BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perilaku dan gaya hidup yang dijalani oleh masyarakat. Saat pendapatan tinggi,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah peningkatan jumlah kasus diabetes melitus (Meetoo & Allen,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. semakin meningkat dari tahun ke tahun. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. akibat insufisiensi fungsi insulin (WHO, 1999). Berdasarkan data dari WHO

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu syarat untuk bisa melakukan kegiatan

kepatuhan dan menjalankan self care individu lanjut usia dengan Diabetes Melitus selama menjalani terapi hipoglikemi oral dan insulin?.

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KETAATAN POLA MAKAN PENDERITA DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEI BESAR BANJARBARU

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus telah menjadi masalah kesehatan di dunia. Insidens dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah penderita 7,3 juta jiwa (International Diabetes Federation

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN DIABETES MELLITUS PADA Ny.T DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWOSARI

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberhasilan suatu pengobatan tidak hanya dipengaruh i oleh. kesehatan, sikap dan pola hidup pasien dan keluarga pasien, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi penyakit dan kesakitannya. Dari data-data yang ada dapat

I. PENDAHULUAN. yang dewasa ini prevalensinya semakin meningkat. Diperkirakan jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu

berkembang akibat peningkatan kemakmuran di Negara bersangkutan akhir-akhir ini banyak disoroti. Peningkatan perkapita dan perkembangan gaya hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut ADA (American Diabetes Association) Tahun 2010, diabetes

BAB I PENDAHULUAN. ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa

I. PENDAHULUAN. sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat

BAB I PENDAHULUAN. insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) pada

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

I. PENDAHULUAN. adekuat untuk mempertahankan glukosa plasma yang normal (Dipiro et al, 2005;

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. tertentu dalam darah. Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi pankreas

Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Pasien Diabetes Mellitus di Rumah Sakit Immanuel Bandung dengan Terkontrolnya Kadar Glukosa Darah.

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB I PENDAHULUAN. diabetes baru terdeteksi ketika komplikasi terlanjut terjadi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit diabetes melitus (DM) adalah kumpulan gejala yang timbul pada

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikendalikan atau dicegah (diperlambat). Diabetes mellitus adalah penyakit metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai masalah kesehatan global terbesar di dunia. Setiap tahun semakin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara

BAB I PENDAHULUAN. suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. metabolisme gula akibat kurangnya sekresi hormon insulin sehingga terjadi

BAB I PENDAHULUAN. ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal serta gangguan

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY...

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang telah diproduksi secara efektif. Insulin merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Kesehatan (Depkes, 2014) mendefinisikan diabetes mellitus sebagai penyakit. cukup atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara efektif, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

BAB I PENDAHULUAN. kematian di wilayah Asia Tenggara. Hal ini seperti yang disampaikan oleh

BAB I PENDAHULUAN. merealisasikan tercapainya Millenium Development Goals (MDGs) yang

BAB I PENDAHULUAN. makan, faktor lingkungan kerja, olah raga dan stress. Faktor-faktor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kronis menjadi masalah kesehatan yang sangat serius dan

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Diabetes Melitus atau kencing manis, seringkali dinamakan

BAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang

BAB 1 PENDAHULUAN. komprehensif pada self-management, dukungan dari tim perawatan klinis,

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi obesitas nasional berdasarkan data Riskesdas 2007 adalah 19,1%.

BAB I PENDAHULUAN. adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM, baik aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes melitus (DM) merupakan kelainan yang bersifat kronik yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. setelah India, Cina dan Amerika Serikat (PERKENI, 2011). Menurut estimasi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu dan teknologi yang diikuti dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN.


BAB I PENDAHULUAN. atau keduanya (Sutedjo, 2010). Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

I. PENDAHULUAN. cukup tinggi di dunia. World Health Organization (WHO) tahun 2003

Disease Management Program Untuk Diabetes Melitus pada Pelayanan Dokter Keluarga /Puskesmas

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal (Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi insulin. (Awad,

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan pengobatan dalam jangka waktu yang panjang. Efek

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus merupakan sindrom metabolik yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia Indonesia seutuhnya. Visi Indonesia sehat yang diharapkan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes melitus merupakan kondisi kronis yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi glukosa darah disertai muncul gejala utama yang khas, yakni urine yang mengandung glukosa. Istilah diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti siphon, ketika tubuh menjadi suatu saluran untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan dan melitus dari bahasa Yunani dan Latin yang berarti madu. Kelainan yang menjadi penyebab mendasar dari diabetes melitus adalah defisiensi (kekurangan) relatif atau absolut dari hormon insulin di dalam tubuh (Bilous & Donelly, 2014: 3). Prevalensi diabetes terkait usia meningkat dari 5,9% sampai 7,1% (246-380 juta jiwa) di seluruh dunia pada kelompok usia 20-79 tahun (Bilous & Donelly, 2014: 3). Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dirilis pada tahun 2007 menunjukkan bahwa diabetes telah menjadi penyebab kematian ke-6 terbesar dari seluruh kematian pada semua kelompok umur di Indonesia. Pada tahun 2013, penderita diabetes di Indonesia diperkirakan berjumlah 8,5 juta orang dengan rentang usia 20-79 tahun (dikutip dari Federasi Diabetes Internasional). Jumlah ini membuat Indonesia menjadi negara dengan populasi penderita diabetes terbanyak ke- 7 di dunia pada tahun 2013. Sementara itu, data terbaru di tahun 2015 yang ditunjukkan oleh Perkumpulan Endokrinologi (PERKENI) menyatakan populasi penderita diabetes di Indonesia telah bergeser naik menjadi peringkat ke-5 di dunia (Info kesehatan masyarakat, 2015, para. 2,3). Tingkat prevalensi diabetes di kota Surabaya sendiri sebesar 7% (Kominfo Jatim, 2015, para. 2). Data-data di atas menunjukkan bahwa jumlah penderita diabetes di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. 1

2 Terkait dengan penyakit diabetes itu sendiri, terdapat dua kategori dalam penyakit diabetes, yaitu diabetes melitus tipe 1 dan diabetes melitus tipe 2. Diabetes melitus tipe 1 dapat disebut juga dengan Insulin Dependent Diabetes Mellitus atau IDDM, sementara itu diabetes melitus tipe 2 dapat disebut juga dengan Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus atau IDDM. Diabetes melitus tipe 1 pada umumnya bermula pada masa kanak-kanak atau remaja, sementara diabetes melitus tipe 2 sering terjadi pada orang dewasa yang memiliki usia di atas 40 tahun (Johnson, 1998: 24). Penanganan diabetes juga dibedakan berdasarkan tipenya. Fokus penanganan pada diabetes melitus tipe 2 adalah menurunkan berat badan pasien obesitas dan meningkatkan kontrol glikemik (kadar glukosa dalam darah). Hal ini dapat dilakukan dengan cara diet, modifikasi gaya hidup seperti berolahraga dan berhenti merokok serta meminum secara rutin obat antidiabetes oral (Bilous & Donelly, 2014: 85,89). Oleh karena itu, sangat penting bagi pasien untuk menjalankan cara-cara di atas guna mencapai keberhasilan penanganan diabetes itu sendiri. Keberhasilan penanganan ini tentunya tidak akan tercapai tanpa usaha internal dari dalam diri pasien itu sendiri. Usaha internal inilah yang akan mencegah pasien mengalami komplikasi penyakit lebih lanjut yang berujung pada diabetes melitus tipe 1, yaitu ketergantungan akan injeksi insulin setiap harinya. Salah satu faktor internal yang dapat membantu keberhasilan penanganan diabetes melitus tipe 2 adalah kemampuan seseorang dalam mengatur dirinya sendiri. Kemampuan ini mengarah pada self regulation (regulasi diri). Regulasi diri menurut Bandura (dalam Feist & Feist, 2010: 219) adalah kemampuan seseorang untuk memotivasi dan mengarahkan tindakannya untuk mencapai suatu tujuan. Beberapa penelitian

3 menunjukkan pentingnya regulasi diri dalam penderita diabetes. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Tavakolizadeh, Moghadas dan Ashraf (2014) mengenai effect of self-regulation training on management of type 2 diabetes menunjukkan adanya dampak penurunan kadar gula dalam darah, perilaku diet dan peningkatkan aktivitas fisik setelah diberikan selfregulation training. Penelitian lain yang dilakukan oleh Huisman, Gucht, Maes, Schroevers, Chatrou dan Haak (2009) mengenai self-regulation and weight reduction in patients with type 2 diabetes menunjukkan pasien dengan skor regulasi diri yang lebih tinggi lebih mampu meningkatkan kontrol glikemiknya. Berdasarkan penelitian di atas, dapat dikatakan bahwa regulasi diri memiliki dampak atas kontrol glikemik, perilaku diet dan gaya hidup yang merupakan kunci penanganan diabetes melitus tipe 2. Dampak ini timbul dikarenakan regulasi diri mencakup aspek kognitif, afektif maupun perilaku pasien ketika menjalankan penanganan yang dilakukan. Regulasi diri memberi arah dan tujuan yang ingin dicapai serta cara-cara mencapai tujuan tersebut (Zimmerman, 1989: 329). Hal ini juga didukung oleh pernyataan Purdie et al (dalam Martin, 2008: 10-11) bahwa aspek-aspek yang terdapat dalam regulasi diri dapat memunculkan kekuatan seseorang untuk melakukan hal yang diperlukan dalam mencegah konsekuensi negatif dari suatu penyakit maupun meningkatkan kembali kondisi kesehatan yang menurun. Berdasarkan beberapa penelitian di atas, dapat dikatakan bahwa seharusnya pasien diabetes melitus tipe 2 memiliki regulasi diri yang tinggi untuk dapat menunjang keberhasilan penanganan diabetesnya. Namun, masih terdapat pasien yang memiliki regulasi diri rendah. Hal ini dapat

4 dilihat dari ketidakpatuhan pasien dalam menjalani anjuran pengobatan dari dokter. Hasil survei menunjukkan bahwa 75% penderita diabetes melitus tidak mengikuti pola makan atau diet yang telah dianjurkan (Biospray, 2014, para. 2). Beberapa penelitian mengenai kasus diabetes juga menunjukkan bahwa pasien diabetes melakukan kesalahan ketika memeriksa kadar glukosa dalam darahnya serta gagal dalam menjalani rekomendasi diet yang diberikan (Wing dalam Sarafino, 2012: 342). Pernyataan ini turut didukung oleh Glasgow, McCaul, dan Schafer (dalam Sarafino, 2012: 342) yang mengemukakan bahwa pasien diabetes mengalami kesulitan dalam mengikuti saran diet dan olahraga yang telah dianjurkan oleh dokter. Hal ini juga didukung dari data-data awal yang ditemukan oleh penelitian di lapangan. Peneliti melakukan wawancara kepada beberapa pasien diabetes melitus tipe 2 yang terbukti mengalami peningkatan glikemik dari hasil tes dokter. Peningkatan glikemik ini tidak terlepas dari beberapa aspek dalam regulasi diri yang masih belum dimiliki oleh pasien. Beberapa aspek dari regulasi diri tersebut terungkap dalam hasil wawancara dengan pasien. Hasil wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa pasien tidak menetapkan imbalan ketika berhasil atau pun gagal meraih tujuan yang telah ditetapkan, sebaliknya pasien cenderung lepas kontrol ketika mengetahui hasil tes gula darahnya dalam taraf normal, sehingga tidak menjaga perilaku makannya dan mengakibatkan gula darahnya naik di bulan-bulan berikutnya. Pasien baru akan menuruti kembali anjuran dokter ketika terdapat kenaikan hasil tes gula darahnya. Hal ini menunjukkan bahwa pasien tidak menetapkan

5 imbalan (kontingensi) tertentu atas perilaku pengobatan yang telah dilakukan. Selain tidak menetapkan imbalan, didapatkan pula data bahwa pasien dipengaruhi oleh suasana hatinya ketika menjalani anjuran dari dokter. Hal ini terungkap dari wawancara pasien ketika ditanya mengapa gula darahnya naik. "ya kemarin habis ada acara makan-makan dok, jadi makannya agak banyak. Kan masa waktu ada acara nggak ikutan makan. Apalagi udah disiapin dan makanannya enakenak.. Ya ga tau ya dok kenapa kok bisa naik.. Banyak pikiran dok dari kemarin..haha mungkin ya karena itu sih dok" Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa emosi yang sedang dirasakan pasien dapat memberikan dampak negatif pada perilakunya sehingga mengakibatkan hasil tes gula darah pasien kembali naik di atas taraf normal. Emosi ini tampak ketika pasien mengikuti acara yang melibatkan aktivitas makan. Emosi positif yang muncul membuat pasien lupa untuk tetap mengontrol pola makannya, sehingga berdampak pada kenaikan hasil tes gula darahnya. Pasien juga masih bergantung akan kehadiran orang lain dalam memantau perilakunya. Berdasarkan wawancara dengan dokter, terungkap data jika anggota keluarga pasien mengingatkan akan obat-obatan yang harus diminum serta makanan yang harus dihindari, maka hasil tes gula darah pasien akan berada dalam taraf normal. Jika anggota keluarga pasien tidak ada di sampingnya dikarenakan kepentingan pekerjaan atau hal lain, maka akan terdapat peningkatan hasil tes gula darah. Hal ini menandakan bahwa pasien masih membutuhkan orang lain untuk dapat mengingatkan dirinya dalam menjalani penanganan diabetesnya.

6 Pasien juga mengeluh akan kenaikan hasil tes gula darahnya. Kenaikan ini sebenarnya terjadi dikarenakan pasien sendiri yang tidak melakukan kontrol terhadap pola makannya. Data ini didapatkan ketika peneliti melakukan wawancara kepada dokter. dia merasa tidak salah ketika hasil tes gula darahnya menunjukkan adanya peningkatan, padahal dia sendiri yang tidak mau tarak makan. Lah nggak tarak makan koq minta turun...itu kan ya nggak bisa.. Kalau mau hasil tes gula darahnya turun, ya harus sadar pola makannya gimana... Berdasarkan hasil wawancara tersebut terungkap bahwa pasien tidak melakukan penilaian kembali atas perilakunya dalam menjalani pengobatan sehingga tidak menyadari penyebab dari kenaikan hasil tes gula darahnya. Hal ini menunjukkan pasien tidak melakukan evaluasi diri atas perilakunya. Penetapan kontingensi, pengaturan emosi, instruksi diri serta evaluasi diri merupakan beberapa aspek yang terdapat dalam regulasi diri menurut Bandura (dalam Ormrod, 2008: 30-38) yang ditemukan oleh peneliti yang masih belum dimiliki oleh pasien diabetes melitus tipe 2. Oleh karena itu, dapat dikatakan pula bahwa kemungkinan pasien-pasien diabetes melitus tipe 2 ini memiliki regulasi diri yang rendah. Terkait dengan perilaku regulasi diri, terdapat beberapa faktor yang dapat menunjang regulasi diri seseorang. Salah satu faktor eksternal tersebut adalah dukungan sosial dari keluarga. Hal ini dinyatakan oleh Bandura (dalam Feist & Feist, 2010: 220) bahwa salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi regulasi diri seseorang adalah adanya sarana bagi seseorang untuk mendapat penguatan. Dukungan dari lingkungan termasuk keluarga baik dalam bentuk sumbangan materi atau pujian merupakan salah satu sarana penguatan tersebut. Dukungan sosial sendiri menurut Sarafino dan

7 Smith (2012: 81) mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu. Dukungan sosial ini dapat diberikan oleh orang-orang terdekat termasuk keluarga. Menurut salah satu penelitian berjudul hubungan antara dukungan keluarga dan kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe II di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau yang dilakukan oleh Tamara, Bayhakki dan Nauli (2014) menunjukkan terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien diabetes tipe 2. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa pasien diabetes tipe 2 yang berada dalam lingkungan keluarga dan diperhatikan oleh anggota keluarganya akan dapat menimbulkan perasaan aman dan nyaman sehingga akan menumbuhkan motivasi dalam diri pasien untuk melaksanakan pengobatan yang dianjurkan oleh dokter. Pengobatan yang dimaksud di sini tentu akan berhubungan dengan kontrol glikemik, diet dan modifikasi gaya hidup yang menjadi ciri khas penanganan diabetes melitus tipe 2. Terkait dengan dukungan sosial dari keluarga, Sarafino dan Smith (2012: 81-82) mengungkapkan terdapat bentuk-bentuk dalam dukungan itu sendiri, yaitu dukungan emosional, kebersamaan, instrumental dan informasi. Hal ini sejalan dengan data awal yang ditemukan oleh peneliti, yaitu menurut dokter masih terdapat pasien yang membutuhkan kehadiran anggota keluarganya untuk menjalankan anjuran dokter. Ketika anggota keluarga pasien hadir untuk mengingatkan obat yang harus diminum setiap harinya, mengingatkan pola makan pasien kemudian mengajak pasien melakukan aktivitas seperti olahraga ringan maka hasil gula darah pasien pun berada dalam taraf normal. Sebaliknya jika tidak ada anggota keluarga yang mendampingi maka terjadi peningkatan terhadap hasil tes gula darah

8 pasien. Dukungan sosial dari keluarga dengan membantu mengingatkan termasuk bentuk dukungan informasi, sedangkan dukungan berupa mengajak melakukan aktivitas bersama merupakan bentuk dukungan instrumental. Dukungan-dukungan yang diberikan oleh keluarga inilah yang dapat membantu membentuk kebiasaan dalam diri pasien untuk senantiasa menjalankan perilaku yang menunjang pengobatannya. Perilaku di sini juga termasuk perilaku untuk meregulasi diri. Berdasarkan data-data di atas, maka peneliti berasumsi bahwa terdapat hubungan antara dukungan sosial dari keluarga dengan regulasi diri penderita diabetes melitus tipe 2. Hal ini dikarenakan baik dukungan sosial dari keluarga maupun regulasi diri memiliki peranan yang sama penting dalam membantu pasien menjalani penanganan diabetesnya, yaitu kontrol glikemik, perilaku diet dan modifikasi gaya hidup, namun dalam perjalanannya pasien tentu akan mengalami hambatan. Pasien akan menemui berbagai macam stres dan situasi yang menghambat pelaksanaan regulasi dirinya, misalnya ketika pasien telah menetapkan tujuan untuk menjaga pola makan, tentu akan ada situasi di mana pasien dihadapkan keinginan untuk makan di luar kesepakatan yang telah ditetapkan atau pasien memiliki tekanan pekerjaan maupun relasi sehingga ingin meluapkan emosi dengan cara makan berlebihan. Di sinilah peran dukungan sosial dari keluarga untuk kembali mengingatkan pasien mengenai tujuan apa yang telah ditetapkan, kemudian mengingatkan pasien mengenai dampak-dampak perilaku yang dilakukan jika melanggar anjuran dokter hingga memberikan semangat dan kepercayaan dalam diri pasien bahwa pasien mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

9 Selama ini penelitian-penelitian psikologi mengenai diabetes melitus tipe 2 lebih berfokus pada manajemen diri dan efikasi diri, seperti penelitian yang dilakukan oleh Oktarinda dan Surjaningrum (2014) mengenai hubungan persepsi penyakit dengan manajemen diri penderita diabetes yang memiliki riwayat keturunan serta penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi (2015) mengenai hubungan dukungan pasangan dan efikasi diri dengan kepatuhan menjalani pengobatan pada penderita diabetes melitus tipe 2. Padahal berdasarkan latar belakang dan penelitian-penelitian sebelumnya terlihat bahwa regulasi diri dan dukungan sosial dari keluarga juga memiliki dampak terhadap penangan diabetes melitus tipe 2, namun peneliti masih belum menemukan penelitian yang mencoba menggabungkan kedua variabel di atas dalam konteks diabetes melitus tipe 2. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba menggabungkan kedua variabel di atas dengan tujuan mencari tahu apakah ada hubungan di antara kedua variabel tersebut sehingga nantinya dapat memberikan informasi dan saran lebih lanjut kepada pasien diabetes melitus tipe 2 dalam usahanya menjalani penanganan yang dianjurkan. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat tidak hanya bagi pasien diabetes melitus tipe 2, namun juga kepada pihak-pihak yang terkait seperti dokter dan layanan kesehatan lainnya pada saat memberikan intervensi kepada pasien diabetes ini serta memberi kontribusi ilmu dalam bidang psikologi kesehatan.

10 1.2 Batasan Masalah Penelitian ini membatasi ruang lingkup penelitian pada: a. Variabel dalam penelitian ini adalah dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga dan regulasi diri pada pasien diabetes melitus tipe 2. b. Partisipan dikatakan sebagai pasien diabetes melitus tipe 2 berdasarkan diagnosa yang diberikan oleh dokter. c. Partisipan dalam penelitian ini adalah pasien diabetes melitus tipe 2 yang tinggal di Surabaya. d. Penelitian ini berfokus untuk menguji hubungan antara dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga dengan regulasi diri pada pasien diabetes melitus tipe 2. 1.3 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: a. Apakah ada hubungan antara dukungan sosial dari keluarga dengan regulasi diri pada pasien diabetes melitus tipe 2?. b. Apa informasi dasar tentang dukungan sosial dari keluarga yang dibutuhkan oleh pasien diabetes melitus tipe 2? 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: a. Menguji ada atau tidaknya hubungan antara dukungan sosial dari keluarga dengan regulasi diri pada pasien diabetes melitus tipe 2. b. Mengetahui informasi dasar mengenai dukungan sosial dari keluarga yang dibutuhkan oleh pasien diabetes melitus tipe 2.

11 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah memberikan sumbangan pengetahuan terutama dalam bidang psikologi kesehatan mengenai teori regulasi diri dan dukungan sosial dari keluarga dalam konteks pasien diabetes melitus tipe 2. 1.5.2 Manfaat praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah, sebagai berikut: a. Bagi partisipan penderita diabetes melitus tipe 2 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pasien diabetes melitus tipe 2 terkait hubungan antara dukungan sosial dari keluarga dengan regulasi diri sehingga penderita mampu meningkatkan regulasi dirinya melalui peranan dukungan keluarganya. b. Bagi praktisi kedokteran Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai peran dukungan sosial dari keluarga dan regulasi diri pada pasien diabetes melitus tipe 2 serta menjadi bahan pertimbangan dalam pemberian intervensi kepada pasien. c. Bagi layanan kesehatan Penelitian ini dapat memberikan informasi bagi layanan kesehatan di masyarakat mengenai program yang dapat diberikan kepada pasien diabetes melitus tipe 2 terkait dengan regulasi diri dan dukungan sosial dari keluarga.