BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

Informasi penyakit ISPA

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB II TINJUAN PUSTAKA

KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH ISPA PUSKESMAS DTP CIGASONG

BAB I PENDAHULUAN. (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi saluran pernafasan akut saat ini merupakan masalah

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan anak merupakan suatu hal yang penting karena. mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

APA ITU TB(TUBERCULOSIS)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pernapasan bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit, radang tenggorokan,

BAB 1 :PENDAHULUAN. masih merupakan masalah kesehatan utama yang banyak ditemukan di. hubungan status gizi dengan frekuensi ISPA (1).

F. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dua yaitu, infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang


BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai indikator, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK RESIKO KEJADIAN ISPA PADA PEROKOK PASIF DAN PENGGUNA KAYU BAKAR DI RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akut dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan bidang kesehatan menurut Undang-Undang Nomor 36

Jika tidak terjadi komplikasi, penyembuhan memakan waktu 2 5 hari dimana pasien sembuh dalam 1 minggu.

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat didefinisikan oleh World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Community Acquired Pneumonia (CAP) adalah penyakit saluran

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pengelolaan kesehatan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan kasus per penduduk per tahun, atau kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia. Derajat kesehatan anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang disebabkan oleh bakteri terutama Streptococcus pneumoniae,

BAB I PENDAHULUAN. dan batuk baik kering ataupun berdahak. 2 Infeksi saluran pernapasan akut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka kematian ibu dan bayi di Indonesia masih tinggi, walaupun dari

PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN. biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas bagian atas, dan sering dijumpai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Antibiotik Antibiotik atau anti mikroba adalah obat yang digunakan sebagai obat pembasmi mikroba, khususnya yang merugikan manusia. Antibiotik yaitu zat yang dihasilkan oleh mikroba, terutama fungi yang dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain (Anonim, 2000). Berdasarkan aktifitasnya antibiotika dibagi menjadi dua golongan besar yaitu 1. Antibiotik yang mempunyai aktifitas luas (Broad spectrum) yaitu antibiotik yang dapat mematikan bakteri Gram positif dan negative serta protozoa,yang termasuk antibiotik broad spectrum adalah Tetracyclin dan derivatnya, Kloramfenikol, Ampicillin. 2. Antibiotik yang mempunyai aktifitas sempit (Narrow spectrum) yaitu antibiotik yang hanya efektif pada bakteri tertentu saja. Yang termasuk antibiotik ini yaitu Penicillin, Polimixin B, streptomycin B, Bleomycin dan Bacitraci (Sastramiharja, S.et al, 1997). Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri. Lebih dari seperempat anggaran Rumah Sakit dikeluarkan untuk biaya penggunaan antibiotik (WHO, 2006). DiNegara yang sudah maju 13-37% dari seluruh penderita yang dirawat di Rumah Sakit mendapatkan antibiotik baik secara tunggal maupun kombinasi, sedangkan di Negara berkembang 30-80% penderita yang dirawat di Rumah Sakit mendapat antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menimbulkan masalah resistensi dan efek obat yang tidak dikehendaki. Oleh karena itu penggunaan antibiotik harus mengikuti strategi peresepan antibiotik. Penggunaan antibiotik secara rasional diartikan sebagai pemberian antibiotik yang tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis dan waspada terhadap efek samping obat, tepat interval pemberian obat, aman pada pemberiannya serta terjangkau oleh pasien. Penggunaan antibiotik yang irasional telah diamati 5

sejak lama. Laporan dari suatu Rumah Sakit di Amerika pada tahun 1977 mengungkapkan bahwa 34% dari seluruh penderita yang dirawat mendapat terapi antibiotik (Djoko Widodo (2005). Dampak negatif yang paling bahaya dari penggunaan antibiotik secara tidak rasional adalah muncul dan berkembangnya kuman - kuman yang kebal antibiotik. Hal ini mengakibatkan pengobatan menjadi tidak efektif, peningkatan morbiditas maupun mortalitas pasien dan meningkatnya biaya perawatan kesehatan. Dampak tersebut harus ditanggulangi bersama dengan cara yang efektif, antara lain dengan menggunakan antibiotik secara rasional, melakukan intervensi untuk mengoptimalkan penggunaan antibiotik dan melakukan monitoring serta evaluasi penggunaan antibiotik pada pelayanan kesehatan masyarakat yang merupakan tempat paling banyak ditemukan penggunaan antibiotik. Evaluasi penggunaan obat khususnya antibiotik merupakan salah satu bentuk tanggung jawab farmasis di lingkungan Pelayanan kesehatan dalam rangka mempromosikan penggunaan antibiotik yang rasional. B. Kriteria Penggunaan Obat Rasional Pengobatan Rasional bila pasien menerima obat yang, sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat, dengan harga yang paling murah untuk masyarakat serta secara praktis penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria: 1. Tepat diagnosis. Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang tepat, apabila terjadi kesalahan pada diagnosis, akibatnya obat yang diberikan juga tidak akan sesuai dengan yang seharusnya (Anonim, 2006). 2. Sesuai dengan indikasi penyakit. Ketepatan indikasi berkaitan dengan penentuan perlu tidaknya suatu obat diberikan pada suatu kasus tertentu (Sastramihardja, 1997). 3. Tepat pemilihan obat. 6

Berkaitan dengan pemilihan kelas terapi dan jenis obat berdasarkan pertimbangan manfaat, keamanan, harga, dan mutu.sebagai acuannya dapat digunakan buku pedoman pengobatan (Sastramihardja, 1997). 4. Tepat dosis. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan rentang terapi yang sempit akan sangat beresiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan (Anonim, 2006). 5. Tepat cara pemberian. Cara pemberian obat memerlukan pertimbangan farmakokinetik, yaitu cara atau rute pemberian, besar dosis, frekuensi pemberian, dan lama pemberian, sampai ke pemilihan cara pemakaian yang paling mudah diikuti pasien, aman dan efektif untuk pasien (Munaf, 2004). 6. Tepat interval waktu pemberian. Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis agar mudah dimengerti dan ditaati oleh pasien. Makin tinggi frekuensi pemberian obat perhari, semakin rendah tingkat ketaatan minum obat (Anonim, 2006). 7. Tepat lama pemberian. Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masingmasing, dapat disesuaikan dengan algoritma penanganan suatu jenis penyakit tertentu, juga bisa disesuaikan dengan gaudline penyakit tertentu (Anonim, 2006). 8. Waspada terhadap efek samping Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi (Anonim, 2006). 9. Penilaian terhadap kondisi pasien. Ketepatan penilaian diperlukan terhadap kontraindikasi, pengaruh faktor konstitusi, penyakit penyerta dan riwayat alergi (Sastramihardja, 1997). 10. Tepat informasi. 7

Ketepatan informasi menyangkut informasi cara penggunaan obat, efek samping obat dan cara penanggulangannya serta pengaruh kepatuhan terhadap hasil pengobatan (Sastramihardja, 1997). 11. Tepat dalam melakukan upaya tindak lanjut. Pada saat memutuskan pemberian terapi harus sudah dipertimbangkan upaya tindak lanjut yang diperlukan, misalnya jika pasien tidak sembuh atau mengalami efek samping.jika hal ini terjadi maka dosis obat perlu ditinjau ulang atau bisa saja obatnya diganti (Anonim, 2006). 12. Obat yang efektif, aman, mutu terjamin dan terjangkau. Pemilihan obat dalam daftar obat esensial dilakukan dengan mempertimbangkan efektivitas, keamanan dan harganya oleh pembuat resep dalam melakukan terapi (Anonim, 2006). 13. Tepat penyerahan obat Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispenser sebagai penyerah obat dan pasien sebagai konsumen. Pada saat resep dibawa ke apotik atau tempat penyerahan obat apoteker/asisten/ petugas penyerah obat akan melaksanakan perintah dokter/peresep yang ditulis pada lembar resep untuk kemudian diberikan kepada pasien (Anonim, 2006). 14. Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan. Ketidaktaatan minum obat umumnya terjadi pada kejadian berikut: a. Jenis dan atau jumlah obat yang diberikan terlalu banyak. b. Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering. c. Jenis sediaan obat terlalu beragam d. Pemberian obat dalam jangka panjang. e. Pasien tidak mendapatkan informasi atau penjelasan yang cukup mengenai cara minum atau menggunakan obat. f. Timbul efek samping. 8

Penggunaan obat yang rasional yaitu pasien menerima pengobatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan klinis, dalam dosis yang memenuhi kebutuhan individual mereka sendiri, untuk jangka waktu yang memadai, dan pada biaya terendah. Penggunaan obat irasional merupakan masalah global diseluruh dunia dunia. WHO memperkirakan bahwa lebih dari setengah dari semua obat yang diresepkan, dibagikan atau dijual secara tidak tepat, dan setengah dari semua pasien gagal untuk memperoleh obat dengan benar. Hal yang demikian akan memperluas bahaya kesehatan dari segi penyalah gunaan obat-obatan.who menganjurkan 12 intervensi kunci untuk mempromosikan penggunaan lebih rasional: a. Pembentukan badan nasional multi disiplin untuk mengkoordinasikan kebijakan penggunaan obat. b. Gunakan pedoman klinis c. Pengembangan dan penggunaan daftar obat esensial nasional d. Pembentukan terapi obat dan komite di kabupaten dan rumah sakit e. Pencantuman kurikulum pelatihan farmakoterapi berbasis masalah ditingkat sarjana f. Melanjutkan pendidikan medis berkelanjutan sebagai persyaratan lisensi g. Pengawasan, audit dan umpan balik h. Penggunaan informasi independen pada obat-obatan i. Pendidikan umum mengenai obat-obatan j. Menghindari insentif keuangan yang tidak tepat. k. Penggunaan yang tepat dan penegakkan peraturan l. Pendanaan pemerintah yang memadai untuk menjamin ketersediaan obatobatan dan staf. C. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) 1. Definisi ISPA Infeksi saluran pernafasan adalah mulai dari infeksi respiratori atas dan adneksanya hingga parenkim paru. Sedangkan pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung hingga 14 hari (Nastiti, 2008). Infeksi Saluran 9

Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit Infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Ranuh, 1997).ISPA adalah Infeksi saluran pernafasan yang berlangsung sampai 14 hari yang dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin maupun udara pernafasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat (Depkes RI, 2012). 2. Etiologi ISPA Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri Penyebabnya antara lain dari genus Streptococcus, Stafilococcus, Pnemococcus, Hemofilus, Bordetella dan Corinebakterium. Virus penyebabnya antara lain golongan Micsovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus ( Depkes RI, 2000). 3. Gambaran klinis ISPA Gambaran klinis infeksi saluran pernafasan akut tergantung pada tempat infeksi serta mikroorganisme penyebab infeksi. Semua manifestasi klinis terjadi akibat proses peradangan dan adanya kerusakan langsung akibat mikroorganisme. Manifestasi klinis antara lain : a) Batuk b) Bersin dan kongesti nasal c) Pengeluaran mukus dan rabas dari hidung d) Sakit kepala e) Demam 4. Patofisiologi ISPA Penyakit ISPA disebabkan oleh virus dan bakteri yang disebarkan melalui saluran pernafasan yang kemudian dihirup dan masuk ke dalam tubuh, sehingga menyebabkan respon pertahanan bergerak yang kemudian masuk dan menempel pada saluran pernafasan yang menyebabkan reaksi imun menurun dan dapat menginfeksi saluran pernafasan yang 10

mengakibatkan sekresi mucus meningkat dan mengakibatkan saluran nafas tersumbat dan mengakibatkan sesak nafas dan batuk produktif. Ketika saluran pernafasan telah terinfeksi oleh virus dan bakteri yang kemudian terjadi reaksi inflamasi yang ditandai dengan Rubor dandolor yang mengakibatkan aliran darah meningkat pada daerah inflamasi dengan tanda kemerahan pada faring mengakibatkan hipersensitifitas meningkat dan menyebabkan timbulnya nyeri. Tanda inflamasi berikutnya adalah Kalor, yang mengakibatkan suhu tubuh meningkat dan menyebabkan hipertermi yang mengakibatkan peningkatan kebutuhan cairan yang kemudian mengalami dehidrasi. Tumor, adanya pembesaran pada tonsil yang mengakibatkan kesulitan dalam menelan yang menyebabkan intake nutrisi dan cairan inadekuat. Adanya kerusakan struktur lapisan dinding saluran pernafasan sehingga meningkatkan kerja kelenjar mucus dan cairan mucus meningkat yang menyebabkan batuk. Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mucus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga menimbulkan sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Dampak infeksi sekunder bakteri pun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, setelah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Sylvia, 2005). HRV merupakan penyebab paling sering pilek umum dan juga terkait dengan otitis media akut pada anak dan sinusitis pada orang dewasa.penelitian terbaru telah menetapkan bahwa HRV dapat menginfeksi saluran pernafasan bagian bawah sehingga menyebabkan pneumonia dan bronchiolitis pada anak-anak (Papadopoulos, 2002). Infeksi HRV tanpa gejala juga dapat terjadi pada bayi, anak-anak dan orang dewasa. Isolasi HRV dalam kultur sel sangat sulit dilakukan, tidak sensitif dan memakan waktu yang lama. Infeksi saluran nafas bagian atas (ISPA) adalah infeksi yang menganai struktur-struktur saluran nafas di sebelah atas laring. Kebanyakan penyakit saluran nafas mengenai bagian bagian atas dan bawah saluran pernafasan secara bersama - sama 11

atau berurutan, tetapi beberpa diantaranya terutama akan melibatkan bagian-bagian spesifik salauran nafas secara nyata (Nelson, 2000). ISPA termasuk 10 penyakit terbanyak di Rumah Sakit, Puskesmas dan pelayanan kesehatan lainnya dan masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian balita di Indonesia yaitu sebesar 28%. Survey yang di lakukan oleh SubDit ISPA tahun 2005 menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian balita. Data epidemiologi kasus ISPA/pneumonia di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007, menunjukan prevalensi nasional ISPA 25,5% (Depkes RI, 2008). WHO memperkirakan kematian akibat pneumonia mencapai 10-20% pertahun dari seluruh jumlah yang ada bila tidak diberi pengobatan ( WHO, 1990). ISPA adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dan bakteri. Bakteri-bakteri yang paling sering terlibat adalah Streptococcus grup A, Pneumococcus, H. Influenza yang terutama dijumpai pada anakanak, virus influenza merupakan penyebab paling sering dari penyakit saluran pernafasan pada anak-anak dan dewasa. Pada usia 5 tahun atau lebih 90% anak-anak telah mengalami infeksi virus influenza (Nelson, 1995). Sebagian besar penyakit pada anak-anak adalah infeksi, dan infeksi ini terjadi pada saluran nafas, ISPA dapat menyebabkan terjadinya kejang, demam dan serangan asma (Lectur, 2002). Kunjungan pasien dengan ISPA sebanyak 40%-60% yang berobat dipuskesmas dan 15%-30% kunjungan berobat dirawat inap dan rawat inap (Triska, 2007). Anak-anak merupakan kelompok masyarakat yang rentan untuk terserang berbagai penyakit khususnya penyakit infeksi. Menurut temuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) diperkirakan 10 juta anak meninggal tiap tahun yang disebabkan karena diare, HIV/AIDS, Malaria dan ISPA (Depkes RI, 2007). D. Farmakoekonomi Farmakoekonomi dapat didefinisikan sebagai deskripsi dan analisis biaya terapi dalam suatu system pelayanan kesehatan, dan lebih spesifik lagi 12

adalah sebuah penelitian tentang proses identifikasi, mengukur dan membandingkan biaya, resiko dan keutungan dari suatu program, pelayanan dan terapi yang baik ( Bootman,et al,2005). E. Biaya Biaya merupakan besarnya sumber daya yang di konsumsi. Biaya produk atau pelayanan merupakan nilai moneter dari sumber daya yang dikunsumsi menghasilkan barang atau jasa (Dipiro, 2011). Lima jenis Desain penelitian bidang ekonomi yang telah di kenal yaitu Cost Analysis, Cost Minimize ( CMA), Cost Effectiveness Analysis (CEA), Cost Benefit Analysis (CBA), serta Cost Utility Analysis (CUA) (Sancez, 2005). 13