BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian teori, hasil penelitian, dan analisis baik secara

BAB I PENDAHULUAN. baik dari sisi financial maupun non-financial. Hal ini berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi yang selalu mengalami perubahan telah mempengaruhi

BAB I. sangat panjang (going concern). Hal ini berarti dapat diasumsikan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. atau sekelompok orang atau badan lain yang kegiatannya adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkannya maupun kinerja industri secara keseluruhan. Semua perusahaan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. semakin majunya perekonomian serta teknologi saat ini, ditambah dengan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran sebagai tujuan lainnya (Gitosudarmo, 2002:5). Suatu entitas

BAB I PENDAHULUAN. untuk ekspor batubara, peringkat ke-2 untuk produksi timah, peringkat ke-2 untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan makin berkembangnya dunia bisnis yang didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemerintah pusat, namun semua itu perlu diperhatikan bahwa pertambangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pada aktiva keuangan yang sifatnya financial asset atau real asset

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya sumber daya alam dan

BAB I PENDAHULUAN. mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya. Kinerja keuangan dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi dunia yang dibarengi dengan peningkatan

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Perkembangan pasar modal Indonesia Perusahaan Kapitalisasi Pasar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia membangun pabrik pengolahan dan pemurnian hasil tambang (smelter)

BAB I PENDAHULUAN. negara yang berkaitan erat dengan pasar modal. Pasar modal memiliki peran

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan adanya krisis yang melanda Indonesia, banyak masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi kesulitan keuangan (financial distress) terjadi sebelum kebangkrutan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Krisis perekonomian global yang terjadi memberikan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian kepada kebutuhan masyarakat dalam hal produk yang diinginkan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1989 menjadi 288 emiten pada tahun 1999 (Susilo dalam. di Bursa Efek Indonesia mencapai 442 emiten (

BAB I PENDAHULUAN. tersebut melalui suatu analisis yang dapat dijadikan pedoman untuk menilai

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dampaknya adalah perusahaan yang berskala kecil akan mengalami. krisis keuangan dalam perusahaan mereka.

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan manufaktur merupakan suatu cabang industri yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Harga saham merupakan salah satu indikator keberhasilan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. kebangkrutan tersebut yaitu terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah keuangan yang terjadi pada sebuah perusahaan dapat. dikarenakan adanya beberapa penyebab. Diantaranya adanya sistem kelola

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perusahaan dalam rangka mengembangkan usahanya membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus mengikuti perkembangan usahanya. Begitu juga dengan setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang dimana di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Pelaporan keuangan merupakan sarana yang digunakan perusahaan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan baik yang skala kecil maupun skala besar mempunyai tujuan yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pasar modal mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. tetapi perusahaan juga memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan. kekayaan pemegang saham. Melihat bahwa kekayaan pemegang saham

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) guna menjual

I. PENDAHULUAN. suatu perusahaan, alat ukur yang utama digunakan adalah laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. itu perusahaan harus mempertahankan dan mampu berkembang di berbagai. mengalami financial distress bahkan kebangkrutan.

BAB I PENDAHULUAN. bisa membuat suatu perusahaan mengalami financial distress (Wahyu, 2009 dalam

BAB I PENDAHULUAN UKDW. satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang sudah go public dapat menjual sahamnya kepada para investor.

BAB I PENDAHULUAN. dengan berbagai jenis sekuritas yang menawarkan tingkat return dengan risiko

BAB 1 PENDAHULUAN. Pasar modal berfungsi menghubungkan perusahaan terbuka pada investor dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, baik sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak terjadinya krisis moneter yang berlanjut dengan krisis ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah memberikan beberapa kemudahan untuk dapat lebih

BAB I PENDAHULUAN. Dari kedua tujuan tersebut, maka pihak manajemen harus dapat menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. stakeholders maupun calon investor dalam mengetahui seberapa besar potensi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang selalu berubah akhir-akhir ini telah mempengaruhi kegiatan dan

BAB I PENDAHULUAN. keuntungan (Laba) yang optimal serta pengendalian yang seksama yang berkaitan

BAB - I PENDAHULUAN. Tujuan utama perusahaan pada dasarnya adalah untuk meningkatkan dan

BAB I PENDAHULUAN. berinvestasi di pasar modal. Mulai dari pengusaha, pegawai, buruh,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan perekonomian suatu negara dapat diukur dengan berbagai

1 BAB I PENDAHULUAN. besar dirasakan dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam sektor ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal Indonesia berkembang sangat pesat dari tahun ke tahun, hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tertentu terpaksa bubar karena mengalami financial distress yang berujung pada

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan usaha dengan tingkat persaingan yang ada saat ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dibeberapa perusahaan melalui pembelian surat-surat berharga yang. yang dibutuhkan dengan menawarkan surat-surat berharga tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat (investor) yang kemudian disalurkan kepada sektor-sektor yang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari beberapa variabel

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi ini, keadaan perekonomian semakin tidak stabil. Dimana

BAB I PENDAHULUAN. peluang masing-masing pelaku bisnis untuk meraih keuntungan dan. keuangan menjadi penting dan strategis (Imanzadeh et al. 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Pendirian perusahaan pada umumnya bertujuan untuk mendapatkan profit,

BAB 1 PENDAHULUAN. Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. investor dan perusahaan yang telah go public (emiten). Bagi emiten, pasar modal

BAB I PENDAHULUAN. maupun teknologi yang digunakan untuk menyampaikan informasi.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan bertujuan untuk memperoleh laba yang merupakan hasil yang

BAB I PENDAHULUAN. Struktur pendanaan merupakan indikasi bagaimana perusahaan membiayai

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan berlomba-lomba untuk dapat menghasilkan keuntungan atau laba yang

: ROBIATUL ADAWIYAH NPM : : Dr. BAGUS NURCAHYO, SE., MM.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Pergerakan harga saham industri farmasi di Bursa Efek Indonesia mulai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi mengenai

BAB I PENDAHULUAN. untuk memiliki saham suatu perusahaan, jika harga saham suatu perusahaan selalu

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan yang terlihat dari kinerjanya. Informasi tentang kinerja keuangan

BAB I PENDAHULUAN. dari permasalahan ekonomi. Permasalahan ekonomi yang terjadi dapat

BAB I PENDAHULUAN. maksimal seperti yang telah ditargetkan, perusahaan dapat berbuat banyak bagi

BAB I PENDAHULUAN. Harga saham menjadi indikator keberhasilan manajemen dalam mengelola

BAB I PENDAHULUAN. Apabila suatu perusahaan dalam memenuhi kebutuhan dananya. mengurangi ketergantungannya kepada pihak luar.

2015 PENGARUH LIKUIDITAS, PROFITABILITAS, DAN STRUKTUR MODAL TERHADAP FINANCIAL DISTRESS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk Indonesia menurut Badan Pusat Statistik Indonesia hampir

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Teori Sinyal Grand teori dari penelitian ini adalah teori sinyal. Teori sinyal

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebanyak 25 perusahaan baru di tahun 2011, 23 perusahaan baru di

BAB I PENDAHULUAN. biasanya ditandai dengan adanya kenaikan tingkat pendapatan masyarakat. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. kebangkrutan itu sendiri. Menurut Marcelinda et al. (2014), perusahaan bisa

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Laporan keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan tersebut. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan (PSAK 3, 2012). Untuk menghasilkan laporan keuangan yang relevan dan handal, laporan keuangan disusun berdasarkan standar akuntansi yang berlaku. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) digunakan agar perusahaan memiliki keseragaman dalam membuat laporan keuangan dan agar dapat di pahami oleh kalangan umum tidak hanya penyusun laporan keuangan dan auditor. Dari laporan keuangan yang sesuai dapat diambil rasio-rasio keuangan yang berguna untuk memprediksi keadaan suatu perusahaan sehat ataupun sakit. Kondisi laporan keuangan yang memiliki rasio-rasio yang buruk akan mengakibatkan kebangkrutan yang sangat mungkin akan terjadi. Faktor kebijakan internal memberi lebih banyak pengaruh terhadap terjadinya financial distress yang berujung pada kebangkrutan. Tingginya ketergantungan perusahaan terhadap pendanaan pihak ketiga dapat dilihat 1

2 dari jumlah hutang lebih besar dari jumlah aset perusahaan, struktur pembiayaan yang menimbulkan beban bunga bagi perusahaan dan keharusan pemenuhan pembayaran pokok dan bunga pinjaman jatuh tempo menyebabkan terganggunya modal kerja perusahaan dengan indikasi berupa rasio likuiditas. Terganggunya modal kerja akan mengganggu operasional perusahaan sehingga profitabilitas perusahaan menurun. Kondisi seperti ini memicu terjadinya financial distress suatu perusahaan (Galuh, 2014). Perusahaan yang mengalami financial distress dapat diartikan dalam kondisi tidak sehat. Financial distress merupakan kondisi keuangan yang menunjukkan indikasi ketika janji kepada kreditor untuk melunasi hutang tidak dapat ditepati karena kesulitan keuangan (Waqas, 2014). Apabila hal ini berlanjut dapat mengakibatkan kebangkrutan dan merugikan investor maupun kreditor. Perusahaan akan likuidasi dan mungkin tidak dapat mengembalikan modal investor maupun hutang dari kreditor. Analisis financial distress sangat diperlukan karena bisa mengakibatkan laba bersih dan nilai buku ekuitas negatif berturut-turut serta perusahaan tersebut dimerger. Financial distress biasanya terjadi sebelum kebangkutan. Umumnya model financial distress berpegang pada data-data kebangkrutan, karena data-data ini mudah diperoleh. Financial distress menggambarkan kondisi dimana perusahaan mengalami laba bersih operasi negatif selama beberapa tahun dan selama lebih dari satu tahun tidak melakukan pembayaran deviden, pemberhentian tenaga kerja atau menghilangkan pembayaran deviden (Luciana, 2006). Investor biasanya berinvestasi ke perusahaan yang mereka anggap sehat atau tidak mengalami financial distress, maka dari

3 itu dibutuhkan cara agar investor dan pihak lain tidak dirugikan oleh perusahaan yang mengalami financial distress. Salah satu karakteristik kualitatif yang harus dimiliki oleh informasi akuntansi agar tujuan pelaporan keuangan dapat tercapai adalah kemampuan prediksi (FASB, 1978). Informasi akuntansi yang tercantum dalam pelaporan keuangan dapat digunakan oleh investor, pemberi pinjaman, pembuat peraturan, pemerintah, auditor dan manajemen dalam melakukan prediksi penerimaan kas, dividen, dan bunga dimasa yang akan datang. Informasi laporan keuangan menjadi sangat penting untuk diprediksi dengan menggunakan analisi rasio keuangan. Beberapa ahli ekonomi melakukan penelitian dengan menggunakan rasio dari beberapa akun yang berhubungan lalu menganalisis dan menyimpulkan perusahaan tersebut dari pelaporan keuangan mereka. Kondisi financial distress dapat dikenali lebih awal dengan menggunakan suatu model sistem peringatan dini (Early Warning System). Model ini dapat digunakan sebagai alat untuk mengenali gejala awal kondisi financial distress untuk selanjutnya dilakukan upaya memperbaiki kondisi sebelum sampai pada kondisi krisis atau kebangkrutan. Telah ada beberapa peneliti yang mengembangkan model prediksi yang mencoba membantu calon-calon investor dan kreditor dalam memilih perusahaan tempat menaruh dana supaya tidak terjebak dalam masalah financial distress tersebut. Beberapa ahli ekonomi yang meneliti tentang financial distress pada perusahaan diantaranya adalah Altman (Z-score), Springate (S-score), Zmijewski (X-score), dan Grover (G-score). Penelitian terhadap model-model prediksi tersebut dilakukan dengan menggunakan sampel perusahaan di negara barat.

4 Altman adalah seorang professor pada tahun 1968 bidang keuangan di New York University s Stern School of Business. Altman (1968) terkenal dengan model Z-score yang dikembangkan untuk memprediksi kebangkrutan. Terdapat lima macam analisis rasio yang digunakan sebagai rasio early warning system, yaitu: (1) Rasio Likuiditas, dengan menghitung Rasio Lancar (current ratio), (2) Rasio Aktivitas, dengan menghitung Perputaran Aktiva (Asset turn over), (3) Rasio Solvabilitas, dengan menghitung Rasio Hutang Modal (Debt to Equity Ratio), (4) Rasio Profitabilitas, dengan menghitung Retun On Asset (ROA), (5) Rasio Pasar dengan menghitung Earning Per Share (EPS) (Altman,1968). Analisis rasio keuangan ini dapat digunakan untuk mendeteksi terjadinya financial distress sehingga pihak manajemen dapat mengantisipasi kebangkrutan. Gordon L.V. Springate membuat model prediksi financial distress menggunakan metode yang sama dengan Altman. Sampel yang digunakan adalah 40 perusahaan yang berlokasi di Kanada. Springate (1978) mengumpulkan 19 rasio yang kurang popular digunakan untuk memprediksi financial distress. Setelah melalui uji yang sama dilakukan dengan Altman, Springate memilih menggunakan 4 rasio yang dipercaya bisa membedakan antara perusahaan yang mengalami kebangkrutan dan yang tidak mengalami kebangkrutan. Zmijewski (1983) membuat model baru dengan dasar model ohlson tetapi lebih sederhana. Zmijewski mulai mengembangkan model prediksi kebangkrutannya pada tahun 1984 dengan nama X-score yang menggunakan rasio keuangan sebagai alat ukur kinerja, leverage, dan likuiditas perusahaan. Model Grover adalah model yang mengembangkan

5 dan mendesain ulang model kebangkrutan Altman Z-Score. Jeffrey S. Grover menggunakan sampel sesuai dengan model Altman Z-score pada tahun 1968 dengan menambahkan 13 rasio keuangan baru. Sampel yang digunakan sebanyak 70 perusahaan dengan 35 perusahaan yang bangkrut dan 35 perusahaan yang tidak bangkrut pada tahun 1982 sampai 1996. Penelitian tentang analisis financial distress telah banyak dilakukan, namun umumnya hanya menggunakan model Altman dan lain-lain. Salah satuya adalah penelitian yang membandingkan model Altman, Springate dan Zmijewski untuk menganalisis financial distress pada PT Fast Food Indonesia Tbk tahun 2008-2012 menggunakan metode analisis deskriptif komparatif, yaitu dengan membandingkan teori yang adan dengan praktik di lapangan. Dan kesimpulannya perusahaan dinilai sehat dengan menggunakan ketiga model tersebut dan tidak ada masalah yang material yang ditemukan di lapangan (Yuliastry dan Wirakusuma, 2014). Selanjutnya ada penelitian tentang analisis Altman Z-score pada perusahaan farmasi di Indonesia pada tahun 2009-2012. Hasil penelitian menunjukan rata-rata Z-Score perusahaan farmasi sebesar 3.00%. Hal ini menunjukkan secara keseluruhan perusahaan farmasi di Indonesia dalam kondisi sehat (Arini, 2013). Penelitan terdahulu mengenai analisis penilaian financial distress menggunakan model Altman pada perusahaan kosmetik di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2011 pernah dilakukan (Ferbianasari, 2012). Hasil penelitian tersebut adalah 2 perusahaan sehat dan 2 lainnya berada di grey area. Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai keanekaragaman hayati dan sumber daya alam yang tinggi. Sumber Daya Alam (SDA) adalah segala sesuatu yang muncul secara alami yang dapat

6 digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia pada umumnya. Indonesia memiliki sumber batu bara terbesar di dunia sehingga perusahaan pertambangan banyak di Indonesia oleh karena itu sebagian besar investor asing tertarik pada sektor pertambangan di Indonesia. Pada masa orde baru, pemerintah memerlukan dana untuk pembangunan negara, maka pemerintah mengundang investor-investor asing untuk membuka usaha seluas-luasnya. Tetapi, saat ini batu bara mengalami penurunan harga yang disebabkan karena melimpahnya pasokan batu bara di pasar internasional. Pasokan batu bara global yang berlebih telah memangkas harga-harga batu bara Asia acuan lebih dari 20% selama 12 bulan terakhir. Harga batu bara acuan (HBA) ditetapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Harga batu bara per Mei 2015 dipatok US$ 61,08 per ton atau turun 5,3% ketimbang HBA April sebesar US$ 64,48 per ton. Bahkan, harga acuan tersebut anjlok sebesar 17% dibandingkan dengan HBA Mei 2014 yang ditetapkan sebesar US$ 73,6 per ton. HBA Mei 2015 merupakan rekor terendah sejak pemerintah menetapkan HBA pada awal 2009. Hal ini berdampak pada perusahaan pertambangan. Penghentian operasi paling banyak di Sumatera yang mencapai 50% dari total tambang batu bara di wilayah itu. Sementara di Kalimantan, perusahaan tambang batu bara yang berhenti beroperasi sekitar 30% (www.pemeriksaanpajak.com). Pada 12 Januari 2014, pemerintah Indonesia melarang ekspor mineral mentah (ore). Hasil mineral dari pertambangan di Indonesia harus diolah dan dimurnikan terlebih dahulu sebelum kemudian di ekspor keluar. Undang - Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan

7 Mineral dan Batubara mengharuskan pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan) melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan didalam negeri. Aturan ini dilakukan paling lambat 5 tahun sejak Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara diterbitkan. Hal ini diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Pemegang kontrak karya yang telah melakukan produksi di Indonesia harus melakukan pemurnian selambat-lambatnya 5 tahun sejak Undang - Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara disahkan. Ini merupakan suatu usaha baik dari Pemerintah Indonesia untuk melindungi hasil kekayaan bumi Indonesia dan patut kita kawal bersama. Kekayaan SDA Indonesia yang begitu melimpah merupakan anugerah Tuhan yang harus dijaga, dimanfaatkan sebaikbaiknya dan sebijak-bijaknya. Sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 ayat 3 yang berbunyi Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Akan tetapi industri batu bara dalam negeri yang masih suram mengakibatkan banyak perusahaan tambang yang akhirnya tutup dan lakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan. Ada sekitar 40 perusahaan telah bangkrut alias tidak beroperasi di Indonesia yang tidak terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Bukan hanya karyawan yang ikut terdampak tapi juga pemerintah dengan penurunan pendapatan negara (Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia, 2015).

8 Kebijakan pemerintah yang melarang ekspor bahan mentah dan menurunnya harga batu bara pada tahun-tahun sebelumnya mengakibatkan sebagian besar perusahaan pertambangan kecil di Sumatera dan Kalimantan tutup. Tetapi di sisi lain, beberapa perusahaan pertambangan besar merupakan perusahaan pendorong naiknya IHSG (Indek Harga Saham Gabungan). Beberapa saham pada sektor pertambangan merupakan sektor yang cukup likuid dan menjadi primadona bagi para investor. Karena hal tersebut, informasi keuangan perusahaan pertambangan yang tepat waktu dan akurat menjadi semakin penting. Kebutuhan investor terhadap informasi tersebut menjadi semakin meningkat (Ratna, 2016). Sejak awal tahun hingga 14 Oktober 2016, indeks saham sektor pertambangan telah naik 53,35%, daripada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang hanya naik 17,37% di periode yang sama. Saham emiten pertambangan mendominasi top gainers kelompok saham paling likuid, indeks LQ45 (Data Bursa Efek Indonesia, 2016). Oleh karena itu perusahaan pertambangan digunakan sebagai objek penelitian. Prediksi financial distress penting untuk dikembangkan untuk mendeteksi kondisi financial distress sejak dini dan dapat dicegah sedini mungkin. Ada 4 model yang sering digunakan pada penelitian sebelumnya yaitu model Altman Z-score, Springate, Zmijewski dan Grover dan peneliti ingin membandingkan model-model tersebut pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI tahun 2013-2016.

9 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai Apakah terdapat perbandingan antara model analisis Altman (Z-Score), Springate (S- Score), Zmijewski (X-Score) dan Grover (G-Score) dalam memprediksi kebangkrutan pada industri pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2013-2016? 1.3.Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan hasil analisis diantara keempat model analisis kebangkrutan Altman (Z-Score), Springate (S-Score), Zmijewski (X-Score) dan Grover (G-Score) dalam memprediksi kebangkrutan pada industri Pertambangan yang terdaftar di BEI periode 2013-2016. 1.4. Manfaat Penelitian a. Manfaat akademik Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan mengenai Altman (Z- Score), Springate (S-Score), Zmijewski (X-Score) dan Grover (G-Score) untuk mendeteksi financial distress di perusahaan tambang. b. Manfaat praktik Memberi masukan pada manajemen terutama perusahaan pertambangan sebagai pertimbangan untuk pengambilan kebijaksanaan

dimasa yang akan datang agar dapat mengantisipasi adanya financial distress. 10 1.5. Sistematika Penulisan Penulisan pada penelitian ini dibagi menjadi lima bab. Berikut merupakan susunan sistematika penulisan penelitian ini: BAB 1: PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang penelitian terdahulu, landasan teori, pengembangan hipotesis dan model penelitian. BAB 3: METODE PENELITIAN Bab ini berisi tentang desain penelitian, indentifikasi, definisi dan operasionalisasi variabel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel, dan teknik analisis data. BAB 4: ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi tentang hasil dari analisis data, uji asumsi klasik, pengujian hipotesis dengan analisis regresi linier berganda dan pembahasan mengenai hasil pengujian data.

11 BAB 5: SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN Bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian, keterbatasan penelitian dan saran penelitian.