BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak akan bisa tahan untuk hidup sendiri di dunia ini. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. sempurna. Dipercayai bahwa salah satu kunci keberhasilan hidup manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vera Ratna Pratiwi,2013

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. maka kualitas individu yang terlibat dalam pendidikan tersebut akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

Bab I Pendahuluan. Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup bermasyarakat atau dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja dalam arti adolescence (Inggris) berasal dari kata latin adolescere tumbuh ke

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. mencerdasan kehidupan bangsa, serta membentuk generasi yang berpengetahuan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi adalah peristiwa sosial yang terjadi ketika manusia berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang-orang yang ada disekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan memiliki kemampuan untuk mengelaborasi masalah dari

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Salah satu indikasi bahwa manusia

HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG. Winda Sari Isna Asyri Syahrina

PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TEMAN SEBAYA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lain. Hubungan antar manusia dapat terjalin ketika

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, remaja berasal dari kata Latin adolensence yang berarti tumbuh atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,

BAB I PENDAHULUAN. mental, emosional, sosial dan fisik. Pandangan ini diungkapkan oleh

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dan juga membutuhkan bantuan

BAB I PENDAHULUAN. kejiwaan. Istilah komunikasi (bahasa Inggris : Communication) berasal dari communis

I. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa

I. PENDAHULUAN. masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional.

BAB I PENDAHULUAN. ke arah positif maupun negatif, maka intervensi edukatif dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk bisa mempertahankan hidupnya. Sebagai mahluk sosial manusia tidak lepas

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Sebagai makluk hidup sosial, seorang individu sejak lahir hingga sepanjang hayat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bimbingan dan konseling merupakan bantuan individu dalam memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya setiap manusia memiliki potensi di dalam dirinya. Potensi

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

BAB I PENDAHULUAN. didik dalam mengembangkan potensinya. Hal ini didasarkan pada UU RI No

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. sendiri baik, dan juga sebaliknya, kurang baik. sebagai individu yang sedang berkembang mencapai taraf perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB II LANDASAN TEORI. adalah kemampuan yang membuat individu lebih dihargai oleh orang lain.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Manusia menurut kodratnya merupakan makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial yang setiap harinya menjalin hubungan

BAB I PENDAHULUAN. dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan dengan manusia lainnya, hubungan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasar kan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 3

I. PENDAHULUAN. siswa diharuskan aktif dalam kegiatan pembelajaran. dengan pandangan Sudjatmiko (2003: 4) yang menyatakan bahwa kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Interpersonal Siswa Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan ini pula dapat dipelajari perkembangan ilmu dan teknologi yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Keberadaan kecerdasan emosional merupakan suatu kondisi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Nurul Fahmi,2014 EFEKTIVITAS PERMAINAN KELOMPOK UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. variabel-variabel yang diambil dalam penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan yang terjadi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Siswa SMA pada umumnya berusia 16 sampai 19 tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk hidup sosial, seorang individu sejak lahir hingga

maupun kelompok. Didalam menghadapi lingkungan, individu akan bersifat aktif

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Manusia sebagai individu dibekali akal

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. paling dasar. Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari kita sering mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN Bab I ini menguraikan inti dari penelitian yang mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagai makhluk sosial, manusia akan terus terlibat langsung dengan individu lainnya untuk saling membantu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia untuk bersosialisasi merupakan salah satu kebutuhan utama untuk mendapatkan ketenangan dan ketenteraman hidup. Aristoteles (dalam Alipoetry, 2013, hlm. 2) menyatakan dalam ajarannya, manusia merupakan zoon politicon yang berarti pada dasarnya manusia adalah makhluk yang ingin selalu bergaul dan berkumpul dengan individu lainnya. Sifat suka bergaul dan berkumpul itulah manusia dikenal sebagai makhluk sosial yang perlu membina hubungan interpersonal terhadap sesama untuk mengkomunikasikan berbagai ide dan pikiran yang dimiliki individu kepada orang lain di sekitarnya. Menurut Santrock (2007, hlm. 56) dari masa kanak-kanak pertengahan, hingga masa kanak-kanak akhir, dan akhirnya memasuki masa remaja, jumlah waktu yang digunakan untuk berinteraksi dengan kawan-kawan sebaya cenderung meningkat. Remaja dalam mempertahankan interaksi dengan kawan-kawan sebaya tersebut tentunya harus memiliki kompetensi interpersonal agar mampu membina hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain. Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat yang sama atau teman sebaya (Hurlock, 1980, hlm. 108). Remaja telah mengalami perkembangan kemampuan untuk memahami orang lain (social cognition) dan menjalin persahabatan. Rendahnya pencapaian kompetensi interpersonal remaja mengakibatkan remaja menjadi dikucilkan, sulit untuk mengungkapkan pendapatnya, bahkan mendapat penolakan dari lingkungan sosialnya.

2 Santrock (2007, hlm. 56) mengungkapkan bahwa relasi yang baik di antara teman sebaya dibutuhkan bagi perkembangan sosial yang normal di masa remaja. Ketidakmampuan untuk terjun dalam sebuah jaringan sosial, berkaitan dengan berbagai bentuk masalah dan gangguan, mulai dari masalah kenakalan dan masalah minuman keras hingga depresi. Hal ini sejalan dengan pendapat Pratiwi (2013, hlm. 4-5) juga mengungkapkan rendahnya penguasaan kompetensi interpersonal akan mempengaruhi hubungan sosial remaja dengan lingkungannya. Remaja tidak berani mengemukakan pendapatnya, lebih senang menyendiri dibandingkan harus bersosialisasi dengan orang lain, kurangnya rasa empati, dan tidak memiliki banyak teman. Tidak terjalinnya relasi sosial yang intim dan memuaskan akan membuat remaja merasa terisolasi dan merasa tidak nyaman. Abraham Maslow (Alwisol, 2005, hlm. 333) mengatakan bahwa manusia memiliki kebutuhan dimiliki dan dicintai (belongingness/ love needs) yaitu kebutuhan yang mendorong manusia untuk memiliki hubungan yang hangat dan akrab dalam menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain. Hal tersebut juga menjadi salah satu alasan pentingnya remaja memiliki kompetensi interpersonal yang baik. Idrus (2007, hlm. 22-23) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara interaksi teman sebaya dengan kompetensi interpersonal. Dengan begitu dapat dinyatakan semakin baik interaksi yang terjadi antara individu dengan teman sebayanya, akan semakin tinggi kompetensi interpersonal yang dimiliki individu yang bersangkutan. Dewasa ini, ditemukan banyak remaja yang kurang bisa mengeksplorasi potensi yang dimilikinya yang disebabkan oleh kurangnya kemampuan dalam mengkomunikasikan potensi dan ide-idenya. Golson (dalam Idrus, 2006, hlm. 1) menyatakan bahwa bukan persoalan seseorang memiliki kecerdasan, juga bukan karena yang bersangkutan memiliki kemampuan untuk mengelaborasi masalah dari persoalan yang dihadapi, namun apabila yang bersangkutan tidak memiliki kemampuan untuk berkomunikasi kepada orang lain, maka kemampuankemampuan yang dimiliki menjadi tidak berguna. Lebih lanjut diungkap Golson (dalam Idrus, 2006, hlm. 2) orang yang memiliki kemampuan sosial dan dapat berkomunikasi dengan orang lain dalam waktu yang lama cenderung lebih

3 berhasil dibanding dengan yang tidak. Salah satu faktor yang banyak menentukan keberhasilan dalam menjalin komunikasi dengan orang lain adalah kompetensi interpersonal. Suchy (2000, hlm. 7) menyatakan bahwa efektivitas kehidupan individu dan kehidupan pekerjaan seseorang hingga 80% merupakan sumbangan dari faktor kompetensi interpersonal. Nandeshwar (2006, hlm. 4) menyatakan kemampuan teknis tidaklah cukup untuk kesuksesan karir individu. Banyak kajian mengindikasikan yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan atau mempertahankan pekerjaannya mungkin memiliki kemampuan teknis, tetapi yang bersangkutan tidak memiliki kompetensi interpersonal. Pernyataan Nandeshwar didukung oleh Stephenmarks (2006) yang menegaskan kompetensi interpersonal merupakan dasar bagi suatu kesuksesan. Pada proses pembelajaran, peserta didik tidak mengenal istilah instruktur untuk menyebut guru atau yang berarti pendidik tidak hanya menginstruksikan peserta didik untuk mendengarkan saja melainkan menjadi partisipan yang aktif sehingga peserta didik memperoleh timbal balik dari apa yang mereka dipelajari. Maka pada proses pembelajaran juga akan tercipta hubungan interpersonal antar siswa sehingga siswa harus memiliki kompetensi interpersonal agar dapat memiliki hubungan interpersonal yang efektif baik dengan teman sebaya maupun guru sebagai pengajar. Menurut Buhrmester dan Reis (1998, hlm. 991) kompetensi interpersonal adalah sebuah kemampuan yang dimiliki individu untuk membina hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain atau antar individu. Kompetensi interpersonal tersebut meliputi aspek-aspek kemampuan berinisiatif, kemampuan untuk bersikap terbuka (self-disclosure), kemampuan bersifat asertif, dukungan emosional, dan kemampuan dalam mengatasi konflik. Handfield (2006, hlm. 2-3) mengartikan kompetensi interpersonal dengan kemampuan mengelola diri sendiri secara efektif bekerja dengan orang lain dalam rangka menyelesaikan tugas/pekerjaan bersama. Pendapat para ahli juga dengan dengan pendapat Lusiastuti (2006, dalam Indah, 2011) yang mengungkapkan kompetensi interpersonal merupakan kemampuan untuk menciptakan, membangun, dan

4 mempertahankan suatu hubungan antar pribadi yang sehat dan saling menguntungkan untuk membina hubungan sosial yang efektif. Hasil penelitian oleh Delviyanti (2014, hlm. 106) mengenai kompetensi interpersonal pada siswa kelas VIII SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 menyimpulkan bahwa kemampuan peserta didik dalam melakukan komunikasi antar pribadi yang cukup matang, berinisiatif dalam memulai suatu bentuk interaksi dengan orang lain, mengungkapkan perasaan dan mempertahankan hak-haknya secara tegas, memberikan dukungan secara emosional untuk mengoptimalkan komunikasi interpersonal, serta menyusun strategi penyelesaian masalah. Berdasarkan studi pendahuluan di SMP Negeri 45 selama kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) ditemukan beberapa fenomena mengenai remaja di tingkat SMP sederajat terkait kompetensi interpersonal yaitu: (1) peserta didik kurang memiliki keberanian tampil atau berbicara di depan kelas, (2) peserta didik ragu-ragu dalam mengemukakan pendapatnya ketika ditunjuk, (3) kurang antusias ketika pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling, (4) peserta didik yang aktif hanya peserta didik tertentu saja, (5) masih ikut-ikutan dengan pendapat teman yang lebih banyak, (6) kurang bisa terbuka dalam menceritakan masalah dengan Guru BK. Mengkaji fenomena di atas mengenai pentingnya kompetensi interpersonal bagi peserta didik, penelitian ini difokuskan untuk mengembangkan kompetensi interpersonal peserta didik melalui bimbingan kelompok. Bimbingan kelompok seperti yang diungkapkan oleh Rusmana (2007, hlm. 13) dapat didefinisikan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu melalui suasana kelompok yang memungkinkan setiap anggota untuk belajar berpartisipasi aktif dan berbagi pengalaman dalam upaya pengembangan wawasan, sikap, dan atau keterampilan yang diperlukan dalam upaya mencegah timbulnya masalah atau dalam upaya pengembangan pribadi. Prayitno (2005, hlm. 158) mengemukakan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan yang di lakukan oleh sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Hal ini berarti melalui bimbingan kelompok peserta didik akan terlibat dengan dinamika yang terjadi di dalam kelompok

5 sehingga mereka dapat berinteraksi, beropini secara aktif, saling menganggapi, memberi saran, dan bertukar pikiran. Beberapa penelitian yang terkait dengan upaya mengembangkan kompetensi interpersonal peserta didik adalah sebagai berikut: penelitian oleh Ambarini (2011, hlm. 77) dengan judul efektifitas layanan bimbingan kelompok terhadap hubungan interpersonal peserta didik SMA Bardan Wasalaman Batang tahun ajaran 2010/2011 menunjukkan bahwa layanan bimbingan kelompok efektif sebagai upaya dalam meningkatkan kemampuan hubungan interpersonal. Penelitian oleh Nurnaningsih (2011, hlm. 276) dengan judul bimbingan kelompok untuk meningkatkan kecerdasan emosi siswa yang menunjukkan bahwa bimbingan kelompok yang diterapkan pada siswa terbukti efektif untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa. Hal ini juga cukup signifikan membuktikan bahwa bimbingan kelompok dapat digunakan untuk meningkatkan kompetensi interpersonal mengingat bahwa kecerdasan emosional juga mencakup pada aspek kemampuan seseorang dalam memahami diri sendiri dan orang lain atau pemahaman interpersonal dan intrapersonal. Mengingat penelitian-penelitian mengenai bimbingan kelompok tersebut belum memfokuskan pada peningkatan kompetensi interpersonal, penelitian ini berfokus pada rancangan program bimbingan dan konseling kelompok untuk meningkatkan kompetensi interpersonal peserta didik. 1.2 Rumusan Masalah Kematangan hubungan interpersonal merupakan salah satu tugas perkembangan yang harus dicapai individu. Individu dituntut untuk menciptakan dan membina hubungan interpersonal dengan orang lain. Kemampuan individu yang bergerak kepada individu-individu lain dalam mencatat dan membedakan individu-individu dan ditunjukkan dengan memahami dan berinteraksi dengan orang lain merupakan kemampuan interpersonal. Pada masa remaja, individu mulai berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas dibandingkan masa anak-anak yang masih lebih banyak berinteraksi dengan orang tua dan keluarga. Dalam memasuki lingkungan yang lebih luas diperlukan kemampuan interpersonal untuk menciptakan dan membina hubungan dengan orang lain. Kompetensi interpersonal yang meliputi lima aspek yaitu (1) kemampuan berinisiatif, (2) kemampuan untuk bersikap terbuka (self-disclosure),

6 (3) kemampuan bersifat asertif (4) dukungan emosional, dan (5) kemampuan dalam mengatasi konflik. Kompetensi interpersonal dipandang penting karena merupakan salah satu aspek perkembangan sosial yang harus dicapai oleh tiap individu sebab jika kompetensi interpersonal tidak dicapai maka individu akan memiliki hubungan sosial yang kurang optimal sehingga muncul fenomena-fenomena sosial pada peserta didik seperti yang diungkapkan oleh Pratiwi (2013, hlm. 4-5) bahwa rendahnya penguasaan kompetensi interpersonal akan mempengaruhi hubungan sosial remaja dengan lingkungannya, remaja tidak berani mengungkapkan pendapatnya, lebih senang menyendiri daripada harus bersosialisasi dengan orang lain, kurangnya rasa empati, tidak memiliki teman, selain itu tidak terjalinnya relasi sosial yang intim atau memuaskan akan membuat remaja merasa terisolasi dan merasa tidak nyaman. Penelitian mengenai kompetensi interpersonal masih sedikit dilakukan di Indonesia. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai kompetensi interpersonal pada umumnya mengenai pengaruh kompetensi interpersonal terhadap variabel lain seperti konsep diri, kematangan beragama, peran jenis, keaktifan berorganisasi, partisipasi sosial, dan sistem pengasuhan anak. (Apollo, 2011, hlm. 30). Belum ada penelitian yang secara khusus dilakukan untuk meningkatkan kompetensi interpersonal sendiri. Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan kepada pengembangan bimbingan kelompok untuk meningkatkan kompetensi interpersonal peserta didik. Bimbingan dan konseling merupakan wadah untuk memfasilitasi peserta didik agar mencapai tugas perkembangannya secara optimal. Salah satu strategi dalam layanan bimbingan dan konseling untuk membantu peserta didik mengembangkan kompetensi interpersonal peserta didik adalah melalui bimbingan kelompok, karena di dalam layanan bimbingan kelompok sebagaimana diungkapkan oleh Prayitno (1995, hlm. 178) bahwa bimbingan kelompok merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Artinya, semua peserta dalam kegiatan kelompok saling berinteraksi, bebas mengeluarkan pendapat, menanggapi, memberi saran, dan lain-lain; apa yang dibicarakan itu semuanya bermanfaat

7 untuk diri peserta yang bersangkutan dan untuk peserta lainnya. Bimbingan kelompok yang dijadikan sarana sebagai penunjang perkembangan individu karena dalam kelompok masing-masing individu akan mengalami dinamika kelompok. Melalui dinamika kelompok inilah peserta didik diharapkan untuk mengembangkan kompetensi interpersonal peserta didik disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik. Masalah utama penelitian ini adalah seperti apa rumusan program bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kompetensi interpersonal peserta didik kelas VIII di SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016? Berdasarkan pemaparan di atas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. Seperti apa kecenderungan kompetensi interpersonal peserta didik kelas VIII di SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2015-2016? 2. Seperti apa program bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kompetensi interpersonal peserta didik kelas VIII di SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2015-2016? 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah menghasilkan program bimbingan dan konseling untuk mengembangkan kompetensi interpersonal peserta didik kelas VIII di SMP Negeri 45 Bandung Tahun Ajaran 2015-2016. Adapun tujuan penelitian ini secara khusus agar memperoleh: 1. Kecenderungan kompetensi interpersonal peserta didik kelas VIII di SMP Negeri 45 Bandung tahun ajaran 2015-2016. 2. Program bimbingan dan konseling dalam meningkatkan kompetensi interpersonal peserta didik kelas VIII di SMP Negeri 45 Bandung tahun ajaran 2015-2016. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian mengenai program bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kompetensi interpersonal peserta didik adalah sebagai berikut:

8 1) Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam bimbingan dan konseling sosial terutama kompetensi interpersonal peserta didik dalam kehidupan sosialnya dengan teman sebaya. 2) Manfaat Praktis a. Bagi Guru BK Manfaat bagi Guru BK adalah sebagai panduan penggunaan program bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kompetensi interpersonal peserta didik. b. Bagi Penelitian Selanjutnya Manfaat bagi penelitian selanjutnya adalah dapat dijadikan acuan bagi penelitian selanjutnya untuk meneliti setiap kelas dan jenjang pendidikan yang berbeda, sehingga gambaran yang didapatan cenderung optimal. 1.5 Struktur Organisasi Skripsi Struktur organisasi skripsi ini tersusun oleh BAB I pendahuluan yang menjelaskan mengenai (1) latar belakang penelitian yang memaparkan beberapa rasional dan fenomena empiris terkait penelitian ini; (2) rumusan masalah penelitian yang dijabarkan melalui identifikasi masalah dan rumusan masalah penelitian; (3) tujuan penelitian; (4) manfaat penelitian; dan (5) struktur organisasi skripsi. Kemudian dilanjutkan BAB II kajian teori yang menjelaskan: (1) kajian teoritis yang memaparkan teori tentang kompetensi interpersonal, dan bimbingan dan konseling; (2) penelitian sebelumnya menjelaskan tentang penelitian terdahulu yang mengungkap mengenai kompetensi interpersonal dan bimbingan dan konseling; dan (3) posisi teoritis yang menjelaskan tentang kerangka pikir penelitian. BAB III metode penelitian yang terdiri dari: (1) desain penelitian; (2) partisipan; (3) populasi dan sampel; (4) instrumen penelitian; (5) prosedur penelitian; dan (6) analisis data. Dilanjutkan oleh BAB IV temuan dan pembahasan mengenai program bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kompetensi interpersonal peserta didik dan BAB V yang berisi mengenai simpulan yang ditemukan pada penelitian ini serta rekomendasi yang dapat diberikan dari penelitian ini.