BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN. Rokok adalah salah satu permasalahan kesehatan terbesar yang dialami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. negara yang perlu dididik untuk menjadi manusia yang berkualitas. Remaja nantinya diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan politik (Depkes, 2006). Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila

BAB I PENDAHULUAN. Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak. sudah tercantum dalam bungkus rokok. Merokok juga yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya atau sintesis

cepat dari masa anak-anak ke masa dewasa. Remaja (adolescence) dalam bahasa inggris,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meskipun terdapat larangan untuk merokok di tempat umum, namun perokok

BAB I PENDAHULUAN. sampai saat ini telah dikenal lebih dari 25 penyakit berbahaya disebabkan oleh rokok.

BAB 1 : PENDAHULUAN. membuktikan secara tuntas bahwa konsumsi rokok dan paparan terhadap asap rokok berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Asap rokok mengandung 4000 bahan kimia dan berhubungan dengan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latarbelakang. merokok merupakan faktor risiko dari berbagai macam penyakit, antara lain

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai tobacco dependency sendiri dapat didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya terjadi di negara-negara berkembang. Sekitar 5 juta orang mati

BAB 1 PENDAHULUAN. 600 ribu kematian dikarenakaan terpapar asap yang ditimbulkan. Hampir 80%

BAB I PENDAHULUAN. sehingga hal ini masih menjadi permasalahan dalam kesehatan (Haustein &

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok. Rokok mengandung

BAB I PENDAHULUAN. 70% penduduk Indonesia (Salawati dan Amalia, 2010). Dari analisis data Susenas tahun 2001 diperoleh data umur mulai merokok kurang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merokok baik laki-laki, perempuan, anak kecil, anak muda, orang tua, status

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kalangan masyarakat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Rokok sudah dikenal manusia sejak tahun sebelum Masehi. Sejak

1. Pendahuluan FAKTOR KONTROL PERILAKU MEROKOK PADA ANAK SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja menengah/middle

BAB I PENDAHULUAN. dimana-mana, baik instansi pemerintah, tempat umum, seperti ; pasar, rumah

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1: PENDAHULUAN. ketergantungan) dan tar yang bersifat karsinogenik. (1)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesehatan. Kandungan rokok adalah zat-zat kimiawi beracun seperti mikrobiologikal

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

A. Latar Belakang Epidemik tembakau secara luas telah menjadi salah satu ancaman kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat dunia yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rista Mardian,2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terjadi dalam lingkungan kesehatan dunia, termasuk di Indonesia. Tobacco

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dalam kehidupan manusia.remaja mulai memusatkan diri pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Merokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia sudah dianggap

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi tembakau tertinggi di dunia setelah RRC, Amerika Serikat, Rusia

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak menular salah satunya adalah kebiasaan mengkonsumsi tembakau yaitu. dan adanya kecenderungan meningkat penggunaanya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. karena membunuh 6 juta orang setiap tahunnya (1). Sekitar 21% dari populasi dunia

BAB 1 : PENDAHULUAN. tahun itu terus meningkat, baik itu pada laki-laki maupun perempuan. Menurut The

BAB I PENDAHULUAN. baik orang dewasa, remaja, bahkan anak anak. Peningkatan konsumsi rokok

BAB 1 : PENDAHULUAN. Perilaku merokok merupakan suatu hal yang fenomenal. Hal ini ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi rokok meningkat secara pesat dari tahun ke tahun, Indonesia

ANALISIS SOSIO PSIKOLOGIS TERHADAP KEJADAIAN KEKAMBUHAN (RELAPS) MEROKOK DI KECAMATAN TAMALATE MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat merugikan. kesehatan baik si perokok itu sendiri maupun orang lain di sekelilingnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. merokok namun kurangnya kesadaran masyarakat untuk berhenti merokok masih

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia yang sebenarnya bisa dicegah. Sepanjang abad ke-20, telah terdapat 100

Dukungan Masyarakat Terhadap Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. namun juga dapat menimbulkan kematian (Kementrian Kesehatan. Republik Indonesia, 2011). World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rokok pada remaja yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari di

BAB 1 PENDAHULUAN. larangan merokok. Lebih dari 40 negara telah menempelkan label peringatan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKOK SISWA SMP/MTs DI KECAMATAN MOJOAGUNG, KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kemungkinan sebelas kali mengidap penyakit paru-paru yang akan menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan salah suatu kebiasaan penduduk Indonesia. Kebiasaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Global Adult Tobacco survey (GATS) pada tahun 2011 menunjukkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. memperoleh gelar sarjana (Sugiyono, 2013). Skripsi adalah muara dari semua

berkembang yang memiliki tingkat konsumsi rokok dan produksi rokok yang tinggi. Program anti tembakau termasuk dalam 10 program unggulan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab gangguan kesehatan dan kematian sebelum waktunya, yang bisa

BAB 1 : PENDAHULUAN. kehidupan anak sekolah mulai dari SMA, SMP dan bahkan sebagian anak SD sudah

BAB I PENDAHULUAN. muncul pula tingkat kecanduan yang berbeda-beda dan bentuk implementasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rokok sudah menjadi suatu barang konsumsi yang sudah familiar kita

I. PENDAHULUAN. diantaranya penyakit pada sistem kardiovaskular, penyakit pada sistem

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL DENGAN PERILAKU MEROKOK SISWA LAKI-LAKI DI SMA X KABUPATEN KUDUS

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang di akibatkan karena merokok berakhir dengan kematian. World

BAB I PENDAHULUAN. Setiap hari orang terlibat di dalam tindakan membuat keputusan atau decision

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah rokok pada hakekatnya sekarang sudah menjadi masalah nasional,

BAB I PENDAHULUAN. adalah hasil dari non-perokok yang terpapar asap rokok. Hampir 80% dari lebih 1

BAB I. PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas di negara berkembang. WHO memperkirakan tiap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempertahankan keluarga (Biresaw, 2014). Pernikahan dapat terjadi pada usia

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN.

BAB 1 : PENDAHULUAN. tempat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe, kendaraan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa.

Dwi Adi Maryandi, SKM, MPH Center for Health PromotionThe Ministry of Health

BAB 1 : PENDAHULUAN. kandung kemih, pankreas atau ginjal. Unsur-unsur yang terdapat didalam rokok

BAB I PENDAHULUAN. Rokok merupakan benda kecil yang paling banyak digemari dan tingkat

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. utama kanker di dunia. Survei dari WHO 8,2 juta orang meninggal kerena

BAB I PENDAHULUAN. Health Organization (WHO) pada tahun 2011 jumlah perokok laki-laki di

dalam terbitan Kementerian Kesehatan RI 2010).

BAB I. Fenomena merokok di kalangan remaja usia sekolah bukan pemandangan. asing lagi. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Penyakit Tidak Menular

BAB I PENDAHULUAN. lain-lain, bahkan merokok dapat menyebabkan kematian. Laporan dari World

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Global Adults Tobacco Survey (GATS) Indonesia, Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kualitas hidup manusia dan kesejahteraan masyarakat. (1)

1. Pendahuluan STUDI MENGENAI FAKTOR DETERMINAN TERHADAP INTENSI MEROKOK PADA SISWA SDN KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Bahaya merokok terhadap remaja yang utama adalah terhadap fisiknya.

BAB I PENDAHULUAN. rokok. Masalah rokok tidak hanya merugikan si perokok (perokok aktif)

I. PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Di tahun 2009, Indonesia menempati peringkat ke-4

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai inti dan arah penelitian yang terdiri atas: latar

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penggunaan tembakau adalah penyebab kematian yang paling bisa dicegah. Tembakau menyebabkan kematian 1 orang dalam setiap 6 detik. Selain itu, tembakau juga menyebabkan kematian prematur dengan rata-rata 15 tahun lebih cepat terhadap 1/3 hingga 1/2 penggunanya. Saat ini, tembakau menjadi penyebab 1 dari 10 kematian orang dewasa di seluruh dunia atau 5 juta orang setiap tahunnya. Jika tidak segera ditangani, maka kematian akibat tembakau akan meningkat menjadi 8 juta pada tahun 2030 (WHO, 2008). Saat ini jumlah perokok di seluruh dunia mencapai 1,3 milliar. Sekitar 900 juta perokok atau 84% dari total perokok di seluruh dunia terdapat di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Indonesia menempati urutan ketiga dengan jumlah perokok terbanyak setelah Cina dan India. Menurut The Asean Tobacco Control Atlas 2013, jumlah perokok dewasa di Indonesia merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan 8 negara ASEAN lainnya (Southeast Asia Tobacco Control Alliance, 2014). Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan bahwa jumlah perokok laki-laki di Indonesia mencapai 56.860.457 orang, sementara perokok perempuan 1.890.135 orang. Proporsi penduduk yang merokok berusia 15 tahun terus mengalami peningkatan dari Riskesdas 2007 (34,2%), Riskesdas 2010 (34,7%) dan Riskesdas 2013 (36,3%). Dibandingkan dengan data dari Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2011 yang menemukan proporsi perokok laki-laki di Indonesia mencapai 67,0%, sedikit lebih tinggi dari Riskesdas 2013 64,9%, sementara pada perempuan menurut GATS mencapai 2,7% dan 2,1% menurut Riskesdas 2013. Berdasarkan data dari Global Youth Tobacco Survey (GYTS), prevalensi perokok remaja saat ini (m erokok dalam 30 hari terakhir sebelum pelaksanaan GYTS) pada kelompok umur 13-15 tahun mengalami sedikit penurunan. GYTS 2009 menunjukkan bahwa prevalensi perokok remaja saat ini pada 3.319 remaja 1

2 berumur 13-15 tahun mencapai 20,3% (laki -laki 41,0% dan perempuan 3,5%), sedangkan berdasarkan GYTS 2014 dengan besar sampel 4.317 orang menurun menjadi 18,3% (laki -laki 33,9% dan perempuan 2,5%). Prevalensi remaja yang pernah merokok berdasarkan GYTS 2009 adalah 30,4% (laki -laki 57,8% dan perempuan 6,4%), sedangkan berdasarkan GYTS 2014 meningkat menjadi 30,9% (laki-laki 53,0% dan perempuan 8,0%). GYTS 2014 mencatat bahwa sebagian besar perokok remaja di Indonesia memulai merokok pada usia 12-13 tahun (43,2%), diikuti umur 10-11 tahun (25,6%), 14-15 tahun (11,4%), 8-9 tahun (10,9%) dan umur 7 tahun (8,9%). Sekali remaja mencoba merokok, selanjutnya sulit baginya untuk berhenti merokok, dan remaja yang lebih awal memulai merokok berisiko lebih tinggi memiliki ketergantungan nikotin di masa mendatang (Kelder et al., 1994). Studi mengenai hubungan antara usia memulai merokok berhubungan dengan kesulitan dalam usaha berhenti merokok. Orang yang merokok pada usia 13 tahun lebih sulit berhenti merokok dibandingkan dengan mereka yang memulai merokok pada usia 20 tahun (Chen & Millar, 1998). Penelitian Breslau & Peterson (1996) menujukkan bahwa orang yang memulai merokok pada usia 14-16 tahun, berisiko 1,6 kali kemungkinan lebih mudah untuk berhenti, dan orang yang memulai pada usia 17, berisiko 2 kali kemungkinan lebih mudah berhenti merokok dibandingkan dengan perokok yang mulai merokok pada usia 13 tahun. Merokok dalam waktu yang lebih lama tentu akan memperparah konsekuensi merokok bagi kesehatan (US Department of Health and Human Services, 1994). US Department of Health and Human Services (2012) membagi faktor risiko merokok pada remaja dalam 4 faktor besar, yaitu: lingkungan sosial dan fisik yang luas, kelompok sosial yang kecil, proses kognitif intrapersonal, dan faktor genetik dan neurologis dan proses perkembangan saraf. Lingkungan sosial yang luas seperti agama, ras, etnik dan budaya, gender, status sosial ekonomi, pendidikan dan prestasi akademik, lingkungan sekolah, keterlibatan dalam ekstrakurikuler dan organisasi. Sementara, lingkungan fisik yang luas terdiri dari ketersediaan tempat publik yang nyaman untuk merokok, ketersediaan akses terhadap produk tembakau, promosi rokok melalui media, dan kebijakan larangan

3 merokok. Keluarga dan teman merupakan bagian dari kelompok sosial yang kecil. Proses kognitif intrapersonal terdiri atas 2 bagian, yaitu: mood dan afek, dan proses kognitif (eksplisit dan implisit). Meskipun pengetahuan saja tidak cukup, namun pengetahuan diperkirakan menjadi prasyarat dalam membuat keputusan tentang kesehatan. Banyak teori modifikasi perilaku bergantung pada pengetahuan dan akses terhadap informasi, seperti perceptions of risk and severity dalam Health Belief Model, self-efficacy dan outcome expectations dalam Social Cognitive Theory dan sikap terhadap perilaku, norma subjektif dan persepsi kontrol perilaku dalam Theory of Planned Behavior (Glanz et al., 2008). Penelitian pada perokok yang mencari pengobatan di klinik behenti merokok menunjukkan bahwa pengetahuan berhubungan persepsi perokok terhadap penyakit yang diakibatkan oleh merokok (Oncken et al., 2005). Penelitian Dawood et al. (2016) menunjukkan bahwa skor pengetahuan dan persepsi konsekuensi merokok terhadap kesehatan yang tinggi berhubungan dengan intensi berhenti merokok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap positif terhadap rokok berhubungan dengan intensi dan perilaku merokok pada remaja (Su et al., 2015, Chen et al., 2006; Smith et al., 2007). Penelitian Su et al. (2015) mengemukakan bahwa sikap positif terhadap rokok dalam aspek psikososial berhubungan dengan intensi dan perilaku merokok dalam 6 bulan dan 5 tahun ke depan. Sementara, sikap positif terhadap rokok dalam aspek fisik hanya berhubungan pada orang yang pernah merokok. Penelitian lainnya di China menemukan bahwa sikap positif dalam aspek psikologis dan sosial terhadap rokok menjadi prediktor merokok pada laki-laki dan perempuan dalam 6 bulan ke depan (Chen et al., 2006). Penelitian Smith et al. (2007) menyatakan bahwa sikap yang positif terhadap bebas tembakau ( tobacco free) berhubungan dengan penurunan intensi merokok pada remaja. Norma subjektif berhubungan dengan intensi merokok. Persepsi penolakan terhadap rokok lebih tinggi pada orang yang tidak ataupun berhenti merokok dibandingkan dengan orang yang merokok (Fagan et al., 2001). Norma subjektif dari teman ataupun orang dewasa berhubungan dengan perilaku merokok saat ini

4 ataupun intensi merokok 1 tahun yang akan datang (Epstein et al., 2003). Persepsi mengenai persetujuan merokok dari orangtua menjadi prediktor perokok eksperimental, sementara persepsi mengenai persetujuan merokok dari teman sebaya menjadi prediktor perokok ekperimental dan regular (Flay et al., 1998). Dalam studi meta analisis disimpulkan bahwa self-efficacy merupakan prediktor berhenti merokok. Orang yang menahan diri dari merokok memiliki self-efficacy yang tinggi terhadap orang yang terus merokok (Gwaltney et al., 2009). Sementara, penurunan self-efficacy pada remaja berhubungan dengan inisiasi merokok pada remaja (Hiemstra et al., 2011). Su et al. (2015) membagi persepsi kontrol perilaku menjadi 2 bagian, yaitu kemampuan kendali dan selfefficacy berhubungan dengan status perokok saat ini dan regular. Remaja yang memiliki self-efficacy yang rendah dalam menolak tawaran rokok kemungkinan menjadi perokok terutama menjadi perokok eksperimental (Flay et al., 1998). Penelitian lain juga mendukung bahwa kemampuan menolak tawaran rokok berhubungan dengan intensi dan perilaku merokok. Namun, dalam penelitian tersebut diketahui bahwa persepsi kontrol perilaku berinteraksi dengan sikap terhadap rokok dan norma sosial (Guo et al., 2007). Satu prediktor merokok pada remaja yang hampir konsisten dalam banyak penelitian adalah pengaruh teman sebaya (U.S. Department of Health and Human Services, 1994). Lingkungan sosial dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Sesuai dengan Teori Sosial Kognitif, bahwa sebuah perilaku dipelajari melalui pengamatan terhadap perilaku orang lain atau model (Bandura, 2001). Perilaku merokok dari orang yang signifikan berhubungan dengan perilaku merokok pada remaja (Conrad et al., 1992; Unger et al., 2002; Chen et al., 2006; Leonardi-Bee et al., 2010). Conrad et al. (1992) menyimpulkan bahwa memiliki teman dan saudara yang perokok merupakan prediktor merokok pada remaja. Perilaku merokok pada orang yang terdekat seperti teman dekat, orangtua dan guru berhubungan secara langsung ataupun tidak langsung dengan perilaku merokok pada remaja dalam 6 bulan ke depan (Chen et al., 2006). Penelitian meta analisis lainnya juga menyimpulkan bahwa orangtua dan saudara adalah faktor risiko yang kuat dan signifikan terhadap perilaku pada anak-anak dan remaja (Leonardi-Bee

5 et al., 2010). Penelitian di China dan California, menemukan bahwa pengaruh teman sebaya merupakan faktor risiko merokok pada remaja kelas 7 hingga kelas 9 walaupun dengan budaya yang berbeda (Unger et al., 2002). US Department of Health and Human Services (2012) dari studi literatur yang komprehensif menyimpulkan bahwa iklan dan promosi tembakau merupakan faktor risiko yang konsisten penggunaan tembakau di kalangan remaja, termasuk inisiasi dan tahap merokok selanjutnya. Iklan dan promosi tembakau mempengaruhi kesadaran remaja terhadap rokok dan merek rokok tertentu, pengenalan iklan rokok, sikap terhadap rokok, intensi merokok dan perilaku merokok. Perusahaan rokok mengklaim bahwa iklan rokok bertujuan untuk menarik pangsa pasar di tengah persaingan dengan perusahaan lain. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan rokok dapat merekrut perokok baru dari kalangan remaja melalui iklan rokok. Penelitian longitudinal oleh Lovato et al. (2003) menemukan bahwa paparan terhadap iklan dan promosi tembakau berhubungan dengan kemungkinan remaja akan mulai merokok. Data GATS 2011 menunjukkan prevalensi perokok lebih tinggi di daerah rural (36,83%) dibandingkan dengan daerah urban (31,86%). Hasil penelitian Smet et al. (1999) di Kota Semarang pada tahun 1998 menunjukkan bahwa prevalensi perokok remaja laki-laki pada kelompok umur 11, 13, 15 dan 17 masing masing 8,2%, 15,5%, 24,7% dan 38,7%. Penelitian Prabandari & Dewi (2016) menunjukkan bahwa prevalensi perokok saat ini (merokok minimal 1 batang dalam 7 hari yang lalu) pada pelajar SMP di Kota Yogyakarta, laki-laki dan perempuan masing-masing 38,46% dan 5,88%. Berdasarkan data Riskesdas (2013), diketahui bahwa prevalensi perokok setiap hari penduduk umur 10 tahun di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta terendah di Kabupaten Kulon Progo ( 19,6%), sementara tertinggi di Kabupaten Gunung Kidul (23,9%), diikuti oleh Kota Yogyakarta (21,9%), Kabupaten Bantul (21,1%), dan Kabupaten Sleman (21,9%). Namun, untuk prevalensi peroko k kadang-kadang, Kabupaten Kulon Progo mencapai prevalensi tertinggi (8,3%) diikuti oleh Kabupaten Sleman (6,4%), Kabupaten Bantul (5,7%), Kota Yogyakarta (4,3%), dan terendah adalah Kabupaten Gunung Kidul (3,9%). Jika data prevalensi perokok setiap hari dan

6 kadang-kadang dijumlahkan maka prevalensi perokok tertinggi di Kabupaten Kulon Progo (27,9%) diikuti dengan Kabupaten Gunung Kidul (27,8%), Kabupaten Bantul (26,8%), dan Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta dengan prevalensi yang sama (26,2%) (Riskesdas, 2013). Penelitian mengenai faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok pada remaja di Kulon Progo belum tersedia hingga saat ini. Penelitian ini penting untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok pada pelajar SMP di Kabupaten Kulon Progo. Subjek penelitian ini hanya remaja laki-laki karena berdasarkan data GYTS (2014), prevalensi remaja (umur 13-15 tahun) yang merokok dalam 30 terakhir jauh lebih tinggi pada remaja laki-laki (35,3%) dibandingkan dengan remaja perempuan (3,4%). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah: apakah terdapat hubungan antara faktor demografi (umur, jumlah uang saku, status tempat tinggal, prestasi akademik, dan status sosial ekonomi), status merokok lingkungan sosial (ayah, saudara kandung, teman dekat dan guru), pengetahuan tentang rokok, sikap terhadap rokok, norma subjektif (keluarga dan teman sebaya) terhadap perilaku merokok, self-efficacy, dan paparan iklan rokok dengan status merokok pada pelajar SMP laki-laki di Kabupaten Kulon Progo? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan status merokok pada pelajar SMP laki-laki di Kabupaten Kulon Progo. 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui hubungan antara faktor demografi (umur, jumlah uang saku, status tempat tinggal, prestasi akademik, dan status sosial ekonomi) dengan status merokok pada pelajar SMP laki-laki di Kabupaten Kulon Progo.

7 b. Untuk mengetahui hubungan antara status merokok lingkungan sosial (orangtua, saudara kandung, teman dekat dan guru) dengan status merokok pada pelajar SMP laki-laki di Kabupaten Kulon Progo. c. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan tentang rokok dengan status merokok pada pelajar SMP laki-laki di Kabupaten Kulon Progo. d. Untuk mengetahui hubungan antara sikap terhadap rokok dengan status merokok pada pelajar SMP laki-laki di Kabupaten Kulon Progo. e. Untuk mengetahui hubungan antara norma subjektif ( keluarga dan teman sebaya) terhadap perilaku merokok dengan status merokok pada pelajar SMP laki-laki di Kabupaten Kulon Progo. f. Untuk mengetahui hubungan antara self-efficacy dengan status merokok pada pelajar SMP laki-laki di Kabupaten Kulon Progo. g. Untuk mengetahui hubungan antara paparan iklan rokok dengan status merokok pada pelajar SMP laki-laki di Kabupaten Kulon Progo. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Peneliti dapat meningkatkan pengalaman dan wawasan dalam mengembangkan penelitian ilmiah mengenai faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok pada remaja. 2. Bagi institusi terkait Menjadi masukan bagi pihak sekolah dan dinas pendidikan dalam upaya promosi kesehatan yang berkaitan dengan upaya pengendalian perilaku merokok di kalangan pelajar SMP, sehingga dapat menurunkan prevalensi merokok di kalangan remaja dan mencegah inisiasi merokok pada remaja. 3. Bagi peneliti lain Dapat digunakan sebagai acuan bagi peneliti lain yang ingin mengkaji perilaku merokok di kalangan remaja.

8 E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian dengan topik yang terkait dengan penelitian ini pernah dilakukan di beberapa negara dengan metode dan subjek yang berbeda. Berikut ini dijabarkan perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian sebelumnya. Tabel 1. Penelitian terkait dengan faktor yang berhubungan dengan status merokok pada remaja No Peneliti Judul penelitian Persamaan Perbedaan 1 Flay et al. (1998), Amerika Serikat 2 Christophi et al. (2006), Cyprus Psychosocial Predictors of Different Stages of Cigarette Smoking among High School Students Main determinants of cigarette smoking in youth based on the 2006 Cyprus GYTS prestasi di sekolah, norma subjektif orangtua dan teman, proporsi teman yang merokok, sikap terhadap rokok, self-efficacy (persepsi kontrol perilaku). Desain penelitian: cross sectional umur, jumlah uang saku, status merokok teman, status merokok orangtua, paparan iklan rokok. Desain penelitian: longitudinal study Subjek penelitian: remaja laki-laki dan perempuan family conclict, penggunaan alkohol/ mariyuana pada saat kelas VII Variabel bebas diukur pada saat kelas VII, sementara variabel terikat (status merokok) diukur pada saat kelas XII. Subjek penelitian remaja laki-laki dan perempuan Keyakinan bahwa merokok berbahaya bagi kesehatan, mengurangi jumlah teman, dan menurunkan berat badan, kepemilikan benda yang berlogo produk rokok, status merokok kakek, pendidikan orangtua, keterpaparan terhadap pesan anti rokok, kemudahan mengakses produk rokok, adanya pelajaran di sekolah dalam 1 tahun terakhir mengenai bahaya merokok.

9 3 Prabandari & Dewi (2016), Yogayakarta 4 Chen et al. (2006) 5 Su et al. (2015), China How do Indonesian youth perceive cigarette advertising? A cross-sectional study among Indonesian high school Students Perceived Smoking Norms, Socioenvironmental Factors, Personal Attitudes and Adolescent Smoking in China: A mediation Analysis with Longitudinal Data Smoking Behaviors and Intentions among Adolescents in Rural China: The Application of the Theory of Planned Behavior And the Role of Social Influence Desain penelitian: cross sectional Faktor demografik (jenis kelamin, umur, jumlah uang saku) status merokok anggota keluarga, status merokok teman, dan pengetahuan tentang bahaya rokok. perilaku merokok orang yang berpengaruh (teman dekat, orang tua, guru), sikap terhadap rokok dalam aspek psikologis, sosial, dan kesehatan, persepsi norma merokok, paparan terhadap media protembakau. Desain penelitian: cross sectional sikap terhadap perilaku merokok, norma subjektif, persepsi kontrol perilaku, proporsi jumlah perokok di kalangan orang yang signifikan. Subjek penelitian: laki-laki dan perempuan pendidikan ayah dan ibu, persepsi terhadap iklan rokok yang ditargetkan untuk orang muda, persepsi terhadap iklan rokok yang mendorong orang muda untuk merokok, sikap terhadap tobacco advertising promotion and sponsorship (TAPS), kerentanan terhadap rokok, dan paparan terhadap pendidikan pengendalian tembakau. Subjek penelitian: laki-laki dan perempuan kelas 7, 8, 10 dan 11 Desain penelitian: longitudinal study Variabel mediasi: persepsi persentasi teman sebaya yang merokok pada saat data awal. Subjek penelitian: laki-laki dan perempuan pengetahuan tentang rokok, subjek penelitian pada pelajar SMP dan SMA.

10 Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya yang berkaitan dengan perilaku merokok pada remaja. Namun, penelitian-penelitian tersebut belum ada yang melihat secara bersamaan hubungan antara faktor demografik (umur, jumlah uang saku, status tempat tinggal, prestasi akademik, dan status sosial ekonomi), status merokok lingkungan sosial (ayah, saudara kandung, teman dekat dan guru), pengetahuan tentang rokok, sikap terhadap rokok (dalam psikologis, sosial, dan kesehatan), norma subjektif (keluarga dan teman sebaya) terhadap perilaku merokok, self-efficacy, dan paparan iklan rokok, sehingga kebaruan dalam penelitian ini adalah ingin melihat hubungan faktor-faktor tersebut di atas secara bersamaan dengan status merokok pada remaja.