BAB 1 AKU DAN PULAU PISANG Jari ini berjalan begitu saja, seiring angan yang tidak pernah berhenti berharap. Merasa sebuah mimpi yang tidak pernah akan terwujud, harapan yang tidak pernah akan tercapai. Keinginan yang begitu besar, semakin menjadi dan semakin dahsyat dijiwa ini. Seluruh tubuh merasakan getaran, air mata tertumpahkan sebagai bukti kesedihan dari diri ini. Aku anak ketujuh dari delapan saudara, waktu itu bapakku kepala sekolah SD dan dia mendapatkan proyek besar untuk memperbaiki sekolahan. Bapak ku bukan hanya memperbaiki, tapi membuat kantor baru dengan bahan-bahan yang kualitasnya sangat bagus. Ketika pembangunan sudah mencapai setengahnya, uang yang dipegang bapakku sudah habis. Seorang kepala sekolah tidak ingin citranya jatuh dimata masyarakat, bapak ku menunjukan kalau
dia bisa bertanggung jawab. Sehingga untuk menutupi semua itu, bapakku meminjam uang dibank senilai ratusan juta dengan jaminan gajinya tiap bulan. Bertahun-tahun bapakku tidak mendapatkan gaji sepersenpun, untuk memenuhi kehidupan delapan anaknya orang tuaku banting tulang mencari pinjaman. Bagaimana tidak, dua anaknya kuliah dijogja minta uang untuk bayar kosan dan bayar kuliah. Belum lagi anaknya dua yang SMA di kabupaten, harus bayar SPP dan kosan juga. Ditambah lagi kakakku satu pondok dibandar lampung, meminta uang untuk keperluannya. Dirumah tinggal aku, ibu, bapak, adek, dan kakakku satu yang lagi SMP biasa aku panggil dongah. Kami bertiga tidak pernah mendapatkan uang jajan lagi dari orang tuaku, sehingga kami harus membantu mereka. Setiap jam 4:00 pagi aku, adekku, dan dongah ikut ibu kehutan mencari kelapa, belinjo dan kayu bakar untuk dijual. Jam 7:00 kami bertiga pulang untuk siap-siap ke sekolah, sementara ibuku masih melanjutkan pencariannya sampai jam 12:00 siang. Bapakku setiap hari pergi ngajar, pulangnya dia mencari ikan dengan perahu. Ketika laut surut kami pergi kelaut, aku dan adek mencari siput. Ibuku mencari rumput laut, dan dongah mencari ikan sama gurita. Pada saat itulah, kami menyempatkan diri untuk bermain dengan 2
teman-teman yang sedang mencari siput juga dilaut. Kami bermain kejar-kejaran, sering sekali yang namanya jatuh dan terluka. Sebelum kami pulang, kami mandi laut dulu dekat dengan perahu-perahu. Ketika Kami sedang asik bermain sky dengan menggunakan papan-papan yang diambil dari atas perahu, dari pantai terdengar suara teriakan bapakbapak kepada kami. letakkaaaaaan papan-papan itu, bukan buat mainan. iya itu suara pemilik perahu yang papan-papannya habis kami ambil buat mainan, kami segera meletakan papan-papan itu pada tempatnya. Lalu kami bermain pelosotan dengan kayu pada tali perahu yang diikat dipohon kelapa, ada sebagian teman tidak berani dengan permainan ini karena takut jatuh saat mendarat kepasir dan harus naik setengah dari pohon kelapa yang diikat. Sedangkan aku sangat suka dengan permainan ini, selain melatih keberanian kita juga merasakan terbang saat mendarat di pasir. Setelah puas bermain dan mandi laut, kami pulang. Semua hasil yang didapatkan kami jual, namun uangnya tidak seberapa hanya cukup untuk makan sehari-hari. Orang tuaku jarang banget ngirim uang buat kakakku-kakakku, sehingga sekolah mereka terganggu karena mereka harus kerja juga. Pada tahun 2005, waktu itu aku masih kelas lima SD. Tepat jam 1:00 malam, kami yang sedang nyenyak tidur terbangun oleh teriakan tetangga yang memukul 3
pintu rumah kami. Kami semua keluar, ada apa???teriak ibu ku. Itu kayu-kayu kalian satu gubuk kebakar semua, jawab tetanggaku. Aku melihat dari rumah apinya sudah mencakar langit, ibuku teriak kencang dan menangis. Aku sangat kaget dan masih tidak percaya apa yang terjadi malam itu, kami langsung pergi ketempat kayu itu dibakar. Kami berusaha memisahkan kayu yang belum terbakar, ibu terus menangis dan berkata ya allah swt siapa yang tega membakar semua ini, begitu susahnya aku mengumpulkan semuanya. Bertahun-tahun aku mencari kayu-kayu ini, setiap hari kena hujan dan terik matahari Aku merasakan apa yang diucapkan ibuku, aku menangis tidak tahan melihat ibuku menangis. karena aku ikut membantu ibuku, mencari kayu bakar dihutan yang jaraknya sangat jauh dari pemukiman. Mendaki bukit, turun bukit kami lakukan setiap hari. Yang namanya kehujanan, kena sinar matahari itu sudah biasa. Begitu tega mereka melakukannya, kayu yang tersusun rapi satu gubuk dan sudah ada yang membelinya 1 juta kini hilang sia-sia. Semenjak malam itu, aku tahu kalau keluargaku dibenci oleh warga. Banyak orang yang tidak suka, aku tidak tahu alasan mereka membenci keluargaku. Mungkin mereka iri dengan bapakku yang menjadi kepala sekolah, merasa takut disaingi sehingga mereka membakar kayu-kayu itu. Masyarakat melihat dari luar keluarga kami berkecukupan, 4
mereka tidak tahu yang sebenarnya terjadi. Ibuku juga berpikir seperti itu, hampir setiap hari ibu meminta dengan bapak untuk pindah dari pulau itu. Ibu pernah bilang walaupun nanti kita tinggal dirumah kontrakan papan, aku tidak papa asalkan pindah dari sini. bapakku bukan tidak mau pindah saat itu juga, tetapi dia tidak bisa meninggalkan jabatannya sebagai kepala sekolah. Saat itu bapak sudah mengundurkan diri, namun SK nya tidak keluar-keluar karena tidak disetujui oleh atasannya. Aku yang masih berumur 13 tahun waktu itu, sudah mengerti dan memahami apa yang terjadi dengan keluargaku. Kami dibenci, Secara tidak langsung kami juga dihina. Memang penghinaannya tidak langsung dengan kami, tapi aku tahu ketika mereka membicarakan kejelekan keluargaku dengan orang lain. Orang-orang yang kelihatan baik dengan orang tuaku, ternyata mereka musuh besar. Aku akan membuktikan sama mereka bahwa penghinaan ini akan menjadi motivasi bagi kami untuk sukses, terutama aku karena aku akan mengingat semuanya. Tahun ajaran 2008/2009 SK bapakku baru turun menjadi guru dikabupaten, ibuku sangat senang karena doanya terkabul untuk pindah dari pulau. Aku dan adekku pindah sekolah, waktu itu aku kelas 3 SMP dan adekku kelas 1 SMP. Kami berdua diterima disekolah favorit yang berada dikabupaten karena kepala sekolahnya melihat dari nilai lapor kami yang selalu juara 1. Sementara dongah sudah sekolah SMK 5
dibekasi, dia ikut dengan kakakku dua yang lulus SMA dan akan kuliah dibekasi juga. Sekarang tinggal kami berempat lagi, aku adekku ibuku dan bapakku, kita mengontrak rumah papan. Rumah kami jauh dari hutan dan laut, sehingga mata pencarian kami hilang. Bapakku setelah pulang ngajar harus pergi ngojek, sering sekali pulang tidak mendapatkan uang. Ibuku menjahit tenunan sendiri, tidak mendapatkan penghasilan. Sering sekali tidak ada sayur, yang namanya makan pakai garam dan air itu sudah biasa. Pernah aku dan adekku mengeluh, kami menangis karena tidak bisa bayar komite sama komputer. Walaupun SPP nya gratis, tetapi komite dan komputernya tetap bayar yang merupakan syarat untuk mengikuti ujian. Kakakku empat yang lagi sekolah meminta uang setiap semester yang tidak sedikit jumlahnya, kakakku yang pertama dan kedua walaupun sudah kerja tapi gajinya cukup untuk biaya hidup mereka saja. Hutang yang dulu belum lunas, sekarang ngutang lagi. Bapakku terpaksa mencari pinjaman dengan rentenir, setiap bulan bunganya bertambah terus. Keluargaku dililit hutang, hutang sudah menumpuk banyak seperti gunung. Kami tidak tahu bagaimana cara membayarnya, tangisan ibuku semakin keras tiap malam. Aku kasian melihat orang tuaku, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku berjanji dalam hatiku aku yang akan membayar semuanya nanti, kalian berdua akan tersenyum suatu hari nanti. Janji ini 6
tertanam didalalm lubuk hatiku sebagai penyemangat hidup. 2012 aku kelas 3 SMA, bapak bilang padaku eca bapak minta maaf, kamu tidak bisa melanjutkan kuliah. Membiayai kuliah kakak-kakakmu, bapak tidak sanggup lagi. Apalagi mau ditambah kamu, bapak harus minjam uang dimana lagi. Pertama kalinya aku melihat air mata bapakku jatuh, selama ini aku hanya melihat air mata ibuku. Aku masih tidak percaya kalau ini terjadi padaku, karena dari kelas 1 SMA semenjak pertama kali mendengar Universitas Gadjah Mada aku sudah bercita-cita ingin kuliah disana. Aku tidak bisa berhenti menangis, aku selalu memohon pada Allah swt untuk diberi kesempatan untuk kuliah di UGM. Beberapa bulan kemudian, aku mendapatkan undangan dari Universitas TELKOM bandung karena aku juara II olimpiade fisika tingkat kabupaten. Aku coba untuk mendaftar dengan membayar Rp 300.000, aku mengunakan uang hadiah olimpiade yang masih aku simpan. Tiga mingggu pengumumannya dan aku keterima, aku senang banget tetapi uang masuknya 14 juta. Dari mana aku mendapatkan uang begitu banyak, aku bialng sama bapakku namu dia tidak bisa membantu. Aku tahu betul sorotan mata bapakku, dia juga senang dan bangga denganku. Dia ingin melihat aku kuliah disan 7