TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Capsicum annuum L. merupakan tanaman annual berbentuk semak dengan tinggi mencapai 0.5-1.5 cm, memiliki akar tunggang yang sangat kuat dan bercabang-cabang. Tanaman cabai memiliki batang berkayu dengan tipe percabangan tegak atau menyebar, diameter batang mencapai 1 cm, berwarna hijau sampai hijau kecoklatan dan umumnya terdapat bercak ungu di dekat node. Daun berbentuk ovate dengan ukuran 10x5 cm hingga 16x8 cm, berwarna hijau muda sampai hijau tua. Mahkota bunga berbentuk campanulate hingga rotate dengan 5-7 helai, dan berwarna putih. Memiliki 5-7 benangsari berwarna biru hingga keunguan. Panjang buah mencapai 30 cm, berwarna hijau, kuning, krim, atau keunguan ketika muda dan berwarna merah, oranye, kuning, hingga cokelat ketika tua (Siemonsma dan Piluek, 1994). Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan anggota dari famili Solanaceae. Capsicum annuum memiliki tangkai daun panjang, agak kaku, daun tunggal dengan helai daun berbentuk ovate atau lanceolate, berwarna hijau sampai hijau tua dengan tepi rata. Daun tumbuh pada tunas-tunas samping secara berurutan, sedangkan pada batang utama daun tunggal tersebut tersusun secara spiral. Daun berbulu lebat atau jarang tergantung spesiesnya. Bunga tunggal pada setiap ruas, kadang-kadang fasciculate dan berkelompok pada setiap ruas. Saat anthesis umumnya tangkai bunga merunduk. Setiap bunga memiliki lima helai daun buah dan lima atau enam helai mahkota bunga yang berwarna putih susu atau kadang-kadang ungu tergantung kultivarnya. Tidak terdapat bintik kuning pada dasar cuping, cuping pada helai bunga umumnya tegak. Bunga cabai memiliki satu kepala putik berbentuk bulat dan benangsari berjumlah enam buah berbentuk lonjong. Daging buah umumnya renyah, kadang-kadang lunak pada kultivar tertentu. Biji cabai berwarna kuning jerami (Kusandriani, 1996). Lingkungan Tumbuh Menurut Siemonsma dan Piluek (1994), cabai dapat tumbuh pada tipe tanah liat dengan drainase yang baik pada ph tanah 5.5-6.8 dan curah hujan 600-
1250 mm/tahun. Cabai mencapai produksi optimum pada suhu 18-30 0 C dan pada suhu malam 15 0 C. Bunga akan gugur jika suhu rata-rata malam hari mencapai lebih dari 30 0 C. Cabai dapat ditanam 0-13 000 m dpl. Tanaman peka terhadap bunga es dan memerlukan cuaca panas dan periode pertumbuhan panjang untuk menjadi produktif. Suhu siang yang ideal rata-rata 20-25 0 C. Pertumbuhan meningkat ketika suhu malam tidak melebihi 20 0 C. Tanaman dan buah rentan terhadap suhu dingin. Suhu rendah cenderung membatasi perkembangan aroma dan warna buah. Cabai lebih toleran terhadap suhu tinggi dibanding tomat, namun bunga tidak terbuahi pada suhu di bawah 16 0 C atau di atas 32 0 C karena produksi tepung sari yang tidak baik. Penyerbukan dan pembuahan optimum pada suhu antara 20-25 0 C. Cabai harus ditanam dalam keadaan tanah berdrainase baik karena tanaman cabai sangat peka terhadap genangan. Tanaman yang tergenang cenderung mengalami kerontokan daun dan terserang penyakit akar. Keasaman tanah yang sesuai berkisar antara 6.5-7.0 (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Menurut Bosland dan Votava (2000), tipe tanah yang sesuai untuk cabai adalah tanah dalam berdrainase baik, tanah liat berpasir yang dapat menjaga kelembaban tanah dan bahan organik tanah, serta ph antara 7.0-8.5. Hasil yang tinggi akan diperoleh jika suhu rata-rata harian antara 18-32 0 C sejak pembentukan buah. Cabai merah tidak menghendaki curah hujan yang tinggi atau iklim yang basah karena pada keadaan tersebut tanaman akan mudah terserang penyakit, terutama yang disebabkan oleh cendawan. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah sekitar 600-1250 mm/tahun. Pemuliaan Cabai Menurut Kusandriani dan Permadi (1996), cabai termasuk tanaman yang kebanyakan menyerbuk sendiri, sehingga metode pemuliaannya sesuai dengan metode-metode yang berlaku umum bagi tanaman menyerbuk sendiri. Metode yang paling banyak digunakan adalah seleksi massa, seleksi galur murni, silang balik (back cross), seleksi pedigree, dan single seed descent (SSD). Kegiatan pemuliaan tanaman cabai sudah banyak dilakukan. Tujuan pemuliaan cabai pada
umumnya untuk memperbaiki daya dan kualitas hasil, perbaikan daya resistensi terhadap hama dan penyakit tertentu, perbaikan sifat-sifat hortikultura, maupun perbaikan terhadap kemampuan untuk mengatasi cekaman lingkungan tertentu. Heterosis Langkah awal dalam perakitan kultivar hibrida adalah mempelajari dan mencari pasangan-pasangan tetua yang mampu menghasilkan hibrida berdaya hasil tinggi. Potensi heterobeltiosis sangat penting dalam perakitan kultivar hibrida karena merupakan indikator diperolehnya daya hasil hibrida yang lebih tinggi dari tetuanya (Herison et al., 2001). Heterosis (hybrid vigor) adalah perbaikan karakter F1 dibanding dengan karakter induk terbaiknya. Heterosis terjadi karena adanya akumulasi alela dominan yang baik pada F1 dan sebagian alela tersebut berasal dari indukinduknya (Welsh, 1981). Menurut Crowder (1986), hybrid vigor terjadi apabila galur inbred tanaman disilangkan untuk menghasilkan individu atau populasi F1. Heterosis adalah peningkatan yang terlihat apabila dua galur inbred atau varietas disilangkan. Heterosis diukur dengan menghitung perbedaan F1 dari Mid Parent atau dari nilai tetua superior (heterobeltiosis). Persilangan Diallel dan Daya Gabung Menurut Setiamiharja (2000), persilangan diallel merupakan rancangan persilangan yang memungkinkan semua kombinasi persilangan genotipe dilakukan, atau semua persilangan yang memungkinkan di antara genotipe termasuk persilangan resiproknya tetapi tidak termasuk persilangan sendiri (selfing). Tujuan utama persilangan adalah untuk menggabungkan karakter baik, memperluas variabilitas genetik, dan memanfaatkan vigor hibrida. Cara yang umum dilakukan dalam menilai hasil persilangan antar galur adalah mengevaluasi daya gabung umum dan daya gabung khusus. Informasi ini diperlukan untuk mendapatkan kombinasi tetua yang akan menghasilkan keturunan yang berpotensi hasil tinggi (Yunianti et al., 2006).
Kemampuan berkombinasi adalah suatu ekspresi heterosis yang berasal dari setiap individu induk inbred pada hibridanya (Brewbaker, 1993). Kemampuan bergabung umum (Daya Gabung Umum) dari suatu galur inbred atau galur murni (galur silang dalam) yang disilangkan dengan berbagai galur lainnya, terutama merupakan hasil dari aksi gen aditif. Kemampuan bergabung spesifik (Daya Gabung Khusus) merupakan penampilan ekspresi antara dua galur inbred, ini merupakan aksi gen dominan, epistasi, dan aditif. Kedua kemampuan bergabung ini penting untuk mengidentifikasi galur murni yang akan digunakan sebagai tetua untuk membentuk hibrida. Identifikasi kemampuan bergabung berbagai galur murni ini merupakan suatu tahapan penting dalam program pemuliaan membentuk varietas hibrida (Welsh, 1981). Menurut Setiamiharja (2000), evaluasi daya gabung merupakan uji keturunan (progeny test), untuk menilai kemampuan hibrida dalam menghasilkan tanaman yang unggul. Evaluasi daya gabung penting dilakukan terutama dalam pembentukan varietas hibrida F1, untuk memilih tetua-tetua atau genotipegenotipe yang akan dijadikan tetua hibrida. Daya gabung umum adalah nilai ratarata dari galur-galur dalam kombinasi persilangannya. Daya gabung khusus adalah penampilan suatu kombinasi persilangan galur tertentu. Nilai daya gabung umum yang baik adalah nilai rata-rata semua kombinasi persilangan yang mendekati nilai rata-rata persilangan yang tertentu. Daya gabung khusus yang baik apabila dalam persilangan dari genotipe tertentu hasilnya lebih baik dibandingkan dengan keseluruhan kombinasi persilangan. Cahaya dan Tanaman Intensitas cahaya di bawah optimum akan menyebabkan pertumbuhan, perkembanngan dan hasil panen tanaman relatif kecil. Kurangnya intensitas cahaya menyebabkan jumlah energi yang tersedia untuk penggabungan CO 2 dan H 2 O sangat rendah, akibatnya pembentukan karbohidrat yang digunakan untuk pembentukan senyawa lain juga menurun. Berkurangnya intensitas cahaya dari a ke x menyebabkan laju fotosintesis menurun. Pada titik x dapat dianggap fotosintesis sama dengan laju respirasi dan karbohidrat untuk pertumbuhan mencapai nol (Harjadi, 1989).
Laju fotosintesis berbanding lurus dengan intensitas cahaya sampai kirakira 1200 footcandle (fc). Klorofil hanya dapat menggunakan sebagian saja dari energi cahaya secara efisien pada hari-hari cerah yang dapat mencapai lebih dari 10 000 fc. Akan tetapi karena efek naungan, diperlukan jumlah maksimal dari intensitas cahaya untuk memberikan jumlah energi optimum pada semua daun dalam satu tanaman. Laju fotosintesis sangat berkurang selama cahaya suram pada waktu langit mendung (Harjadi, 2005). Menurut Sunarto (2001), energi matahari sangat diperlukan tanaman dalam proses fotosintesis, oleh karena itu tanaman yang terkena naungan selama proses tumbuhnya akan mengalami penurunan produksi yang cukup nyata. Terdapat keragaman respon varietas tanaman terhadap naungan, ada varietas yang peka dan ada varietas yang toleran. Tanaman toleran cekaman lingkungan yaitu tanaman yang masih mampu berproduksi dengan baik walaupun ditanam pada kondisi tercekam, sedangkan tanaman peka adalah tanaman yang mengalami stress bila ditanam pada kondisi tercekam sehingga produksinya sangat menurun. Menurut Siemonsma dan Piluek (1994), cabai memiliki toleransi terhadap kondisi naungan hingga 45%, namun penaungan dapat menghambat pembungaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningrum (2009), genotipe cabai dikatakan toleran naungan jika nilai MP (hasil rata-rata), GMP (rata-rata hasil geometrik), dan STI (indeks toleransi terhadap cekaman) tinggi.