BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai pengganti bahan bakar solar, yang terbuat dari minyak bumi. Biodiesel

dokumen-dokumen yang mirip
Jika diperhatikan lebih jauh terdapat banyak perbedaan antara motor bensin dan motor diesel antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN BAKAR SOLAR, BIOSOLAR DAN PERTAMINA DEX TERHADAP PRESTASI MOTOR DIESEL SILINDER TUNGGAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Motor bensin dan diesel merupakan sumber utama polusi udara di perkotaan. Gas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang


ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL

BAB II TINJAUAN LITERATUR

BAB I PENDAHULUAN. udara terbesar mencapai 60-70%, dibanding dengan industri yang hanya

BAB I PENDAHULUAN I.1

II. TEORI DASAR. kelompokaan menjadi dua jenis pembakaran yaitu pembakaran dalam (Internal

BAB I PENDAHULUAN.

BAB II LANDASAN TEORI. didalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari

SKRIPSI MOTOR BAKAR. Disusun Oleh: HERMANTO J. SIANTURI NIM:

Uji Eksperimental Pertamina DEX dan Pertamina DEX + Zat Aditif pada Engine Diesel Putaran Konstan KAMA KM178FS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI 2.1 Motor Bakar 3.2 Hukum Utama Termodinamika Penjelasan Umum

PENGARUH PORTING SALURAN INTAKE DAN EXHAUST TERHADAP KINERJA MOTOR 4 LANGKAH 200 cc BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX

BAB I PENDAHULUAN. campuran beberapa gas yang dilepaskan ke atmospir yang berasal dari

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA PREMIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI TERHADAP UNJUK KERJA ENGINE PUTARAN VARIABEL KARISMA 125 CC

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu campuran komplek antara hidrokarbon-hidrokarbon sederhana

Gambar 2.1. Fraksi-fraksi pengolahan pada minyak bumi mentah. Sumber : id.wikipedia.org/wiki/ Crude_Oil_Distillation

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISA EMISI GAS BUANG MESIN EFI DAN MESIN KONVENSIONAL PADA KENDARAAN RODA EMPAT

Denny Haryadhi N Motor Bakar / Tugas 2. Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah, Motor Wankle, serta Siklus Otto dan Diesel

Ma ruf Ridwan K

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor

ANALISA KINERJA MESIN OTTO BERBAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN PENAMBAHAN ADITIF OKSIGENAT DAN ADITIF PASARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Motor Bensin 4 langkah

TUGAS. MAKALAH TENTANG Gasoline Direct Injection (GDI) Penyusun : 1. A an fanna fairuz (01) 2. Aji prasetyo utomo (03) 3. Alfian alfansuri (04)

MOTOR BAKAR TORAK. 3. Langkah Usaha/kerja (power stroke)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH VARIASI SUDUT BUTTERFLY VALVE PADA PIPA GAS BUANG TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH

PENGARUH PENGGUNAAN CETANE PLUS DIESEL DENGAN BAHAN BAKAR SOLAR TERHADAP PERFORMANSI MOTOR DIESEL

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGUJIAN PENGGUNAAN KATALISATOR BROQUET TERHADAP EMISI GAS BUANG MESIN SEPEDA MOTOR 4 LANGKAH

UJI PERFORMANSI MESIN OTTO SATU SILINDER DENGAN BAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PLUS

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari saluran pembuangan kendaraan bermotor, sehingga industri industri

BAB II TEORI DASAR. Mesin diesel pertama kali ditemukan pada tahun 1893 oleh seorang berkebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seperti mesin uap, turbin uap disebut motor bakar pembakaran luar (External

PENGARUH PEMASANGAN KAWAT KASA DI INTAKE MANIFOLD TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG PADA MESIN BENSIN KONVENSIONAL TOYOTA KIJANG 4K

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KARET DENGAN PENGUJIAN MENGGUNAKAN MESIN DIESEL (ENGINE TEST BED)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN PERFORMANSI MESIN DIESEL STASIONER SATU SILINDER DENGAN BAHAN BAKAR CAMPURAN BIODIESEL SESAMUM INDICUM

PENGARUH VARIASI PERBANDINGAN BAHAN BAKAR SOLAR-BIODIESEL (MINYAK JELANTAH) TERHADAP UNJUK KERJA PADA MOTOR DIESEL

KAJIAN EKSPRIMENTAL PENGARUH BAHAN ADITIF OCTANE BOSTER TERHADAP EMISI GAS BUANG PADA MESIN DIESEL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN A PERHITUNGAN DENGAN MANUAL. data data dari tabel hasil pengujian performansi motor diesel. sgf = 0,845 V s =

PERFORMANSI MESIN SEPEDA MOTOR SATU SILINDER BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PLUS DENGAN MODIFIKASI RASIO KOMPRESI

FINONDANG JANUARIZKA L SIKLUS OTTO

PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PENGHEMAT BAHAN BAKAR BERBASIS ELEKTROMAGNETIK TERHADAP UNJUK KERJA MESIN DIESEL ABSTRAK

BAB II DASAR TEORI. dipakai saat ini. Sedangkan mesin kalor adalah mesin yang menggunakan

I. PENDAHULUAN. Persediaan minyak bumi di dunia mulai berkurang, sehingga perlu dicari

BAB II LANDASAN TEORI

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT.

BAB I PENDAHULUAN. berpacu untuk menginovasi produk produk kendaraan yang mereka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF ABD 01 SOLAR KE DALAM MINYAK SOLAR TERHADAP KINERJA MESIN DIESEL

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi bahan bakar minyak tahun 2005 (juta liter) (Wahyudi, 2006)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .

BAB II PUSTAKA PENDUKUNG. Ketersediaan energi fosil yang semakin langka menyebabkan prioritas

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap

Journal of Electrical Electronic Control and Automotive Engineering (JEECAE)

KAJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN MEDAN MAGNET TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN

Bab 4 Data dan Analisis Hasil Pengujian

Efisiensi PLTU batubara

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. energi yang salah satunya bersumber dari biomassa. Salah satu contoh dari. energi terbarukan adalah biogas dari kotoran ternak.

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan

I. PENDAHULUAN. produksi minyak per tahunnya 358,890 juta barel. (

BAB II DASAR TEORI 2.1. Motor Bensin Penjelasan Umum

SFC = Dimana : 1 HP = 0,7457 KW mf = Jika : = 20 cc = s = 0,7471 (kg/liter) Masa jenis bahan bakar premium.

Studi Eksperimental Kinerja Mesin Kompresi Udara Satu Langkah Dengan Variasi Sudut Pembukaan Selenoid

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

PENGARUH LETAK MAGNET TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG PADA ELECTRONIC FUEL INJECTION PADA SEPEDA MOTOR ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. BBM petrodiesel seperti Automatic Diesel Oil (ADO) atau solar merupakan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar terbarukan yang dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar solar, yang terbuat dari minyak bumi. Biodiesel terdiri dari campuran mono-alkil ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan. Biodiesel merupakan kandidat yang paling baik untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai sumber energi transportasi utama dunia, karena biodiesel merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan diesel petrol di mesin sekarang ini dan dapat diangkut dan dijual dengan menggunakan infrastruktur zaman sekarang. Biodiesel memiliki karakteristik kimia sama seperti diesel berbasis minyak bumi, sehingga dapat digunakan sebagai pengganti langsung untuk bahan bakar diesel. Biodiesel juga dapat dicampur dengan solar dalam setiap tingkat persentase tanpa mengalami masalah ekonomi yang signifikan. Mesin berbahan-bakar biodiesel baru populer akhir-akhir ini, tapi sebenarnya biodiesel bukanlah ide baru. Sebelum solar populer, Rudolf Diesel, penemu mesin diesel pada tahun 1897, bereksperimen dengan menggunakan minyak nabati (biodiesel) sebagai bahan bakar. Rudolf Diesel yang merekayasa atau mencipta mesin diesel melakukan demonstrasi mesin yang memakai minyak kacang tanah sebagai bahan bakarnya.

Penggunaan dan produksi biodiesel meningkat dengan cepat, terutama di Eropa, Amerika Serikat, dan Asia, meskipun dalam pasar masih sebagian kecil saja dari penjualan bahan bakar. Pertumbuhan SPBU membuat semakin banyaknya penyediaan biodiesel kepada konsumen dan juga pertumbuhan kendaraan yang menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar. Ada beberapa campuran biodiesel dan hidrokarbon yang berbeda yang berasal dari solar. Saat ini di seluruh dunia menggunakan suatu sistem yang disebut sebagai faktor B, untuk menentukan jumlah diesel yang digunakan dalam campuran bahan bakar. Faktor B itu terbagi sebagai berikut: B100 : 100 persen biodiesel B20 : 20 persen biodiesel B5 : 5 persen biodiesel, 95 persen solar B2 : 2 persen biodiesel, 98 persen solar Campuran apapun dari 20 persen biodiesel atau kurang bisa digunakan pada semua tipe mesin tanpa modifikasi. Biodiesel biasanya dapat digunakan dalam bentuk B100 saja, tetapi mungkin membutuhkan beberapa modifikasi mesin untuk menghindari masalah dengan mesin. antara lain : Disamping sifatnya yang menyerupai solar, biodiesel memiliki kelebihan 1. Bahan bakar yang ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih baik (bebas sulfur, smoke number rendah) sesuai dengan isu-isu global, asap buangan biodiesel tidak hitam, asap gas buang berkurang

75% dibanding solar biasa, cetane number lebih tinggi (>57) sehingga efisiensi pembakaran lebih baik dibandingkan dengan minyak solar. 2. Biodegradable (dapat terurai), lebih dari 90% biodiesel dapat terurai dalam 21 hari. 3. Renewable energy karena terbuat dari bahan alam yang dapat diperbarui. 4. Mempunyai sifat pelumasan yang lebih baik dibanding solar sehingga mesin dapat bertahan lebih lama. 5. Titik bakar lebih tinggi dibandingkan solar sehingga memudahkan dalam penyimpanan dan penanganan. 6. Biodiesel dapat dicampur dengan solar dengan berbagai perbandingan. 7. Secara relatif, bau dari gas buang biodiesel lebih baik dibanding solar. 8. Motor diesel tidak membutuhkan modifikasi khusus untuk menggunakan biodiesel. 9. Mengurangi gas emisi buang; particulate matter (PM), total hydrocarbon (THC), dan carbon monoxide (CO), tetapi menambah nitrogen oxides (NO). 10. Biodiesel mengandung sulfur yang lebih rendah dibanding solar sehingga tidak terlalu banyak mengeluarkan zat toksik. 2.2 Biodiesel Biji Karet Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki luas areal perkebunan karet terbesar di dunia yang mencapai 3,4 juta hektar. Disamping itu, Indonesia juga merupakan penghasil karet terbesar nomor 2 di dunia setelah Thailand, dengan total produksi sebesar 2,55 juta ton/tahun pada 2007. Hasil utama perkebunan karet adalah lateks dan sejauh ini biji karet masih terbuang

percuma sebagai limbah (Setyawardhani, DA, dkk 2010). Biji karet (Hevea brasilliensis) di Indonesia saat ini masih merupakan produk sampingan yang dapat di kategorikan belum bermanfaat karena baru sebagian kecil yang di gunakan sebagai bibit. Setiap pohon di perkirakan dapat menghasilkan 5.000 butir biji/tahun atau satu hektar lahan dapat menghasilkan 2 sampai 3 juta biji/tahun. Hal ini tentu saja sangat mendukung apabila kita dapat memanfaatkan buah/biji dari pohon karet tersebut yang saat ini belum dimanfaakan secara maksimal, dan hanya dibuang tanpa ada pengolahan sama sekali. Ini dikarenakan pada pemikiran masyarakat yang menganggap bahwa biji karet itu tidak bisa diolah terutama sebagai produk makanan karena racun yang terkandung di dalamnya. Hal ini tentu saja hanya anggapan masyarakat yang kurang paham dalam pengolahan terhadap biji karet ini. Jika kita melihat komposisi biji karet yang begitu banyak mengandung minyak, seharusnya ada suatu pemanfaatan lebih dalam pengolahan biji karet tersebut. Dengan luasnya lahan perkebunan karet di Indonesia, maka tentu dapat menjadi kemudahan tersendiri dalam mengatasi krisis energi yang semakin menghantui. Salah satu energi alternatif yang dihasilkan dari bahan dasar biji karet adalah Biodiesel. Gambar 2.1 Pohon, Biji, dan Getah Karet (Santoso, H., dkk, 2013)

Biji karet mengandung sekitar 40-50 % minyak nabati dengan komposisi asam lemak yang dominan adalah asam oleat dan asam linoleat, sementara sisanya berupa asam palmitat, asam stearat, asam arachidat, dan asam lemak lainnya. Tabel 2.1 berikut merangkum komposisi asam lemak dalam minyak biji karet (Setyawardhani, DA, dkk, 2010). Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Karet Komposisi Persentase (%-b) Asam Palmitat 13,11 Asam Stearat 12,66 Asam Arachidat 0,54 Asam Oleat 39,45 Asam Linoleat 33,12 Asam lemak lainnya 1,12 Sumber : Setyawardhani, dkk (2010) Salah satu kendala dalam pemanfaatan minyak biji karet sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah kandungan asam lemak bebasnya yang tinggi. Dalam proses pembuatan biodiesel secara konvensional, minyak nabati direaksikan dengan alkohol rantai pendek melalui reaksi transesterifikasi menggunakan katalis basa untuk menghasilkan biodiesel. Namun katalis basa hanya bekerja dengan baik pada bahan baku minyak dengan kadar asam lemak bebas rendah yaitu < 0,5 % dan dalam kondisi bebas dari air (Lotero, dkk, 2005). Untuk itu, dalam proses pembuatan biodiesel dengan bahan baku yang mengandung asam lemak bebas tinggi seperti minyak biji karet, perlu dilakukan proses esterifikasi terlebih dahulu untuk menurukan kandungan asam lemak bebas yang terdapat pada minyak biji karet.

2.3 Pembuatan Biodiesel Agar biodiesel bisa digunakan sebagai bahan bakar maka diperlukan teknologi untuk mengkonversinya. Terdapat beberapa teknologi untuk konversi biomassa, dijelaskan pada Gambar 2.2. Teknologi konversi biodiesel tentu saja membutuhkan perbedaan pada alat yang digunakan untuk mengkonversi biodiesel dan menghasilkan perbedaan bahan bakar yang dihasilkan. Gambar 2.2 Diagram Alir Pembuatan Biodiesel (Ira Syahirah, 2008) 2.3.1 Esterifikasi Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas (FFA) menjadi ester. Esterifikasi mereaksikan asam lemak dengan alkohol. Reaksi ini merupakan reaksi kesetimbangan, jadi memerlukan katalis untuk mempercepat tercapainya keadaan setimbang. Katalis-katalis yang cocok adalah zat yang berkarakter asam

kuat, dan karena ini asam sulfat, asam sulfonat organik atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis terpilih dalam praktek industrial 2.3.2 Transesterifikasi Saat ini sebagian besar biodiesel muncul dari sumber daya yang dapat dimakan, seperti lemak hewan, minyak sayur, dan bahkan limbah minyak goreng, dengan katalis kondisi basa. Namun konsumsi tinggi katalis membuat biodiesel saat ini lebih mahal daripada bahan bakar yang diturunkan dari minyak bumi. Transesterifikasi adalah pertukaran alkohol dengan suatu ester untuk membentuk ester yang baru. Reaksi ini bersifat reversible dan berjalan lambat tanpa adanya katalis. Penggunaan alkohol atau mengambil alih salah satu produk adalah langkah untuk mendorong reaksi kearah kanan atau produk. 2.4 Mesin Diesel Mesin diesel juga disebut Motor Penyalaan Kompresi oleh karenapenyalaannya dilakukan dengan menyemprotkan bahan bakar ke dalam udarayang telah bertekanan dan bertemperatur ringgi sebagai akibat dari proseskompresi di dalam ruang bakar. Mesin diesel pertama kali ditemukan oleh Rudolf Diesel pada tahun 1892. Prinsip kerja pembakaran motor diesel yaitu udara segar dihisap masuk kedalam silinder atau ruang bakar kemudian udara tersebut dikompressi oleh torak sehingga udara memiliki temperature dan tekanan yang tinggi, dan sebelum torak mencapai titik mati atas, bahan bakar disemprotkan ke ruang bakar dan terjadilah pembakaran.

Menurut Willard W.P (1996) efisiensi termis motor diesel berada di bawah 50% sedangkan menurut Khovakh (1979), efisiensi termis berkisar pada 29% - 42% dan sisanya adalah kerugian-kerugian energi. Energi kalor yang dimanfaatkan oleh mesin tidaklah terlalu besar, sisanya merupakan kerugian - kerugian energi, diantaranya energi kalor yang hilang akibat pendinginan mesin, energi kalor yang hilang bersama gas buang, energi kalor yang hilang akibat pembakaran tidak sempurna, energi kalor yang hilang karena kebocoran gas, dan kehilangan lainnya akibat radiasi dan konveksi. berikut : Adapun P-V dan T-S diagram siklus diesel ditunjukkan pada gambar Gambar 2.3 Diagram P-V Mesin Diesel (Cengel, 1982) Keterangan Gambar: P V = Tekanan (atm) = Volume Spesifik (m 3 /kg) qin = Kalor yang masuk (kj) qout = Kalor yang dibuang (kj)

Gambar 2.4 Diagram T-S Mesin Diesel (Cengel, 2004) Keterangan Gambar : T S = Temperatur (K) = Entropi (kj/kg.k) qin = Kalor yang masuk (kj) qout = Kalor yang dibuang (kj) Keterangan Grafik: 1-2 Kompresi Isentropik 2-3 Pemasukan Kalor pada Tekanan Konstan 3-4 Ekspansi Isentropik 4-1 Pengeluaran Kalor pada Tekanan Konstan

2.4.1 Prinsip Kerja Mesin Diesel Prinsip kerja mesin diesel 4 tak sebenarnya sama dengan prinsip kerja mesin otto, yang membedakan adalah cara memasukkan bahan bakarnya. Pada mesin diesel bahan bakar di semprotkan langsung ke ruang bakar dengan menggunakan injektor. Dibawah ini adalah langkah dalam proses mesin diesel 4 langkah : Gambar 2.5 Langkah Kerja Mesin Diesel Keterangan : 1. Langkah Isap Pada langkah ini piston bergerak dari TMA (Titik Mati Atas) ke TMB (Titik Mati Bawah). Saat piston bergerak ke bawah katup isap terbuka yang menyebabkan ruang didalam silinder menjadi vakum,sehingga udara murni langsung masuk ke ruang silinder melalui filter udara. 2. Langkah kompresi Poros engkol terus berputar, piston bergerak dari TMB ke TMA, kedua katup tertutup. Udara murni yang terhisap tadi terkompresi dalam ruang bakar. Karena terkompresi suhu dan tekanan udara tersebut naik hingga mencapai 35 atm dengan temperatur 500⁰ -800⁰ (pada perbandingan kompresi 20 : 1).

3. Langkah Usaha Poros engkol masih terus berputar, beberapa derajat sebelum torak mencapai TMA di akhir langkah kompresi, bahan bahar diinjeksikan ke dalam ruang bakar. Karena suhu udara kompresi yang tinggi terjadilah pembakaran yang menghasilkan tekanan eksplosif yang mendorong piston bergerak dari TMA ke TMB. Kedua katup masih dalam keadaan tertutup. Gaya dorong ke bawah diteruskan oleh batang piston ke poros engkol untuk dirubah menjadi gerak rotasi.langkah usaha ini berhenti ketika katup buang mulai membuka beberapa derajat sebelum torak mencapai TMB. 4. Langkah Buang Pada langkah ini, gaya yang masih terjadi di flywhell akan menaikkan kembali piston dari TMB ke TMA, bersamaan itu juga katup buang terbuka sehingga udara sisa pembakaran akan di dorong keluar dari ruang silinder menuju exhaust manifold dan langsung menuju knalpot. 2.4.2 Proses Pembakaran dan Bahan Bakar Proses pembakaran adalah suatu reaksi kimia cepat antara bahan bakar (hidrokarbon) dengan oksigen dari udara. Proses pembakaran ini tidak terjadi sekaligus tetapi memerlukan waktu dan terjadi dalam beberapa tahap.

Gambar 2.6 Grafik Tekanan vs Sudut Engkol (Arismunandar, 2002) Pada gambar dapat dilihat tekanan udara akan naik selama langkah kompresi berlangsung. Beberapa derajat sebelum torak mencapai TMA bahan bakar mulai disemprotkan. Bahan bakar akan segera menguap dan bercampur dengan udara yang sudah bertemperatur tinggi. Oleh karena temperaturnya sudah melebihi temperatur penyalaan bahan bakar, bahan bakar akan terbakar sendiri dengan cepat. Waktu yang diperlukan antara saat bahan bakar mulai disemprotkan dengan saat mulai terjadinya pembakaran dinamai periode persiapan pembakaran (1). Sesudah melampaui periode persiapan pembakaran, bahan bakar akan terbakar dengan cepat, hal tersebut dapat dilihat pada grafik sebagai garis lurus yang menanjak, karena proses pembakaran tersebut terjadi dalam suatu proses

pengecilan volume (selama itu torak masih bergerak menuju TMA). Sampai torak bergerak kembali beberapa derajat sudut engkol sesudah TMA, tekanannya masih bertambah besar tetapi laju kenaikan tekanannya berkurang. Hal ini disebabkan karena kenaikan tekanan yang seharusnya terjadi dikompensasi oleh bertambah besarnya volume ruang bakar sebagai akibat bergeraknya torak dari TMA ke TMB. Periode pembakaran. Ketika terjadi kenaikan tekanan yang berlangsung dengan cepat (garis tekanan yang curam dan lurus, garis BC pada grafik) dinamai periode pembakaran cepat (2). Periode pembakaran ketika masih terjadi kenaikan tekanan sampai melewati tekanan yang maksimum dalam tahap berikutnya (garis CD), dinamai periode pembakaran terkendali (3). Dalam hal terakhir ini jumlah bahan bakar yang masuk ke dalam silinder sudah mulai berkurang, bahkan mungkin sudah dihentikan. Selanjutnya dalam periode pembakaran lanjutan (4) terjadi proses penyempurnaan pembakaran dan pembakaran dari bahan bakar yang belum sempat terbakar. Laju kenaikan tekanan yang terlalu tinggi tidaklah dikehendaki karena dapat menyebabkan beberapa kerusakan. Maka haruslah diusahakan agar periode persiapan pembakaran terjadi sesingkat-singkatnya sehingga belum terlalu banyak bahan bakar yang siap untuk terbakar selama waktu persiapan pembakaran. Karena itu segenap usaha haruslah ditujukan untuk mempersingkat periode persiapan pembakaran, antara lain dengan cara sebagai berikut : 1. Menggunakan perbandingan kompresi yang tinggi 2. Memperbesar tekanan dan temperatur udara masuk

3. Memperbesar volume silinder sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh perbandingan luas dinding terhadap volume yang sekecilkecilnya untuk mengurangi kerugian panas 4. Menyemprotkan bahan bakar pada saat yang tepat dan mengatur pemasukan jumlah bahan bakar yang sesuai dengan kondisi pembakaran 5. Menggunakan jenis bahan bakar yang sebaik-baiknya 6. Mengusahakan adanya gerakan udara yang turbulen untuk menyempurnakan proses pencampuran bahan bakar udara 7. Menggunakan jumlah udara untuk memperbesar kemungkinan bertemunya bahan bakar dengan oksigen dari udara. Hal tersebut terakhir merupakan persyaratan mutlak bagi motor Diesel karena proses pencampuran bahan bakar-udara hanya terjadi dalam waktu yang singkat. Jadi, bahan bakar yang sebaiknya digunakan pada motor Diesel adalah jenis bahan bakar yang dapat segera terbakar (sendiri), yaitu yang dapat memberikan periode persiapan pembakaran yang pendek. Sebagai bahan bakar standar dipergunakan bahan bakar hidrokarbon rantai lurus, yaitu hexadecane atau cetane (C16H34) dan alpha-methylnaphtalene. Gambar 2.7 C16H34 Hidrokarbon Rantai Lurus (de Lasa, Hugo, 2014)

Gambar 2.8 Alpha-methylnaphtalene (de Lasa, Hugo, 2014) C16H34 adalah bahan bakar dengan periode persiapan pembakaran yang pendek, kepadanya diberikan angka 100 (bilangan setana = 100). Sedangkan alpha-methylnaphtalene mempunyai periode pembakaran yang panjang, jadi tidak baik dipergunakan sebagai bahan bakar motor Diesel, kepadanya diberikan angka 0 (bilangan setana = 0). Bahan bakar dengan bilangan setana yang lebih tinggi menunjukkan kualitas bahan bakar yang lebih baik untuk motor diesel. Bahan bakar motor Diesel komersial yang diperdagangkan mempunyai bilangan setana antara 35-55. Pada umumnya boleh dikatakan bahan bakar hidrokarbon dengan struktur atom rantai lurus mempunyai bilangan setana lebih tinggi daripada bahan bakar dengan struktur atom yang rumit. Motor Diesel kecepatan tinggi sebaiknya menggunakan bahan bakar dengan bilangan setana yang tinggi. Demikianlah secara umum boleh dikatakan bahwa bahan bakar yang baik untuk motor Diesel adalah bahan bakar yang memiliki bilangan setana tinggi; viskositas yang rendah untuk mengurangi tekanan penyemprotan; sifat melumas

yang baik supaya tidak merusak pompa tekanan tinggi; bulk modulus yang tinggi untuk memudahkan penyemprotan, dan titik didih yang tinggi supaya tidak mudah menguap. Selain itu diusahakan agar kadar belerang dan aromatiknya rendah serta adanya aditif untuk meningkatkan mutu bahan bakar. 2.5 Performansi Mesin Diesel a. Nilai Kalor Bahan Bakar Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan panas.besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV). Bedasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nili kalor bawah. Nilai kalor atas (High Heating Value, HHV), merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan panas latennya. Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan : HHV = (T2 - T1 - Tkp) x Cv... (2.1) Dimana: HHV = High Heating Value (Nilai Kalor Atas) T2 = Suhu air setelah penyalaan ( o C)

T1 = Suhu air sebelum penyalaan ( o C) Tkp = Kenaikan temperatur akibat kawat penyala (0,05 o C) Cv = Panas jenis bom kalorimeter (73529,6 kj/kg o C) Nilai kalor bawah (low Heating Value, LHV), merupakan nilai kalor bahan bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 % yang berarti setiap satu satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari jumlah mol hidrogennya. Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada didalam bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada tekanan parsial 20 kn/m 2 (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah sebesar 2400 kj/kg, sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut : LHV = HHV 3240 kj/kg o C... (2.2) b. Daya Poros Daya mesin adalah besarnya kerja mesin selama waktu tertentu. Pada motor bakar daya yang berguna adalah daya poros, dikarenakan poros tersebut menggerakan beban. Daya poros dibangkitkan oleh daya indicator yang merupakan daya gas pembakaran yang menggerakan torak selanjutnya menggerakan semua mekanisme, sebagian daya indikator dibutuhkan untuk

mengatasi gesekan mekanik, seperti pada torak dan dinding silinder dan gesekan antara poros dan bantalan. Prestasi motor bakar pertama-tama tergantung dari daya yang dapat ditimbulkannya. Semakin tinggi frekuensi putar motor makin tinggi daya yang diberikan hal ini disebabkan oleh semakin besarnya frekuensi semakin banyak langkah kerja yang dialami pada waktu yang sama. Dengan demikian besar daya poros itu adalah : PB = T...(2.3) Dimana : PB = daya (W) T N = torsi (Nm) = putaran mesin (rpm) c. Torsi Torsi adalah perkalian antara gaya dengan jarak. Selama proses usaha maka tekanan-tekanan yang terjadi di dalam silinder motor menimbulkan suatu gaya yang luar biasa kuatnya pada torak. Gaya tersebut dipindahkan kepada pena engkol melalui batang torak, dan mengakibatkan adanya momen putar atau torsi pada poros engkol. Untuk mengetahui besarnya torsi digunakan alat dynamometer. Gambar 2.9 Skema Operasi Dynamometer (Martyr & Plint, 2007)

Biasanya motor pembakaran ini dihubungkan dengan dynamometer dengan maksud mendapatkan keluaran dari motor pembakaran dengan cara menghubungkan poros motor pembakaran dengan poros dynamometer dengan menggunakan kopling elastik. T =... (2.4) Dimana : PB = Daya (W) T N = Torsi (Nm) = Putaran mesin (rpm) d. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC) Konsumsi bahan bakar spesifik merupakan salah satu parameter prestasi yang penting di dalam suatu motor bakar. Parameter ini biasa dipakai sebagai ukuran ekonomi pemakaian bahan bakar yang terpakai per jam untuk setiap daya kuda yang dihasilkan. SFC =...(2.5) =...(2.6) Dengan : SFC = konsumsi bahan bakar spesifik (g/kwh) PB ṁf sgf t = daya (kw) = konsumsi bahan bakar spesifik (kg/jam) = spesifik grafity = waktu (jam)

e. Efisiensi Thermal Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan piston karena sejumlah enegi hilang akibat adanya rugi-rugi mekanis (mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimium yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini disebut juga sebagai efisiensi termal brake (thermal efficiency, ηb). Jika daya keluaran PB dalam satuan kw, laju aliran bahan bakar mf dalam satuan kg/jam, maka: ηba = ηm...(2.7) f. Emisi Gas Buang Bahan pencemar (polutan) yang berasal dari kendaraan bermotor dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori sebagai berikut : 1. Sumber Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder. Polutan primer seperti nitrogen oksida (NOx) dan hidrokarbon (HC) langsung dibuangkan ke udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat pembuangan. Polutan sekunder seperti ozon (O3) dan peroksiasetil nitrat (PAN) adalah polutan yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi fotokimia, hidrolisis atau oksidasi. 2. Komposisi Kimia Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik mengandung karbon dan hidrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen, nitrogen, sulfur atau fosfor, contohnya : hidrokarbon, keton, alkohol, ester dan

lain-lain. Polutan inorganik seperti : karbon monoksida (CO), karbonat, nitrogen oksida, ozon dan lainnya. 3. Bahan Penyusun Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi padatan dan cairan seperti : debu, asap, abu, kabut dan spray, partikulat dapat bertahan di atmosfer. Sedangkan polutan berupa gas tidak bertahan di atmosfer dan bercampur dengan udara bebas. Partikulat Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar dengan udara, sehingga terjadi tingkat ketebalan asap yang tinggi. Selain itu partikulat juga mengandung timbal yang merupakan bahan aditif untuk meningkatkan kinerja pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan. Apabila butir-butir bahan bakar yang terjadi pada penyemprotan kedalam silinder motor terlalu besar atau apabila butir butir berkumpul menjadi satu, maka akan terjadi dekomposisi yang menyebabkan terbentuknya karbon karbon padat atau angus. Hal ini disebabkan karena pemanasan udara yang bertemperatur tinggi, tetapi penguapan dan pencampuran bahan bakar dengan udara yang ada didalam silinder tidak dapat berlangsung sempurna, terutama pada saat saat dimana terlalu banyak bahan bakar disemprotkan yaitu pada waktu daya motor akan diperbesar, misalnya untuk akselerasi, maka terjadinya angus itu tidak dapat dihindarkan. Jika angus yang terjadi itu terlalu banyak, maka gas buang yang keluar dari gas buang motor akan bewarna hitam.

Hidrocarbon (UHC) Hidrokarbon yang tidak terbakar dapat terbentuk tidak hanya karena campuran udara bahan bakar yang gemuk, tetapi bisa saja pada campuran kurus bila suhu pembakarannya rendah dan lambat serta bagian dari dinding ruang pembakarannya yang dingin dan agak besar. Motor memancarkan banyak hidrokarbon kalau baru saja dihidupkan atau berputar bebas (idle) atau waktu pemanasan. Pemanasan dari udara yang masuk dengan menggunakan gas buang meningkatkan penguapan dari bahan bakar dan mencegah pemancaran hidrokarbon. Jumlah hidrokarbon tertentu selalu ada dalam penguapan bahan bakar, di tangki bahan bakar dan dari kebocoran gas yang melalui celah antara silinder dari torak masuk kedalam poros engkol, yang disebut dengan blow by gasses (gas lalu). Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga menghasilkan gas buang yang mengandung hidrokarbon. Hal ini pada motor diesel terutama disebabkan oleh campuran lokal udara bahan bakar tidak dapat mencapai batas mampu bakar. Carbon Monoksida (CO) Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Gas ini akan dihasilkan bila karbon yang terdapat dalam bahan bakar (kira kira 85 % dari berat dan sisanya hidrogen) terbakar tidak sempurna karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila campuran udara bahan bakar lebih gemuk dari pada campuran stoikiometris, dan terjadi

selama idling pada beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida tidak dapat dihilangkan jika campuran udara bahan bakar gemuk. Bila campuran kurus karbon monoksida tidak terbentuk. Oksigen (O2) Oksigen (O2) sangat berperan dalam proses pembakaran, dimana oksigen tersebut akan diinjeksikan keruang bakar. Dengan tekanan yang sesuai akan mengakibatkan terjadinya pembakaran bahan bakar. Untuk mesin Diesel emisi gas buang yang dilihat adalah opasitas (ketebalan asap). Adapun Standar nilai opasitas berdasarkan peraturan menteri negara lingkungan hidup nomor 05 tahun 2006 tentang ambang batas emisi gas buang. Tabel 2.2 Standar Emisi Gas Buang Kategori Tahun Pembuatan Parameter CO (%) HC (ppm) Opacity (% HSU) Berpenggerak Motor Bakar cetus api (bensin) < 2007 4,5 1200-2007 1,5 200 - Berpenggerak Motor Bakar Penyalaan Kompresi (Diesel) GVW 3,5 Ton GvVW 3,5 Ton < 2010 - - 70 2010 - - 40 < 2010 - - 70 2010 - - 50 Sumber : Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2006

2.6 Katalitik Konverter Meningkatnya jumlah kedaraan bermotor saat ini berimbas pada kualitas udara yang buruk di daerah perkotaan menuntut pabrikan motor berinovasi, salah satunya adalah katalitik konverter yang terdapat pada mobil keluaran saat ini. Alat tersebut diperkenalkan ke publik pada tahun 1975 di Amerika Serikat, kebijakan tersebut sejalan dengan niat EPA dalam mengurangi intensitas pencemaran udara gas buang dikarenakan proses pembakaran kendaraan bermotor. Ada dua jenis katalitik konverter dipasaran. Tipe universal fit dapat dipilih berdasarkan ukuran yang sesuai kemudian dilas di bagian saluran gas buang. Tipe direct fit merupakan tipe katalitik konverter yang hanya menggunakan baut untuk memasangnya di area saluran gas buang. Tipe universal merupakan jenis termurah daripada tipe direct fit, akan tetapi tipe direct fit lebih mudah pemasangannya daripada tipe universal fit. Penggunaan katalitik konverter tidak hanya terbatas pada kendaan bermotor seperti mobil dan sepeda motor, alat tersebut juga digunakan untuk truk, bis, kereta api, generator, kapan bermotor, dan masih banyak lainnya. Pengguna katalktik konverter dianjurkan melakukan pemeriksaan dan perawatan berkala untuk mengoptimalkan kinerja mesin dan efisiensi bahan bakar, pemeriksaan emisi gas buang kendaraan bermotor juga perlu dilakukan untuk mengetahui apakah katalitik konverter harus diganti dengan yang baru. 2.6.1 Konstruksi Katalitik Konverter Katalitik konverter biasanya terdiri atas beberapa bagian :

1. Inti katalis (substrate). Penggunaan CC pada bidang otomotif biasanya menggunakan inti dari keramik monolit dengan struktur sarang lebah (honeycomb). Monolit tersebut dilapisi oleh FeCrAl pada beberapa aplikasi. 2. Washcoat. Washcoat adalah pembawa material katalis digunakan untuk menyebarkan katalis tersebut pada area yang luas sehingga katalis mudah bereaksi dengan gas buang. Washcoat biasanya terbuat dari aluminium oksida, titanium oksida, silikon oksida dan campuran silika dan alumina. Washcoat dibuat dengan permukaan agak kasar dan bentuk yang tidak biasa untuk memaksimalkan luas permukaan yang kontak dengan gas buang sehingga katalis dapat bekerja secara lebih efektif dan efisien. 3. Katalis. Katalis biasanya terbuat dari logam mulia. Platina adalah katalis yang paling aktif diantara logam mulia lainnya dan secara luas digunakan namun tidak cocok dengan segala aplikasi karena adanya rekasi tambahan yang tidak diinginkan serta harganya yang mahal. Palladium dan rhodium adalah jenis logam mulia lainnya yang biasa digunakan secara bersamaan. Palladium berfungsi sebagai katalis reaksi oksidasi, rhodium digunakan sebagai katalis rekasi reduksi dan platina dapat melakukan kedua reaksi tersebut (oksidasi dan reduksi). Logam lain yang terkadang digunakan walaupun secara terbatas adalah cerium, besi, mangan, tembaga dan nikel. Digunakan secara terbatas karena memiliki produk sampingan yang juga cukup berbahaya. Nikel dilarang di uni eropa karena reaksinya dengan CO menghasilkan nikel tetrakarbonil. Tembaga dilarang di amerika utara karena menghasilkan senyawa dioksin.

Gambar 2.10 Katalitik Konverter (K. C. Taylor, 1984) 2.6.2 Prinsip Kerja Katalitik Konverter Kendaraan yang menggunakan katalitik konverter harus menggunakan bensin tanpa timbal, karena timbal pada bensin akan menempel pada katalis yang mengakibatkan katalisator tersebut tidak efektif. Agar katalitik konverter tersebut lebih efektif, campuran udara-bahan bakar harus dalam perbandingan stoikiometri. Pada saat mesin melakukan pemanasan, udara sekunder dari pompa didorong menuju ruang udara pembatas. Udara tersebut membantu untuk mengoksidasi katalis mengubah HC dan CO menjadi karbon dioksida dan air. Berikut penjelasan terhadap prinsip kerja dari katalitik konverter: 1. Tahap awal dari proses yang dilakukan pada katalitik konverter adalah reduction catalyst. Tahap ini menggunakan platinum dan rhodium untuk membantu mengurangi emisi NOx. Ketika molekul NO dan NO2 bersinggungan dengan katalis, sirip katalis mengeluarkan atom nitrogen dari molekul dan menahannya, sementara oksigen yang ada diubah ke

bentuk O2. Atom nitrogen yang terperangkap dalam katalis tersebut diikat dengan atom nitrogen lainnya sehingga terbentuk format N2. Rumus kimianya sebagai berikut: 2NO N2 + O2 atau 2NO2 N2 + 2O2 2. Tahap kedua dari proses di dalam katalitik konverter adalah oxidation catalyst. Proses ini mengurangi hidrokarbon yang tidak terbakar di ruang bakar dan CO dengan dengan membakarnya (oxidizing) melalui katalis platinum dan palladium. Katalis ini membantu reaksi CO dan HC dengan oksigen yang ada di dalam tabung gas buang. Reaksinya sebagai berikut: 2CO + O2 2CO2 3. Tahap ketiga adalah pengendalian sistem yang memonitor arus gas buang. Informasi yang diperoleh dipakai lagi sebagai kendali sistem injeksi bahan bakar. Ada sensor oksigen yang diletakkan sebelum katalitik konverter dan cenderung lebih dekat ke mesin ketimbang konverter itu sendiri. Sensor ini memberi informasi ke Electronic Control System (ECS) seberapa banyak oksigen yang ada di saluran gas buang. ECS akan mengurangi atau menambah jumlah oksigen sesuai rasio udara-bahan bakar. Skema pengendalian membuat ECS memastikan kondisi mesin mendekati rasio stoikiometri dan memastikan ketersediaan oksigen di dalam saluran buang untuk proses oksidasi HC dan CO yang belum terbakar. Setiap kendaraan memiliki jumlah sensor yang berbeda, tergantung dengan kebutuhan dan teknologi mesinnya. Umumnya kendaraan yang menggunakan sistem injeksi menggunakan dua sensor oksigen yang berbeda tempat yang berfungsi memberikan informasi ke ECS.