I. PENDAHULUAN. dan undang-undang yang berlaku. Meskipun menganut sistem hukum positif,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK [LN 2002/109 TLN 4235]

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan yang besar. Perubahan tersebut membawa dampak, yaitu munculnya problema-problema terutama dalam lingkungan pada

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. persoalan yang cukup menyita waktu, khususnya persoalan pribadi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

Pelanggaran terhadap nilai-nilai kesopanan yang terjadi dalam suatu. masyarakat, serta menjadikan anak-anak sebagai obyek seksualnya merupakan

BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PIDANA CABUL KEPADA ANAK DI BAWAH UMUR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

I. PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu komitmen dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 36 Tahun Pemerintah juga telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 3

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

BAB IV ANALISIS STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEDOFILIA

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannyalah yang akan membentuk karakter anak. Dalam bukunya yang berjudul Children Are From Heaven, John Gray

I. PENDAHULUAN. mempunyai ciri dan sifat khusus, karena anak merupakan titipan dari Tuhan yang

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

I.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA ANAK TURUT SERTA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana diatur dalam. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN. 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran hak asasi manusia yang berat, korban diperlakukan seolah. barang dagangan yang dapat dibeli dan dijual kembali.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

[

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. nasional bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi,

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang buruk terhadap manusia jika semuanya itu tidak ditempatkan tepat

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

2016, No c. bahwa Presiden telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

I. PENDAHULUAN. budayanya. Meskipun memiliki banyak keberagaman bangsa Indonesia memiliki

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB I PENDAHUULUAN. terjadi tindak pidana perkosaan. Jika mempelajari sejarah, sebenarnya jenis tindak

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR. A. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman-pengalaman tentang bagaimana memenuhi kebutuhan pokok primary

2016, No c. bahwa Presiden telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang

Wawancara bersama penyidik Unit Pelayanan Perempuan Dan Anak

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk

BAB II PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PORNOGRAFI DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA SEBELUM LAHIRNYA UU NO. 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila

PEMERINTAH KOTA BATU

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis.

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP KASUS ASUSILA PADA ANAK. Sulasmin Hudji. Pembimbing I : Dr. Fence M. Wantu, SH.,MH

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan

BAB I PENDAHULUAN. satu tindak kriminal yang semakin marak terjadi adalah persetubuhan, ironisnya

I. PENDAHULUAN. dengan tindakan ancaman dan kekerasan. Perkosaan sebagai salah satu bentuk kejahatan yang

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

I. PENDAHULUAN. Perkembangan masyarakat merupakan suatu gejala yang biasa dan bersifat umum

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB III PERANAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK SABAGAI DASAR HUKUM DALAM PENANGGULANGAN KEKERASAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah hukuman berasal dari kata straf dan istilah di hukum yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang berdasarkan pada hukum positif, artinya hukumhukum yang berlaku di Indonesia didasarkan pada aturan pancasila, konstitusi, dan undang-undang yang berlaku. Meskipun menganut sistem hukum positif, namun tak bisa dipungkiri bahwa Indonesia merupakan bangsa yang masyarakatnya memiliki keragaman suku, ras, agama dan adat kebiasaan yang tersebar di kota-kota dan desa-desa., dimana keragaman suku, adat, ras, dan agama tersebut telah mempengaruhi pandangan hidup dan tindakan masyarakat dalam menyelesaikan masalah-masalah yang selama ini dihadapinya, termasuk juga persoalan hukum. Masyarakat dan hukum merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, ubi societas Ibi ius, dimana ada masyarakat di situ ada hukum. Oleh karena itu hukum dibutuhkan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat demi mencapai ketertiban umum. Aturan hukum tersebut ada yang tertulis maupun tidak tertulis, berlaku secara nasional maupun kedaerahan, di dalam lapangan hukum publik maupun hukum privat. Di dalam lapangan hukum publik, salah satu sumber hukum yang diakui secara nasional dan terkodifikasikan adalah KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana). Namun, di daerah yang masyarakatnya masih dipengaruhi alam

2 sekitarnya yang magis religius dan memiliki sifat kedaerahan yang kental, sumber hukum yang diakui di dalam lapangan hukum pidana adalah hukum pidana adat. Keberadaan hukum pidana adat pada masyarakat merupakan pencerminan kehidupan masyarakat tersebut dan pada masing-masing daerah memiliki hukum pidana adat yang berbeda-beda sesuai dengan adat-istiadat yang ada di daerah tersebut dengan ciri khas tidak tertulis ataupun terkodifikasikan. Menurut Hilman Hadikusuma (1980:17), istilah hukum pidana adat sebenarnya tidak dikenal di kalangan masyarakat adat. Masyarakat adat misalnya hanya memakai kata-kata salah untuk masyarakat adat lampung, atau sumbang untuk masyarakat adat palembang. Namun, karena istilah hukum ini mengandung unsur tindakan hukuman bagi perbuatan yang merugikan masyarakat, maka Hilman mendefinisikan bahwa hukum pidana adat adalah hukum yang menunjukkan peristiwa dan perbuatan yang harus diselesaikan (dihukum) dikerenakan peristiwa dan perbuatan itu telah menganggu keseimbangan masyarakat. Perbuatan menganggu kesimbangan masyarakat ini diartikan sebagai perbuatanperbuatan yang bertentangan dengan kepatutan, kerukunan, ketertiban, keamanan, rasa keadilan, dan kesadaran hukum masyarakat yang bersangkutan yang telah disepakati oleh masyarakat, baik hal itu akibat perbuatan seseorang maupun penguasa adat sendiri. Karena tumbuh dan berkembang berdasarkan kesepakatan masyarakat pada nilai-nilai kepatutan, maka dapatlah dikatakan bahwa hukum pidana adat adalah hukum yang hidup ( living law) dan akan terus hidup selama ada manusia budaya, dan ia tidak dapat dihapuskan oleh perundang-undangan.

3 Di Indonesia dasar hukum pelaksanaan hukum adat, sebenarnya tidak terdapat dalam Batang Tubuh UUD 1945. Oleh karena itu, aturan untuk berlakunya kembali hukum adat ada pada Aturan Peralihan UUD 1945 Pasal II, yang berbunyi : Segala badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar definitif. Aturan Peralihan Pasal II inilah yang menjadi dasar hukum sah berlakunya hukum adat. Dalam Pasal 131 ayat 2 sub b. I, Aturan Peralihan, menyebutkan bahwa bagi golongan hukum Indonesia asli dan Timur asing berlaku hukum adat mereka, tetapi bila kepentingan sosial mereka membutuhkannya, maka pembuat Undang- Undang dapat menentukan bagi mereka : 1. Hukum Eropa 2. Hukum Eropa yang telah diubah 3. Hukum bagi beberapa golongan bersama dan 4. Hukum baru yaitu hukum yang merupakan sintese antara adat dan hukum mereka yaitu hukum Eropa. Pasal 131 ini ditujukan pada Undang-Undangnya, bukan pada hakim yang menyelesaikan sengketa Eropa dan Bumi Putera. Selanjutnya lebih jelas dalam Pasal 131 ayat (6) menyebutkan bahwa bila terjadi perselisihan sebelum terjadi kodifikasi maka yang berlaku adalah hukum adat mereka, dengan syarat bila berhubungan dengan Eropa maka yang berlaku adalah hukum Eropa. Berdasarkan pada penjelasan tersebut, maka jelaslah bahwa dasar hukum pelaksanaan hukum adat di Indonesia terdapat pada Aturan Peralihat UUD 1945.

4 Seiring dengan perkembangan zaman, yang ditandai dengan kamajuan teknologi dan informasi, dan makin terbukanya pola komunikasi masyarakat, maka pemaknaan terhadap perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan kepatutan, kerukunan, ketertiban, kemanan, rasa keadilan, dan kesadaran hukum masyarakatpun mengalami perkembangan. Baik ke arah positif maupun negatif. Tindakan-tindakan mengganggu kesimbangan masyarakat, tidak lagi hanya berkisar pada masalah masalah kecil yang biasanya mengganggu keseimbangan sebuah keluarga atau antar keluarga, seperti adab mandi di sumur umum, atau adab mengunjungi gadis, namun telah berkembang kearah kejahatan-kejahatan besar yang dapat mengganggu kesimbangan dan ketentraman masyarakat secara luas. Salah satu tindakan besar yang akhir-akhir ini marak di negeri ini adalah tindakan perkosaan terhadap anak di bawah umur. Tindakan kekerasan terhadap anak di bawah umur adalah tindakan anti kesusilaan yang menjadikan anak-anak sebagai objek korban kejahatan. Padahal sebagai generasi penerus kehidupan bangsa, perlindungan terhadap hak anak-anak sangat diperlukan. Perlindungan terhadap anak dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, salah satunya melalui pemberian hak-hak terhadap anak yang dapat dikaitkan dalam hukum, seperti perlindungan atas kesejahteraan, pendidikan, perkembangan, jaminan masa depan yang cerah, dan perlindungan dari kekejaman, kekerasan, pemerkosaan, penganiayaan, serta perlindunganperlindungan lain yang dapat menjamin tumbuh kembangnya anak secara wajar. Tindakan perkosaan terhadap anak merupakan tindakan yang melanggar prinsipprinsip perlindungan anak tersebut, sehingga bagi pelanggarnya dikenakan sanksi

5 hukum yang berat. Dalam KUHP Pasal 285 disebutkan bahwa sanksi pidana terhadap kasus perkosaan berbunyi : Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita besetubuh dengan dia di luar pernikahan, di ancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Meskipun dalam KUHP di atas telah memuat sanksi hukum bagi pelaku tindak pidana perkosaan, akan tetapi terdapat beberapa kelemahan yang timbul bila sanksi hukum tersebut dikenakan bagi tindak kejahatan perkosaan terhadap anak. Kelemahan-kelemahan tersebut meliputi objek korban perkosaan yang hanya mengkhususkan pada gender wanita, padahal dalam kenyataannya tindak pidana perkosaan terhadap anak bukan hanya meliputi objek korban seorang wanita, melainkan juga terhadap anak laki-laki sebagaimana yang banyak terjadi akhirakhir ini. Kedua, sanksi hukuman yang tidak memuat hukuman teringan, sehingga efek jera yang diharapkan timbul dari kasus perkosaan terhadap anak seringkali tidak sesuai dengan harapan, hal ini terbukti lagi dengan beberapa kasus perkosaan yang justru lebih banyak menjadikan anak-anak sebagai objek korban dibandingkan dengan orang dewasa, dikarenakan anak-anak biasanya merupakan pihak yang sangat mudah diintimidasi dan mendapat perlakuan kekerasan tanpa adanya upaya-upaya penyelesaian di jalur hukum oleh korban bersangkutan. Berdasarkan pada kenyataan tersebut, maka semenjak tahun 2002 telah disahkan undang-undang perlindungan anak yang mangatur sanksi-sanksi hukum pada tindakan kekerasan terhadap anak. Khusus untuk kasus perkosaan, maka undangundang perlindungan anak Pasal 81 UU No. 23 tahun 2002, menyebutkan : (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang

6 lain, dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). (2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. Pemberlakuan undang-undang perlindungan anak, telah memberikan payung hukum bagi pelaksanaan sanksi hukum terhadap pelaku tindak kekerasan terhadap anak menjadi lebih keras dan berat dari sebelumnya. Akan tetapi, karena tindak kekerasan khususnya perkosaan terhadap anak pada dasarnya bukan hanya merusak fisik anak semata, namun juga merusak kecerdasan, emosional, tahap tumbuh kembang yang wajar, dan kehidupan sosialnya, maka sanksi hukum bagi pelaku perkosaan terhadap anak hendaknya bukan hanya meliputi hukum positif saja, melainkan juga dikenakan sanksi hukum pidana adat sebagai reaksi masyarakat terhadap kejahatan yang merusak tatanan kehidupan sosial. Sanksi hukum pidana adat ini diperlukan sebab sebagai sebuah hukum yang tumbuh dari sejarah, pandangan hidup, dan kaidah pergaulan yang telah disepakati oleh masyarakat, hukum pidana adat lebih dekat hubungannya dengan antropologi dan sosiologi masyarakat dari pada hukum perundang-undang, sehingga sanksi hukum yang terdapat di dalamnya diharapkan dapat memberikan efek jera secara sosial baik bagi pelakunya maupun peringatan bagi yang lain. Meskipun hukum yang belaku di Indonesia adalah hukum positif, namun karena masyarakat Indoesia juga merupakan bagian dari masyarakat adat yang memiliki aturan-aturan tersendiri yang berhubungan dengan norma, keyakinan, rasa keadilan dan kesadaran hukum masyarakat yang sesuai dengan tempat ia tinggal,

7 maka pelaksanaan hukum pidana adat dipercaya mampu memberikan rasa keadilan masyarakat, dan memulihkan keseimbangan masyarakat, disamping memperkaya khasanah penegakan hukum di Indonesia. Salah satu hukum pidana adat yang dimiliki oleh masyarakat adat di wilayah Republik Indonesia yang bhineka ini adalah hukum pidana adat Lampung. Hukum pidana adat lampung pada dasarnya adalah aturan-aturan adat yang berlaku bagi masyarakat adat Lampung, dimana secara teori penyelesain sengketa-sengketa pidana adat di putuskan oleh lembaga pengadilan adat (inheemsche rectspraak). Sebagai delik yang diputuskan oleh lembaga pengadilan adat maka keputusan-keputusan hukum lembaga pengadilan adat hanya mengikat bagi masyarakat adat bersangkutan dan tidak bagi masyarakat adat lain di luar daerahnya. Lembaga adat pada dasarnya adalah organisasi adat yang mempunyai hak dan wewenang untuk mengatur, mengurus, dan menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan dalam bermasyarakat yang berkaitan dengan dan mengacu pada adat-istiadat yang berlaku di daerah tertentu. Dalam khasanah adat lampung, lembaga adat ini biasa disebut sebagai penyimbang adat. Dari definisi tersebut, tampaklah bahwa pada dasarnya hukum pidana adat ternyata bukan hanya berlaku bagi masyarakat adat tertentu, dalam hal ini masyarakat adat lampung, akan tetapi juga pada seluruh masyarakat yang hidup dalam wilayah atau daerah tempat berlakunya adat istiadat tersebut, dalam hal ini berarti daerah Provinsi Lampung. Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, dimana fenomena yang berkembang belakangan ini menunjukkan bahwa tingkat

8 kejahatan perkosaan, khususnya perkosaan terhadap anak-anak semakin marak di masyarakat, dan sebagaimana telah dijelaskan pula bahwa pemberian sanksi hukum bagi pelaku kejahatan bukan hanya ditujukan untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku akan tetapi berfungsi juga untuk memulihkan keseimbangan masyarakat terganggu di suatu daerah, dimana penyelesaiannya dapat dilakukan melalui penegakan hukum pidana adat di daerah tersebut, yang dalam hal ini berarti hukum pidana adat Lampung, maka penulis bermaksud untuk mengangkat permasalah tersebut kedalam sebuah karya tulis ilmiah dengan judul : Proses Penyelesaian Hukum Tindak Pidana Perkosaan Anak dalam Perspektif Hukum Pidana Adat Lampung. B. Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup 1. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah penyelesaian tindak pidana perkosaan anak dalam perspektif hukum pidana adat lampung? 2. Bagaimana tahapan penyelesaian hukum tindak pidana perkosaan anak dalam perspektif hukum pidana adat lampung. 2. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian dibutuhkan untuk menjaga agar penelitian ini tidak menyimpang dan sesuai dengan permasalahan yang akan di bahas, oleh karena itu diperlukan adanya pembatasan permasalahan. Ruang lingkup penelitian pada

9 skripsi ini adalah pembahasan mengenai proses penyelesaian hukum tindak pidana perkosaan anak dalam perspektif adat lampung. Penelitian ini diperlukan agar masyarakat adat lampung memperoleh penjelasan penyelesaian tindak pidana bersangkutan dalam perspektif adat lampung agar keseimbangan masyarakat, ketentraman, dan rasa keadilan masyarakat adat lampung dapat tercapai. Penelitian ini dilaksanakan di daerah Lampung, dengan waktu penilitan selama 3 bulan. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui proses penyelesaian hukum bagi pelaku tindak pidana perkosaan anak dalam perspektif hukum pidana adat lampung 2. Untuk mengetahui tahapan penyelesaian hukum bagi delik pidana perkosaan anak dalam perspektif hukum pidana adat Lampung. 2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis Kegunaan teoritis dari penulisan skripsi ini adalah pengembangan kemampuan daya pikir kritis dan daya nalar sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki guna dapat mengungkapkan secara objektif dalam bentuk karya ilmiah. Disamping itu juga dapat berguna sebgai sumbangan pemikiran pengetahuan ilmu hukum terkait penyelesaian hukum tindak pidana perkosaan anak dalam perspektif hukum adat lampung.

10 b. Kegunaan Praktis Secara praktis, penulisan skripsi ini mempunyai manfaat : 1. Untuk mengetahui dan menambah pengetahuan penulis mengenai proses penyelesaian hukum tidak pidana perkosaan anak dalam perspektif hukum adat lampung. 2. Untuk bahan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan referensi yang berkaitan dengan proses penyelesaian hukum tindak pidana perkosaan anak dalam perspektif hukum adat lampung. D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstrak dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan kesimpulan terhadap dimensi-dimensi sosial yang di anngap relevan untuk peneliti ( Soerjono Soekanto, 1984:125). Untuk menjawab permasalahan yang ada, teori yang digunakan adalah menggunakan pendapat ahli hukum tentang pembuktian tindak pidana dan kendala atau faktor yang mempengaruhi penegakan hukum yang di gunakan sebagai acuan dalam menganalisis permasalahan yang ada. Menurut Sudarto (1990:9), hukum pidana adalah aturan hukum yang mengikatkan pada suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana. Tindak pidana perkosaan merupakan suatu fenomena kejahatan kesusilaan yang mengakibatkan penderitaan, melanggar suatu aturan hukum, yang

11 juga disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Perkosaan menurut konstruksi yuridis peraturan perundang-undangan di Indonesia (KUHP) pasal 285 adalah : perbuatan memaksa seorang wanita yang bukan istrinya untuk bersetubuh dengan dia dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Kata-kata memaksa dan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan di sini sudah menunjukkan betapa mengerikannya suatu tindakan perkosaan. Pemaksaan hubungan kelamin pada wanita yang tidak menghendakinya akan menyebabkan kesakitan hebat pada korban, apalagi tindakan tesebut disertai dengan kekerasan fisik. Kesakitan hebat dapat terjadi tidak hanya sebatas fisik saja, tetapi juga dari segi psikis. (Ekotama, 2001 : 96) Meningkatnya kejahatan kesusilaan dan kejahatan yang lain dapat dilihat sekarang ini di Indonesia, yakni semakin maraknya acara atau tayangan di televisi yang bertema kriminalitas. Setiap harinya kejahatan terhadap kesusilaan (perkosaan, pencabulan, dsb) mulai merajalela dan meresahkan masyarakat. Kejahatan terhadap kesusilaan pada umumnya menimbulkan kekhawatiran atau kecemasan khususnya para orang tua terhadap anak-anaknya, selain dapat mengancam keselamatannya dapat pula mempengaruhi proses pertumbuhan ke arah kedewasaan seksual lebih dini. (Sumiarni dan Halim, 2000 :1). Anak adalah manusia muda dalam umur muda, dalam jiwa muda, dan dalam perjalanan hidupnya mudah terpengaruh dengan keadaan disekitarnya. Menurut Pasal 1 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menyebutkan bahwa:

12 Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Tindak pidana perkosaan pada anak-anak akhir-akhir ini mengalami peningkatan yang signifikan dan banyak dari kasus-kasus tersebut hanya divonis dengan hukuman yang ringan. Sehingga munculah reaksi-reaksi ketidakpuasan dalam masyarakat terhadap pidana yang dijatuhkan. Ketidakpuasan masyarakat ini seharusnya diakomodir melalui sistem peradilan yang mengakomodir rasa keadilan masyarakat yang tumbuh dari adat-istiadat masyarakat setempat. Hal ini sesuai pula dengan pasal 20 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang menyebutkan : Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Berdasarkan pasal tersebut jelas bahwa bukan hanya orang tua yang bertanggung jawab untuk melindungi anak-anak, akan tetapi negara dan masyarakat harus berperan di dalamnya. Peran serta masyarakat terwujud dalam norma-norma dan aturan masyarakat yang berguna sebagai pencegah atau hukuman bagi pelaku tindak pidana, yang dalam masyarakat adat lampung terwujud dalam hukum adat lampung. Hukum pidana adat Lampung pada dasarnya tidak berbeda dengan sifat dan pengadilan adat di berbagai daerah lain, karenanya, dalam adat lampung suatu perbuatan dikenakan delik hukum apabila perbuatan tersebut secara nyata merugikan orang lain atau menganggu ketertiban, kemanan, dan keseimbangan masyarakat.

13 2. Konseptual Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan konsep-konsep yang merupakan kumpulan dari arti- arti yang terkait dengan istilah yang akan diteliti dan juga memberikan arah atau pedoman yang jelas dalam penelitian ini, maka perlu memahami definisi-definisi sebagai berikut : a. Proses penyelesaian hukum pidana atau hukum acara pidana adalah peraturan yang mengatur bagaimana cara alat-alat perlengkapan hukum melaksanakan tuntutan, memperoleh keputusan pengadilan, oleh siapa keputusan pengadilan tersebut dilaksanakan. (Masriani, 2004 : 82) b. Pidana adat merupakan ancaman perbuatan yang melanggar ketentuan hukum adat dan berlaku di lingkungan suatu masyarakat tertentu baik berupa pelanggaran adat, agama, kesusilaan, atau kesopanan. (Hadikusuma, 1979: 22) c. Delik adat merupakan tindakan pelanggaran terhadap adat, maupun hukum dan norma adat serta yang bertentangan dengan kepatutan, kerukunan, ketertiban, keamanan, rasa keadilan, dan kesadaran hukum yang berlaku dan diakui oleh suatu masyarakat yang bersangkutan. (Hadikusuma, 1979: 20) d. Hukum adat Lampung merupakan suatu tatanan hukum adat yang berlaku dan sekaligus mengatur kehidupan masyarakat Lampung, baik itu sifatnya mengikat secara turun temurun maupun yang yang mempunyai ciri khas siapa yang kaya dia mendapatkan semuanya dalam hal gelar adat. (Hadikusuma, 1979: 16 18) e. Sanksi adat merupakan hukuman ataupun tindakan yang dijatuhkan kepada pelanggar adat, yang bertujuan untuk membimbing dan mendidik supaya ia menjadi anggota masyarakat yang sosialis. Artinya sanksi adat diberikan agar

14 si pelanggar dalam diterima kembali di tengah-tangah masyarakat. (Sudarto, 1990: 73) E. Sistematika Penulisan Untuk memberikan pendekatan pemikiran mengenai hal-hal apa saja yang menjadi fokus pembahasan dalam skripsi ini penulis menyusun sistematika penulisan dalam 5 bab, dimana masing-masing bab berhubungan satu sama lain, yaitu : I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas antara lain, latar belakang, pokok permasalahan, kerangka konsepsional, sistematika penulisan. II. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan membahas antar lain, pengertian tindak pidana, macam-macam perbuatan pidana, pengertian hukum pidana adat, sifat hukum pidana adat, dan pengertian hukum pidana adat Lampung. III METODE PENELITIAN Bab ini akan membahas mengenai metode yang digunakan dalam menyusun skripsi ini antara lain : 1. Pendekatan masalah 2. Data dan sumber data 3. Penentuan Populasi dan Sample 4. Metode Pengumpulan

15 5. Metode Pengolahan data 6. Analisis Data IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini akan membahas hasil penelitian dan pembahasan terhadap masalah yang ada dalam skripsi ini, yaitu mengenai proses penyelesaian hukum terhadap tindak pidana perkosaan dalam perspektif hukum adat Lampung. V PENUTUP Bab ini mencakup antara lain Kesimpulan dan Saran.