BAB III TEMUAN HASIL PENELITIAN. menguraikan terlebih dulu gambaran umum GPM Jemaat Airmanis.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. terhadap permasalahan kekerasan pasangan suami isteri, yakni: 1. Peran Pendeta sebagai Motivator terhadap Permasalahan Ekonomi

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISA PERAN PENDETA SEBAGAI KONSELOR PASTORAL DI TENGAH KEKERASAN PASANGAN SUAMI-ISTERI DI GPM JEMAAT AIRMANIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dra.Ny.Singgih D.Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1988 hal. 82

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan yang ideal adalah pernikahan yang bahagia, sejahtera, tentram dan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya mengenai penyelengaraan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA)

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

BAB I PENDAHULUAN. keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan organisasi

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Obor Indonesia, 1999, p Jane Cary Peck, Wanita dan Keluarga Kepenuhan Jati Diri dalam Perkawinan dan Keluarga, Yogyakarta:

Bab 1. Pendahuluan. Ketika anak tumbuh didalam keluarga yang harmonis, ada satu perasaan yang

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB III HASIL PENELITIAN MENGENAI PENGAMPUNAN DALAM MENYIKAPI PERSELINGKUHAN SUAMI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebahagiaan merupakan keadaan psikologis yang ditandai dengan tingginya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

Bab I Pendahuluan. LASILING, pada tanggal 20 dan 21 September 2005.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus

Pentingnya peran saksi dalam pernikahan (Suatu tinjauan terhadap pendampingan saksi nikah di jemaat GMIT Efata Benlutu)

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Gereja adalah komunitas yang saling berbagi dengan setiap orang dengan

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik

BAB III TEMUAN HASIL PENELITIAN. perempuan single parent terhadap anak. Sebelumnya penulis menguraikan terlebih

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Pentingnya kehidupan keluarga yang sehat atau harmonis bagi remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN SUBYEK PENELITIAN

BAB V. Penutup: Refleksi, Kesimpulan dan Saran

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk memperoleh data lapangan guna. penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS

INSTRUMEN PENELITIAN LAMPIRAN 1. Pendampingan Pastoral Terhadap Remaja Yang Lahir Di Luar Pernikahan di Jemaat GPM Tuhaha Oleh Rona Els Wenno

BAB V PENUTUP. a. Kurangnya perhatian orang tau terhadap anak. yang bergaul secara bebas karena tidak ada yang melarang-larang mereka

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. dialami perempuan, sebagian besar terjadi dalam lingkungan rumah. tangga. Dalam catatan tahunan pada tahun 2008 Komisi Nasional

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda?, Bandung, Penerbit Mizan, 1999, p. 101

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIMPANG PELITA. A. Geografis dan demografis desa Simpang Pelita

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Dunia ini tidak pernah lepas dari kehidupan. Ketika lahir, sudah disambut

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974). Perkawinan pada pasal 6 menyatakan bahwa Untuk

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

bismillahirrahmanirrahim

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

2016 HUBUNGAN ANTARA FAMILY RESILIENCE DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PNS WANITA DI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. bernilai, penting, penerus bangsa. Pada kenyataannya, tatanan dunia dan perilaku

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1. yang sakinah, mawaddah dan rahmah.

BAB IV PENUTUP. penulis akan menjelaskan atau memberikan beberapa kesimpulan dan saran.

PUTUSAN. Nomor : 1954/Pdt.G/2013/PA.Plg BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

Transkripsi:

BAB III TEMUAN HASIL PENELITIAN Dalam bab III ini akan membahas temuan hasil dari penelitian tentang peran pendeta sebagai konselor pastoral di tengah kekerasan pasangan suami-isteri. Sebelumnya, penulis menguraikan terlebih dulu gambaran umum GPM Jemaat Airmanis. 3.1 Gambaran Umum GPM Jemaat Airmanis 3.1.1 Lokasi Penelitian Jemaat Airmanis merupakan anggota Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM), yang termasuk dalam klasis Pulau Ambon Utara. Sejak awal jemaat Airmanis adalah bagian dari Jemaat Kategorial Lanud Pattimura yang dulunya merupakan satu unit terkecil dari wilayah pelayanannya yang dihuni beberapa keluarga yang tinggal di dusun Airmanis dan Mendes dalam wilayah Negeri Laha. Secara Geografis wilayah pelayanan GPM jemaat Airmanis memiliki batas-batas sebagai berikut: di sebelah Utara berbatasan dengan wilayah pegunungan, di sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Ambon, di sebelah timur dengan Negeri Tawiri, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Negeri Hatu. 3.1.2 Demografis GPM jemaat Airmanis memiliki jumlah anggota 394 jiwa dengan jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 95 KK. 1 Lebih jelasnya dapat dilhat pada tabel berikut. 1 Data Renstra Airmanis tahun 2013-2016, 04 Mei 2015.

Tabel 1. Jumlah Warga Jemaat berdasarkan Jenis Kelamin DATA WARGA JEMAAT Sektor Unit L P Total KK Tiberias 61 51 112 25 Batubadiri Galilea 50 58 108 24 Eden 36 46 82 24 Wailawa Irene 47 45 92 22 TOTAL 194 200 394 95 Sumber: Statistik GPM Jemaat Airmanis 2013-2016 3.1.3 Kondisi Sosial dan Ekonomi Dalam perjalanannya, GPM Jemaat Airmanis merupakan jemaat eks konflik. Kondisi jemaat tergusur akibat konflik kemanusiaan tahun 1999, dan menyebar di beberapa lokasi, yakni Batubadiri, Desa Tawiri, Wayame dan Latuhalat. Hal ini juga yang kemudian mempengaruhi keadaan ekonomi warga jemaat yang sebagian besar pekerjaannya adalah pekerja kasar atau tukang. Dapat dilihat dalam tabel 2 dan 3 berikut ini tentang distribusi warga jemaat berdasarkan tingkat pendidikan dan pekerjaan. Tabel 2. Distribusi Warga Jemaat Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Sektor Batubadiri Sektor Wailawa

Belum Sekolah TK SD SMP SMA Diploma S1 S2 33 8 77 33 47 9 4 1 8 4 52 31 65 13 9 - Sumber: Data Jemaat Berdasarkan data tabel tingkat pendidikan, dengan perbandingan total yang ada, maka penulis melihat ada pengaruh dengan aktifitas warga gereja dengan sesama maupun lingkungannya. Hipotesisnya, jika seseorang hanya mengenyam pendidikan sampai pada tahap SD dan SMP, maka pemahaman mereka tergolong rendah. Tiga informan yang diwawancarai oleh penulis rata-rata berpendidikan SMA-S1 (Sarjana). Hipotesa perbandinganya ialah semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki.. Tabel 3. Distribusi Warga Jemaat Berdasarkan Pekerjaan Mata Pencaharian Sektor Batubadiri Sektor Wailawa PNS 7 18 Nelayan 1 1 Tani 40 43 Pensiunan 4 6

TNI/POLRI - 1 Honor/Kontrak 3 6 Pengemudi 1 1 Ojek 4 7 Swasta 5 29 Wiraswasta 2 3 Tidak Kerja 109 - Sumber: Data Kekunjungan MJ GPM Airmanis November 2011 Dari data tabel berdasarkan jenis pekerjaan, maka penulis melihat Total jumlah orang yang tidak bekerja sebesar 109. Dibandingkan dengan total jumlah jiwa jemaat secara keseluruhan sebesar 394 orang maka selisihnya 185 orang yang didalamnya memiliki pekerjaan. Tingkat minimnya warga gereja yang tidak memiliki pekerjaan turut berpengaruh dalam kondisi kehidupan sosial dan ekonomi sehari-hari. 3.1.4 Situasi Pelayanan Dengan kondisi sebagai jemaat eks konflik, jemaat Airmanis tetap menjalankan proses pelayanan. Dari sidang jemaat 2004, dua sektor dibentuk, antara lain Sektor Batubadiri, terdiri dari unit Galilea dan Tiberias dan Sektor Wailawa, terdiri dari unit Irene dan Eden. Pelayanan jemaat pada dua sektor, antara lain wadah pelayanan laki-laki, perempuan, dan Anak remaja. Kepengurusan wadah pelayanan juga ada pada sub komisi tingkat jemaat. Untuk pelayanan pemuda hanya tergabung dalam organisasi angkatan muda ranting Maraelim.

GPM jemaat Airmanis saat ini dilayani oleh satu orang pendeta. Juga dibantu oleh delapan orang majelis jemaat, masing-masing empat orang penatua dan empat orang diaken serta dibantu dua orang kostor. Tanggung jawab pastoralia yang dilakukan dalam jemaat Airmanis berdasarkan hasil wawancara dengan Majelis Jemaat yakni dalam bentuk penggembalaan dan konseling keluarga. Bagian dalam melakukan tugas dan tanggung jawab pastoralia adalah Ketua Majelis Jemaat. Biasanya hal itu dilakukan hanya dalam perkunjungan formal, namun itupun terkadang proses konseling keluarganya dilakukan sesuai kebutuhan keluarga. 3.2 Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan data yang ditemukan dari hasil penelitian, banyak permasalahan yang ada di dalam GPM Jemaat Airmanis, namun permasalahan-permasalahan tersebut mengerucut pada satu gumulan masalah yakni masalah kekerasan dalam hubungan pasangan suami isteri. Kekerasan dalam hubungan pasangan suami isteri merupakan keprihatinan yang perlu dijadikan perhatian publik dalam suatu kehidupan secara utuh di tengah-tengah keluarga kristen saat ini. Kehidupan keluarga pada dasarnya merupakan basis dari pembentukkan kehidupan sosial dan pembentukkan karakter pola pikir seorang individu. Menjadi masalah ketika tempat yang seharusnya dapat menjadi dasar seorang individu membentuk kehidupan sosial dan karakter kepribadiannya, sebaliknya menjadi tempat sumber masalah bagi individu untuk menjalani kehidupannya.

3.2.1 Permasalahan Kekerasan Pasangan Suami-Isteri Dari penelitian dan permasalahan kekerasan dalam pasangan suami isteri yang ditemui di GPM jemaat Airmanis, penulis menggunakan tiga orang informan kunci untuk dijadikan sumber data disamping observasi yang dilakukan, yakni Ibu Atha (24), Ibu Yako (58), dan Ibu Mina (49). 2 Masing-masing informan merupakan korban kekerasan yang terjadi di dalam kehidupan keluarga yang dilakukan oleh pasangan mereka. Terlebih dulu dapat dijelaskan, Ibu Atha (24), merupakan Ibu muda karena pernikahan yang dijalaninya saat masih berumur 19 tahun, disebabkan MBA (married by ancident). Pernikahan Ibu Atha, menurut pengakuannya dijalani dengan keterpaksaan, dimana suami ibu Atha yang berusia lebih muda darinya dipaksa menikah dengannya untuk bertanggung jawab. Usia mereka yang masih muda dan belum ada kesiapan untuk membentuk keluarga dan menjadi orang tua menjadikan kehidupan pernikahan yang dilalui tidak memiliki kebahagiaan. Belum lagi, informan dan suaminya tidak memiliki pekerjaan tetap, sehingga kadang terjadi perdebatan antara mereka karena masalah ekonomi, yang kemudian tidak dipungkiri berujung pada kekerasan secara fisik. 3 Informan kedua, yakni ibu Yako (58), merupakan ibu rumah tangga yang telah menjalani pernikahannya selama 27 tahun. Ibu Yako merupakan korban kekerasan dalam kehidupan rumah tangga dikarenakan perselingkuhan yang dilakukan suaminya. Dari pengakuan, informan sudah mengetahui perselingkuhan yang dilakukan suaminya sejak delapan tahun terakhir. Untuk menutupi perselingkuhan, suaminya mencari kesalahan informan sampai melakukan tindak kekerasan, yakni memukul, menampar, bahkan menendang. Hal ini juga dikarenakan pengaruh lingkungan di sekitar tempat tinggal ibu 2 [bukan nama sebenarnya]. 3 Ibu Atha, 24 tahun (korban kekerasan), wawancara (Ambon, 14 April 2015, Pkl. 20.25 WIT)

Yako yang menjadikan suaminya penjudi, dan pemabuk. Informan tetap bertahan menjalani kehidupannya, karena mengingat anak-anaknya. 4 Selanjutnya ibu Mina (49 tahun), merupakan seorang ibu rumah tangga juga guru honorer. Sama seperti ibu Atha dan ibu Yako, ibu Mina pun merupakan korban kekerasan dalam pernikahannya. Berbeda dengan informan-informan sebelumnya, kasus ibu Mina dilatarbelakangi permasalahan tingkat pendidikan yang berbeda. Suami ibu Mina, merupakan seorang dosen berpenghasilan besar sedangkan sebaliknya informan hanya merupakan guru honorer dengan berpenghasilan cukup yang kemudian diputuskan hubungan kerjanya. Suami informan kemudian menganggap istrinya rendah karena pendidikan dan pendapatan yang menjadikan suaminya beranggapan untuk berhak melakukan apa saja. Kekerasan fisik seperti tamparan, bahkan pemukulan serta kekerasan verbal seperti caci maki dan cemoohan sering didapati informan. 5 Berdasarkan hal itu, perlu dipahami terlebih dulu hakikat dari pernikahan. Pengertian pernikahan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 6 Berdasarkan hasil wawancara dengan ketiga informan, pada dasarnya yang mereka pahami, pernikahan memiliki tujuan untuk membangun keluarga yang harmonis, namun kemudian keluarga yang harmonis tergantung pada tindakan antara anggota keluarga tersebut serta bagaimana cara menghargai peran masing-masing antar anggota keluarga. Kaitannya dengan hasil wawancara, menurut ibu Yako, pernikahan merupakan bersatunya seorang pria dan wanita sebagai suami isteri untuk membentuk kehidupan baru 4 Ibu Yako, 58 tahun (korban kekerasan), wawancara (Ambon, 11 April 2015, Pkl. 14.10 WIT) 5 Ibu Mina, 49 tahun (korban kekerasan), wawancara (Ambon, 23 April 2015, Pkl. 17.30 WIT) 6 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM, 2010), 34.

yang dinamakan keluarga. Sejalan dengan itu, ibu Yako menyatakan bahwa yang menjadi masalah dan kemudian tidak dapat diingkari dalam kehidupan keluarga, yakni masingmasing pihak memiliki kepribadian sendiri yang sudah terbentuk, oleh karena itu bagi dirinya yang telah menjalani pernikahan selama 27 tahun, awalnya dalam menyatukan dua individu diperlukan adanya pengertian, saling penyesuaian, pengorbanan dan hal tersebut harus disadari oleh masing-masing pihak atau yang dapat terjadi kemudian kesalahpahaman yang dapat menghancurkan. 7 Keluarga dapat diartikan sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga memerlukan organisasi tersendiri dan perlu kepala rumah tangga sebagai tokoh penting yang memimpin keluarga disamping beberapa anggota keluarga lainnya. Anggota keluarga terdiri dari Ayah, ibu, dan anak merupakan sebuah satu kesatuan yang memiliki hubungan yang sangat baik. Lebih dari itu, keluarga merupakan suatu hubungan interaksi antara Ayah, Ibu dan anak. Hubungan baik ini ditandai dengan adanya keserasian dalam hubungan timbal balik antar semua anggota/individu dalam keluarga. Ibu Atha, menyatakan sebuah keluarga disebut harmonis apabila seluruh anggota keluarga merasa bahagia. 8 Sejalan dengan itu, ibu Mina berpendapat keluarga harmonis adalah keluarga yang tidak dipenuhi konflik, ketegangan, kekecewaan dan kepuasan terhadap keadaan seluruh anggota keluarga. Keluarga disebut disharmonis apabila terjadi sebaliknya. Namun, ibu Mina menyatakan, tidak ada rumah tangga yang berjalan tanpa konflik namun konflik dalam rumah tangga sebenarnya 7 Ibu Yako, 58 tahun (korban kekerasan), wawancara (Ambon, 17 April 2015, Pkl. 12.30 WIT) 8 Ibu Atha, 24 tahun (korban kekerasan), wawancara (Ambon, 14 April 2015, Pkl. 20.25 WIT)

bukanlah sesuatu yang menakutkan. Hampir semua keluarga pasti pernah mengalaminya. Yang mejadi berbeda adalah bagaimana cara mengatasi dan menyelesaikan hal tersebut. 9 Sependapat dengan itu, Ibu Yako menyatakan bahwa tidak dapat dipungkiri ketegangan maupun konflik antara suami dan istri maupun orang tua dengan anak merupakan hal yang sebenarnya wajar dalam sebuah keluarga atau rumah tangga. Sering sebagian orang katakan, hal itu merupakan bumbu-bumbu untuk lebih mengikatkan kembali ikatan dalam keluarga. 10 Setiap keluarga memiliki cara untuk menyelesaikan masalahnya masing-masing. Apabila masalah diselesaikan secara baik dan sehat maka setiap anggota keluarga akan mendapatkan pelajaran yang berharga yaitu menyadari dan mengerti perasaan, kepribadian dan pengendalian emosi tiap anggota keluarga sehingga terwujudlah kebahagiaan dalam keluarga. Penyelesaian konflik secara sehat terjadi bila masing-masing anggota keluarga tidak mengedepankan kepentingan pribadi, mencari akar permasalahan dan membuat solusi yang sama-sama menguntungkan anggota keluarga melalui komunikasi yang baik dan lancar. Disisi lain, apabila konflik diselesaikan secara tidak sehat maka konflik akan semakin sering terjadi dalam keluarga. Berdasarkan hasil penelitian dalam GPM jemaat Airmanis, tindakan kekerasan pasangan suami isteri merupakan keprihatinan yang perlu dilakukan dengan adanya tindakan lanjut karena menyangkut kelangsungan kehidupan hubungan keluarga kristen. Bahkan tak sedikit dari kasus kekerasan pasangan suami isteri yang berujung kepada perceraian. Bentuk kekerasan yang melatar belakangi terjadinya kekerasan pasangan suami isteri dalam kehidupan keluarga kristen di GPM jemaat Airmanis, karena kurangnya tanggung jawab dari salah satu pihak, baik itu suami maupun istri sehingga sering terjadi 9 Ibu Mina, 49 tahun (korban kekerasan), wawancara (Ambon, 23 April 2015, Pkl. 17.30 WIT) 10 Ibu Yako, 58 tahun (korban kekerasan), wawancara (Ambon, 17 April 2015, Pkl. 12.30 WIT)

perselisihan, pertengkaran dan tak jarang terjadi pemukulan dan tindak kekerasan yang lainnya. Kadar kualitas perilaku dan pengendalian diri dari individu yang berada dalam lingkup rumah tangga, akan berpengaruh terhadap penyelesaian konflik yang dihadapinya.ketidakmampuan seseorang untuk mengendalikan diri saat menghadapi konflik rumah tangga dapat menyebabkan terjadinya kekerasan pasangan suami isteri dalam rumah tangga sehingga timbul ketidakamanan, ketidaknyaman atau bahkan ketidakadilan terhadap orang yang berada dalam lingkup rumah tangga tersebut. Berdasarkan temuan hasil penelitian dan data dari informan-informan kunci tersebut, penulis dapat mengidentifikasi lima permasalahan yang berkaitan dengan masalah kekerasan terhadap pasangan suami isteri di GPM Jemaat Airmanis, yakni sebagai berikut: 1. Permasalahan Ekonomi 2. Permasalahan Perselingkuhan 3. Permasalahan Tingkat Pendidikan 4. Permasalahan Lingkungan Sosial 5. Permasalahan Psikologis 3.2.2 Peran Pendeta terhadap permasalahan kekerasan pasangan suami-isteri Dalam kaitan dengan permasalahan kekerasan pasangan suami isteri yang terjadi di GPM jemaat Airmanis, pendeta dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab, harus mampu memahami perannya yang dituntut untuk mengabdi dengan sepenuh hati, hadir secara penuh dan utuh dalam kehidupan warga jemaatnya secara efektif dan efisien. Pendeta harus terus berada di garis terdepan dalam pergumulan untuk hadir menolong orang.

Berdasarkan temuan hasil penelitian peran pendeta terhadap kekerasan pasangan suami isteri di GPM Jemaat Airmanis, ditemui adanya perbedaan persepsi yang mengacu pada peran pendeta dalam menjalankan proses fungsi konseling pastoral. Dari hasil wawancara ada informan yang mengakui bahwa masalah kekerasan yang dihadapinya diperhatikan oleh pendeta, tetapi ada juga informan yang tidak mendapat perhatian dari pendeta untuk disikapi terhadap permasalahan kekerasan yang sedang dihadapi. Dalam kasus yang dialami oleh ketiga informan kunci, ibu Yako (58) dan ibu Mina (49), menurut mereka pendeta berperan dalam membantu menemukan solusi untuk permasalahan kekerasan yang dialami. Dari penuturan ibu Yako, pasca mengalami kekerasan, ia bertemu pendeta untuk membantu memecahkan masalah yang dihadapinya. Ketika dihubungi, pendeta tersebut mengatakan akan melakukan kunjungan pastoral bagi mereka. Dalam kasus ibu Yako, pendeta peka terhadap masalah yang dihadapi. Konseling pastoral pun dilakukan kepada pasangan suami isteri ini, dimana dalam kunjungannya, pendeta melayani informan bersama suaminya, dengan melakukan percakapan yang berisikan nasihat serta menjadi pendengar, dan penengah bagi masalah yang mereka hadapi. Dari wawancara, ibu Yako mengakui pendeta tanggap akan permasalahan yang dihadapinya dan peran pendeta sangat besar dalam setidaknya sedikit membantunya menyelesaikan masalah perselingkuhan yang dilakukan suaminya. 11 Begitupun dengan ibu Mina, yang sebenarnya tidak meminta bantuan kepada siapapun termasuk pendeta untuk kemudian membantu memberikan solusi dalam menyelesaikan masalahnya, namun dalam kasusnya, pendeta sendiri yang mendatangi dan menawarkan diri untuk membantu ibu Mina, hal ini dikarenakan pastori gereja yang lokasinya memang berdekatan dengan tempat tinggal ibu Mina. Dalam masalah ini, pendeta menyikapi dengan berupaya memberikan penghiburan dan kemampuan serta 11 Ibu Yako, 58 tahun (korban kekerasan), wawancara (Ambon, 17 April 2015, Pkl. 12.30 WIT)

pengarahan kepada konseli dalam penyembuhan dan perubahan hubungan serta untuk tetap kuat dan bertahan dalam pernikahannya. Informan mengakui peran pendeta sebagai penopang dan pembimbing sangat hadir dalam masalahnya. 12 Berbeda dengan ibu Yako (58) maupun ibu Mina (49), ibu Atha (24) dalam masalah kekerasan yang dialaminya justru mengaku tidak adanya peran pendeta, padahal menurut pengakuannya, ia sudah menemui pendeta agar dapat membantunya untuk berbicara kepada suaminya, namun permintaan tersebut tidak diindahkan. Dari hasil wawancara, ibu Atha sebenarnya yang sangat membutuhkan penguatan maupun bimbingan dari pendeta karena kasus dari ibu Atha yang sebenarnya sangat berat untuk dijalaninya seorang diri. Ibu Atha merasakan dalam pelayanan terkadang pendeta membedakan warga jemaatnya yang ingin dilayani dan kurang peduli terhadap pelayanan pastoral bagi warga jemaat yang membutuhkan. Kalaupun memang adanya pelayanan pastoral, hal itu dilakukan hanya ketika perkunjungan formal saja, dan itupun terkadang tidak menolong. Padahal pendeta yang ada di jemaat tidak hanya menjadi pemimpin dalam jemaat saja namun lebih dari itu, pendeta harus mampu menjadi pemimpin yang melayani jemaatnya. Oleh karena itu, pendeta harus mampu memahami perannya dan arti dari pelayanannya, serta perlu juga adanya penegasan peran dari pendeta untuk memenuhi fungsinya sebagai konselor dalam jemaat. Berdasarkan hasil penelitian, peran pendeta terhadap permasalahan kekerasan dalam hubungan suami isteri di GPM jemaat Airmanis dapat dikatakan belum dirasakan sepenuhnya oleh mereka yang mengalami kekerasan dalam kehidupan rumah tangga yang sebenarnya sangat membutuhkan kehadiran pendeta sebagai penengah maupun pendamping yang mengerti keadaan warga jemaatnya. Hal ini, dikarenakan masih adanya pemahaman bahwa masalah di dalam kehidupan keluarga merupakan masalah yang 12 Ibu Mina, 49 tahun (korban kekerasan), wawancara (Ambon, 23 April 2015, Pkl. 17.30 WIT)

sebenarnya masih dapat diselesaikan oleh keluarga itu sendiri tanpa adanya campur tangan dari pihak yang lain. Berkaitan dengan itu, proses koordinasi pelayanan penting dilakukan secara efektif supaya tujuan dan proses pelayanan dapat berjalan dengan baik. Penting kemudian untuk pendeta sebagai pemimpin jemaat dimampukan dalam memiliki kemampuan manajerial yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, pengontrolan dan evaluasi. Dengan demikian, dalam proses kepempimpinan tersebut dapat berpengaruh positif bagi warga jemaatnya. Pemimpin (pendeta) yang diperlukan bukan hanya untuk memikirkan kepentingan dirinya sendiri, namun pendeta yang memahami peran mereka dengan terpanggil untuk melayani jemaatnya dan mampu merasakan penderitaan yang dialami jemaatnya. Berdasar pada temuan hasil penelitian dan data dari para informan, penulis dapat mengidentifikasi lima peran pendeta berdasarkan permasalahan yang berkaitan dengan masalah kekerasan terhadap pasangan suami isteri di GPM Jemaat Airmanis, yakni sebagai berikut: 1. Peran pendeta sebagai Motivator, terhadap masalah ekonomi; 2. Peran pendeta sebagai Konselor, terhadap masalah perselingkuhan; 3. Peran pendeta sebagai Edukator, terhadap masalah tingkat pendidikan; 4. Peran pendeta sebagai Panutan, terhadap masalah lingkungan sosial; 5. Peran pendeta sebagai Psikolog, terhadap masalah psikologi.