BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG IZIN AIR TANAH BUPATI KUDUS,

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR TANAH

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Tanah;

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMAKAIAN DAN PENGUSAHAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 3 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN PENGGUNAAN AIR TANAH

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 7 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2012 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI KABUPATEN PACITAN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG IZIN PENGEBORAN DAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH SERTA MATA AIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PERIZINAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKIMAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR 9TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 5 TAHUN 2006 TENTANG IZIN SEMENTARA PEMANFAATAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO,

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2008 NOMOR 11 SERI PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH ROKAN HILIR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH

BUPATI BOYOLALI RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI KABUPATEN SRAGEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI SRAGEN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 32 TAHUN 2008

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI LEBAK,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TENGAH,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2002 TENTANG

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI KOTA PEKALONGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG,

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 10 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MEMTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI BATU BARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LAMPIRAN V KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Nomor : 1451 K/10/MEM/2000 Tanggal : 3 November 2000

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PERIZINAN DI BIDANG PENGAMBILAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TARAKAN, MEMUTUSKAN :

<Lampiran> KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN TUGAS PEMERINTAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTNAG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 56 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAYANAN PERIZINAN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4

BUPATI BANGKA TENGAH

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DI PROPINSI JAWA TIMUR

BUPATI WAJO PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAJO NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

Transkripsi:

1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERIZINAN PENGEBORAN DAN PENGAMBILAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang : a. bahwa dengan adanya penambahan urusan pemerintahan konkuren khususnya terkait dengan kewenangan perizinan urusan pemerintahan dalam bidang air tanah sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, perlu adanya pedoman di dalam melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat; b. bahwa pedoman sebagaimana dimaksud dijadikan acuan bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah memproses perizinan dan non perizinan di bidang air tanah; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Tata Cara Perizinan Pengeboran Dan Pengambilan Air Tanah. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1649); 2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4725); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5059); 4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5063); 5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5234); 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

2 Nomor 5587) sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5657); 7. Undang-undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 299, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5608); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838); 9. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 408); 11. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 990); 12. Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000 tentang Tugas Pemerintahan di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah; 13. Peraturan Daerah Provinsi NTB Nomor 3 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah 2005-2025 (Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2008 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 32) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Provinsi NTB Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2014 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 98); 14. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 7 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tatakerja Dinas-Dinas Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 7); 15. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009-2029 (Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 Nomor 26, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 56); 16. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Air Tanah (Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 Nomor 28 Tambahan Lembaran Daerah Nomor 58); 17. Peraturan Daerah Provinsi NTB Nomor 2 Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2013-2018.

3 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG TATA CARA PERIZINAN PENGEBORAN DAN PENGAMBILAN AIR TANAH BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini, yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2. Gubernur adalah Gubernur Nusa Tenggara Barat. 3. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 4. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 5. Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Provinsi Nusa Tenggara Barat yang selanjutnya disebut BKPM-PT adalah Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Provinsi Nusa Tenggara Barat. 6. Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Nusa Tenggara Barat yang selanjutnya disebut SKPD Teknis adalah Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Nusa Tenggara Barat. 7. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah yang juga disebut dengan istilah air bawah tanah. 8. Sumber air tanah adalah tempat dimana air tanah tersedia secara buatan yang berada di bawah permukaan tanah. 9. Pengambilan air tanah adalah setiap kegiatan pengambilan dan pemanfaatan air tanah dengan cara penggalian dan/atau pengeboran untuk keperluan rumah tangga, industri, pertanian, perkebunan, perikanan, pariwisata, usaha perkotaan dan usahausaha yang bersifat komersil lainnya. 10. Konservasi air tanah adalah upaya melindungi dan memelihara keberadaan, kondisi dan lingkungan air tanah guna mempertahankan kelestarian dan/atau kesinambungan fungsi, ketersediaan dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup. 11. Pengelolaan air tanah adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan kegiatan inventarisasi, konservasi dan pendayagunaan air tanah. 12. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia

4 dan perilaku yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. 13. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan selanjutnya disingkat AMDAL adalah dokumen mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. 14. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan. 15. Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut SPPL adalah surat pernyataan kesanggupan dari penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atas dampak lingkungan hidup dari usaha dan/atau kegiatannya di luar Usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL-UPL. 16. Surat Izin Pengeboran yang selanjutnya disingkat SIP adalah wewenang yang diberikan kepada perorangan atau badan hukum dalam melakukan kegiatan pengeboran baik untuk tujuan eksplorasi dan/atau eksploitasi air tanah. 17. Surat Izin Pengambilan Air Tanah yang selanjutnya disingkat SIPA adalah wewenang yang diberikan kepada perorangan atau badan hukum dalam melakukan kegiatan pengambilan air tanah. 18. Pengeboran adalah suatu kegiatan untuk membuat lubang ke dalam bumi, baik dengan atau tanpa mesin dengan tujuan untuk mendapatkan sumber air tanah. 19. Limbah adalah hasil sampingan dari proses produksi yang menggunakan air sebagai bahan baku atau unsur penunjang yang sudah digunakan dan dapat menimbulkan pencemaran. BAB II ASAS Pasal 2 Pengelolaan perizinan air tanah dilaksanakan berdasar asas: a. fungsi sosial dan nilai ekonomi; b. kemanfaatan umum; c. keterpaduan dan keserasian; d. keseimbangan; e. kelestarian; f. transparansi dan akuntabilitas publik; g. kemandirian; dan h. keadilan.

5 BAB III JENIS IZIN Pasal 3 Perizinan di bidang air tanah meliputi: a. Izin Pengeboran; dan b. Izin Pengambilan Air Tanah. Pasal 4 (1) Setiap orang atau badan usaha yang melakukan pengeboran air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a terlebih dahulu memiliki SIP yang diberikan oleh Gubernur. (2) SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan atas nama pemohon atau badan usaha untuk setiap titik pengeboran. Pasal 5 (1) Setiap orang atau badan usaha yang melakukan pengambilan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b terlebih dahulu memiliki SIPA yang diberikan oleh Gubernur. (2) SIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan atas nama pemohon atau badan usaha untuk setiap titik pengambilan air tanah. Pasal 6 (1) Dikecualikan dari kewajiban memiliki SIP dan SIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) untuk : a. sumur pemantauan atau untuk penelitian/penyelidikan. b. pengambilan atau pengeboran air tanah yang tidak bersifat komersil untuk kepentingan irigasi tanaman pangan, perkebunan rakyat, peternakan, perikanan dan kehutanan. c. keperluan peribadatan, kepentingan sosial, rumah tangga, penanggulangan bahaya kebakaran atau keperluan penelitian serta penyelidikan yang tidak menimbulkan kerusakan atas sumber air dan lingkungan atau bangunan perairan beserta tanah turutannya. (2) Pengambilan atau pengeboran air tanah yang tidak bersifat komersil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan ketentuan sebagai berikut: a. pemakaian tidak lebih dari 2 (dua) liter per detik per kepala keluarga dalam hal air permukaan tidak mencukupi; dan b. sumur diletakkan di areal yang jauh dari pemukiman dan debit pengambilan air tanah tidak mengganggu kebutuhan pokok sehari-hari masyarakat setempat.

6 (3) Pengambilan atau pengeboran air tanah untuk keperluan rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a. pengambilan air tanah menggunakan tenaga manusia dari sumur gali. b. pengambilan air tanah dari sumur bor dengan pipa bergaris tengah kurang dari 2 inci (kurang dari 5 cm); c. penggunaan air tanah kurang dari 100 (seratus) m 3 per bulan per kepala keluarga dengan tidak menggunakan sistem distribusi terpusat. BAB V TATA CARA PERMOHONAN IZIN Bagian Kesatu Persyaratan Perizinan Pasal 7 (1) Pemohon mengajukan permohonan SIP secara tertulis kepada Gubernur Cq. Kepala BKPM-PT dengan melengkapi data administratif dan data teknis. (2) Data administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : a. rekomendasi dari Bupati/Walikota setempat atau surat pernyataan tidak keberatan dari masyarakat sekitar yang diketahui oleh Ketua RT, Ketua RW/Lingkungan, Kepala Desa/Lurah dan Camat; b. identitas pemohon; c. pengesahan sebagai badan hukum Indonesia apabila berbadan hukum dan surat izin usaha apabila berbentuk badan usaha. (3) Data teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. lokasi dan peta situasi rencana titik pengeboran; b. data teknis sumur bor yang akan direncanakan, meliputi garis tengah lubang sumur, garis tengah konstruksi pipa sumur, jenis pompa yang digunakan dan data teknis sumur lainnya. Pasal 8 (1) Pemohon mengajukan permohonan SIPA secara tertulis kepada Gubernur Cq. Kepala BKPM-PT dengan melengkapi data administratif, data teknis dan data lingkungan. (2) Data administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. rekomendasi dari Bupati/Walikota setempat atau surat pernyataan tidak keberatan dari masyarakat sekitar yang diketahui oleh Ketua RT, Ketua RW/Lingkungan, Kepala Desa/Lurah dan Camat; b. identitas pemohon; c. pengesahan sebagai badan hukum Indonesia apabila berbadan hukum dan surat izin usaha apabila berbentuk badan usaha.

7 (3) Data teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : a. lokasi dan peta situasi rencana titik pengambilan; b. rencana debit pengambilan dan tujuan penggunaan air tanah; c. data teknis sumur bor meliputi garis tengah lubang dan pipa konstruksi, gambar konstruksi sumur bor, posisi saringan, jenis pompa, kapasitas pompa dan posisi kedalaman pompa; d. untuk permohonan pengambilan air tanah lebih dari 2 (dua) liter per detik dilengkapi dengan hasil hasil logging geofisika, hasil uji pemompaan, hasil analisa kimia dan fisika air tanah. (4) Data lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah izin lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Bagian Kedua Pemberian Izin Pasal 9 (1) Kepala BKPM-PT dibantu Kepala SKPD Teknis melakukan penelitian dan evaluasi terhadap permohonan SIP. (2) Kepala SKPD Teknis memberikan rekomendasi teknis yang meliputi: a. lokasi titik bor, garis tengah lubang bor, garis tengah konstruksi bor, batasan kedalaman bor, lapisan pembawa air atau akuifer yang boleh dimanfaatkan. b. hal-hal yang berkaitan dengan pengeboran air tanah. (3) Berdasarkan hasil penelitian dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur menetapkan keputusan pemberian atau penolakan permohonan SIP paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap. (4) Dalam hal permohonan SIP ditolak, Gubernur memberitahukan secara tertulis kepada pemohon disertai dengan alasan penolakannya. Pasal 10 (1) Kepala BKPM-PT dibantu Kepala SKPD Teknis melakukan penelitian dan evaluasi terhadap permohonan SIPA. (2) Kepala SKPD Teknis memberikan rekomendasi teknis yang meliputi: a. batasan debit pengambilan yang diperbolehkan, posisi kedalaman pompa, dan lapisan pembawa air atau akuifer yang boleh dimanfaatkan. b. hal-hal yang berkaitan dengan pengambilan air tanah.

8 (3) Berdasarkan hasil penelitian dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur menetapkan keputusan pemberian atau penolakan permohonan SIPA paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap. (4) Dalam hal permohonan SIPA ditolak, Gubernur memberitahukan secara tertulis kepada pemohon disertai dengan alasan penolakannya. Bagian Kedua Masa Berlaku Izin Pasal 11 (1) Jangka waktu berlakunya SIP dan SIPA yaitu: a. SIP diberikan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang 2 (dua) bulan. b. SIPA diberikan untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang. (2) Surat permohonan perpanjangan SIP diajukan paling lambat 1 (satu) minggu sebelum habis masa berlakunya SIP (3) Surat permohonan perpanjangan SIPA diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum habis masa berlakunya SIPA. Pasal 12 Setiap ada perubahan SIP dan SIPA pemegang SIP dan SIPA wajib mengajukan permohonan baru. BAB VI KEWAJIBAN DAN LARANGAN PEMEGANG SIP DAN SIPA Bagian Kesatu Kewajiban Pasal 13 (1) Setiap pemegang SIP, wajib melaksanakan/mematuhi semua ketentuan/persyaratan yang tercantum dalam SIP secara baik dan benar. (2) Pelaksanan kegiatan pengeboran hanya dapat dilakukan oleh instansi pemerintah, perseorangan atau badan usaha yang memenuhi kualifikasi dan klasifikasi untuk melakukan pengeboran atau penggalian air tanah. (3) Setiap pemegang SIP wajib menyampaikan laporan: a. kedalaman sumur bor dan diameter lubang sumur bor; b. posisi lapisan pembawa air (akuifer) yang diperoleh; c. posisi penempatan saringan dalam sumur bor; dan d. penampang batuan (litologi) dari sumur bor. (4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Gubernur Cq. Kepala BKPM-PT paling lambat 1 (satu) minggu setelah pengeboran selesai.

9 Pasal 14 Setiap pemegang SIPA diwajibkan untuk: a. memasang meter air/alat pengukur debit air. b. memelihara meter air/alat pengukur debit air yang telah dipasang oleh pemegang SIPA pada titik pengambilan air tanah; c. melaksanakan/mematuhi semua ketentuan/persyaratan yang tercantum dalam SIPA secara baik dan benar; d. melaporkan secara jujur/terbuka tentang data pengambilan air tanah; e. memberikan paling banyak 10% (sepuluh persen) air tanah yang diperolehnya untuk kepentingan masyarakat sekitarnya apabila diperlukan; f. menyediakan sumur pemantau untuk setiap 5 (lima) buah sumur bor yang dimiliki atau untuk setiap pengambilan air tanah dengan debit lebih dari 50 liter per detik. g. melaksanakan pengelolaan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. h. melaporkan data pengambilan air tanah setiap triwulan kepada pemberi izin dan tembusannya disampaikan kepada Bupati/ Walikota setempat. Bagian Kedua Larangan Pasal 15 Setiap pemegang SIP dan SIPA dilarang untuk: a. merusak meter air/alat pengukur debit air termasuk segel yang telah dipasang; b. mempersulit petugas yang akan mengadakan pemeriksaan, pengawasan maupun meminta data yang diperlukan; c. memindah tangankan SIP dan SIPA dan/atau mengubah status penggunaan SIP dan SIPA, tanpa persetujuan pemberi izin; d. menambah atau mengubah SIP dan SIPA tanpa mengajukan permohonan baru kepada Gubernur melalui Kepala BKPMPT; e. menggunakan air tanah yang diambil diluar ketentuan SIPA; f. menyembunyikan titik air tanah atau lokasi pengambilan air tanah; g. mengambil air tanah tanpa melalui meter air; h. mengambil air tanah melebihi debit yang ditentukan dalam izin; i. memindahkan letak titik atau lokasi pengambilan air tanah; j. merubah konstruksi sumur bor; k. memberikan data yang tidak benar kepada pemberi izin.

10 BAB VII PENGAWASAN Pasal 16 (1) Pengawasan atas kegiatan pengelolaan perizinan air tanah dilaksanakan oleh SKPD Teknis bersama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. lokasi titik pengambilan air tanah; b. konstruksi sumur bor; c. uji pemompaan; d. debit pengambilan air tanah; e. pemasangan meter air / alat ukur debit; f. volume pengambilan air tanah; g. kajian hidrogeologi; dan h. pelaksanaan pengelolaan lingkungan. (3) Masyarakat dapat melaporkan kepada unit kerja yang membidangi air tanah, baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota apabila menemukan indikasi pelanggaran pengeboran dan pengambilan air tanah serta merasakan dampak negatif sebagai akibat pengeboran dan pengambilan air tanah. BAB VIII SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 17 Setiap pemegang SIP dan SIPA yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14 dan Pasal 15, dapat dikenakan sanksi administratif berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. penghentian sementara kegiatan; dan/atau d. pencabutan SIP atau SIPA. Pasal 18 SIP dan SIPA tidak berlaku atau dicabut karena: a. masa berlakunya sudah habis dan tidak diperpanjang lagi; b. bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau mengganggu keseimbangan air tanah yang menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan; dan/atau c. kondisi fisik tanah atau keadaan sekitar tempat pengeboran tidak memungkinkan lagi dari segi hidrogeologi dan geologi; d. pemegang SIP dan SIPA mengembalikan secara sukarela kepada pemberi izin.

11 BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 19 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Diundangkan di Mataram pada tanggal 20 Mei 2015 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI NTB, ttd. H. MUHAMMAD NUR Ditetapkan di Mataram pada tanggal 19 Mei 2015 GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, ttd. H. M. ZAINUL MADJI BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 NOMOR 20 Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO HUKUM, H. RUSMAN NIP. 19620820 198503 1 010