BAB I PENDAHULUAN. terbesar dari seluruh PTM yang dilaporkan, yaitu sebesar 57,89%, sedangkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus telah menjadi masalah kesehatan di dunia. Insidens dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. merealisasikan tercapainya Millenium Development Goals (MDGs) yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai masalah kesehatan global terbesar di dunia. Setiap tahun semakin

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus yang selanjutnya disingkat

BAB I PENDAHULUAN. yang selalu mengalami peningkatan setiap tahun di negara-negara seluruh

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah peningkatan jumlah kasus diabetes melitus (Meetoo & Allen,

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat PTM mengalami peningkatan dari 42% menjadi 60%. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang mengacu pada

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas PTM semakin meningkat baik di negara maju maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. irritabilitas, poliuria, polidipsi dan luka yang lama sembuh (Smeltzer & Bare,

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut Global Report On Diabetes yang dikeluarkan WHO pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Internasional of Diabetic Ferderation (IDF, 2015) tingkat. prevalensi global penderita DM pada tahun 2014 sebesar 8,3% dari

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang telah diproduksi secara efektif. Insulin merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Diabetes Mellitus (DM) atau kencing manis merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2010). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. penyakit gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang


BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah penderita 7,3 juta jiwa (International Diabetes Federation

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) akibat kekurangan atau resistensi insulin (Bustan, 2007). World

*Dosen Program Studi Keperawatan STIKES Muhamamdiyah Klaten

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

PENGETAHUAN, PENDIDIKAN DAN STATUS EKONOMI BERHUBUNGAN DENGAN KETAATAN KONTROL GULA DARAH PADA PENDERITA DM DI RSUP DR SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. karena semakin meningkatnya frekuensi kejadiannya di masyarakat. 1 Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. resiko terjadinya komplikasi akibat DM (Agustina, 2010). Menurut World Health Organization (WHO), Diabetes Melitus (DM)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

Kesehatan (Depkes, 2014) mendefinisikan diabetes mellitus sebagai penyakit. cukup atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara efektif, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. tertentu dalam darah. Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi pankreas

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal (Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi penyakit dan kesakitannya (Sukardji, 2007). Perubahan gaya

BAB I PENDAHULUAN. menduduki rangking ke 4 jumlah penyandang Diabetes Melitus terbanyak

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB 1 : PENDAHULUAN. penyakit Diabetes Melitus yang dapat disingkat dengan DM.Menurut American Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. menurun dan setelah dibawa ke rumah sakit lalu di periksa kadar glukosa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. setelah India, Cina dan Amerika Serikat (PERKENI, 2011). Menurut estimasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. syaraf) (Smeltzer & Bare, 2002). Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) sebagai suatu penyakit tidak menular yang cenderung

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2000

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY...

BAB I PENDAHULUAN. Menurut badan organisasi dunia World Health Organization (WHO)

I. PENDAHULUAN. sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. diperkirakan akan terus meningkat prevalensinya dan memerlukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi penyakit dan kesakitannya. Dari data-data yang ada dapat

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).


kepatuhan dan menjalankan self care individu lanjut usia dengan Diabetes Melitus selama menjalani terapi hipoglikemi oral dan insulin?.

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah

BAB I PENDAHULUAN.

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan jiwa dari penderita diabetes. Komplikasi yang didapat

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit degeneratif atau penyakit tidak menular akan terus meningkat

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (lebih dari 60 tahun) diperkirakan mengalami peningkatan pada tahun 2000 hingga

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kronis menjadi masalah kesehatan yang sangat serius dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. masyarakat. Menurut hasil laporan dari International Diabetes Federation (IDF),

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 1, hal ini disebabkan karena banyaknya faktor resiko terkait dengan DM

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya terus meningkat dari tahun ke tahun (Guariguata et al, 2011). Secara

BAB I PENDAHULUAN. yang mampu diteliti dan diatasi (Suyono, 2005). Namun tidak demikian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di

BAB 1 PENDAHULUAN. komprehensif pada self-management, dukungan dari tim perawatan klinis,

BAB 1 PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2004, dalam

KEPATUHAN PERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit kronis yang terjadi baik ketika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN. perhatian adalah diabetes melitus (DM). Menurut Kementrian Kesehatan

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KETAATAN POLA MAKAN PENDERITA DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEI BESAR BANJARBARU

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. diabetes baru terdeteksi ketika komplikasi terlanjut terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. lama diketahui bahwa terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan penyakit tidak menular yang tidak dapat disembuhkan dan membutuhkan pengelolaan seusia hidup dalam mengontrol kadar gula darahnya agar dapat meningkatkan kualitas hidup penderita (Arisman, 2013). Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker, diabetes mellitus, cedera dan penyakit obstruksi kronik serta penyakit kronik lainnya merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa per tahun (WHO, 2010). Menurut Dinkes Kesehatan Jawa Tengah 2014, penyakit Hipertensi masih menempati proporsi terbesar dari seluruh PTM yang dilaporkan, yaitu sebesar 57,89%, sedangkan urutan kedua terbanyak adalah Diabees Mellitus sebesar 16,53%. Dua penyakit tersebut menjadi prioritas pengendalian PTM di Jawa Tengah. Jumlah penderita DM di dunia dari tahun ke tahun menunjukkan adanya peningkatan. Berdasarkan data dari International Diabetes Federation (IDF, 2014). Jumlah penderita DM sebanyak 366 juta jiwa di tahun 2011 meningkat menjadi 387 juta jiwa di tahun 2014 dan diperkirakan akan bertambah menjadi 592 juta jiwa pada tahun 2035. Jumlah kematian yang terjadi pada tahun 2014 sebanyak 4,9 juta jiwa dimana setiap tujuh detik terdapat satu kematian dari penderita DM di dunia. Indonesia sendiri menduduki peringkat ke empat setelah China, India dan Amerika Serikat

2 sebagai negara yang penduduknya menyandang penyakit DM terbanyak (IDF, 2013).Menurut Riskesdas tahun 2013 proporsi terbesar di wilayah Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Timur sebesar 2,1% sedangkan jumlah terbesar penderita DM terdapat di Jawa Barat dengan jumlah 32.162.328 kasus. Menurut Dinkes Jawa Tengah 2013 jumlah kasus Diabetes Melitus tergantung insulin atau DM tipe I di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2013 sebesar 9.376 kasus, lebih rendah dibanding tahun 2012 (19.493). Kasus tertinggi di Kabupaten Brebes dan Kota Semarang (1.095 kasus). Sedangkan Jumlah kasus DM tidak tergantung insulin lebih dikenal dengan DM tipe II, mengalami penurunan dari 181.543 kasus menjadi 142.925 kasus.kasus DM tidak tergantung insulin tertinggi di Kota Surakarta (22.534 kasus). Data Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas tahun 2015 didapatkan angka kejadian kasus Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) sebanyak 1.542 kasus, sedangkan tipe Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) sebanyak 563 kasus. Komplikasi merupakan masalah serius yang dikhawatirkan penderita DM. Komplikasi Diabetes mellitus terdiri dari komplikasi akut dan komplikasi kronis. Sehingga perlu adanya pengendalian kadar gula darah. Pengendalian kadar gula darah meliputi diet makan, olahraga, upaya pengobatan dan control gula darah. Kontrol gula darah berguna untuk menghindari kejadian komplikasi (Fox dan Kilvert, 2010). Berdasarkan penelitian yang Zhaolan et al pada tahun 2010 menunjukkan prevalensi komplikasi DM di daerah China yang berupa gangguan kardiovaskuler

3 mencapai 30,1%, serebrovaskuler 6,8%, nefropathy 10,7%, lesi okuler 14,8% dan masalah kaki 0,8%. Soewondo,dkk (2010), terdapat 1785 penderita DM di Indonesia yang mengalami komplikasi yakni 16% komplikasi makrovaskuler, 27,6% komplikasi mikrovaskuler, 63,5% neuropati, 42% retinopati diabetes dan 7,3% nefropati. The Diabcare dalam Sitompul (2011) menjelaskan jumlah kejadian komplikasi kebutaan pada penderita DM di Indonesia diperkirakan 6,4% dari 64% penderita yang mengalami komplikasi. Sacket dalam Niven (2005), menyatakan untuk mendapatkan status kesehatan lebih baik, penderita DM dianjurkan untuk patuh melaksanakan penatalaksanaan DM. Kepatuhan merupakan kondisi dimana penderita DM bersedia dan melakukan anjuran terapi yang dilakukan (Kaplan, 2007). Hasil penelitian oleh Hidayat (2013), di Bogor menjelaskan bahwa masih terdapat 45,5% responden yang tidak patuh dalam melakukan penatalaksanaan DM. Menurut Stein dalam Niven (2005) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan penderita termasuk kepatuhan dalam melaksanakan penatalaksanaan DM yaitu pemahaman tentang instruksi, kualitas interaksi, dukungan sosial keluarga, serta keyakinan, sikap dan kepribadian penderita. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Wilayah Puskesmas 1 Cilongok didapatkan data angka kejadian DM pada bulan Januari sampai Oktober sebanyak 70 kasus. Hasil wawancara kepada 7 penderita DM yang ditemui saat melakukan pemeriksaan dengan cara wawancara, saat diberikan pertanyaan tentang makanan apa yang dikonsumsi sebelum mengalami Diabetes Mellitus didapatkan data 7 responden

4 mengatakan bahwa makanan yang dikonsumsi sehari-hari adalah nasi, 4 responden mengatakan minum es teh manis lebih dari 3 gelas besar setiap hari sedangkan 3 responden mengatakan tidak mengkonsumsi es teh manis setiap hari. Hal tersebut memiliki tingkat kepatuhan yang buruk dilihat dari pola makan. Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Faktor Demografi Terhadap Kepatuhan Pengendalian Gula Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus di Wilayah Puskesmas Cilongok 1 Banyumas. B. Rumusan Masalah Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian Anggit Yatama (2016) dengan judul Hubungan Dukungan Keluarga Penderita Dengan Kepatuhan Pengendalian Gula Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Di Wilayah Puskesmas Rakit 2 Banjarnegara Tahun 2016. Perbedaan pada penelitian ini memfokuskan pada faktor yang mempengaruhi kepatuhan pengendalian gula darah. Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah Hubungan Faktor Demografi Pada Penderita Diabetes Mellius Terhadap Kepatuhan Pengendalian Gula Darah Di Wilayah Puskesmas Cilongok 1.

5 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui Hubungan Faktor Demografi (usia, jenis kelamin, tingkat pengetahuan dan tingkat sosioekonomi) Pada Penderita Diabetes Mellius Terhadap Kepatuhan Pengendalian Gula Darah Di Wilayah Puskesmas Cilongok 1. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui : a. Tingkat kepatuhan pengendalian gula darah pada penderita diabetes mellitus di wilayah Puskesmas 1 Cilongok. b. Hubungan usia terhadap kepatuhan pengendalian gula darah di wilayah Puskesmas 1 Cilongok. c. Hubungan jenis kelamin terhadap kepatuhan pengendalian gula darah di wilayah Puskesmas 1 Cilongok. d. Hubungan tingkat pendidikan terhadap kepatuhan pengendalian gula darah di wilayah Puskesmas 1 Cilongok. e. Hubungan tingkat sosioekonomi terhadap kepatuhan pengendalian gula darah di wilayah Puskesmas 1 Cilongok.

6 D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah 1. Bagi Peneliti Sebagai sarana belajar dalam mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan dan dipelajari di instansi pendidikan serta sebagai pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan peneliti dalam menambah wawasan dalam melakukan penelitian secara nyata. 2. Bagi Tempat Penelitian Hasil penelitian ini akan bermanfaat untuk membuat protokol/aturan tentang penatalaksanaan pada penderita DM khususunya di Puskesmas Cilongok 1 Banyumas untuk dapat mengantisipasi komplikasi yang terjadi pada penderita DM. 3. Bagi Penderita Menjadi motivasi bagi penderita DM agar mengetahui dampak yang diakibatkan jika tidak patuh dalam melakukan penatalaksanaan DM. Memberikan gambaran secara nyata hal-hal minimal yang dapat dilakukan penderita DM di rumah. 4. Bagi Keluarga dan Masyarakat Menjadi bahan pertimbangan dan saran bagi keluarga dan masyarakat tentang pentingnya kepatuhan penatalaksanaan DM. Support dan dukungan keluarga sangatlah dibutuhkan oleh penderita DM, karena lamanya pengobatan dan banyaknya obat yang harus diminum dan halhal apa saja yang menjadi anjuran dan pantangan pada penderita DM.

7 Tanpa adanya dukungan dan support keluarga penderita DM akan merasakan kejenuhan karena penyakitnya yang melelahkan. E. Penelitian terkait 1. Yatama, Anggit (2016) tentang Hubungan Dukungan Keluarga Penderita Dengan Kepatuhan Pengendalian Gula Darah Pada Penderita Diabettes Mellitus Di Wilayah Puskesmas Rakit 2 Banjarnegara. Penelitian ini merupakan merupakan penelitian survey analitik dengan study korelasi dengan pendekatan cross sectional. Sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Hasil penelitian Sebagian besar dukungan keluarga adalah mendukung sebanyak 28 responden (56%), sebagian besar kepatuhan responden adalah tidak patuh sebanyak 27 responden (54%) dan ada hubungan dukungan keluarga penderita dengan kepatuhan pengendalian gula darah pada penderita diabetes mellitus di Wilayah Puskesmas Rakit 2 Banjarnegara Tahun 2016 dengan nilai p value < α (0,011 < 0,05). Persamaan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang diabtes mellitus. Sedangkan perbedaan penelitian ini yaitu meneliti faktor demografi dengan kepatuhan pengendalian gula darah pada penderita diabetes mellitus.. 2. Ahmad, dkk (2011) tentang Hubungan Antara 4 Pilar Pengelolaan Diabetes Melitus Dengan Keberhasilan Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2. Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan kasus

8 control. Responden kelompok kasus ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c yang tergolong tinggi atau status glikemi tak terkendali (HbA1c > 6,5%). Sedangkan penentuan kelompok kontrol adalah yang hasil pemeriksaan HbA1c-nya tergolong baik (HbA1c 6,5%). Besar sampel untuk kasus 30 orang dan kontrol 30 orang. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa dari keempat hipotesis. Pengetahuan tentang pengelolaan DM tidak berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan pengelolaan DM tipe 2 (P = 0.26), kepatuhan minum obat secara teratur tidak memberikan hasil yang signifikan secara statistik (P = 0.05). Pola makan tidak berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan pengelolaan DM tipe 2 (P = 0.46). Sebaliknya, keteraturan berolah raga berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan pengelolaan DM tipe 2 (P = 0.00). Persamaan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang diabetes mellitus. Sedangkan perbedaan penelitian ni adalah meneliti tentang kepatuhan pengendalian gula darah penderita diabetes mellitus. 3. Mohamad Judha (2016), tentang Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan, Pendidikan Dan Status Ekonomi Dengan Ketaatan Kontrol Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Di Rsup Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif analitik yaitu untuk memperoleh gambaran hubungan antara pengetahuan, pendidikan dan status ekonomi dengan ketaatan kontrol gula darah penderita Diabetes Mellitus. Jenis penelitian ini adalah

9 penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional dan menggunakan metode retrospektif yaitu penelitian yang berusaha melihat ke belakang (backward looking). Teknik sampling yang digunakan adalah non probability sampling yaitu acidental sampling Jumlah sampel dalam penelitian ini di sebanyak 50 responden. Hasil penelitian ada hubungan tingkat pengetahuan dengan ketaatan kontrol gula darah pada penderita DM di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Hasil uji Chi- Square diperoleh nilai χ2 sebesar 10,528 dengan p value sebesar 0,005 (p<0,05). Ada hubungan tingkat pendidikan dengan ketaatan kontrol gula darah pada penderita DM di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Didukung hasil uji Chi-Square diperoleh nilai χ2 sebesar 6,727 dengan p value sebesar 0,035 (p<0,05). Ada hubungan status ekonomi dengan ketaatan kontrol gula darah pada penderita DM di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Didukung hasil uji Chi-Square diperoleh nilai χ2 sebesar 8,742 dengan p value sebesar 0,013 (p<0,05). Persamaan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang pengendalian gula darah pada penderita diabetes mellitus. Sedangkan perbedaan pada penelitian ini adalah meneliti tentang faktor demografi selain itu metode yang digunakan adalah survey analitik. 4. Penelitian Rong Su, dkk (2016) dengan judul Multilevel Analysis of Socioeconomic Determinants on Diabetes Prevalence, Awareness, Treatment and Self-Management in Ethnic Minorities of Yunnan Province, China. Penelitian ini menggunakan metode survei cross-

10 sectional dalam sampel dari 5532 Na Xi, Li Su, Dai dan Jing Po etnis minoritas. Pemodelan multilevel digunakan untuk memperkirakan rasio odds (OR) dan interval keyakinan 95% (CI) untuk prevalensi diabetes, serta hasil lainnya. Hasil dari penelitian ini diperoleh tingkat pendidikan individu yang lebih tinggi dihubungkan dengan tingkat kesadaran yang lebih tinggi, pengobatan, kepatuhan terhadap obat-obatan dan monitor glukosa darah (OR = 1,87, 4,89, 4,83, 6,45; 95% CI: 1,26-2,77, 1,87-12,7, 1.95-11,9, 2,23-18,6, masing-masing). responden diabetes dengan aset rumah tangga yang lebih baik cenderung untuk menerima perawatan lebih (OR = 2,81, 95% CI: 1,11-7,12) dan untuk memantau glukosa darah mereka (OR = 3,29, 95% CI: 1,48-7,30). penderita diabetes dengan akses yang lebih baik ke pelayanan medis lebih mungkin untuk mengobati (OR = 7.09, 95% CI: 2,46-20,4) dan mematuhi pengobatan (OR = 4,14, 95% CI: 1,46-11,7). Pendapatan di tingkat kontekstual secara signifikan berkorelasi dengan prevalensi diabetes, pengobatan dan glukosa darah pemantauan (OR = 1,84, 3,04, 4,34; 95% CI: 1,20-2,83, 1,20-7,73, 1,45-13,0, masing-masing). Persamaan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang diabetes mellitus, metode yang digunakan survey cross sectional. Sedangkan perbedaan penelitian ini adalah meneliti tentang faktor demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan dan sosio ekonomi). 5. Ambepitiyawaduge Pubudu De Silva, dkk (2016) dengan judul A survey on socioeconomic determinants of diabetes mellitus management

11 in a lower middle income setting. Metode yang digunakan deskriptif dengan study cross sectional pada sampel acak bertingkat dari 1.300 individu dilakukan dengan kuesioner pewawancara diberikan, pemeriksaan klinis dan investigasi darah. Hasil dari penelitian ini yaitu ada 202 (14,7%) dengan diabetes mellitus. kontrol yang buruk terlihat pada 130 (90,7%) sedangkan 71 (49,6%) yang tidak pada perawatan rutin. Proporsi tertinggi kontrol miskin dan tidak pengobatan biasa diamati pada sektor real, kategori status sosial miskin dan wilayah geografis termiskin. Komplikasi mikrovaskuler retinopati, neuropati dan mikro albuminuria diamati pada 11,1%, 79,3% dan 54,5% masingmasing. Di antara penyakit makrovaskular, angina, penyakit jantung iskemik dan penyakit arteri perifer terlihat di 15,5%, 15,7% dan 5,5% masing-masing. Persamaan penelitian ini adaalah sama-sama meneliti tentang tingkat sosioekonomi dan diabetes. Sedangkan perbedaan penelitian ini yaitu metode yang digunakan adalah survey analitik, peneliti juga meneliti tentang usia, jenis kelamin dan pengetahuan. 6. Fatma Al-Maskari, dkk (2013) dengan judul Knowledge, Attitude and Practices of Diabetic Patients in the United Arab Emirates. Metode yng digunakan adalah random sampling dari 575 penderita DM dipilih dari klinik diabetes rawat jalan untuk rumah sakit Tawam dan Al-Ain di Al- Ain kota (UEA) selama 2006-2007, dan sikap pengetahuan dan praktik dinilai menggunakan kuesioner yang dimodifikasi dari Pelatihan

12 Michigan Diabetes Research instrumen pusat. Hasil dari penelitian ini adalah tiga puluh satu persen penderita memiliki pengetahuan yang buruk diabetes. Tujuh puluh dua memiliki sikap negatif terhadap memiliki penyakit dan 57% memiliki tingkat HbA1c mencerminkan kontrol glikemik yang buruk. Hanya tujuh belas persen dilaporkan memiliki kontrol gula darah yang memadai, sementara 10% mengaku nonkepatuhan dengan obat mereka. Pengetahuan, praktik dan sikap skor semua statistik signifikan positif, melainkan lemah, terkait, namun tidak satupun dari skor tersebut secara signifikan berkorelasi dengan HbA1c. Persamaan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang pengetahuan dan kontrol gula darah. Sedangkan perbedaan penelitian ini yaitu penelitian menggunakan metode survey analitik dengan study korelasi, dengan pendekatan waktu cross sectional.