BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Percepatan pertumbuhan di sektor transportasi dapat dilihat dan dirasakan dampaknya terhadap kehidupan manusia. Perkembangan transportasi yang semakin pesat dapat dilihat dari tingginya jumlah kendaraan seiring dengan kebutuhan moderenisasi kota sebagai pusat perekonomian. Pada tahun 2010 di Indonesia jumlah kendaraan mobil penumpang, bis, truk, dan sepeda motor sebanyak 76.907.127 unit meningkat pada tahun 2011 menjadi 85.601.351 unit sedangkan pada tahun 2012 mencapai 94.373.324 unit (BPS, 2012). Indonesia merupakan negara dengan tingkat pencemaran sangat memprihatinkan, yakni menjadi negara dengan tingkat polusi udara tertinggi ketiga di dunia, sumbangan terbesar pencemaran udara di Indonesia adalah yang berasal dari gas buang kendaraan bermotor yaitu sekitar 85% yang diakibatkan oleh peningkatan pengguna kendaraan bermotor (Mutiarani, 2013). Adapun unsur yang terdapat dari hasil emisi gas buang yang berbahaya diantaranya adalah timbal (Pb). Timbal merupakan hasil sampingan dari pembakaran yang berasal dari senyawa tentrametil-pb dan tentraetil-pb yang terdapat dalam kendaraan bermotor dan memiliki fungsi sebagai anti ketuk (anti-knock) pada mesin-mesin kendaraan. Jumlah senyawa timbal yang lebih besar (62%) dibandingkan senyawa-senyawa lain dan tidak mengalami proses pembakaran yang sempurna menyebabkan jumlah timbal yang dibuang ke udara melalui asap buangan kendaraan sangat tinggi (Palar, 2008). Kasus keracuanan timbal menjadi hal yang memprihatinkan, sesuai dengan penelitian yang diterbitkan di IOP Publishing Journal Enviromental Research 1
2 Letters pada juli 2013, memperkirakan sekitar 470.000 penduduk dunia meninggal setiap tahunnya akibat emisi gas buangan kendaraan manusia yang bereaksi dengan oksigen yang menyebabkan tingkat ozon semakin tinggi (Sukamto, 2013). Timbal dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui tiga cara yaitu melalui absorbsi di kulit, absorbsi melalui saluran pernafasan dan absorbsi melalui saluran pencernaan. Jika hal tersebut terbatas hanya pada area kontak, maka disebut sebagai efek lokal. Namun jika zat-zat tersebut diabsorbsi masuk ke dalam sirkulasi darah, maka zat itu akan dibawa ke berbagai organ yang terdapat di dalam tubuh dan menyebabkan efek sistemik (Kriswedhani, 2014). Secara umum, dampak negatif pencemaran timbal sangat tinggi terhadap kelompok masyarakat yang sering dan lama mengalami kontak dengan sumber pencemaran timbal yang sering disebut sebagai kelompok masyarakat resiko tinggi (high risk). Kelompok tersebut antara lain: polisi lalu lintas, pedagang asongan di sekitar terminal, petugas SPBU, petugas jalan tol, pedagang kaki lima, penjaja koran dan tukang becak mesin (Chahaya, 2005). Petugas SPBU setiap harinya terpapar oleh partikel timbal yang bersumber dari pipa pembuangan gas kendaraan secara langsung dan uap bensin yang terhirup dengan kadar yang lebih tinggi (Riyadina, 1997). Penelitian Riyadina, dkk (2002) mengenai hubungan antara timbal dalam darah dengan hipertensi pada operator pompa bensin (SPBU) mendapatkan hasil responden yang dalam darahnya terdeteksi timbal sebanyak 85 orang dari 129 responden atau (65,9%). Hasil penelitian yang dilakukan Chahaya (2005), menunjukan bahwa kadar timbal dalam spesimen darah tukang becak mesin 8 orang (8,3%) dalam kategori normal, 34 orang (53,4%) dalam kategori ditoleransi, 40 orang (41,7%) dalam kategori berlebih, dan 14 orang (14,6%) dalam kategori berbahaya. Kadar timbal
3 dalam spesimen darah tukang becak umunya tinggi, hal tersebut dipengaruhi oleh jarak rumah dengan jalan protokol dan masa kerja. Penelitian yang telah dilakukan oleh Devi (2001) pada operator SPBU di Samarinda membuktikan bahwa lama kerja merupakan faktor dominan terhadap tingginya kadar timbal dalam darah. Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Mochtar (2005), dari hasil wawancara dengan 23 orang Polisi Lalu-Lintas Kepolisian Resort Magelang yang bertugas di jalan raya, 90% dari mereka mengeluh sering merasa lelah, mengantuk, pusing, kurang mampu berkonsentrasi dan kurangnya gairah kerja. Kondisi tersebut kemungkinan berhubungan dengan kadar timbal di dalam darah sebagai akibat tingginya kadar timbal di udara yang diemisikan dari kendaraan bermotor. Pada penelitian Rustanti (2011) faktor-faktor yang terbukti berhubungan secara signifikan dengan kadar timbal dalam spesimen darah adalah faktor umur, masa kerja, dan lama paparan. Di Denpasar sendiri belum pernah ada penelitian mengenai keracunan timbal dengan mengukur kadar timbal dalam spesimen darah pada operator SPBU. Namun penelitian yang dilakukan oleh Antari dan Sundra (2002) mengenai kandungan timbal pada tanaman peneduh jalan di Kota Denpasar, menunjukkan bahwa pada bulan Nopember 2002 kandungan timbal rata-rata daun Angsana tertinggi di Jalan Gatot Subroto-By Pass Padanggalak yaitu 220,8 µg/g dan kandungan timbal rata-rata pada daun Glodogan tertinggi di Jalan Raya Sesetan-Dipenogero yaitu 208,2 µg/g. Sedangkan pada bulan Desember 2002, kandungan timbal rata-rata pada daun Angsana tertinggi di Jalan Imam Bonjol-Thamrin yaitu 177,47 µg/g dan untuk daun Glodogan adalah di Jalan Raya Sesetan Diponegoro yaitu 164,3 µg/g. Hal tersebut berkaitan dengan kepadatan kendaraan bermotor. Walaupun secara keseluruhan masih di bawah ambang batas toksisitas yang ditetapkan (1000 µg/g), namun hal
4 tersebut menunjukkan terdapatnya kandungan timbal dalam tanaman peneduh di Kota Denpasar. Demikian juga data Status Lingkungan Hidup menunjukkan bahwa terjadi kenaikan timbal rata-rata sebesar 7% setiap tahun di Kota Denpasar (Mantra, 2008). Hal tersebut, menandakan bahwa terjadi peningkatan jumlah timbal karena peningkatan jumlah timbal berbanding lurus dengan peningkatan jumlah kendaraan. 1.2 Rumusan Masalah Telah ditemukan kandungan timbal pada tanaman peneduh jalan di Kota Denpasar, dan data Status Lingkungan Hidup menunjukkan bahwa terjadi kenaikan timbal rata-rata sebesar 7% setiap tahun. Hal tersebut, menandakan bahwa terjadi peningkatan jumlah timbal karena peningkatan jumlah timbal berbanding lurus dengan peningkatan jumlah kendaraan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 129 operator SPBU di wikayah Jakarta Pusat terdeteksi kandungan timbal di dalam darahnya sebanyak 85 orang (65,9%). Maka dari itu, peneliti berkeinginan melakukan penelitian untuk mengetahui paparan timbal pada operator stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Kota Denpasar, tahun 2015. 1.3 Pertanyaan Penelitian Bagaimana kadar timbal pada operator stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU ) di Kota Denpasar tahun 2015? 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan umum Untuk mengetahui kadar Pb pada operator stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Kota Denpasar tahun 2015.
5 1.4.2 Tujuan khusus 1. Mengetahui karakteristik operator SPBU di Kota Denpasar yang meliputi umur dan jenis kelamin. 2. Mengetahui faktor pekerjaan operator SPBU di Kota Denpasar yang meliputi masa kerja, lama paparan dan penggunaan APD. 3. Mengetahui proporsi kadar timbal pada operator SPBU di Kota Denpasar. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan, referensi serta informasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja khususnya tentang penyakit akibat kerja (PAK). 1.5.2 Manfaat praktis Manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini yaitu sebagai sumber informasi dan bahan pertimbangan bagi operator SPBU khususnya mengenai tindakan pencegahan agar tidak terpapar timbal. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dan pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan pencegahan terhadap paparan timbal, untuk mengurangi risiko keracunan timbal. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang menitikberatkan pada gambaran kejadian keracunan timbal pada operator SPBU di Denpasar dengan melihat kadar timbal dalam darah.
6