolasi sangat bergantung pada sifat-sifat tanah. Dari hasil penyelidikan tanah pertanian dan penyelidikan kelulusan, besarnya laju perkolasi serta tingkat kecocokan tanah untuk pengolahan tanah dapat ditetapkan dan dianjurkan pemakaiannya. Guna menentukan laju perkolasi, tinggi muka air tanah juga harus diperhitungkan. Perembesan terjadi akibat meresapnya air melalui tanggul sawah. Laju perkolasi normal pada tanah lempung sesudah dilakukan genangan berkisar antara 1 sampai 3 mm/hari. Di daerah dengan kemiringan diatas 5 %, paling tidak akan ter terjadi kehilangan 5 mm/hari akibat perkolasi dan rembesan. Faktor yang mempengaruhi perkolasi adalah :

30 Tekstur tanah Permeabilitas tanah Letak permukaan air tanah Tebal lapisan tanah bagian atas 2.8 Pola Tanam Pola tanam ialah susunan rencana penanaman berbagai jenis tanaman selama satu tahun yang umumnya di Indonesia dikelompokkan dalam tiga jenis tanaman, yaitu padi, tebu, dan palawija. Umumnya pola tanam mengikuti debit andalan yang tersedia untuk mendapatkan luas tanam yang seluas-luasnya. Terbatasnya persediaan air adalah alasan yang mempengaruhi penyusunan pola tanam dalam satu tahun.rencana tata tanam bagi daerah irigasi berguna untuk menyusun suatu pola pemanfaatan air irigasi yang tersedia untuk memperoleh hasil produksi tanam yang sebesar-besarnya bagi usaha pertanian. Agar kebutuhan pengambilan puncak dapat dikurangi, maka areal irigasi harus dibagi-bagi menjadi sedikitnya tiga atau empat golongan. Hal ini dilakukan agar bisa mendapatkan luas lahan tanam maksimal dari debit yang tersedia. Perencanaan golongan dilakukan dengan cara membagi lahan tanam dengan masa awal tanam yang berbeda. Langkah ini ditempuh dengan alasan tidak mencukupinya jumlah kebutuhan air apabila dilakukan penanaman secara serentak atau bisa juga dengan asumsi apabila tidak turunnya hujan untuk beberapa saat ke depan. Termasuk juga dikarenakan keterbatasan dari sumber daya manusianya maupun bangunan pelengkap yang ada.

31 2.9 Neraca Air Waduk Proses siklus air pada suatu daerah untuk periode tertentu terdapat hubungan keseimbangan antara aliran masuk (inflow) dan aliran keluar (outflow). Hubungan antara ketersediaan air untuk berbagai macam sektor harus terjadi keseimbangan, hubungan keseimbangan disebut Neraca kebutuhan dan ketersediaan air sering disebut juga dengan water balance. Konsep neraca air pada dasarnya menunjukkan keseimbangan antara jumlah air yang masuk ke, yang tersedia di, dan yang keluar dari sistim (subsistem) tertentu, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.5. berikut ini : SISTEM MASUKAN ( I ) KELUARAN ( O ) Gambar 2.5. Skema Neraca Air Perumusan dari neraca air ketersediaan dan kebutuhan adalah : I = O ± ΔS...(2.32) Q ketersediaan Q kebutuhan = ΔS...(2.33) dimana: I = masukan (inflow); O = keluaran (outflow); ΔS = perubahan tampungan /perubahan kuantitas air (m 3 /detik) Q ketersediaan = Total ketersediaan debit (m 3 /detik) Q kebutuhan = Total kbutuhan debit (m 3 /detik) Persamaan keadaan waduk menyatakan bahwa penampungan pada akhir suatu periode waktu adalah sama dengan penampungan pada awal periode waktu ditambah dengan perubahan tampungan. St e = St b + C stor...(2.34)

32 dimana : Ste = tampungan pada akhir waktu Stb = tampungan pada awal waktu. C sto = Perubahan dalam Tampungan (change of storage ) Dalam perhitungan neraca air, kebutuhan pengambilan yang dihasilkan untuk pola tanam yang dipakai akan dibandingkan dengan debit andalan untuk tiap setengah bulan dan luas daerah yang bisa diairi. Apabila debit melimpah, maka luas daerah irigasi ialah tetap karena luas maksimum daerah layanan direncanakan sesuai dengan pola tanam yang dipakai. Bila debit tidak berlimpah dan kadang-kadang terjadi kekurangan debit, maka ada 3 pilihan yang bisa dipertimbangkan ( SPI KP-01 ) Luas daerah irigasi dikurangi Bagian-bagian tertentu dari daerah yang bisa diairi (luas maksimum daerah layanan) tidak akan diairi. Melakukan modifikasi dalam pola tanam Dapat diadakan perubahan dalam pemilihan tanaman atau tanggal tanam untuk mengurangi kebutuhan air irigasi di sawah (l/dt/ha) agar ada kemungkinan untuk mengairi areal yang lebih luas dengan debit yang tersedia. Rotasi teknis/golongan Untuk mengurangi kebutuhan puncak air irigasi. Rotasi teknis atau golongan mengakibatkan eksploitasi yang lebih kompleks dan dianjurkan hanya untuk proyek irigasi yang luasnya sekitar 10000 ha atau lebih. 2.10 Simulasi Kapasitas Tampungan

33 Fungsi utama dari waduk adalah untuk menyediakan simpanan (tampungan), maka ciri fisiknya yang paling penting adalah kapasitas simpanan. Kapasitas waduk yang bentuknya beraturan dapat dihitung dengan rumus-rumus untuk menghitung volume padat. Kapasitas waduk pada kedudukan alamiah biasanya haruslah ditetapkan berdasarkan pengukuran topografi. Bila peta-peta topografi tidak ada, maka kadang-kadang dilakukan pengukuran penampang melintang waduk dan kapasitasnya dihitung dari penampang ini berdasarkan rumus prisma. Permukaan genangan normal adalah elevasi maksimum yang dicapai oleh kenaikan permukaan waduk pada kondisi operasi biasa. Permukaan genangan minimum adalah elevasi terendah yang dapat diperoleh bila genangan dilepaskan pada kondisi normal. Volume simpanan yang terletak antara permukaan genangan minimum dan normal disebut simpanan berguna. Air yang ditahan di bawah disebut simpanan mati. Simulasi kecukupan air waduk terhadap pemberian air irigasi merupakan salah satu upaya yang akan digunakan dalam optimasi pengoperasian waduk. Berdasarkan elevasi muka air waduk minimum dan volumenya tersebut, dilakukan perhitungan untuk mencari elevasi muka air waduk setiap akhir bulan dan berurutan. Tahapannya sebagai berikut : Hitung Volume air waduk pada setiap akhir bulan dengan menambahkan volume air yang dapat ditampung (aliran masuk dikurangi aliran keluar) terhadap volume air waduk dari volume sebelumnya. Aliran keluar ialah kebutuhan air irigasi, termasuk evaporasi (total evaporasi dikurangi curah hujan).

34 Elevasi Muka air waduk didapatkan dengan membaca lengkung elevasi muka air dan volume air waduk. Proses perhitungan tersebut diulang sampai pada akhir bulan pada awal perhitungan. Jika tidak ada volume air yang dapat ditampung (aliran masuk= keluar), perhitungan tersebut tetap dilakukan. Jika elevasi muka air waduk lebih dari elevasi muka air waduk maksimum untuk setiap bulan, aliran masuk yang ada dialirkan keluar dan elevasi dipertahankan sesuai elevasi muka air waduk maksimum.