TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TRANSPORTASI LAUT TERHADAP PENUMPANG DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN PERJANJIAN JUAL BELI. konsumen. Kebanyakan dari kasus-kasus yang ada saat ini, konsumen merupakan

PELAKSANAAN PERJANJIAN BAKU DALAM PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MELALUI PERUSAHAAN ANGKUTAN DARAT PADA PT ARVIERA DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman dan meningkatnya tingkat kesejahteraan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN (PELAKU USAHA) DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I P E N D A H U L U A N. merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG DALAM PENGANGKUTAN DI DARAT

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA ATAS PRODUK YANG MERUGIKAN KONSUMEN 1 Oleh : Louis Yulius 2

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA JASA PENGIRIMAN BARANG DALAM HAL KETERLAMBATAN SAMPAINYA BARANG

PENGATURAN PRINSIP TANGGUNG JAWAB KARENA KESALAHAN APABILA TERJADI EVENEMENT PADA PENGANGKUTAN DARAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB, KERUGIAN DAN PENGGUNA JALAN. tanggung jawab dapat dikelompokkan menjadi tiga dalam arti accountability,

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN TERHADAP KERUSAKAN BARANG YANG DIANGKUT DALAM TRANSPORTASI LAUT

Lex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN, PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN, TANGGUNG JAWAB DAN PENGIKLANAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

LAYANAN PURNA JUAL PRODUK ELEKTRONIK DENGAN GARANSI. Oleh Dian Pertiwi Ketut Sudiarta Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN MODAL VENTURA (VENTURE CAPITAL COMPANY) DALAM HAL PERUSAHAAN PASANGAN USAHA MENGALAMI PAILIT

BAB III TANGGUNG GUGAT NOTARIS TERHADAP LAPORAN AUDIT YANG DIBUATNYA

TANGGUNGJAWAB PERUSAHAAN PENYEDIA JASA AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH PEKERJA OUTSOURCING

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan

PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP HEWAN PELIHARAAN YANG MENYEBABKAN KERUGIAN TERHADAP HEWAN PELIHARAAN LAIN SEBAGAI PERBUATAN YANG MELAWAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. produk perawatan kecantikan yang mampu menarik hati konsumen. jenis usaha inipun

BAB III METODE PENELITIAN. norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma,

BAB I PENDAHULUAN. material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan yang diukur dari pertumbuhan penumpang udara.1

TANGGUNG JAWAB PROVIDER DALAM HAL TERJADI KECELAKAAN YANG MENIMPA PELAKU OLAHRAGA KEDIRGANTARAAN MICROLIGHT/AUTOGYRO

HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN YANG MENGALAMI KERUGIAN AKIBAT PRODUK MAKANAN KADALUARSA

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA MASKAPAI PENERBANGAN DALAM HAL TERJADINYA KECELAKAAN PESAWAT UDARA

PERBUATAN MELANGGAR HUKUM OLEH MASKAPAI PENERBANGAN TERKAIT PEMBATALAN DAN KETERLAMBATAN PENGANGKUTAN

TINJAUAN YURIDIS ATAS PENGGUNAAN KLAUSULA BAKU DALAM TRANSAKSI PENYEDIA JASA PENGIRIMAN YANG DILAKUKAN PT. CITRA VAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu keadaan

III. METODE PENELITIAN

TATA CARA PENUNTUTAN HAK WARIS OLEH AHLI WARIS YANG SEBELUMNYA DINYATAKAN HILANG BERDASARKAN KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA (KUHPERDATA)

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA ATAS PENGGUNAAN OBAT TRADISIONAL YANG MENGANDUNG BAHAN KIMIA OBAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori

TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN APABILA TERJADI KECELAKAAN AKIBAT PILOT MEMAKAI OBAT TERLARANG

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN AKIBAT WANPRESTASI DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN, TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN PENGIRIMAN BARANG

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN LAUT, TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DALAM ANGKUTAN LAUT DAN PENYELESAIAN SENGKETA PENGANGKUTAN LAUT

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

Oleh Putu Lingga Mahasaskara Suarta ** Marwanto *** A.A. Sri Indrawati **** Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh : Ari Agung Satrianingsih I Gusti Ayu Puspawati Dewa Gde Rudy Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana.

BAB III METODE PENELITIAN

Bagian Hukum Bisnis Falkutas Hukum Universitas Udayana

BAB III METODE PENELITIAN. Yogyakarta telah melaksankan ketentuan-ketentuan aturan hukum jaminan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

MUZNAH / D ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN IJAZAH

PERLINDUNGAN KONSUMEN SEBAGAI PENGGUNA JASA PENERBANGAN

PERJANJIAN BAKU DALAM HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III METODE PENELITIAN

PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI DALAM KAITANNYA DENGAN TRANSAKSI YANG MENGGUNAKAN INTERNET

Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Keselamatan dan Keamanan Barang Dalam Kapal

TANGGUNG JAWAB PIHAK RETAILTERHADAP PRODUK YANG TELAH KADALUWARSA YANG MENIMBULKAN KERUGIAN PADA KONSUMEN DI KELURAHAN SANUR KOTA DENPASAR

BAB III TANGGUNG JAWAB MASKAPAI TERHADAP KETERLAMBATAN PENERBANGAN DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PENERBANGAN DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA ATAS INFORMASI SUATU PRODUK MELALUI IKLAN YANG MENGELABUI KONSUMEN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

TANGGUNG JAWAB PENYEWA DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA KENDARAAN RODA EMPAT DI KOTA GIANYAR

Privat Law Vol. V No. 1 Januari-Juni

BAB III METODE PENELITIAN. normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN, RUMAH SAKIT DAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA WANPRESTASI DALAM TRANSAKSI E-COMMERCE

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan

5 Mei (Muhammad, 2010) Ini merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang berbunyi: Pembelajaran

AKIBAT HUKUM PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN BARANG OLEH PENGANGKUT DALAM KEADAAN MEMAKSA (OVERMACHT)

TANGGUNG JAWAB LESSEE TERHADAP MUSNAHNYA BARANG MODAL KARENA KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) DALAM PERJANJIAN LEASING

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017. PERBUATAN MELAWAN HUKUM OLEH PRODUSEN TERHADAP MAKANAN DALUWARSA 1 Oleh: Yunia Mamarama 2

Oleh : I Gusti Ayu Indra Dewi Dyah Pradnya Paramita Desak Putu Dewi Kasih. Bagian Hukum Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas Udayana ABSTRACT

JURNAL SKRIPSI. Diajukan oleh: LIVIA BENITA. NPM : Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum Ekonomi dan Bisnis

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERUMAHAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Asuransi Dalam Pengembangan Pengangkutan Udara Nasional

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB OPERATOR SELULER TERHADAP PELANGGAN SELULER TERKAIT SPAM SMS DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8

i UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM MENGGUNAKAN JASA TRANSPORTASI ONLINE UBER DAN GRAB DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter

BAB III METODE PENELITIAN. sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah

TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT TERHADAP PENGANGKUTAN TERNAKMELALUI KAPAL LAUT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN

A. Latar Belakang Masalah

AKIBAT HUKUM PERJANJIAN KERJASAMA KOPERASI DENGAN BANK DI DENPASAR DALAM PEMBERIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR)

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN KONSUMEN. A. Latar Belakang Hukum Perlindungan Konsumen

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

PENYELESAIAN SENGKETA KLAIM ATAS HILANGNYA BAGASI TERCATAT ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.

Sri Sutarwati 1), Hardiyana 2), Novita Karolina 3) Program Studi D1 Ground Handling Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan 3)

TESIS. (Kajian Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan)

TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT TERHADAP KERUGIAN KONSUMEN AKIBAT HILANGNYA DOKUMEN

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

Transkripsi:

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TRANSPORTASI LAUT TERHADAP PENUMPANG DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU Oleh Muhammad Fajar Hidayat 1 Abstract The 95 % of Riau Archipelago Province s territorial is an ocean and only 5% is land which gives an oportunity for businessman to provide sea transportation service, it is started from ferry which connect regency or cities in a far distance, Pompong ship which connect an island with another island in a short distance, and roro ship (roll on roll off) which is used by society to carry their vehicles to the outside area. Particially we still find a passenger (costumer) who are unprofitable with the sea transportation business such as overload passenger the lost or broken luggaeges which is put on the deck, the delayed schedule ship without notification to the passengers, and the scrratch of the passenger s vehicles when they entered into the ship. The problems of this research is how the responsibility of sea transportation business to the passangers in Riau Archipelago Province, the author of this resaerch uses a normatif legal of methodology the result which is found by the author of this research are, first if the businessman load the passengers over than capacity so that there will be a passenger who does not get any seat then, the businessman will get an absolute responsibility principle (absolute liability), second, if the passenger s luggaes are lost or broken when they are put on the ship s deck, then the businessman will get a punishment from the government based on their faults (the fault of liability or liability based on fault), third, if the passengers get a delay schedule ship without notification about it, then, the sea transportation businessman will be punished by presumption of liability principle, and, forth if the passanger s vehicles scracthed when they enter into the roll on roll off ship which is cause by the ship crew while instructing the passenger to park their vehicles and arranging those vehicles, then the sea transportation businessman will punished by strict liability. Key words : Responsibility, Producent, Consumers A. Latar Belakang Provinsi Kepulauan Riau terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002 merupakan Provinsi ke-32 di Indonesia yang mencakup Kota Tanjungpinang, Kota Batam, Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Anambas dan Kabupaten Lingga. Secara keseluruhan Wilayah Kepulauan Riau terdiri dari 5 Kabupaten dan 2 Kota dengan jumlah 2.408 pulau besar dan kecil dimana 40% belum bernama dan berpenduduk. Adapun luas wilayahnya sebesar 8.201,72 Km2, di mana 95% - nya merupakan lautan dan hanya 5% merupakan wilayah darat. 2 Masyarakatnya selalu mengandalkan transportasi laut untuk pergi dari pulau yang satu ke pulau lain dan antar kabupaten atau kota. Hal inilah yang membuat pelaku usaha melihat ada sebuah peluang yang bagus untuk berbisnis dalam jasa transportasi laut. Dalam perkembangannya, pelaku usaha di Provinsi Kepulauan Riau menyediakan berbagai jasa transportasi laut, mulai dari kapal ferry yang menghubungkan antar kabupaten/kota dalam jarak yang cukup jauh, kapal pompong yang menghubungkan antar satu pulau dengan pulau lainnya dalam jarak yang dekat, 1 Dosen Program Studi Ilmu Hukum Universitas Maritim Raja Ali Haji. 2 www.kemendagri.go.id, terakhir kali diakses tanggal 30 September 2015 jam 08:30 WIB. 348

dan kapal roro (roll on roll off) yang dipergunakan masyarakat untuk membawa kendaraannya ke luar daerah. Dalam praktek, masih saja ditemukan adanya penumpang (konsumen) yang dirugikan oleh tindakan pelaku usaha tersebut seperti penumpang yang dibawa melebihi kapasitas, hilangnya atau rusaknya barang penumpang yang diletakkan di atas dek kapal, keterlambatan jadwal keberangkatan tanpa adanya pemberitahuan kepada penumpang, dan lecetnya kendaraan penumpang pada saat dimasukkan dalam kapal. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengangkat ini menjadi sebuah penelitian dengan judul Tanggungjawab Pelaku Usaha Transportasi Laut Terhadap Penumpang di Provinsi Kepulauan Riau. B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini yaitu bagaimanakah tanggungjawab pelaku usaha transportasi laut terhadap penumpang di Provinsi Kepulauan Riau? C. Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tanggungjawab pelaku usaha transportasi laut terhadap penumpang di Provinsi Kepulauan Riau. D. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. 3 Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran). 4 Peter Mahmud Marzuki menjelaskan penelitian hukum normatif adalah suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum untuk menjawab permasalahan hukum yang dihadapi. 5 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji memberikan pendapat penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. 6 2. Sumber data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder atau data kepustakaan. Sumber data diperoleh dari 7 : a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, terdiri dari : 1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). 2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. b. Bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, terdiri dari buku-buku ilmiah yang terkait dengan masalah yang diteliti dan pendapat dari ahli hukum perlindungan konsumen. c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, dalam penelitian ini penulis menggunakan Kamus Umum Bahasa Indonesia. 3. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang dipergunakan dalam penelitian ini maka pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan studi kepustakaan. 4. Analisis data Data sekunder yang dipilih melalui studi kepustakaan, kemudian disusun secara sistematis sehingga diperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai kaidah hukum, asas hukum, dan sistematik hukum. Bahan hukum atau data yang bersifat deskriptif, maka analisisnya kualitatif yang menekankan pada penalaran. 8 E. Kerangka Teori 1. Tanggungjawab Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, arti tanggungjawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau ada suatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya). 9 Nusye KI Jayanti berpendapat, tanggungjawab mengandung makna keadaan cakap terhadap beban kewajiban atas 3 Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 34. 4 5 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana, 2005, hlm. 35. 6 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, Rajawali Pers, 2011, hlm.13. 7 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 1986, hlm.52. 8 Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Buku Pedoman Penulisan Tugas Akhir (Tesis) Program Magister Ilmu Hukum, Yogyakarta, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 2010, hlm.10. 9 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 2007, hlm.1205. 349

segala sesuatu akibat perbuatannya. Menurut Nusye KI Jayanti, pengertian tanggungjawab tersebut di atas harus memiliki unsur : a. Kecakapan Cakap menurut hukum mencakup orang dan badan hukum. Seseorang dikatakan cakap pada dasarnya karena orang tersebut sudah dewasa atau akil balig serta sehat pikirannya. Sebuah badan hukum dikatakan cakap apabila tidak dinyatakan dalam keadaan pailit oleh putusan pengadilan. b. Beban kewajiban Unsur kewajiban mengandung makna sesuatu yang harus dilakukan, tidak boleh tidak dilaksanakan, jadi sifatnya harus ada atau keharusan. c. Perbuatan Unsur perbuatan mengandung arti segala sesuatu yang dilakukan. Prinsip tentang tanggungjawab merupakan perihal yang sangat penting dalam melindungi penumpang selaku konsumen. Dalam kasus-kasus pelanggaran hak konsumen, diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggungjawab dan seberapa jauh tanggungjawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait. 10 Menurut Shidarta, secara umum prinsip-prinsip tanggungjawab dalam hukum dapat dibedakan menjadi 5 (lima) yaitu prinsip tanggungjawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atau liability based on fault), praduga selalu bertanggungjawab (presumption of liability principle), praduga tidak selalu bertanggungjawab (presumption nonliability principle), tanggungjawab mutlak (strict liability), dan tanggungjawab dengan pembatasan (limitation of liability principle). 11 Prinsip tanggungjawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atau liability based on fault) adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum perdata. Dalam KUHPerdata, khususnya pasal 1365, 1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Pasal 1365 KUHPerdata yang lazim dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu adanya perbuatan, adanya unsur kesalahan, adanya kerugian yang diderita dan adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian. Adapun yang dimaksud kesalahan adalah unsur yang bertentangan dengan hukum. Pengertian hukum tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga kepatutan dan kesusilaan dalam masyarakat. 12 Prinsip praduga selalu bertanggungjawab menyatakan bahwa tergugat selalu dianggap bertanggungjawab (presumption of liability principle), sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Kata dianggap pada prinsip presumption of liability adalah penting, karena ada kemungkinan tergugat membebaskan diri dari tanggungjawab, yaitu dalam hal ia dapat membuktikan bahwa ia telah mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk menghindarkan terjadinya kerugian. Dalam prinsip ini, beban pembuktiannya ada pada si tergugat. Dalam hal ini tampak beban pembuktian terbalik (omkering van bewijslast). Jika digunakan prinsip ini, maka yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu ada pada pihak pelaku usaha yang digugat. Tergugat harus menghadirkan bukti-bukti bahwa dirinya tidak bersalah. Tentu saja konsumen tidak dapat sekehendak hati mengajukan gugatan. Posisi konsumen sebagai penggugat selalu terbuka untuk digugat balik oleh pelaku usaha, jika ia gagal menunjukkan kesalahan tergugat. 13 Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggungjawab (presumption nonliability principle) hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas. Contoh dari penerapan prinsip ini adalah pada hukum pengangkutan. Kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabin atau bagasi tangan, yang biasanya dibawa dan diawasi oleh penumpang (konsumen) adalah tanggungjawab dari penumpang. Dalam hal ini pengangkut (pelaku usaha) tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya. Pihak yang dibebankan untuk membuktikan kesalahan itu ada pada konsumen. 14 Prinsip tanggungjawab mutlak (strict liability) sering diidentikkan dengan prinsip tanggungjawab absolut (absolute liability). Kendati demikian ada pula para ahli yang membedakan kedua terminologi di atas. Ada pendapat yang menyatakan, strict liability adalah prinsip tanggungjawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun ada 10 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Grasindo, 2000, hlm. 59. 11, hlm.73-79. 12 13 14 350

pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggungjawab, misalnya pada keadaan force majeure. Sebaliknya absolute liability adalah prinsip tanggungjawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya. Dalam prinsip ini tidak ada kemungkinan untuk membebaskan diri dari tanggungjawab, kecuali apabila kerugian yang timbul karena kesalahan pihak yang dirugikan sendiri. 15 Prinsip tanggungjawab dengan pembatasan (limitation of liability principle) ini sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Dalam perjanjian cuci cetak film, misalnya ditentukan, bila film yang ingin dicuci atau dicetak itu hilang atau rusak (termasuk akibat kesalahan petugas), maka si konsumen hanya dibatasi ganti kerugian sebesar sepuluh kali harga satu rol film baru. 16 2. Pengertian Pelaku Usaha Pelaku usaha menurut Pasal 1 angka 3 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. 17 Penjelasan dari Pasal 1 angka 3 UU Perlindungan Konsumen pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor dan lain-lain. 3. Pengertian Konsumen Pasal 1 angka 2 UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. 18 Penjelasan dari Pasal 1 angka 2 UU Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa di dalam kepustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Pengertian konsumen dalam Undang-Undang ini adalah konsumen akhir. F. Pembahasan Secara umum, dasar hukum yang dapat dipergunakan untuk meminta pertanggungjawaban pelaku usaha transportasi laut di Provinsi Kepulauan Riau terhadap kerugian yang dialami oleh penumpang adalah Pasal 1365 KUHPerdata yang dengan tegas menyatakan bahwa tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. 19 Jadi, apabila pelaku usaha transportasi laut di Provinsi Kepulauan Riau melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang mengakibatkan kerugian pada konsumen (penumpang) maka pelaku usaha yang melakukan kesalahan tersebut wajib mengganti kerugian itu. Secara khusus, tanggungjawab pelaku usaha transportasi laut terhadap penumpang di Provinsi Kepulauan Riau dapatlah saya bagi berdasarkan beberapa keadaan atau kejadian sebagai berikut, yaitu: Pertama, apabila pelaku usaha tersebut memuat penumpang yang melebihi kapasitas sehingga ada penumpang yang tidak dapat tempat duduk maka pelaku usaha itu dikenakan prinsip tanggungjawab absolut (absolute liability). Jadi, pelaku usaha tersebut harus bertanggungjawab memberikan ganti rugi terhadap penumpang (konsumen) yang sudah melaksanakan kewajibannya untuk membayar tiket kapal tapi tidak mendapatkan haknya untuk duduk di kursi penumpang. Perbuatan tersebut adalah murni dari kesalahan pelaku usaha tersebut sehingga tidak ada kemungkinan untuk membebaskan diri dari tanggungjawab ini. Kedua, apabila barang dari penumpang ada yang hilang atau rusak ketika diletakkan di atas dek kapal maka pelaku usaha tersebut dikenakan prinsip tanggungjawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atau liability based on fault). Pelaku usaha tersebut baru dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum untuk mengganti kerugian 15 16 17 Lihat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 18 19 Lihat Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Terjemahan R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Jakarta, Pradnya Paramita, 2007, hlm. 346. 351

tersebut jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya secara nyata terhadap hilangnya atau rusaknya barang penumpang yang ada di dek kapal. Pasal 1365 KUHPerdata yang lazim dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu adanya perbuatan, adanya unsur kesalahan, adanya kerugian yang diderita dan adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian. Adapun yang dimaksud dengan perbuatan di sini adalah hilangnya atau rusaknya barang penumpang tersebut. Kesalahan di sini maksudnya adalah kesalahan yang dilakukan oleh awak kapal atau anak buah kapal yang tidak berhati-hati dalam menjaga barang penumpang. Adanya kerugian yang diderita maksudnya penumpang (konsumen) dirugikan secara materiil atas peristiwa tersebut dan adanya hubungan kausal (sebab akibat) antara kesalahan yang dilakukan oleh awak kapal atau anak buah kapal dengan kerugian yang diderita oleh penumpang (konsumen). Ketiga, apabila penumpang mengalami keterlambatan keberangkatan tanpa adanya informasi mengenai kejadian tersebut, maka pelaku usaha transportasi laut tersebut dikenakan prinsip praduga selalu bertanggungjawab yang menyatakan bahwa tergugat (pelaku usaha tersebut) selalu dianggap bertanggungjawab (presumption of liability principle), sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Maksudnya di sini adalah pelaku usaha tersebut harus bertanggungjawab memberikan ganti rugi terhadap akibat dari keterlambatan keberangkatan kapal yang merugikan penumpang (konsumen), sebagai contoh apabila penumpang kapal tersebut gagal berangkat naik pesawat dikarenakan keterlambatan kapal kecuali pelaku usaha tersebut bisa membuktikan bahwa keterlambatan terjadi dikarenakan suatu keadaan atau kejadian yang tidak diinginkan seperti cuaca pada saat itu tidak memungkinkan untuk berlayar sehingga harus diundur menunggu cuaca sudah kondusif untuk berlayar dan kapal pada saat itu mengalami kerusakan sehingga harus diperbaiki dulu sebelum berlayar. Keempat, apabila kendaraan penumpang mengalami lecet ketika dimasukkan dalam kapal roro (roll on roll off) karena kesalahan awak kapal atau anak buah kapal dalam mengarahkan penumpang memarkir kendaraannya dan menyusun kendaraan tersebut, maka pelaku usaha transportasi laut tersebut dikenakan prinsip tanggungjawab mutlak (strict liability). Jadi, pelaku usaha tersebut bertanggungjawab penuh terhadap kesalahan yang dilakukan awak kapal atau anak buah kapalnya terhadap lecetnya kendaraan penumpang (konsumen) dengan mengganti kerugian tersebut. G. Penutup Berdasarkan uraian dan pembahasan seperti tersebut di atas, dapat dikemukakan kesimpulan dan saran sebagai berikut : 1. Kesimpulan Tanggungjawab pelaku usaha transportasi laut terhadap penumpang di Provinsi Kepulauan Riau tidak bisa dibebankan pada satu prinsip tanggungjawab saja tapi harus disesuaikan dengan kondisi atau keadaan kerugian yang dialami oleh penumpang (konsumen). 2. Saran Sebaiknya penumpang lebih memahami lagi apa yang menjadi haknya selaku konsumen dan apabila mengalami kerugian yang disebabkan oleh pelaku usaha transportasi laut di Provinsi Kepulauan Riau seharusnya tidak diam saja tapi tuntutlah apa yang menjadi tanggungjawab pelaku usaha tersebut. 352

Daftar Pustaka Buku-buku Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Sinar Grafika, 2011. Erman Rajagukguk, dkk. Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung, Mandar Maju, 2000. Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010. Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana, 2005. Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Buku Pedoman Penulisan Tugas Akhir (Tesis) Program Magister Ilmu Hukum, Yogyakarta, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 2010. Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Grasindo, 2000. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, Rajawali Pers, 2011. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 1986. Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Kencana, 2013. Peraturan Perundang-undangan R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijke Wetboek Terjemahan), Jakarta, Pradnya Paramita, 2007. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Kamus, Surat Kabar, Internet W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 2007. www.kemendagri.go.id, terakhir kali diakses tanggal 30 September 2015 jam 08:30 WIB. 353