BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah kualitatif.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. untuk memperoleh faktor-faktor dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I. tangganya sendiri (Kansil, C.S.T. & Christine S.T, 2008). perubahan dalam sistem pemerintahan dari tingkat pusat sampai ke desa.

BAB III METODE PENELITIAN. fenomena, mengumpulkan informasi dan menyajikan hasil penelitian pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dengan field research, yaitu penelitian yang dilakukan dalam kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. penuh atas kehidupan bangsa nya sendiri. Pembangunan nasional yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor industri terbesar yang menghasilkan devisa

BAB III METODE PENELITIAN. dipertanggungjawabkan. Metode penelitian yang digunakan penulis yaitu:

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. individu, kelompok, lembaga, maupun masyarakat. Penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan (field research) yaitu

IMPLEMENTASI PRINSIP GOOD GOVERNANCE DI PEMERINTAHAN DESA (Studi Kasus di Kantor Kepala Desa Gedongan Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. perhitungan dengan angka-angka (kuantitas). 1 Penelitian kualitatif disebut juga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam proposal ini adalah pendekatan kualitatif. Yaitu suatu

BAB III METODE PENGUMPULAN DATA. penelitian hukum empiris kualitatif. Penelitian hukum empiris adalah sebuah

BAB II METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak. perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. 1 Menurut

BAB III METODE PENELITIAN. proses kreatif proses kreatif program acara Young Creative di Balikpapan Televisi.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. adalah untuk mengetahui perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan. dan pengawasan dalam pengelolaan jum at berinfaq Dengan

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN BAB III. A. Jenis Penelitian. Sesuai rumusan masalah yang ada, maka jenis penelitian yang penulis

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah, yang disebut dengan Desentralisasi adalah penyerahan

BAB III METODE PENELITIAN. Bentuk penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan metode penelitian

III. METODE PENELITIAN. data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. kisah sukses Desa Wisata Pentingsari yang kini telah menjadi Desa Wisata

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. suatu pendekatan penelitian yang ditujukan untuk mendiskripsikan dan menganalisa

BAB I PENDAHULUAN. keleluasan kepada Daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah, hal ini

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

informasi yang diperlukan. Jadi laporan kualitatif kaya dengan deskripsi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (Field Research), yaitu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. dihadapi. Metode penelitian mencakup alat dan prosedur penelitian 1.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. dapat membantu memudahkan peneliti dalam menjalankan proses penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jumoyo Kecamatan Salam Kabupaten Magelang. Penelitian ini menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB III METODE PENELITIAN. Pola penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Sesuai rumusan masalah yang ada, maka jenis penelitian yang penulis

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. metode tertentu. Adapun metode yang penyusun gunakan adalah sebagai berikut:

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan ( fieldresearch),

BAB III METODE PENELITIAN. yang beralamatkan di Tegal Gentan, Margoagung, Seyegan, Sleman. Adapun

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan penelitian kualitatif merupakan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. dilaksanakan secara alami, apa adanya, dalam situasi normal yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. keinginan penulis yang berusaha semaksimal mungkin yang didasarkan

BAB III METODE PENELITIAN

IMPLEMENTASI KEMAUAN POLITIK PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH YANG DEMOKRATIS BIDANG PENDIDIKAN DI KABUPATEN SEMARANG

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. yang tidak bisa dijelaskan dan dianalisa melalui data-data statistik sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. bermaksud memberikan gambaran suatu gejala sosial tertentu, sudah ada

BAB II METODE PENELITIAN. Jenis penelitian dalam penulisan ini adalah penelitian deskriptif dengan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Bogdan Dan Taylor (Andi Prastowo, 2011: 22) menyatakan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan oleh penulis ini termasuk dalam kategori penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. langsung dalam pemelihan presiden dan kepala daerah, partisipasi. regulasi dalam menjamin terselenggaranya pemerintahan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kancah internasional. Kemajuan PT berimbas pada kemajuan dunia ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan kalau etika sebagai perangkat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan secara teknis tentang metode-metode yang digunakan dalam penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam mewujudkan good governance. Hal ini tercermin dari kinerja

BAB III METODE PENELITIAN. ganda; kedua, menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Yosomulyo, Kecamatan Gambiran, Kabupaten Banyuwangi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. untuk menggambarkan locus of control pada pasangan suami isteri yang hamil

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kerangka otonomi daerah, salah satu titik tekan locus desentralisasi pemerintahan negara adalah desa. Desa menjadi salah satu bahasan pokok dalam otonomi daerah 1 sebab desa merupakan satuan pemerintahan yang paling dekat secara spasial dengan warga negara. Hal itu berimplikasi pada tuntutan institusionalisasi pemerintahan desa dalam melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan, terutama dalam memberika pelayanan publik (public services delivery). Beberapa isu sentral yang mengemuka berkaitan dengan persoalan desa dalam kerangka otonomi daerah, antara lain: pertama, bagaimana grand design demokrasi substansial dan prosedural dalam pemerintahan desa. Apakah akan menganut desain demokrasi modern (liberal) sesuai dengan laju gelombang demokratisasi yang sulit untuk dibendung? 2 Kedua, bagaimana desain kelembagaan desa dalam rangka mengimplementasikan prinsip-prinsip demokrasi di desa dan untuk mewujudkan checks and balances antar elemen pemerintahan di desa. Bagaimana pola hubungan eksekutif-legislatif di desa untuk memastikan terselenggaranya control system antar lembaga dalam pemerintahan desa. Ketiga, bagaimana tata kelola sumber daya dalam organisasi pemerintahan desa. Sumber daya dalam hal ini dapat berupa sumber daya manusia maupun sumber daya keuangan (financial resources). Bagaimana meningkatkan sumber pendapatan asli desa untuk mewujudkan program-program pembangunan di desa dan lain sebagainya. 1 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah membahas secara khusus mengenai desa pada Bab XI tentang Desa, yang terdiri dari 17 Pasal, yaitu dari Pasal 200 sampai Pasal 216. 2 Meminjam istilah Samuel Huntington dan John Markoff. Lihat Huntington, The Third Wave of Democratization. Lihat juga Markoff, 2002, Gelombang Demokrasi Dunia: Gerakan Sosial dan Perubahan Politik (terj.), CCSS bekerjasama dengan Pustaka Pelajar Yogyakarta

Untuk menjawab dua isu pertama di atas, Undang-Undang telah memberikan kerangka makronya. UU No. 32/2004 mengusung nilai demokrasi substansial yang bersifat universal seperti akuntabilitas, transparansi dan partisipasi. Tentu banyak pihak menerima nilai-nilai universal ini, mengingat desa sekarang telah menjadi institusi modern. 3 Unit-unit lembaga pemerintahan di desa didisain untuk beradaptasi dengan institusionalisasi demokrasi modern dalam pemerintahan negara. Dalam kerangka tersebut, UU Pemerintahan Daerah memberikan penekanan pada penguatan lembaga Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa serta lembaga-lembaga lainnya di desa. Hal itu untuk memastikan terjadinya pembagian kekuasaan dan kewenangan serta berlangsungnya saling kontrol satu sama lain. Untuk menjawab isu yang ketiga, khususnya sumber daya keuangan, banyak terobosan menarik yang dilakukan oleh desa, terutama berbasis pada penggalian dan pemanfaatan potensi lokal masing-masing desa. Salah satu pilihan pemanfaatan potensi desa untuk peningkatan sumber daya keuangan desa sekaligus untuk mendorong program-program pembangunan adalah pengembangan program desa wisata. Desa wisata merupakan program kepariwisataan untuk mengekplorasi potensi-potensi lokal di desa yang dapat dijual untuk menarik kunjungan wisatawan, sekaligus untuk mendatangkan sumber-sumber pendapatan keuangan desa dari sektor wisata. Kebijakan pengembangan desa wisata merupakan kebijakan publik untuk merealisasikan kemanfaatan sebesar-besarnya untuk publik, dalam hal ini untuk kesejahteraan masyarakat dan pembangunan desa setempat dan sekitarnya, serta untuk menggerakkan peningkatan pendapatan daerah dan negara dari sektor pariwisata. Sebagai masalah publik, desa wisata harus dipastikan terselenggara sesuai dengan prinsip-prinsip kebijakan publik yang baik mulai dari tahap identifikasi masalah, implementasi, hingga evaluasi. 3 Meskipun nilai-nilai universal tersebut sering dipersoalkan kompatibibilitasnya dengan kondisi lokal. Juga mudah dipertanyakan, apakah masyarakat mampu memahami akuntabilitas, transparansi dan partisipasi dengan cara pandang lokal atau adakah nilai-nilai dan kearifan lokal yang bisa diangkat untuk memberi makna dan simbol akuntabilitas, transparansi dan partisipasi. Lihat Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Desa, hlm. 2. 2

Dalam konteks Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta, terdapat sekitar 35 desa wisata dan 6 desa rintisan desa wisata. 4 Dengan jumlah tersebut, tersedia cukup banyak potensi sumber-sumber keuangan atau pendapatan dari sektor pariwisata, khususnya di desa-desa wisata tersebut. Selain peluang, juga tersedia tantangan dalam pengelolaan desa wisata untuk mengatasi beberapa persoalan desa wisata. Terdapat beberapa permasalahan berkaitan dengan desa wisata, misalnya berkenaan dengan pengelolaan desa wisata yang dinilai masih banyak menghadapi kendala dan kelemahan. Beberapa persoalan yang masih disorot antara lain lemahnya partisipasi seluruh elemen masyarakat desa wisata dan masih rendahnya inovasi dalam menawarkan produk-produk pariwisata di desadesa wisata tersebut. 5 Selain itu, pendapatan keuangan di desa wisata juga menuntut terselenggaranya tata kelola yang akuntabel dan transparan. Akuntabilitas dan transparansi dalam pelaksanaan desa wisata harus diwujudkan untuk meminimalisasi penyelewengan dan korupsi, atau paling tidak inefektivitas dan inefisiensi. Sebagai sebuah objek wisata, desa wisata tentunya memiliki sumbersumber income yang lebih banyak dibandingkan dengan desa-desa pada umumnya. Di luar pendapatan dari aktivitas kepariwisataan di desa wisata tersebut, pendapatan tambahan juga mereka dapatkan dari subsidi negara (dalam hal ini pemerintah daerah) sebagai bagian dari program pembinaan atau pengembangan desa-desa wisata. Anggaran pengembangan yang diterima desadesa wisata berkisar antara 60 juta sampai 100 juta rupiah, yang pada tahun 2012 4 Data disampaikan oleh Kepala Bidang Pengembangan Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman Shavitri Nurmala Dewi, sebagaimana dikutip Kompas dan Tempo. Lihat http://regional.kompas.com/read/2013/01/25/18184819/desa.wisata.di.sleman. Kurang.Inovatif. Lihat juga http://www.tempo.co/read/news/2013/01/25/199456952/desa- Wisata-di-Sleman-Dinilai-Kurang-Inovatif. Dua portal online tersebut diakses pada tanggal 14 April 2013. 5 Baca Desa Wisata di Sleman Kurang Inovatif. Lihat http://regional.kompas.com/read/2013/ 01/25/18184819/Desa.Wisata.di.Sleman.Kurang.Inovatif. Lihat juga Desa Wisata di Sleman dinilai kurang Inovatif, di situs http://www.tempo.co/read/news/2013/01/25/199456952/desa- Wisata-di-Sleman-Dinilai-Kurang-Inovatif. Dua sumber tersebut diakses pada tanggal 14 April 2013. 3

diterimakan kepada 16 desa wisata sebagai bagian dari dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pariwisata. 6 Hal itu semakin menuntut terselenggaranya tata kelola desa wisata yang baik. Tata kelola desa wisata tersebut seharusnya sejalan dengan ideal penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance). Prinsip-prinsip pemerintahan yang baik dapat menjadi pedoman atau acuan dalam penyelenggaraan tata kelola desa wisata. Penyelenggaraan tata kelola desa wisata yang baik akan berimplikasi terhadap terwujudnya beberapa hal berikut: Pertama, terwujudnya demokrasi modern (baik substantif maupun prosedural) yang lebih baik di desa wisata. Kedua, terselenggaranya tata kelola yang berorientasi pada publik, baik dalam bentuk partisipasi maupun pertanggungjawan. Ketiga, terwujudnya institusionalisasi desa sebagai unit public services delivery, sekaligus peningkatan kapasitas personalia dalam pelaksanaan pemerintahan yang baik. Keempat, meningkatnya output dan outcome program-program pembangunan di desa dan pada akhirnya berdampak juga pada peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Satu komponen penting dalam mendukung dan mendorong terwujudnya situasi ideal tersebut adalah partisipasi publik. Partisipasi merupakan elemen kunci dalam demokrasi, sebagaimana partisipasi juga merupakan indikator utama dalam tata kelola yang baik (good governance). 7 Sayangnya partisipasi tidak mendapatkan fokus yang memadai dalam membaca desa wisata sebagai objek studi dan kajian ilmiah. Dalam berbagai studi dan penelitian terdahulu mengenai desa wisata, pembacaan lebih banyak dilakukan atas desa wisata sebagai media pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat, strategi pemasaran dan kepariwisataan desa wisata, dampak 6 Muh Syaifullah, Desa Wisata di Sleman dinilai kurang Inovatif, lihat http://www.tempo.co/read/news/2013/01/25/199456952/desa-wisata-di-sleman-dinilai- Kurang-Inovatif. Sumber tersebut diakses pada tanggal 14 April 2013. 7 Indikator-indikator good governance yang digariskan oleh Bappenas, ADB, dan UNDP menempatkan partisipasi sebagai salah satu yang utama. Demikian halnya para akademisi dan pakar manajemen dan kebijakan publik menempatkan partisipasi sebagai acuan apakah sebuah kebijakan telah dibuat dan diimplementasikan dengan baik atau tidak. 4

sosiologis desa wisata, dan tata kelola desa wisata. Oleh karena itu, peneliti ingin mengambil fokus kajian pada aspek partisipasi dalam tata kelola desa wisata di Kabupaten Sleman, khususnya di Deswa Wisata Garongan. Dalam konteks Kabupaten Sleman, keseluruhan desa wisata dapat dikategorikan ke dalam tiga lapisan, yaitu desa wisata unggulan, desa wisata menengah (biasa), dan desa wisata rintisan. Yang termasuk unggulan antara lain Desa Wisata Pentingsari, Brayut, dan Kembangarum. Salah satu desa wisata yang termasuk katagori menengah atau biasa adalah Desa Wisata Garongan yang terletak di Desa Wonokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman. Hasil studi preliminary yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa Desa Wisata Garongan mengandalkan beberapa potensi khas desa tersebut, antara lain pemandangan alam yang indah, terutama untuk menikmati view Gunung Merapi secara utuh. Di samping itu, Desa Wisata Garongan juga menawarkan wisata pertanian, khususnya pertanian salak Pondoh. Sebagaimana banyak diketahui, Kecamatan Turi merupakan salah satu sentra pertanian Salak Pondoh di Sleman. Selain itu, Desa Wisata Garongan juga menawarkan atraksi budaya tradisional, seperti Gejog Lesung, Merti Bumi Tunggul Arum, dan sebagainya. Desa Wisata Garongan, sebagai Desa Wisata katagori menengah membutuhkan beberapa peningkatan dalam hal tata kelola untuk bisa meningkatkan kualitasnya sebagai desa wisata. Partisipasi warga dalam tata kelola akan lebih memungkinkan peningkatan kualitas tersebut. Oleh karena itu, melalui penelitian ini, peneliti akan mendalami masalah partisipasi sebagai isu publik dalam tata kelola Desa Wisata Garongan. B. Rumusan Masalah Fokus studi dalam penelitian ini berangkat dari satu rumusan masalah (research question) utama, yaitu bagaimana partisipasi warga dalam tata kelola Desa Wisata Garongan Wonokerto Turi Sleman? 5

C. Tujuan Penelitian Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengungkap dan menganalisis partisipasi warga dalam tata kelola Desa Wisata Garongan Wonokerto Turi Sleman. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dapat diklasifikasikan pada dua katagori: teoretis dan praktis. Manfaat teoretis penelitian ini antara lain: a. Memperluas khazanah pengetahuan mengenai Desa Wisata sebagai isu publik. b. Memperluas wawasan mengenai implementasi konsep good governance dalam lingkup yang lebih luas dan spesifik, yaitu dalam tata kelola desa wisata dalam aspek partisipasi publik. c. Menjadi salah satu simpul dari penelitian lebih lanjut mengenai tata kelola desa dalam kerangka otonomi daerah. d. Menjadi bagian dari pohon keilmuan mengenai studi kebijakan mengenai desa wisata. Sedangkan manfaat praktis penelitian ini di antaranya: a. Menjadi salah satu rujukan bagi pengambil kebijakan terkait untuk mengevaluasi kebijakan desa wisata. b. Memberikan informasi ilmiah yang memadai bagi perangkat pengelola desa wisata, baik Desa Wisata Garongan maupun desa-desa wisata lainnya, untuk meningkatkan kualitas pengelolaan desa wisata, sehingga semakin mendekati tata kelola yang baik dan bersih sekaligus semakin menyejahterakan masyarakat di desa wisata yang bersangkutan. c. Memberikan informasi-informasi kunci bagi pengelola Desa Wisata Garongan untuk memperbaiki kualitas partisipasi warga dalam tata kelola desa wisata di daerah tersebut. 6

E. Metode Penelitian 1. Setting Lokasi Penelitian ini mengambil setting lokasi di Desa Wisata Garongan, Wonokerto, Turi, Sleman. Lokasi tersebut dipilih karena dari studi permulaan yang dilakukan peneliti, ditemukan gejala-gejala permulaan yang berkaitan dengan masalah penelitian. 2. Jenis, Pendekatan, dan Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif-deskriptif. 8 Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan naturalistik. Dengan pendekatan ini, peneliti bersifat aktif dalam melakukan interaksi dengan subjek penelitian dalam situasi apa adanya tanpa adanya rekayasa, sehingga data diperoleh dari fenomenanya yang bersifat asli dan natural. Penelitian ini akan mengkombinasikan dua metode, yaitu field-study dan desk-study. Secara operasional metode field-study digunakan untuk pengumpulan data primer melalui wawancara dan observasi/pengamatan. Sedangkan metode desk-study secara teknis digunakan untuk melakukan pengumpulan data sekunder dan analisis data penelitian. 3. Sumber Data dan Subjek Penelitian Sumber data penelitian ini berupa person dan paper. 9 Penentuan subjek penelitian berupa person dilakukan dengan teknik purposif. Dengan teknik ini, ditetapkan kriteria-kriteria sesuai dengan tujuan penelitian, sebagaimana berikut: 8 Penelitian kualitatif yang dimaksud adalah penelitian yang dilakukan secara intensif dan terperinci terhadap suatu organisme, lembaga, atau gejala tertentu melalui suatu pengamatan atau analisis untuk menghasilkan data deskriptif, yaitu data yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang, gejala atau perilaku yang diamati. Lihat Lexy J Moleong, 1998, Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hlm. 3 9 Yang dimaksud dengan sumber data disini adalah subjek dari mana data diperoleh. Suharsimi Arikunto mengklasifikasi sumber data menjadi tiga jenis; a. person, yaitu sumber data (informan) berupa orang. b. place, yaitu sumber data berupa tempat, dan c. paper, yaitu sumber data berupa simbol. Lihat Suharsimi Arikunto, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, PT Rineka Cipta Jakarta, hlm. 107. 7

a. Penduduk dan/atau pengelola Desa Wisata Garongan, di Desa Wonokerten, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, b. Memiliki informasi mengenai pengelolaan Desa Wisata Garongan. Pengumpulan data dari mereka dilakukan dengan teknik wawancara mendalam (indepth interview) dilakukan dengan berpedoman pada panduan wawancara (interview guide). Panduan tersebut tidak sepenuhnya mengikat proses wawancara secara kaku, sebaliknya wawancara dapat berkembang sesuai dengan situasi masyarakat dan khususnya informan. Meski demikian, peneliti tetap berupaya secara jeli agar wawancara dapat menjawab pertanyaanpertanyaan sesuai tujuan penelitian. Informan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Agus Sugiarto, Ketua Pengelola Desa Wisata Garongan 2. Farid, Wakil Ketua Pengelola Desa Wisata Garongan 3. Sunaryo, Kepala Dukuh Pojok Wonokerto 4. Rahmat Hidayat, Kepala Dukuh Kembang Wonokerto 5. Andre, Warga Garongan Pojok 6. Fatkhul Damanhury, Warga Garongan Kembang Sedangkan subjek berupa paper digunakan sebagai sumber data-data sekunder sesuai dengan tujuan penelitian. Penelusuran data-data sekunder dilakukan melalui teknik dokumentasi: pengkajian atas berbagai dokumen resmi baik yang bersifat internal maupun eksternal. Bersifat internal dalam artian pengkajian langsung atas dokumen, sedangkan yang bersifat eksternal berupa sumber-sumber yang mendukung pengkajian atas dokumen. Dokumen yang menjadi sumber data penelitian ini antara lain Data Monografi Kecamatan Turi Kabupaten Sleman serta dokumen-dokumen terkait dengan pengelolaan Desa Wisata Garongan. 8

4. Pengujian Keabsahan Data Pengujian keabsahan data menggunakan triangulasi. 10 Teknik triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber, yaitu dengan membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi melalui waktu dan alat yang berbeda. Triangulasi sumber dalam penelitian ini dilakukan dengan membandingkan data yang diperoleh dari wawancara mendalam dengan satu narasumber dengan nara sumber yang lain dan dengan data RPJMDes Desa Wonokerto. 5. Teknik Analisis Data Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data induktif, 11 yang lazim digunakan dalam penelitian-penelitian kualitatif. Sedangkan langkah-langkah analisis yang digunakan secara lebih teknis dalam penelitian ini meliputi reduksi data, display data, kesimpulan dan verifikasi. 10 Triangulasi adalah suatu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data, untuk melakukan pengecekan atau pembandingan terhadap data itu. Lihat Lexy J Moleong, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosda Karya, Bandung, hlm. 178 11 Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisir data ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian data. Lihat Lexy J Moleong, 1998, op.cit, hlm. 205. 9