I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem perekonomian bangsa yang dibuktikan dengan semakin. meluasnya tindak pidana korupsidalam masyarakat dengan melihat

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. mampu melakukan penyaringan terhadap kebudayaan asing yang bersifat liberal. Para remaja

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

I. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan

1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

I. PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting dalam. dalam kegiatan seperti pemeliharaan pertahanan dan keamanan, keadilan,

I. PENDAHULUAN. suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, di mana larangan tersebut

I. PENDAHULUAN. Sejarah korupsi di Indonesia terjadi sejak zaman Hindia Belanda, pada masa

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

I. PENDAHULUAN. bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

I. PENDAHULUAN. Hakekat pembangunan nasional adalah membangun seluruh manusia Indonesia

I. PENDAHULUAN. Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini

I. PENDAHULUAN. berkembang sejalan dengan perkembangan tingkat peradaban. Berkaitan dengan

I. PENDAHULUAN. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) disebutkan:

I. PENDAHULUAN. meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. semuanya mengingatkan sekaligus menginginkan agar masyarakat Indonesia,

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. yang bersangkutan telah dinyatakan lulus dan menyelesaikan semua persyaratan

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

I. PENDAHULUAN. Upaya Pemerintah Indonesia untuk melindungi Hak Kekayaan Intelektual

I. PENDAHULUAN. untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara.

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

I. PENDAHULUAN. tindak pidana lainnya di berbagai belahan dunia. Fenomena ini dapat dimaklumi

I. PENDAHULUAN. dasar pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

I. PENDAHULUAN. Menurut ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

I. PENDAHULUAN. Fenomena peredaran gelap narkotika merupakan permasalahan internasional, regional dan

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Selanjutnya disebut KUHP), dan secara

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

tertolong setelah di rawat RSU dr. Wahidin Sudiro Husodo, kota Mojokerto. 1

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

METODE PENELITIAN. dengan seksama dan lengkap, terhadap semua bukti-bukti yang dapat diperoleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

I. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

I. PENDAHULUAN. untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi

I. PENDAHULUAN. dengan aturan hukum yang berlaku, dengan demikian sudah seharusnya penegakan keadilan

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan

BAB III PENUTUP. Berdasarkan analisa kasus diatas dapat disimpulkan bahwa ada. keterkaitan antara jumlah kerugian negara dengan berat ringannya pidana

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu ditingkatkan usahausaha. yang mampu mengayomi masyarakat Indonesia.

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. PENDAHULUAN. kebijakan sosial baik oleh lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari berbagai

I. PENDAHULUAN. diperbolehkan. Namun jika pemberian tersebut dengan harapan untuk dapat

I. PENDAHULUAN. Salah satu peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Republik. dikenakan suatu sanksi menurut peraturan yang dilanggarnya.

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB III PENUTUP. terdahulu, maka penulis menyimpulkan beberapa hal yaitu :

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam masyarakat. Kehidupan masyarakat sedikit demi sedikit mulai berubah, penghormatan atas nilai-nilai hukum yang ada mulai bergeser, masyarakat mulai berfikir materialistis dan egois dalam menghadapi kehidupan ini, hal ini juga menyebabkan mulai melemahnya rasa kepercayaan masyarakat terhadap sesama individu. Kecenderungan usaha untuk mencapai kesejahteraan material dengan mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam masyarakat mulai tampak, sehingga mulai banyak bermunculan pelanggaran dan pemanfaatan kesempatan secara ilegal untuk kepentingan diri sendiri tanpa mengabaikan hak-hak dari orang lain serta norma-norma yang ada. Hal ini diperburuk dengan semakin meluasnya tindak pidana penggelapan, dimana tindak pidana penggelapan akan membawa sisi negatif yaitu pelanggaran hak-hak sosial serta lunturnya nilai-nilai kehidupan dalam masyarakat. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya pertanggungjawaban pidana yang seharusnya dilakukan oleh pelaku tindak pidana penggelapan.

2 Tindak pidana penggelapan merupakan suatu tindak pidana yang berhubungan dengan kepercayaan dan harta kekayaaan. Tindak pidana penggelapan diatur dalam Buku Kedua Bab XXIV Pasal 372, 373, 374, 375, 376, dan 377 KUHP. Penggelapan dengan segala macam bentuknya merupakan suatu jenis tindak pidana yang cukup berat bila dilihat dari akibat yang ditimbulkan dan pengaruhnya terhadap masyarakat. Hal tersebut berbanding lurus dengan upaya pemberantasannya, yang semakin berat untuk dilakukan. Pemberantasan tindak pidana penggelapan harus dituntut dengan cara yang sesuai dengan yang terdapat di dalam KUHP, serta melibatkan potensi yang ada dalam masyarakat khususnya pemerintah dan aparat penegak hukum. Penegakkan hukum di Indonesia dilakukan oleh aparat negara yang berwenang. Aparat negara yang berwenang dalam pemeriksaan perkara pidana adalah aparat Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan. Polisi, Jaksa, dan Hakim merupakan tiga unsur penegak hukum yang masing-masing mempunyai tugas, wewenang, dan kewajiban sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Aparat penegak hukum merupakan unsur yang menjalankan tugasnya sebagai subsistem dari sistem peradilan pidana. Para penegak hukum ini masing-masing mempunyai peranan yang berbeda-beda sesuai dengan bidangnya. Ketiganya secara bersamasama mempunyai kesamaan dalam tujuan pokoknya yaitu pemasyarakatan kembali para narapidana. Penjatuhan sanksi pidana oleh hakim yang terlalu ringan akan memberikan dampak negatif yaitu akan munculnya pelaku-pelaku yang lain untuk melakukan tindak pidana, karena penjatuhan pidana yang relatif ringan oleh hakim, padahal hakim dalam menjatuhkan pidana haruslah menyadari apa makna pemidanaan itu,

3 serta harus menyadari apa yang hendak dicapai dengan ia menjatuhkan sanksi kepada seseorang yang telah melanggar ketentuan Undang-Undang. Hakim juga dalam menetapkan hukum tidak semata-mata hanya menegakkan hukum dari hukum itu sendiri melainkan untuk mengejar kemanfaatan sosial. 1 Salah satu kasus penggelapan yang terjadi dalam perkara yang diputus Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor : 380/Pid.B/2010/PN.TK tentang tindak pidana penggelapan yang dilakukan terdakwa RIHNA UTAMI binti BUSTAMI yang bekerja di PT. Balisena Utama Mandiri yang bergerak di bidang jual beli sepeda motor merk Honda dan berkedudukan di Jalan Teuku Umar no. 07 Kedaton, Bandar Lampung. Sejak bulan Febuari 2005 sebagai Sales Counter sampai dengan bulan Febuari 2008 dan selaku kasir dari bulan Maret hingga bulan Desember 2008 melakukan penggelapan terhadap nota discount yang kejadiannya dari bulan Maret 2008 sampai dengan bulan Desember 2008, sehingga PT. Balisena Utama Mandiri mengalami kerugian sebesar Rp.125.000.000,- ( seratus dua puluh lima juta rupiah). Putusan pengadilan itu menyatakan antara lain : - Terdakwa RIHNA UTAMI binti BUSTAMI terbukti bersalah melakukan tindak pidana Penggelapan sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 372 KUHP dalam surat dakwaan ketiga. - Terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 4 (empat) bulan dalam masa percobaan selama 8 (delapan) bulan. Memerintahkan bahwa pidana tersebut tidak akan dijalankan kecuali kalau dikemudian hari ada perintah 1 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung, Alumni, 1998,hlm.100.

4 lain dalam putusan hakim oleh karena terpidana sebelum lewat masa percobaan selama 8 ( delapan ) bulan melakukan perbuatan yang di hukum. - Barang bukti berupa : a. Buku pengeluaran biaya nota discount b. Kwitansi tanda terima Maghligai Travelindo tertanggal 12 Oktober 2008 senilai Rp. 1.088.000,- ( satu juta delapan puluh delapan ribu rupiah ) serta beberapa nota diskon yang dilampirkan dalam berkas - Terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp. 1000 (seribu rupiah ) Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor : 380/Pid.B/2010/PN.TK, Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa berupa pidana penjara selama 6 (enam) bulan dalam masa percobaan selama 1 (satu) tahun, padahal menurut keterangan saksi-saksi dan fakta yang terungkap di persidangan sudah memenuhi unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 372 KUHP, sedangkan Vonis hukuman yang dijatuhkan oleh hakim kepada terdakwa hanya berupa pidana penjara selama 4 (empat) bulan dalam masa percobaan selama 8 (delapan), jelas sekali disini Hakim tidak melakukan tuntutan maksimum yang harusnya sesuai dengan Pasal 372 KUHP dimana seharusnya dituntut 4 (empat) tahun penjara. Putusan tersebut sepertinya sangat tidak sesuai dengan rasa keadilan dimasyarakat, karena ringannya hukuman yang dijatuhkan oleh hakim. Uraian-uraian diatas menarik perhatian penulis untuk diteliti lebih lanjut. Untuk itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : Analisis

5 Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Perkara Penggelapan Nomor : 380/Pid.B/2010/PN.TK ) B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di belakang, penelitian ini hanya terbatas pada ruang lingkup yang berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan dengan rumusan masalah sebagai berikut: a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan Nomor: 380/Pid.B/2010/PN.TK? b. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam putusan tindak pidana penggelapan Nomor : 380/Pid.B/2010/PN.TK? 2. Ruang Lingkup Adapun yang menjadi ruang lingkup dalam penelitian ini, penulis mengambil lokasi penelitian di Kejaksaan Tinggi Lampung dan ruang lingkup waktu pada tahun 2013. Lingkup pembahasan dalam penelitian ini membahas tentang pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan serta apakah dasar pertimbangan hakim dalam memberikan putusannya terhadap perkara tersebut. Untuk lingkup bidang ilmu, lingkupnya yaitu bidang hukum pidana.

6 C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan? b. Apakah dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana penggelapan? 2. Kegunaan Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk : a. Manfaat Teoritis Mengembangkan pemahaman teoritis tentang pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan dan dalam penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya ilmu hukum pidana. b. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan atau masukan informasi yang lebih kongkrit serta memberikan solusi dalam menanggulangi tindak pidana penggelapan yang sering terjadi di masyarakat, dan juga penelitian ini diharapkan selain untuk meningkatkan pengetahuan serta memperluas wawasan bagi penulis, maka diharapkan juga penelitian ini dapat memberikan masukkan pemikiran penegak hukum dalam menangani perkara pidana.

7 D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstrak dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti. 2 Kerangka teori merupakan susunan dari beberapa anggapan, pendapat, cara, aturan, asas, keterangan sebagai kesatuan yang logis untuk menjadi landasan, acuan, dan pedoman untuk mencapai tujuan dalam penelitian atau penulisan. 3 Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk : 1. Menentukan-menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. 2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancam. 3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut. 4 Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan. Seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan, dilihat dari segi 2 Soerjono Soekanto, Penghantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia, 1986, hlm. 125. 3 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung, Citra Aditya, 2004, hlm.73. 4 Moeljatno, 1987, Kejahatan-Kejahatan Terhadap Kepentingan Umum,, Bandung,Bina Aksara,1987 hlm.1.

8 masyarakat menunjukan pandangan yang normatif mengenai kesalahan yang telah dilakukan oleh orang tersebut. 5 Pertanggungjawaban pidana atas kesalahan dalam arti luas mempunyai 3 (tiga) bidang antara lain : a. Kemampuan bertanggungjawab orang yang melakukan pertanggungjawaban. b. Hubungan batin ( sikap psikis ) orang yang melakukan perbuatan dengan perbuatannya ; 1. Perbuatan yang ada kesengajaan atau 2. Perbuatan yang ada alpa, lalai, kurang hati-hati (culpa, schuld in engerzin). c. Tidak ada alasan menghapuskan pertanggungjawaban pidana bagi pembuat. 6 Mengenai subjek atau pelaku perbuatan pidana secara umum hukum hanya mengakui sebagai perilaku, sedangkan pertanggungjawaban pidana dianut asas kesalahan, yang bearti untuk dapat menjatuhkan pidana kepada pembuat delik di samping harus memenuhi unsur-unsur rumusan delik juga harus ada kesalahan dan kemampuan bertanggungjawab. 7 Hakim dalam menjatuhkan putusan menggunakan teori pembuktian. Pembuktian mengenai ketentuan-ketentuan yang berisi pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan oleh Undang-Undang untuk membuktikan kesalahan yang di dakwakan serta mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan dalam sidang pengadilan. Pembuktian adalah cara atau proses hukum yang dilakukan untuk mempertahankan dalil-dalil yang ada sesuai hukum acara yang berlaku. 5 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta, Angkasa, 1982, hlm.84. 6 Soedarto, Hukum Pidana Jilid 1, Semarang, Universitas Diponogoro, 1975, hlm. 91. 7 Barda Nawawi Arif, Bunga Rampai Hukum Pidana,Bandung, Bina Aksara, 2002, hlm.85.

9 Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang di dakwakan, merupakan bagian yang terpenting dalam acara pidana. 8 Mengenai dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan suatu perkara disebutkan dalam Pasal 183 KUHAP yaitu hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Mengenai alat bukti yang sah dinyatakan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk,dan keterangan terdakwa. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 53 ayat (2) menyatakan bahwa : Penetapan dan putusan sebagaimana dimaksud dalam pemeriksaan dan memutuskan perkara harus memuat pertimbangan hakim yang didasarkan pada alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar. Secara kontekstual ada 3 (tiga) yang terkandung dalam kebebasan hakim dalam melaksanakan kehakiman, yaitu : a. Hakim hanya tunduk pada hukum dan keadilan b. Tidak seorangpun termasuk pemerintah dapat mempengaruhi atau mengarahkan putusan yang akan dijatuhkan oleh hakim, dan c. Tidak boleh ada konsekuensi pribadi hakim dalam menjalankan tugas dan fungsi yudisialnya. 9 8 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif, Jakarta, Sinar Grafika, 2010, hlm.94. 9 Ibid, hlm.104.

10 2. Konseptual Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsepkonsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang diinginkan dan diteliti. 10 Penulis akan menjelaskan pengertian-pengertian pokok yang akan digunakan dalam penelitian dan penulisan ini dengan tujuan untuk menghindari kesalahpahaman dalam penulisan ini. Berdasarkan judul akan diuraikan berbagai istilah sebagai berikut : a. Analisis adalah cara pemeriksaan salah satu soal dengan tujuan menemukan suatu unsur dasar, hubungan antara unsur-unsur yang bersangkutan. 11 b. Pertanggungjawaban Pidana adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan pidana atau tindak pidana. 12 c. Pelaku adalah orang yang melakukan suatu perbuatan yang memenuhi semua rumusan delik. 13 d. Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. 14 e. Tindak Pidana Penggelapan adalah suatu perbuatan yang melawan hukum pidana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta pelakunya 10 Soerjono Soekanto,Op.Cit.,hlm.132. 11 Suharso,Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa indonesia, Semarang, Widya Karya, 2012,hlm.15. 12 Roeslan Saleh,Op.Cit., hlm.75. 13 Barda Nawawi Arif, Op.Cit., hlm.32. 14 Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung, SinarBaru,1977, hlm.25.

11 diancam dengan hukuman pidana, yang diatur dalam Pasal 372, Pasal 373, Pasal 374, Pasal 375, Pasal 376, dan Pasal 377 KUHP. E. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pemahaman terhadap tulisan ini secara keseluruhan dan mudah dipahami, maka disajikan sistematika penulisan sebagai berikut : I. PENDAHULUAN Pada bab ini berisikan tentang latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual serta menguraikan tentang sistematika penulisan. II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini merupakan penghantar pemahaman yang berisikan tentang pengertian penggelapan, macam-macam tindak pidana penggelapan dan unsur-unsurnya, uraian bab ini lebih bersifat teoritis yang nantinya akan digunakan sebagi bahan studi perbandingan antara teori yang berlaku dengan kenyataan yang ada.

12 III. METODE PENELITIAN Pada bab ini memuat metode yang digunakan dalam penulisan yang menjelaskan mengenai langkah-langkah yang digunakan dalam pendekatan masalah yaitu dalam memperoleh dan mengklasifikasikan sumber dan jenis data, serta prosedur pengumpulan data dan pengolahan data, kemudian dari data yang telah terkumpul dilakukan analisis data dengan bentuk uraian. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini merupakan pembahasan dari permasalahan yang terdapat dalam tulisan ini melalui data primer dan sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan. Menjelaskan permasalahan yaitu bagaimana tuntutan jaksa dalam tindak pidana penggelapan dan bagaimana putusan hakim dalam tindak pidana perkara penggelapan tersebut. V. PENUTUP Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang berkaitan dengan permasalahan yang akan ada dalam penulisan karya ilmiah skripsi ini.