BAB I PENDAHULUAN. mikro sangat penting. Berdirinya bank syari ah yang terus mengalami. cepat, mudah dan sederhana. Tentu saja pola ini tidak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II METODOLOGI PENELITIAN. yang berada di Jl. Wolter Monginsidi Genuk Semarang. BMT Mitra

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Islam saat ini cukup pesat, ditandai dengan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organisasi perantara antara masyarakat yang kelebihan dana dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syari ah, Depok : Rajagrafindo Persada, 2014, h. 24

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara dengan jumlah penduduk muslim

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2011 mengalami tumbuh sebesar

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran Bank Muammalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992, telah

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan nonbank yang berbentuk koperasi berbasis syariah. BMT

BAB I PENDAHULUAN. bank syariah dan Unit Usaha Syariah belum banyak seperti sekarang.

BAB I PENDAHULUAN. tabungan dan pembiayaan, Bank Syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT),

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah. Dimana perkembangan

BAB IV PEMBAHASAN. sumber modal, jika pelaku tidak memiliki modal yang cukup maka ia akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbankan syari ah dalam peristilahan internasional dikenal sebagai Islamic

BAB I PENDAHULUAN. hlm. 5

BAB I PENDAHULUAN. atau badan badan hukum koperasi yang memberikan kebebasan masuk

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I BAB V PENUTUP PENDAHULUAN. Bab ini merupakan bab penutup yang berisi. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. fatwa MUI yang mengharamkan bunga bank. 1. nilai-nilai syariah berusaha menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 2001, hlm Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta,

BAB I PENDAHULUAN. Muhamad, Sistem Bagi Hasil dan Pricing Bank Syariah, Yogyakarta: UII Press, 2016, h. 1.

BAB I PENDAHULUAN. Makhalul Ilmi, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah, UII Press, Yogyakarta, 2002, hlm.91. 2

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan yang bergerak dalam dunia bisnis terdiri dari beragam

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta (DIY) 2013 yakni garis kemiskinan pada maret 2013 adalah

BAB I PENDAHULUAN. instrumen penting dalam sistem ekonomi telah berkembang pesat dalam dua

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Lembaga keuangan perbankan syariah merupakan salah satu lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Syariah (KSPPS), koperasi tersebut kegiatan usahanya bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan salah satu urat nadi perekonomian sebuah negara,

BAB I PENDAHULUAN. lembaga perbankan syariah pada tahun Salah satu uji coba yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. yang menjalankan sebagian besar sistem operasional perbankan syariah.

BAB I PENDAHULUAN. hal Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Bandung: Pustaka Setia, 2013,

BAB I PENDAHULUAN. syariah di Indonesia. Masyarakat mulai mengenal dengan apa yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perbankan syariah pada era reformasi ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang hanya mengejar target pendapatan masing-masing, sehingga tujuan yang

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 2004, h Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Ekonosia, 2003, h 96.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Oleh karena itu, dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. hidupnya. Untuk melakukan kegiatan bisnis tersebut para pelaku usaha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Bank Umum terdiri dari Bank milik

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan usahanya agar lebih maju. pembiayaan berbasis Pembiayaan Islami.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) timbul peluang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat mengetahui produk apa yang akan mereka butuhkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. mamutar dana masyarakat sehingga perekonomian terus berkembang. Dana. jenis-jenis lembaga keuangan bukan bank yaitu koperasi.

BAB I PENDAHULUAN Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), Yogyakarta: UII. Press, 2005, h. 1.

2015 ANALISIS TINGKAT PENGEMBALIAN PEMBIAYAAN D ITINJAU D ARI ASPEK KARAKTER NASABAH (STUD I KASUS PAD A BAITUL MAAL TAMWIL D I KOTA BAND UNG)

BAB I PENDAHULUAN. Islam, seperti halnya bank konvensional, juga berfungsi sebagai suatu

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN BMT KUBE KARANGANYAR TERHADAP KEPUASAN NASABAH

BAB I PENDAHULUAN. 2004, hlm Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Watamwil (BMT), UII Pres Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan lembaga keuangan syariah non-bank yang ada di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Laju perkembangan ekonomi syari ah di Indonesia dari hari ke hari mengalami

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan yang berbasis syari ah sumber-sumber ekonomi. yang tersedia secara terarah dan terpadu serta dimanfaatkan bagi

PENDAHULUAN. 7% dari total UMKM berhasil meningkatkan statusnya, baik dari mikro menjadi

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sesama dalam persaingannya didunia ekonomi. Hal tersebut sudah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Priyono dan Teddy Candra, Esensi Ekonomi Makro, Surabaya: Zifatama Publisher,

BAB I PENDAHULUAN. Namun demikian, upaya tersebut kiranya perlu dibarengi pula dengan upaya

BAB I PENDAHULUAN. dana dari pihak yang berkelebihan untuk kemudian di salurkan kepada pihak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Baitul Mal wa Tamwil atau di singkat BMT adalah lembaga. yang ada pada Alquran dan Hadist. Sesuai dengan namanya yaitu baitul

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan perbankan syariah sistem pembiayaan mudharabah

BAB I PENDAHULUAN. syari ah yang paling sederhana yang saat ini banyak muncul di Indonesia bahkan hingga

Dr. Mulyaningrum Bakrie School of Management Jakarta, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. ekonominya. Untuk meningkatkan perekonomian, fokus pemerintah. Indonesia salah satunya pada sektor keuangan dan sektor riil.

BAB I PENDAHULUAN. ini, telah mendorong munculnya berbagai jenis produk dan system usaha

BAB I PENDAHULUAN. of founds) dengan pihak yang mengalami kekurangan dana. Sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Islam, Yogyakarta, Darma Bakti Wakaf, 1992, h Karnaen Perwata Atmaja dan Muhamad Syafii Antonio, Apa Dan Bagaimana Bank

BAB I PENDAHULUAN menyebabkan banyak bank yang menjalankan prinsip syariah. Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem bank mana yang dimaksud adalah perbankan yang terbebas dari praktik

BAB I PENDAHULUAN. untuk investasi, modal kerja, maupun konsumsi. Salah satu sumber

BAB I PENDAHULUAN. keuangan perbankan dan lembaga keuangan non bank. Mengenai lembaga

BAB 1 PENDAHULUAN. kenaikan yang baik. Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) seperti. Baitul Maal wat Tamwil (BMT) dan Koperasi JASA Keuangan Syariah

BAB I PENDAHULUAN. Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu bait almaal

BAB III PELAKSANAAN SANKSI ATAS NASABAH MAMPU YANG MENUNDA PEMBAYARAN DI BMT FAJAR MULIA UNGARAN. 1. Sejarah Berdiri BMT Fajar Mulia Ungaran

BAB I PENDAHULUAN. Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Pustaka Setia Bandung, Bandung, 2013, hlm. 23

BAB I PENDAHULUAN. 1 M. Aziz A, Pedoman Pendirian BMT. Jakarta: Pinbuk Press, 2004, h. 6.

BAB 1 PENDAHULUAN. hlm.15. Press, 2008,hlm. 61

BAB I PENDAHULUAN. Fondasi perekonomian suatu negara berada didalam dunia lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Hasan, memperkirakan bahwa pertumbuhan Usaha Mikro Kecil Menengah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan pembinaan dan pendanaan yang berdasarkan sistem syari ah. Peran

BAB I PENDAHULUAN. bank-bank konvensional yang membuka sistem baru dengan membuka bank. berpengaruh dalam kegiatan ekonomi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. bunga akan lebih mudah diterapkan secara integral (Heri, 2004: 3). Kehadiran Baitul Maal wat Tamwil (BMT) ditengah-tengah koperasi

BAB I PENDAHULUAN. jasa dalam skala industri kecil, menengah sampai besar dengan peraturan pelayanan yang

BAB I PENDAHULUAN. mereka. Lembaga keuangan tersebut diharapkan bisa menyokong seluruh bagian

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai pedoman hidup manusia tidak hanya mengatur ibadah ritual,

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan yang berarti di Indonesia maupun dunia. Ekonomi Islam juga

BAB I PENDAHULUAN. dengan aktifitas lembaga keuangan secara halal. kemanfaatan yang sesuai dengan prinsip syari ah 1. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi dimana sektor ekonomi menjadi tolok ukur kemakmuran

BAB I PENDAHULUAN. Ketidakmampuan tersebut terutama dalam sisi

BAB I PENDAHULUAN. Subagyo, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, Yogyakarta, 2002, hlm. 127.

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mengatasi krisis tersebut. Melihat kenyataan tersebut banyak para ahli

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi Syariah (AS), Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), dan Unit Simpan

BAB I PENDAHULUAN. tidak sedikit pula hambatan yang harus dihadapi, terutama dalam hal. Adanya perkembangan dalam industri perbankan serta terbukanya

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini setiap Usaha Mikro, Kecil dan menengah (UMKM) serta

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan meningkatnya pendapatan ekonomi masyarakat membuat rasa

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan permodalan tidak mudah diperoleh. 1. Mudharabah BMT Bina Umat Sejahtera Semarang (Universitas Negeri Semarang, 2007)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syari ah

BAB I PENDAHULUAN. yang dahulu. Namun prinsip-prinsip pertukaran barang dan pinjam-meminjam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem keuangan Islam yang berpihak pada kepentingan kelompok mikro sangat penting. Berdirinya bank syari ah yang terus mengalami perkembangan pesat membawa andil yang sangat baik dalam sistem tatanan keuangan di Indonesia. Sistem kredit yang ideal, memiliki karakter yang berbeda antara sektor mikro dengan sektor menengah ke atas. Kelompok mikro dengan usaha yang belum stabil dan jumlah yang mayoritas, memiliki pola yang cepat, mudah dan sederhana. Tentu saja pola ini tidak harus menghilangkan prinsip kehati-hatian menajemen lembaga keuangan dalam merealisasikan permohonan pembiayaan problem yang dihadapi pengusaha mikro tidak semata-mata pada sektor permodalan, tetapi masih banyak aspek lain yang memerlukan perbaikan dan pendampingan. Manajemen yang asal-asalan, standar mutu produk yang labil, pemasaran yang belum terencana serta aspek lain merupakan problem yang lazim dihadapi oleh sektor mikro. Usaha mikro masih memiliki berbagai kelemahan, bukan saja terbatasnya akses terhadap lembaga keuangan ( khusus perbankan ) tetapi juga pengelolaan usaha yang masih tradisional, kualitas SDM yang belum memadai, serta skala dan tehnik produksi yang masih rendah. Oleh karena itu, untuk mengembangkan dan memberdayakan usaha mikro, diperlukan 1

lembaga keuangan yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pelaku ekonomi rakyat itu sendiri. 1 Pengembangan usaha mikro memiliki hubungan yang sangat erat dengan upaya pemberdayaan masyarakat miskin yang merupakan pelaku utama usaha tersebut. Secara konseptual, pemberdayaan tersebut adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari kemiskinan dan keterbelakangan. Proses pemberdayaan menekankan pada proses memberikan kemampuan kepada masyarakat agar menjadi berdaya, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menetukan pilihan hidupnya. Orientasi usaha pemberdayaan ini bisa tertuju pada sektor usahanya, dengan memberikan motivasi atau dukungan dan peluang usaha serta tertuju kepada individu sendiri dengan memberikan pendidikan ketrampilan atau pelatihan untuk memulai dan mengelola suatu usaha. Pada tahun 2005 lalu, merupakan tahun yang sangat berarti bagi perkembangan usaha mikro karena Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) telah mendeklarasikan tahun tersebut sebagai Tahun Internasional Kredit Mikro. Deklarasi ini menandai begitu pentingnya kredit mikro atau jasa pembiayaan kepada usaha mikro. Adanya deklarasi tersebut berimplikasi pada pentingnya suatu alat pembiayaan untuk memberdayakan kelompok 1 Http.www.damandiri.co.id/file/frnsiskakorompisbab2.pdf.30/09/2012 2

masyarakat miskin sebagai pengusaha mikro. Karakteristik pembiayaan usaha mikro dan kecil cukup unik, di perlukan dana yang siap tersedia, jumlah dan sasarannya tepat, prosedurnya relatif sederhana, dan adanya kemudahan akses terhadap sumber pembiayaan serta perlunya program pendampingan. 2 Fakta-fakta ini telah menarik institusi-institusi (termasuk perbankan) untuk lebih menekankan pengembangan di sektor tersebut. Meskipun demikian, tidak semua perbankan mengalami sukses di sektor ini. Oleh karena itu, point utama yang perlu di perhatikan adalah bagaimana menciptakan jasa-jasa keuangan untuk usaha mikro yang sesuai dengan kultur dan kondisi finansial mereka (masyarakat lapisan bawah) dan dapat berperan dalam mensukseskan pembedayaan usaha mikro. Lembaga Keuangan Syariah sebagai bagian dari sistem keuangan mikro telah lama menjadi sarana yang efektif untuk mengembangkan perekonomian rakyat dan memberdayakan rakyat kecil. Pada saat intermediasi sektor perbankan belum berfungsi secara optimal, maka keberadaan Lembaga Keuangan Syariah semakin penting dalam menggerakkan sektor riil. Pengalaman juga menujukkan, bahwa keuangan mikro merupakan pendekatan terbaik dalam upaya pemberdayaan dan pengembangan usaha mikro untuk penanggulangan kemiskinan. Banyaknya perhatian dan usaha untuk mengembangkan keuangan mikro terutama didasarkan pada motivasi untuk mempercepat penanggulangan 2 Heryadi. Pengembangan Usaha Mikro. Ekonomic Riview Journal. No.198. Dec 2004. www. Kompas.co.id. 30/09/2012 3

kemiskinan. Hal ini pula yang mendasari berbagai lembaga internasional bergerak langsung dalam kegiatan keuangan mikro. Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa Lembaga Keuangan Bank (LKB) atau Lembaga Keuangan Bank non Bank (LKNB) yang bersifat formal dan beroprasi di pedesaan, umumnya tidak dapat menjangkau masyarakat lapisan bawah. Ketidakmampuan tersebut terutama dalam sisi penanggulangan resiko dan biaya operasi, juga dalam identifikasi usaha dan pemantauan penggunaan kredit yang layak usaha. Ketidakmampuan lembaga keuangan ini menjadi penyebab terjadinya kekosongan pada segmen pasar keuangan wilayah pedesaan. Akibatnya 70-90 kekosongan tersebut di isi oleh lembaga keuangan non formal, yaitu para rentenir yang beroperasi dengan mengenakan suku bunga yang tinggi. Untuk menaggulangi hal semacam itu, perlu adanya lembaga keuangan yang mampu menjadi jalan tengan. 3 Salah satu Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) masa kini yang paling strategis dan fungsional untuk mengentaskan kemiskinan umat adalah BMT (Baitul Mal Wat Tamwil). Melalui BMT, masyarakat dan pedagang dilepaskan dari jeratan sistem riba (bunga) dan mengalihkan kepada sistem ekonomi Islam yang disebut dengan bagi hasil. BMT mendapat respon yang positif dari masyarakat, karena BMT tergolong lebih lincah dan fleksibel, karena tak fully regulated. Hal ini menyebabkan konsep BMT mampu dihadirkan di area masyarakat kecil. 3 Zainul Arifin, 2000. Memeahami Bank Syari ah Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek. Alfabet : Jakarta. Hal. 65 4

BMT singkatan dari Baitul Maal Wat Tamwil. Kalimat Baitul Maal wat Tamwil ini, memiliki dua visi dan misi : yaitu visi misi sosial yang diwujudkan melalui Baitul Maal, dan visi misi bisnis yang diwujudkan melalui Baitut Tamwil. Dengan demikian, strategi BMT dalam pemberdayaan ekonomi rakyat ini adalah dengan memadukan visi dan misi sosial dan bisnis. Dalam segi operasi, BMT tidak lebih dari sebuah koperasi, karena dimiliki oleh masyarakat yang menjadi anggotanya, menghimpun simpanan dan menyalurkan kembali kepada anggota melalui produk pembiayaan/kredit. Oleh karena itu, legalitas BMT pada saat ini yang paling cocok adalah berbadan hukum koperasi. 4 Usaha kecil dengan omset kurang dari Rp 50 juta per bulan atau lebih dikenal dengan usaha mikro, umumnya tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menjaga kelangsungan hidup usahanya. Mereka pada umumnya tidak membutuhkan modal yang besar untuk ekspansi produksi, biasanya modal yang diperlukan sekedar membantu kelancaran cash flow saja. Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Dan secara fungsional ada dua fungsi pokok dalam kaitan dengan kegiatan perekonomian masyarakat yang terdapat di BMT, yaitu: pengumpulan 4 Agus Hermawan. Peran Baitul Maal Wat Tamwil ( BMT ) Dalam Pemberdayaan Ekonomi rakyat melalui Lembaga Keuangan. Http.www.gema-pkm.org/cgibin/gema.pl?p=001&id=15, 30/09/2012 5

dana dan penyaluran dana. Dengan berbagai macam produk yang ditawarkan oleh BMT yang bertujuan agar para nasabah tertarik pada produk yang ditawarkan, ada beberapa produk yang ada di BMT yaitu: pembiayaan ba i bi tsaman ājil (BBA), pembiayaan murābahah (MBA), pembiayaan musyārakah (MSA), pembiayaan mudhārabah (MDA), dan pembiayaan qard hasan. 5 BMT sebagai lembaga keuangan tidak pernah lepas dari masalah pembiayaan, karena kegiatan BMT sebagai lembaga keuangan pemberian pembiayaan merupakan kegiatan utamanya. Pembiayaan merupakan penyaluran dana BMT kepada pihak ketiga berdasarkan kesepakatan pembiayaan antara BMT dengan pihak lain dengan harga ditetapkan sebesar biaya perolehan barang di tambah margin keuntungan yang disepakati untuk keuntungan BMT. Adapun jumlah nasabah pembiayaan di BMT NU Sejahtera Klipang Semarang adalah sebagai berikut: Table 1.1 Produk Pembiayaan dan Data Nasabah BMT NUS Tahun 2009-2012 Keterangan 2009 2010 2011 Sept 2012 BBA 56 45,9 60,2 60,1 459 562 602 60,5 Musyārakah - - - - - Mudhārabah 20 16,4 63 8,2 69 7,3 78 7,8 Murabahah 43 35,2 30,8 31,5 235 295 308 30,9 Qard Hasan 3 2,4 5 0,6 8 0,8 7 0,7 Jumlah 122 762 934 995 Sumber: Data diperoleh dari laporan keuangan NU Sejahtera Klipang Semarang 5 Muhammad Ridwan, 2004. Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil. UII Press.Yogyakarta.hal.117-119 6

Dengan melihat jumlah nasabah pembiayaan pada tabel 1.1, pembiayaan yang paling dominan di BMT NU Sejahtera adalah pembiayaan ba i bi tsaman ājil (BBA). Hal ini memberi banyak manfaat kepada BMT, salah satunya adalah keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Saidin selaku Manajer BMT NU Sejahtera Cabang Klipang Semarang bahwa pembiayaan ba i bi tsaman ājil (BBA) di nilai sangat sesuai dengan karakteristik kebanyakan nasabah BMT NU Sejahtera yaitu pengusaha mikro dikarenakan, pertama; sistem BBA sangat sederhana, hal tersebut memudahkan dalam penanganan administrasi di BMT, kedua; fleksibel kemudian ketiga; angsuran sangat mempermudah para nasabah (usaha mikro) dalam melunasi karena pendapatan mereka yang minim dan tidak menentu. BMT banyak menawarkan produk-produk pembiayaan akan tetapi pembiayaan ba i bi tsaman ājil (BBA) yang paling banyak diminati oleh masyarakat karena pembiayaan BBA ini merupakan pembiayaan untuk membeli barang dengan pembayaran secara mengangsur per periode, pembiayaan BBA merupakan kredit yang diberikan kepada nasabah debitur dalam rangka memenuhi kebutuhan barang modal (investasi) yang dilakukan dengan cara jual beli secara ba i bi tsaman ājil. Pembiayaan ini sama dengan kredit investasi yang dilakukan oleh bank konvensional, karena itu jangka waktu pemberian kredit ini lebih dari satu tahun dan keuntungan yang diterima bank dari selisih harga barang 7

yang dijual kepada nasabah debitur dengan jumlah modal yang dikeluarkan oleh bank. 6 Pembiayaan ba i bi tsaman ājil (BBA) bertujuan untuk membantu nasabah dalam rangka pemenuhan kebutuhan barang modal (investasi) yang tidak mampu membeli secara kontan. Maksudnya, pembiayaan BBA ini berguna untuk membantu para nasabah agar dapat memenuhi barangbarang kebutuhannya dengan cara dibelikan oleh pihak bank/bmt. Pada sebagian masyarakat melakukan pembiayaan ba i bi tsaman ājil (BBA) di BMT mulai dari para pedagang kaki lima, pedagang sayur, sampai pedagang lesehan (termasuk usaha mikro) mereka menggunakan pembiayaan BBA di BMT untuk mengembangkan usahanya dan menyalurkan ketrampilan yang dimilikinya. Akan tetapi setiap pembiayaan akan mengalami adanya masalah walaupun telah dilakukan analisis secara teliti oleh bagian pembiayaan, dan salah satu faktor penyebabnya bisa dari kesalahan nasabah karena kondisi perekonomian mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan keuangan debitur tersebut. Dan alasan peneliti memilih lokasi di BMT NU Sejahtera Cabang Klipang Semarang, yaitu: karena banyaknya para nasabah yang menggunakan pembiayaan BBA ini. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis perlu untuk mengkaji lebih dalam lagi tentang seberapa pentingkah (berperannya) pembiayaan BBA pada usaha mikro. Sehingga peneliti tertarik untuk 6 Prianto Pandi,dkk. 2005. Lembaga Keuangan, PT Rineka Cipta: Jakarta.hal.193 8

memilih judul Peran Pembiayaan Ba i Bi Tsaman Ājil (BBA) Terhadap Pemberdayaan Usaha Mikro (Studi Kasus Pada BMT NU Sejahtera Cabang Klipang Semarang) B. Rumusan Masalah Berdasarkan pada apa yang sudah dipaparkan pada latar belakang, maka peneliti dapat merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah peran pembiayaan ba i bi tsaman ājil (BBA) terhadap pemberdayaan Usaha Mikro? 2. Apa faktor pendukung dan penghambat yang dihadapi BMT dalam memberikan pembiayaan BBA untuk meningkatkan pemberdayaan Usaha Mikro? C. Tujuan Masalah Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mendiskripsikan peranan pembiayaan ba i bi tsaman ājil (BBA) terhadap pemberdayaan usaha mikro. 2. Untuk mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat yang dihadapi BMT dalam memberikan pembiayaan BBA untuk meningkatkan pemberdayaan usaha mikro. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis Sebagai wahana dalam mengaplikasikan ilmunya, yang sudah di dapat dalam bangku kuliah. 9

2. Bagi Lembaga Keuangan Sebagai sarana untuk menjembatani hubungan antara lembaga keuangan dengan nasabah untuk bekerja sama lebih lanjut. Sebagai bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran dalam membuat kebijaksanaan/keputusan dalam pemberian pembiayaan kepada para nasabah. 3. Bagi Lingkungan Pendidikan Sebagai wawasan keilmuan mengenai seberapa besar peranan ba i bi tsaman ājil (BBA) terhadap pemberdayaan usaha mikro yang sering terjadi pada saat ini. 4. Bagi Umum Hasil penelitian ini digunakan sebagai referensi tambahan dan dasar pertimbangan dari penelitian selanjutnya. E. Telaah Pustaka Berdasarkan Penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu yang mengkaji masalah pembiayaan ba i bi tsaman ājil antara lain : Penelitian BBA yang di lakukan oleh Uswatun khasanah (2011) dengan judul: Pelaksanaan Akad Ba i Bi Tsaman Ājil (Studi Kasus Di KSU BMT Ummat Sejahtera Abadi Jepara). Hasil penelitian dalam praktek ba i bi tsaman ājil (BBA) yang terjadi di KSU BMT Ummat Sejahtera Abadi Jepara adalah transaksi jual beli antara BMT (penjual) dan calon anggota (pembeli), dengan tambahan keuntungan yang telah 10

disepakati antara BMT dan calon anggota. Kemudian calon anggota membayar dengan cara mencicil/mengangsur kepada BMT. Tetapi BMT menyerahkan semuanya kepada calon anggota dalam hal penerimaan/pembelian barang. Apabila calon anggota menghendaki pembiayaan dalam bentuk uang bukan barang maka BMT akan memberikan pembiayaan dalam bentuk uang tersebut kepada calon anggota, dan apabila calon anggota menghendaki barang maka BMT akan memberikan barang kepada calon anggota. Hal ini dilakuakan oleh BMT karena calon anggota dianggap lebih mengetahui mengenai barang yang dibutuhkan. Dalam praktek pelaksanaan akad ba i bi tsaman ājil ini belum sesuai dengan konsep ba i bi tsaman ājil secara baik dan benar. Penelitian BBA juga di lakukan oleh Ahmad Feriq Bina Haqqi (2011) dengan judul : Dominasi Penggunaan Akad Ba i Bi Tsaman Ãjil ( BBA) Pada Transaksi Pembiayaan di BMT HUDATAMA SEMARANG. Dari hasil penelitian dapat diketahui penyebab dominannya akad ba i bi tsaman ājil yaitu karena BMT Hudatama cenderung menghindari penggunaan akad-akad pembiayaan berprinsip bagi hasil seperti mudhārabah, musyārakah dan sebagainya karena menghindari resiko yang terlalu besar. Selain itu prosedur yang cukup mudah juga menjadi alasan BMT Hudatama untuk memilih mengedepankan akad ini. Sedangkan perbedaan antara penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu: Dari penelitian yang dilakukan oleh Uswatun Hasanah, penelitian ini membahas dalam praktek pelaksanaan akad ba i bi tsaman 11

ājil pada BMT apakah sudah sesuai dengan konsep ba i bi tsaman ājil secara baik dan benar apa belum. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Ahamad Feriq Bina Haqqi bahwa penelitian ini membahas mengenai pembiayaan yang lebih dominan pada BMT yang telah di teliti yaitu akad ba i bi tsaman ājil ( BBA). Sedangkan yang saat ini peneliti lakukan adalah untuk mengetahui peran pembiayaan ba i bi tsaman ājil (BBA) terhadap pemberdayaan usaha mikro di BMT NU Sejahtera. F. Metodologi Penelitian 1. Jenis Dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan diskriptif. Dalam pendekatan deskriptif ini biasanya laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajiannya. Data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, dokumen pribadi, dokumen resmi dan lain sebagainya. 7 Dalam hal ini peneliti akan mendiskripsikan tentang prosedur pembiayaan BBA, peran pembiayaan BBA terhadap usaha mikro, produkproduk pembiayaan, pendukung dan penghambat dalam memberikan pembiayaan BBA dan sebagainya. 2. Data dan Sumber Data Sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana data dapat 7 Arikunto, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi VI. PT Asdi Mahasatya. Jakarta.Hal. 129 12

diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuesioner/wawancara dalam pengumpulan datanya maka sumber data tersebut responden, yaitu orangorang yang merespon/menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik pertanyaan teetulis/lisan dan apabila peneliti menggunakan dokumentasi maka dokumentasi/catatanlah yang menjadi sumber dana. Sedangkan isi catatan sebagai subjek penelitian/variabel penelitian. 8 Dengan demikian, data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data yang diklarifikasi maupun analisis untuk mempermudah dalam menghadapkan pada pemecahan permasalahan, perolehannya dapat berasal dari: a) Data primer Data primer dalam penelitian ini adalah hasil dari wawancara pada BMT. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah, orang yang dianggap sangat mengetahui tentang BMT NU Sejahtera Cabang Klipang Semarang. Informan tersebut antara lain: kepala cabang, customer service, admin pembiayaan dan kepala bagian marketing BMT. b) Data sekunder Profil BMT NU Sejahtera Cabang Klipang Semarang Dokumen-dokumen yang relevan dengan pembahasan penelitian, seperti: buku panduan BMT NU Sejahtera, laporan keuangan dan form-form dari masing-masing produk. Data file langsung dari komputer 8 Ibid. Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Hal 129 13

3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa metode, antara lain yaitu: a. Observasi Data yang diperoleh dari teknik ini adalah mengenai lokasi perusahaan, keadaan karyawan dan nasabah (para usaha mikro). b. Wawancara (interview) Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini bertipe in depth interview (wawancara secara mendalam), dimana peneliti bertanya kepada responden kunci/key informan, atau mengenai fakta-fakta peristiwa di samping opini mengenai peristiwa yang terjadi dengan bertatapan langsung dengan responden/key informan. Untuk key informan sendiri adalah Bapak Saidin selaku majanger BMT NU Sejahtera Cabang Klipang Semarang, Bapak Dwi Nur Cahyono selaku admin pembiayaan, dan Ibu Andira Ramadani selaku customer service. c. Dokumentasi Dan teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti yaitu dengan cara mengumpulkan dan mengambil data dan catatan-catatan dan dokumen-dokumen yang relevan dengan keperluan penelitian untuk kemudian diolah sebagai bahan penelitian, seperti buku panduan lembaga, dokumen, catatan harian, dan lain sebagainya. 14

4. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan sebuah proses yang berjalan sebagai berikut: a) Mencatat yang dihasilkan dari lapangan, data-data yang sudah ada di kumpulkan kemudian diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri, b) Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, membuat ikhtisar dan membuat indeksnya, c) Berfikir dengan jalan membuat agar kategori data tersebut mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan serta membuat temuan-temuan umum. Pada penelitian kali ini adalah dengan mengumpulkan semua data yang ada, baik data primer (melalui metode wawancara dan observasi) maupun data sekunder (melalui dokumentasi). Dan kemudian menganalisis dan akhirnya mengambil kesimpulan atas analisis tersebut. 9 G. Sistematika Penulisan Sistematika dari skripsi ini diatur sebagai berikut: BAB I : Merupakan pendahuluan sistematika dari skripsi yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian,Batasan Masalah, Manfaat Penelitian, Telaah Pustaka, Sistematika Penulisan, Metode Penelitian yang terdiri dari Lokasi Penelitian, Jenis dan Pendekatan 9 Lexy J Moleong.2006. Metode Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya, Bandung. Hal 248 15

Penelitian, Data dan Sumber Data,Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data, dan Kerangka Analisis. BAB II : Merupakan Tinjauan Pustaka yang terdiri dari Landasan Teori, Ba i Bi Tsaman Ājil ( BBA), Pemberdayaan Usaha Mikro, dan BMT BAB III: Merupakan gambaran umum objek Penelitian meliputi Latar belakang berdirnya BMT NU Sejahtera, Badan Hukum, Visi dan Misi BMT NU Sejahtera, dan Layanan dan Produk BMT NU Sejahtera. BAB IV : Merupakan Hasil Penelitian analisa dari penulis penelitian yaitu paparan data hasil penelitian yang di lakukan oleh penulis dan pemahasan data hasil penelitian yang sudah di lakukan di pemberdayaan pembiayaan BBA untuk usaha mikro di BMT NU Sejahtera Cabang Klipang Semarang. BAB V : Merupakan penutup dari penelitian yang terdiri dari kesimpulan dan saran. 16