BAB I PENDAHULUAN. Mawaris secara etimologi adalah bentuk jama dari kata miras artinya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS MENGENAI PANDANGAN IMAM SYAFI I TENTANG STATUS WARIS ANAK KHUNTSA MUSYKIL

DAFTAR PUSTAKA. Abbas, Sirajuddin, Sejarah Dan Keagungan Madzhab Syafi i, Jakarta: CV. Pustaka Tarbiyah, 2003.

STUDI ANALISIS TERHADAP PENDAPAT AL- IMAM AL-MAWARDI TENTANG WARIS KHUNTSA MUSYKIL

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

BAB I PENDAHULUAN. Paramita, 1992), h ), h. 2011

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu persoalan berada pada tangan beliau. 2. Rasulullah, penggunaan ijtihad menjadi solusi dalam rangka mencari

BAB I PENDAHULUAN. Sudah menjadi sunatullah seorang manusia diciptakan untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

KONSEP AHLI WARIS RADD MENURUT MUHAMMAD ALI AL SHABUNI DAN HUKUM WARIS ISLAM (STUDI KOMPERATIF) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. waris, dalam konteks hukum Islam, dibagi ke dalam tiga golongan yakni: 3

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Islam merupakan agama samawi yang diturunkan oleh Allah SWT yang

BAB V PENUTUP. 1. Penetapan hak waris anak dalam kandungan menurut mazhab Syafi i adalah. diperkirakan satu saja, lebih dari itu adalah langka.

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria atau seorang wanita, rakyat kecil atau pejabat tinggi, bahkan penguasa suatu

BAB III METODE PENELITIAN. melaksanakan penelitian (yaitu meliputi kegiatan-kegiatan mencari, mencatat,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam menyalurkan kebutuhan biologisnya. diliputi rasa kasih sayang antara sesama anggota keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW merupakan agama

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau

A. LATAR BELAKANG. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum

BAB IV ANALISIS. A. Persamaan dan Perbedaan Pendapat Mazhab Syafi i dan Mazhab Hanbali Tentang Hukum Menjual Reruntuhan Bangunan Masjid

B A B I P E N D A H U L U A N. Puasa di dalam Islam disebut Al-Shiam, kata ini berasal dari bahasa Arab

BABI PENDAHULUAN. iman.puasa adalah suatu sendi (rukun) dari sendi-sendi Islam. Puasa di fardhukan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik yang berhubungan dengan Allah, maupun yang berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. 1

STUDI PERBANDINGAN TENTANG HUBUNGAN HIBAH DENGAN WARIS MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA

HAK KEWARISAN BAGI AHLI WARIS YANG MELAKUKAN OPERASI PENYESUAIAN KELAMIN GANDA (KHUNTSA) DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

Lex Privatum, Vol.I/No.5/November/2013

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS DAN AHLI WARIS

KEDUDUKAN ORANG YANG MEMPUNYAI KELAMIN (KHUNSA) DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Muhammad Firdaus, Akad-Akad Syariah, (Jakarta: Renaisan, 2007), h.43

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, baik hubungan dengan Allah swt. maupun hubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. harta yang banyak dan sebagian lagi ada yang sebaliknya. Setelah tiba. peristiwa hukum yang lazim disebut dengan kematian.

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan. Ada laki-laki, ada pula

BAB IV ANALISIS TERHADAP GUGATAN TIDAK DITERIMA DALAM PERKARA WARIS YANG TERJADI DI PENGADILAN AGAMA GRESIK. (Putusan Nomor : /Pdt.G/ /Pa.

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum melangkah pada pembahasan selanjutnya, terlebih dahulu akan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai subyek hukum pada dasarnya dipandang. mempunyai kecakapan yang berfungsi untuk mendukung hak dan kewajiban

BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI. A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. masalah penelitian hanya dapat dijawab berdasarkan temuan-temuan data empiris dari

BAB IV. ANALISIS PENDAPAT Al-IMAM Al-MAWARDI TENTANG WARIS KHUNTSA MUSYKIL. A. Analisis Terhadap Pendapat Al-Imam Al-Mawardi Tentang Waris

BAB V PENUTUP. harta milik tidak sempurna di Veeva Rent Car n Motor Malang maka peneliti

BAB I PENDAHULUAN. Islam telah mengatur setiap aspek kehidupan manusia baik yang. menyangkut segala sesuatu yang langsung berhubungan dengan Allah SWT

BAB I PENDAHULUAN. Aksara, 1992, h Said Agil al-munawar, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Bumi

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, perdagangan terutama dalam bidang ekonomi. Merupakan suatu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS. Kata waris berasal dari kata bahasa Arab mirats. Bentuk jamaknya adalah

BAB V PENUTUP. di Desa Saka Paun dengan tujuan agar dalam pelaksanaan haulan yang tiap

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN PESANAN CATERING DAN STATUS UANG MUKA YANG DIBATALKAN DI SARAS CATERING SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. untuk selamanya. Tetapi adakalanya karena sebab-sebab tertentu bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berlainan jenis antara laki-laki dan perempuan serta menjadikan hidup

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB I PENDAHULUAN. Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002), h.398

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah wa rahmah. 3 Agar

BAB IV YANG BERHUTANG. dibedakan berdasarkan waktu dan tempat. Fatwa fatwa yang dikeluarkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual

BAB I PENDAHULUAN. dan keadaan, mengangkat dan menghilangkan segala beban umat. Hukum

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Sejarah Penyusunan Buku II Tentang Kewarisan Dalam Kompilasi

BAB I PENDAHULUAN. Allah melalui Rasulullah Muhammad SAW, untuk disampaikan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Kewarisan merupakan salah satu bentuk penyambung ruh keislaman antara

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. Hayyie Al-Kattani, Gema Insani Press, Jakarta, cet III, 2001, h Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur an, Terj.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun

Prosiding Peradilan Agama ISSN:

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni

MASALAH HAK WARIS ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ISLAM

BAB III METODE PENELITIAN

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam Ilmu-Ilmu Syari ah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN WALI BAGI MEMPELAI PEREMPUAN YANG LAHIR KURANG DARI 6 BULAN DI KUA GAJAH MUNGKUR

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pengadilan. Karena dalam hal ini nilai kebersamaan dan kekeluargaan

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. manusia, sebab dengan belajar manusia akan memperoleh pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan cara yang paling tepat untuk menyalurkan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tapi juga dalam kehidupan bermasyarakat. Perkawinan merupakan suatu

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap sampel sanad hadis,

BAB I PENDAHULUAN. Helmi Karim, Op Cit, Hlm. 29

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran-saran

BAB III METODE PENELITIAN

ORANG HILANG (MAFQUD) (Studi Kasus Penetapan Pengadilan Nomor. 0102/Pdt.P/2014/PA.Btl)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lain. Kegiatan yang lebih banyak dan efektif ialah jual beli. Disamping sebagai

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap kematian erat kaitannya dengan harta peninggalan. Setiap

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mawaris secara etimologi adalah bentuk jama dari kata miras artinya warisan. 1 Hukum kewarisan, merupakan salah satu aspek yang di atur secara jelas dalam Al-Qur an dan Sunnah Rasul. Hal ini membuktikan bahwa masalah kewarisan cukup penting dalam agama Islam. Apalagi Islam pada awal pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan pada masyarakatnya. 2 Oleh karna banyaknya permasalahan yang mendasari dinamika dan problematika sosial dalam dkehidupan masyarakat terutama dalam pembagian harta waris, hukum kewarisan Islam memberi solusi penyelesaian pengatur tatanan hidup masyarakat guna hal pembagian waris. Dalam pembagian waris Islam terkait masalah genre (jenis kelamin), Islam sejak dahulu telah memiliki sikap tersendiri berkaitan dengan status jenis kelamin seseorang. Sederhananya, bila alat kelamin salah satu jenis itu lebih dominan, maka dia ditetapkan sebagai jenis kelamin tersebut, misalnya bila organ kelamin laki-lakinya lebih dominan baik dari segi bentuk, ukuran, fungsi dan sebagainya, maka berlaku padanya hukum-hukum syari at bagi laki-laki,, antara lain mengenai batas aurat, mahram, nikah, wali, warisan dan hukumhukum lain yang berkaitan dengan hukum syari at bagi laki-laki. Dan sebaliknya, bila organ kelamin wanita yang lebih dominan dan berfungsi, maka 2002, hal. 14. 1 Ahmad Rofik, Fiqih Mawaris, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998, hal. 1. 2 Abdul Ghofur Anshori, Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, Yogyakarta: Ekonisia, 1

2 jelas dia adalah wanita dan pada dirinya berlaku hukum-hukum syari at sebagai wanita. 3 Namun ada juga yang dari segi dominasinya berimbang, dalam literatur fiqih disebut dengan istilah khuntsa musykil yakni orang yang mempunyai alat kelamin laki-laki dan perempuan atau tidak mempunyai kedua-duanya sama sekali. 4 Khuntsa musykil dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah hermafrodit (kelamin ganda). 5 Jelas orang tersebut dinamakan khuntsa musykil, karna sulit baginya untuk menentukan indentitasnya, dengan kedua alat kelamin yang sama-sama berfungsi. Salah satu permasalahan khuntsa musykil adalah dalam hal menentukan hak waris atau kewarisanya, dan juga menjadikan persoalan kepada penetapan status hak memperoleh bagian warisnya. Hukum waris di Indonesia telah di atur di dalam perundang-undangan yang telah ditetapkan, seperti dalam KUHPerdata (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) dan juga dalam dasar kewarisan hukum Islam atau dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam). Namun baik dalam KUHPerdata maupun KHI tidak diterangkan mengenai ketentuan hukum waris bagi khuntsa, hal inilah yang mendorong penulis untuk mempelajari dan mengkaji tentang penentuan hukum waris bagi khuntsa. Seperti halnya qonun al-mawarits (kitab undang-undang hukum warisan mesir) di dalam menetapkan harta pusaka kepada khuntsa musykil mengambil dari 3 Zunly Nadia, Antara Hermaproditif (Khuntsa) dan Transeksualitas (Mukhannats) http://www.syariahonline.com/new_index.php/id/9/cn/11727 4 Fatchur Rahman, Ilmu Mawaris, Bandung: PT. Alma arif, hlm. 482. 5 Burhani MS, Hasbi Lawrens, Kamus Ilmiah Populer, Jombang: Lintas Media, hlm. 183.

3 pendapat Abu Hanifah. Pendapat tersebut dicantumkan dalam K.U.H.W, pada pasal 46. 6 Dalam KHI tinjauan hukum waris yang digunakan adalah dasar-dasar dalam hukum Islam dan ijtihad para Fuqoha (ulama-ulama ahli fiqih) dalam ilmu Faroid (ilmu Kewarisan). Dalam salah satu riwayat di jelaskan. عن ابن عباس رضى االله عنه قال, اهل الفراي ض كتاب االله (رواه مسلم) قال رسو ل االله صلواالله عليه وسلم اقسموا المال بين Artinya : Dari Abbas r.a, Rosulullah bersabda: Bagikanlah harta pusaka antara ahli waris menurut kitabullah (Al-Qur an), HR. Muslim. 7 Namun demikian masih ada masalah mengenai hukum waris yang tidak tercantum dalam Al-Qur an, sehingga menimbulkan beberapa pendapat, seperti pada permasalahan khuntsa musykil. Mengenai permasalahan kewarisan khuntsa musykil, para fuqoha sepakat bahwa penentuan waris bagi khuntsa musykil harus di tinjau secara biological (jasmaniah) bukan secara pesicological (kejiwaan). 8 Para ulama ahli faroid berbeda-beda pendapat mengenai cara-cara untuk memberikan bagian harta pusaka khuntsa musykil setelah di ketahui dua 6 Muslich Maruzi, Pokok-Pokok Ilmu Waris, Semarang: Mujahidin. 1993, hlm. 84. 7 Imam Muslim, Sakhih Muslim, Bairut: Darul Kutub Alamiah, 1992, Juz, 3, hlm. 23. 8 Muslich Maruzi, op. cit hlm. 85.

4 macam penerimaan berdasarkan perkiraan laki-laki dan perkiraan perempuan dan bagian para ahli waris lainnya. Ulama Syafi iyah berpendapat bahawa khuntsa musykil mendapat bagian atas perkiraan yang terkecil dan meyakinkan kepada si khuntsa musykil dan ahli waris lain, kemudian sisanya yang masih diragukan ditahan dulu sampai status hukum khuntsa menjadi jelas atau sampai ada perdamaian bersama antara ahli waris (menghibahkan sisa yang diragukan). 9 Menurut pendapat yang lebih unggul (madzhab Syafi iyah) khuntsa diperlakukan dengan perlakuan yang merugikan. Maka harus di perhatikan perolehan warisannya dengan perkiraan sebagai laki-laki atau sebagai perempuan. 10 Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa, khuntsa musykil mendapat bagian yang terkecil lagi terjelek dari dua perkiraan bagian lelaki dan perempuan dan ahli waris lainnya mendapat bagian yang terbaik dari dua perkiraan tersebut di atas, dan tidak ada sisa untuk ditahan terlebih dahulu. 11 Sedangkan pada kalangan ulama Malikiyah berpendapat lain lagi, khuntsa musykil mendapat separoh dari dua perkiraan lelaki atau perempuan dan demikian juga ahli waris lainnya. 12 Konsep penentuan hak waris khuntsa musykil menurut pendapat Ulama Syafi iyah, seperti halnya Al-Imam Al-Mawardi, Al-Imam Al-Nawawi, Al- Imam As-Syarbaniy, dan ulama -ulama Syafiiyah lainnya, di kerjakan dua kali, yang pertama dianggap sebagai lelaki dan yang ke dua dianggap sebagai 9 Ali Ash-Shabuni, Al-Mawaris, Baerut: Alamul Kutub hlm. 165. 10 Suhrawadi K. Lubis, S.H. dan Komis Simanjuntak, S.H., Hukum Waris Islam, Jakarta: Sinar Grafika. 1997, hlm. 165. 11 Ash-Shabuni, Ibid., hlm. 165. 12 Ash-Shabuni, Ibid,, hlm. 167.

5 perempuan. Kemudian si banci (khuntsa musykil) tersebut diberi bagian terkecil di antara dua bagian tadi, sisanya ditangguhkan menunggu sampai persoalannya jelas, atau sampai ada perdamaian antara para ahli waris, atau sampai pada si matinya banci dan hartanya di bagikan pada ahli waris yang ada. 13 Makna pemberian hak khuntsa musykil dengan bagian paling sedikit menurut kalangan fuqoha mawarits mu amalah bil adhar yaitu jika khuntsa dinilai sebagai wanita bagiannya lebih sedikit, maka hak waris yang diberikan kepadanya adalah hak waris wanita, dan bila dinilai sebagai laki-laki dan bagiannya ternyata lebih sedikit, maka divonis sebagai laki-laki. 14 Berpijak pada pentingnya masalah di atas, maka penulis hendak mengangkat tema ini dengan judul: Studi Analisis Pendapat Al-Imam Al- Mawardi Tentang Konsep Hukum Waris Khuntsa Musykil. B. Perumusan Masalah Perumusan masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat pernyataan-pernyataan apa saja yang ingin dicarikan jawabannya. 15 Bertitik dari keterangan itu, maka yang menjadi pokok permasalahan. 1. Bagaimana pendapat Al-Imam Al-Mawardi tentang konsep hukum waris khuntsa musykil? 13 Suhrawadi K. Lubis, S.H. dan Komis Simanjuntak, Ibid., hlm. 166. 14 Muhammad Ali ash-shabuni, Pembagian Waris Menurut Islam, Jakarta: A.M.Basamalah Gema Insani Press, 1995, hlm. 166. 15 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Cet 7, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993, hlm. 312.

6 2. Bagaimana metode istinbat hukum Al-Imam Al-Mawardi tentang konsep hukum waris khuntsa musykil? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pendapat Al-Imam Al-Mawardi tentang konsep hukum waris khuntsa musykil. 2. Untuk mengetahui metode istinbat hukum Al-Imam Al-Mawardi tentang konsep hukum waris khuntsa musykil. D. Telaah Pustaka Dari beberapa penulis atau peneliti terdahulu, baik dalam bentuk skripsi atau karya tulis ilmiah lain yang telah membahas seputar hukum waris yang penulis jumpai diantaranya: 1. Al-Imam Al-Baihaqi dalam kitabnya Al-Sunan Al-Kubro, yang menjelaskan bagimana tentang ketentuan hak waris bagi khuntsa musykil, dari sahabat Ali R.A, untuk menentukan hak waris bagi khuntsa musykil ialah dengan jalan melihat dari mana jalan air kencingnya. 16 2. Al-Imam Al-Nawawi dalam kitabnya Raudho At-tholibin, juga di tegaskan adanya penangguhan harta bagi khuntsa untuk menungguh kejelasan status jenis kelamin bagi khuntsa itu sendiri. 16 Imam Al-Baihaqi, Sunan Al-Akbar, Kairo: Darul Fikir, 1996 hlm. 261.

7 3. Al-Imam Al-Sairozy dalam kitabnya Al-Muhadzab, di jelaskan ketika khuntsa tersebut tak dapat di tentukan setatusnya (musykil), maka pembagian harta warisnya dengan di perkirakan laki-laki atau perempuan kemudian sisa dari pembagian harta tersebut di tangguhkan. 17 4. Ash-Sharbini dalam kitabnya Mughni Al-Muhtaj, ditegaskan juga mengenai pembagian waris bagi khuntsa musykil, memberikan atas bagian yang terkecil dari yang lain, kemudian sisanya ditangguhkan dulu sampai kedudukannya menjadi jelas. Tapi jika si khuntsa menerima bagian yang sama banyak antara dua perkiraan laki-laki dan perempuan, tidak menimbulkan kesulitan, masing-masing menerima menurut ketentuan mereka dan tidak ada sisa yang diragukan. 18 5. Muhamad Ali Ash-Shabuni, dalam kitabnya Al Mawaris fi Syariat Al- Islamiyah Ala Dzawil Kitab Wa Sunnah di tegaskan bahwa, untuk banci (khuntsa musykil) menurut pendapat yang paling rajih hak waris yang diberikan kepadanya hendaklah yang paling sedikit di antara dua keadaannya bila ia sebagai laki-laki dan sebagai wanita. Kemudian untuk sementara sisa harta waris yang menjadi haknya dibekukan sampai statusnya menjadi jelas, atau sampai ada kesepakatan tertentu di antara ahli waris, atau sampai banci itu meninggal hingga bagiannya berpindah kepada ahli warisnya. 6. Akhmad Khaerudin (2101184), dalam skripsinya yang berjudul Analisis III, hlm. 29. Terhadap Pendapat Imam Syafi i Tetang Warisan Orang Yang Hilang 17 Abu Ishak Al-Fairazy, Al-Muhadzab, Bairut: Darul Kitab Ilmiyah 674 H Juz 2. hlm. 419. 18 Syamsudin Ash-Sarbini, Al-Mughnil Mughtaj, Bairut: Darul Kutub Al-Ilmiah, 1991, juz

8 (Mafqud). Yang menjelaskan tentang kententuan waris bagi mafqud (orang yang hilang), sesuai dengan pendapat Imam Syafi i. 7. Agus Wildan (2197190) dalam skripsinya yang berjudul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Sistem Pembagian Harta Waris Satu Banding Satu Di Kecamatan Bumi Jawa Kabupaten Tegal. Yang menjelaskan tentang konsep pembagian waris masyarakat Bumi Jawa, dalam konsep pembagian waris satu banding satu, yang dilihat dari sudut pandang hukum kewarisan Islam. 8. Nuruddin (2199129) dalam skripsinya yang berjudul Studi Analisis Pendapat Asuyuthi Tentang Cara Menentukan Jenis Kelamin Khuntsa. Yang menjelaskan tentang cara penentuan atau menentukan jenis kelamin khuntsa, melalui jalan keluarnya air kencing dan ketentuan-ketentuan lainnya. Berdasarkan skripsi-skripsi di atas, mengenai definisi secara umum kewarisan dalam presepektif hukum Islam terdapat beberapa kesamaan dan salah satu dari skripsi di atas, juga menunjukkan persamaan pendapat tentang penentuan jenis kelamin khuntsa. Namun dalam skripsi ini penulis lebih mensefesivikasikan konsep hukum kewarisan bagi khunsa musykil, dan menfokuskan kajiannya pada salah satu dari pendapat ulama Syafi iyah yakni, Imam Al-Mawardi tentang konsep hukum waris khunsa musykil, sesuai dengan judul skripsi penulis, Studi Analisis Pendapat Al-Imam Al-Mawardi Tentang Konsep Hukum Waris Khuntsa musykil.

9 E. Metodologi Penelitian Metode penelitian skripsi ini dapat di jelaskan sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Untuk mendapatkan data sebaik-baiknya, kemudian ditempuhlah teknik-teknik tertentu diantaranya yang paling utama adalah research yakni mengumpulkan bahan dengan membaca kitab-kitab, buku-buku dan bentuk-bentuk bahan lain yang lazim di sebut dengan penelitian melalui perpustakaan (library research) adalah salah satu penelitian melalui perpustakaan. 19 2. Sumber Data Terdapat dua sumber data pada penelitian ini yaitu primer dan sekunder. a. Primer Sumber data primer adalah bahan orisinil yang menjadi dasar bagi peneliti lain, dan merupakan penyajian formal pertama dari hasil penelitian. Sumber primer yang digunakan adalah kitab-kitab karya ulama Syafi iyah sebagai data pokok, seperti dalam kitab Al-Hawi Al- Kabir, karya Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Habib Al-Mawardi (Al-Imam Al-Mawardi). b. Sekunder Sumber data skunder, adalah sumber yang mempermudah proses penilaian literatur primer, yang mengemas ulang, menata kembali, 19 Sutresno Hadi, Metodologi Penelitian Research, Yogyakarta: Andi Offset, 1990, hal. 9.

10 menginterprestasi ulang, merangkum, mengindeks atau dengan cara lain menambah nilai pada informasi baru yang dilaporkan dalam literature primer. 20 Sedang sumber data sekunder yang dugunakaan adalah kitab Raudho At-tholibin karya Al-Imam Al-Nawawi, Al- Muhadzab karya Abu Ishak Ibrahim Al-Sairazy, Mughni Al- Mughtaj karya Ash-Sharbini, kitab Al-Mawaris fi Syariat Al- Islamiyah Ala Dzawil kitab Wa Sunnah karya Ash-Shabuni, dan kitab ulama Syafi iyah lainnya, buku-buku penunjang data pokok. 3. Teknik Pengumpulan Data Dalam metode ini penulis mengadakan riset kepustakaan (library research) yaitu metode yang di lakukan dengan menghimpun data-data dari berbagai literatur. 21 Yang berupa sumber data primer dan sumber data sekunder, sumber data primer yakni data yang menjadi rujukan utama dalam pembahasan masalah waris bagi khuntsa musykil yang berupa kitab karya ulama Syafi iyah yang mengkaji tentang waris khuntsa musykil sumber primer tersebut adalah kitab Al-Hawi Al-Kabir karya Abu Khasan Ibrahim Al-Mawardi. Sumber data sekunder yakni data yang menjadi penunjang data utama, seperti kitab-kitab ulama Syafi iyah lainnya kitab Raudho At-tholibin karya Al-Imam Al-Nawawi, Al- Muhadzab karya Abu Ishak Ibrahim Al-Sairazy, Mughni Al-Mughtaj 20 Lexi J. Moleong, Metode Penelitiani Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2007, hlm. 11. 21 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Paktek, Cet.12,PT. Rineca Cipta, Jakarta, 2002, hlm. 206.

11 karya Ash-Sharbini, kitab Al-Mawaris fi Syariat Al-Islamiyah Ala Dzawil kitab Wa Sunnah karya Ash-Shabuni, dan yang berupa buku-buku sebagai penunjang dalam analisis masalah tersebut seperti buku ilmu waris, karya Fatchur Rahman, dan lain sebagainya. 4. Teknik Analisis Data Dalam menganalisis data, penelitian menggunakan analisis deskriptif yaitu metode yang menjelaskan suatu obyek permasalahan sistematis dan memberikan analisis secara cermat dan tepat terhadap objek kalian tersebut. 22 Setelah mengetahui pendapat Imam Al-Mawardi dari kitab Al- Hawi Al-Kabir, maka penulis juga mengambil pendapat ulama Syafi iyah lainnya, selanjutnya melakukan analisis kritis. F. Sistematika Penulisaan Dalam sistematika penulisan ini, agar dapat mengarah pada tujuan yang telah ditetapkan, maka skripsi ini di sedemikian rupa secara sistematis yang terdiri dari lima bab yang maarsing-masing menampakkan karakteristik berbeda namun dalam satu kesatuan tak terpisah, sebagai berikut: Bab I : Berisi pendahuluan, merupakan gambaran umum secara ijmali namun holistic dengan memuat: latar belakang masalah, pokok masalah, tinjauan penelitian, kegunaan hlm. 25. 22 Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metode Penelitian, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009,

12 penelitian, telaah pustaka, metode penelitian, sistematika penulisan. Bab II : Berisi tinjauan umum tentang waris khuntsa musykil yang meliputi pengertian waris, pengertian khuntsa musykil, konsep pembagian waris, pendapat ulama tentang waris khuntsa musykil. Bab III : Berisi pendapat Al-Imam Al-Mawardi tentang khuntsa musykil dalam pandangan hukum islam yang meliputi biografi ulama Syafi iyah, Al-Imam Al-Mawardi, Pendidikan dan karya-karyanya, pendapat Al-Imam Al- Mawardi tentang khuntsa musykil (waris khuntsa musykil, konsep waris khuntsa musykil), metode istinbat hukum Al- Imam Al-Mawardi tentang kewarisan khuntsa musykil. Bab IV : Berisi analisis pendapat Al-Imam Al-Mawardi tentang kewarisan khuntsa musykil, metode istimbat hukum Al-Imam Al-Mawardi tentang kewarisan khuntsa musykil. Bab V : Berisi, meliputi kesimpulan, saran-saran, dan penutup.