BAB I PENDAHULUAN. juga semakin pesat seperti tiada henti. Dapat dilihat dari alat-alat teknologi yang

dokumen-dokumen yang mirip
PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM MENERAPKAN TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME MELALUI SUPERVISI AKADEMIK PENDEKATAN DIRECT INSTRUCTION

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan kompetensi setiap individu akan berkembang sesuai dengan jenjang

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan sekolah menengah yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kualitas pelaksanaan pendidikan di sekolah ditentukan oleh berbagai unsur,

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam meningkatkan pengetahuan siswa. Selain sebagai pengajar, guru juga

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri. meningkatkan pendidikan nasional ternyata masih banyak yang harus di

BAB I PENDAHULUAN. teknologi canggih yang diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari demi

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh kualitas pendidikan. Pendidikan merupakan usaha sadar

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan profesional secara maksimal. Hal ini disebabkan karena guru

BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu guru harus mempunyai kompetensi di dalam mengajar. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Hal ini berkaitan dengan ha kikat pendidikan yaitu sebagai upaya

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Efektivitas sebuah sekolah untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam upaya membantu siswa untuk mencapai tujuan, maka guru harus

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DI SD YAYASAN MUTIARA GAMBUT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi kedepan adalah globalisasi dengan dominasi teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepita Ferazona, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Ketatnya persaingan dalam lapangan kerja menuntut lembaga pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan pembangunan nasional dalam suatu Negara salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peningkatan mutu pendidikan khususnya di tingkat Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya merupakan sebuah upaya untuk. meningkatkan kualitas manusia. Sekolah merupakan salah satu organisasi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang dianut pemangku kebijakan. Kurikulum memiliki. kedudukan yang sangat sentral dalam keseluruhan proses pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses pencapaian tujuan pendidikan, pembelajaran merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan tersebut menuntut setiap guru untuk terus berupaya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang lebih terbuka, sehingga sangat dibutuhkan kehadiran setiap

BAB I PENDAHULUAN. formal atau nonformal. Kedua pendidikan ini jika ditempuh dan dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan diri, pendidikan merupakan upaya meningkatkan derajat. kompetensi dengan tujuan agar pesertanya adaptable

BAB I PENDAHULUAN. di hampir semua aspek kehidupan manusia. Di satu sisi perubahan itu bermanfaat

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional yang diamanatkan dalam pembukaan undangundangdasar

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Guru dalam proses pembelajaran di kelas memainkan peran penting terutama

2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berikut adalah beberapa kesimpulan dari hasil penelitian:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sudarwan Danim dan Yunan Danim, Administrasi Sekolah dan Manajemen Kelas, (Bandung : Pustaka Setia, 2010), hlm. 6.

BAB I PENDAHULUAN. hanya diperoleh dari guru yang profesional dan sekolah berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen adalah pengelolaan usaha, kepengurusan, ketatalaksanaan,

BAB I PENDAHULUAN. Undang - Undang Sisdiknas No.20 tahun 2003 menyatakan bahwa. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai suatu upaya pembinaan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. terpenting dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang berkualitas adalah yang. Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan adalah:

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

MEMBANGUN KARAKTER BANGSA MELALUI PEMBINAAN PROFESIONALISME GURU BERBASIS PENDIDIKAN NILAI. Prof.Dr.H.Sofyan Sauri, M.Pd

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hlm Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Dalam pengembangan pendidikan di Indonesia pihak

KOMPARASI KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU AKUNTANSI YANG SUDAH DAN BELUM MENGIKUTI SERTIFIKASI. Oleh : Wilis Puspita Dewi ABSTRACT

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Kepala sekolah selaku pemimpin secara langsung merupakan contoh nyata

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tantangan terberat bagi bangsa Indonesia pada era globalisasi abad

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anak usia taman kanak-kanak adalah anak pada usia rentang 5-6 tahun atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan pendidikan nasional adalah bagaimana meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mia Rosalina, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. dilakukan terhadap sumberdaya manusia yang ada, materi, dan sumberdaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional. Upaya peningkatan kualitas

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang menyandang predikat guru professional. Hal tersebut tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

II. KAJIAN PUSTAKA. Salah satu unsur penting yang paling menentukan dalam meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting

KOMPETENSI PROFESIONAL GURU SOSIOLOGI SMA NEGERI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. keprofesionalan yang harus dipersiapkan oleh lembaga kependidikan. Adanya persaingan

BAB I PENDAHULUAN. masalah pendidikan. Guru memegang peran utama dalam pembangunan pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. begitu pesatnya telah memberikan berbagai perubahan dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pembelajaran di sekolah dibangun oleh beberapa aspek, mulai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian . Josie Fitri Handayani, 2013

KOMPETENSI PROFESIONAL GURU TK

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Hal ini bersentuhan dengan Undang undang Nomor 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. mencantumkan pasal 31 dalam Undang-Undang Dasar 1945 tentang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan belajar mengajar merupakan fungsi pokok dan usaha yang paling

BAB I PENDAHULUAN. Kinerja seorang guru merupakan komponen yang sangat menentukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Giya Afdila, 2016

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 41 SERI E

kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat mengedepankan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat di era

PERANAN MGMP PENJAS DALAM UPAYA MENINGKATKAN KINERJA GURU PENJAS. Oleh. Drs. Andi Suntoda S., M.Pd.

BAB I PENDAHULUAN. Guru Sekolah Dasar merupakan ujung tombak keberhasilan dalam. membentuk generasi penerus bangsa yang berkualitas, nampaknya harus

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan yang didasari atas pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai dengan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era teknologi informasi dan komunikasi (TIK) pada saat ini dinamika perubahannya sangatlah cepat. Berbagai info dapat dengan mudah didapatkan tanpa melihat jarak dan waktu, dimanapun dan kapan pun dapat mengakses berita atau informasi yang dikehendaki. Bersamaan hal itu, perkembangan teknologi juga semakin pesat seperti tiada henti. Dapat dilihat dari alat-alat teknologi yang canggih dan modern selalu tercipta yang diperuntukkan bagi manusia untuk memenuhi kebutuhannya dalam mendukung aktivitasnya. Penggunaannya tidak akan menimbulkan sebuah gejolak permasalahan apabila digunakan untuk kebaikan umat manusia dan bukan untuk keinginan yang tidak mulia. Karena dampak positif dan negatif menggunakan TIK tersebut bagaikan dua sisi mata uang yang selalu berdampingan. Sekolah merupakan bagian dari dunia pendidikan juga terkena dampaknya akibat dari perkembangan teknologi. Dengan berkembangnya zaman seperti sekarang ini, sekolah juga mengalami perubahan. Hal ini dapat terlihat pada tuntutan kebutuhan kemajuan pendidikan, seperti perubahan kurikulum yang selalu disesuaikan dengan kebutuhan zaman, misalnya dapat dilihat melalui keberadaan laboratorium komputer. Kini sekolah berupaya dalam mengadakan laboratorium sekolah. Fenomena seperti ini biasa terjadi di sekolah-sekolah akibat dari pesatnya perkembangan teknologi. Kemajuan teknologi juga menyentuh 1

2 peserta didik yang membutuhkan sumber referensi belajar, dengan adanya internet peserta didik dapat menggunakannya untuk memenuhi kebutuhannya. Pada akhirnya, peserta didik harus lebih bijaksana dalam menggunakan keuntungan yang didapat dengan adanya internet. Agar peserta didik tidak menyalahgunakan kegunaan teknologi, diperlukan peran guru untuk menjaga perilaku peserta didik agar tetap pada koridornya sebagai seorang pembelajar. Peran guru semakin strategis dalam memajukan dunia pendidikan serta dalam mengajar, mendidik dan pembentukan pengetahuan, perilaku, dan sikap peserta didik. Mutu siswa dan pendidikan bergantung pada mutu guru. Karena itu, guru harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan tuntutan yang diberikan agar ia dapat menjalankan tugas dan perannya dengan baik dan berhasil. Guru berperan sebagai pengelola proses belajar mengajar, bertindak selaku fasilitator yang berusaha menciptakan proses belajar mengajar yang efektif, mengembangkan bahan pelajaran dengan baik dan meningkatkan kemampuan peserta didik untuk menyimak pelajaran dan menguasai tujuan-tujuan pendidikan yang harus mereka capai. Hal ini menuntut perubahan-perubahan dalam pengorganisasian kelas, pengelolaan kelas, penggunaan metoda mengajar, strategi belajar mengajar, maupun sikap dan karakteristik guru dalam mengelola proses belajar mengajar. Untuk memenuhi hal tersebut di atas, guru harus mampu mengelola proses belajar mengajar yang memberikan rangsangan kepada peserta didik sehingga ia mau belajar karena memang peserta didiklah subjek utama dalam belajar. Guru yang mampu melaksanakan perannya sesuai dengan yang disebutkan diatas disebut sebagai seorang guru yang berkompetensi.

3 Menurut Undang-undang (UU) No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1: Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, dasar, dan menengah. Sehingga, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa seorang guru harus memiliki kompetensi untuk dapat melaksanakan tugasnya. Dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) RI No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Akademik dan Kompetensi Guru dijelaskan bahwa: Kualifikasi akademik guru SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA minimun diploma empat (D-4) atau sarjana (S-1). Dalam Permendiknas ini juga disebutkan bahwa: Guru harus menguasai empat kompetensi, yaitu: pedagogis, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi ini terintegrasi dalam kinerja guru (BSNP, 2007c: 8). Keempat kompetensi inti tersebut diuraikan lagi kedalam beberapa aspek yang jumlah setiap aspek dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1.1 Kompetensi Inti Guru SMA/SMK No Kompetensi Inti Aspek Kompetensi 1 Kompetensi Pedagogis 10 Aspek 2 Kompetensi Kepribadian 5 Aspek 3 Kompetensi Sosial 4 Aspek 4 Kompetensi Profesional 5 Aspek Sumber: Permendiknas RI No. 16 Tahun 2007 Pengelolaan pembelajaran tersebut mensyaratkan guru menguasai 24 kompetensi yang dikelompokkan ke dalam kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Empat kompetensi utama guru wajib dikembangkan guru dan sudah tidak dapat ditawar-tawar lagi. Dapat dilihat juga dari tabel di atas bahwa kompetensi pedagogis memiliki lebih banyak aspek yang harus dikuasai

4 oleh seorang tenaga pendidik. Hal ini menandakan bahwa seorang guru harus memahami dan dapat menerapkan aspek-aspek kompetensi pedagogis guru untuk mencapai tujuan belajar yang dilakukan di dalam kegiatan belajar mengajar. Guru bertanggung jawab kepada status yang disandangnya untuk diberi label profesional. Kunci sukses yang menentukan keberhasilan implementasi kurikulum 2013 adalah kreativitas guru (Mulyasa, 2013: 41). Mulyasa juga menyatakan: Kurikulum 2013 akan sulit dilaksanakan di berbagai daerah karena sebagian besar guru belum siap. Ketidaksiapan guru tidak hanya terkait dengan urusan kompetensinya, tetapi berkaitan dengan dengan masalah kreativitasnya. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan guru untuk meracik pembelajaran haruslah membawa peserta didik kepada belajar yang menyenangkan, gembira, penuh semangat, tidak cemas, dan berani mengemukakan pendapat secara terbuka. Jadi, guru yang berkompetenlah yang dapat melakukan pengajaran tersebut. Melihat penting dan gentingnya penguasaan kompetensi utama seorang guru dalam meningkatkan mutu pendidikan, sudah seharusnya guru cepat menyadari perlunya peningkatan kapasitas dirinya. Terlepas itu guru yang sudah berpengalaman, guru pemula, maupun seorang yang hendak mengabdikan menjadi guru haruslah dengan penuh rasa tanggung jawab untuk meningkatkan mutu dan kualitas profesionalismenya menjalankan tugas yang mulia sebagai seorang guru. Namun, kondisi saat ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran belum mencapai hasil yang diharapkan dan perlu dikembangkan. Upaya peningkatan

5 mutu pendidikan melalui peningkatan kualitas proses belajar mengajar harus diarahkan kepada peningkatan kemampuan guru yang banyak berhubungan dengan usaha meningkatkan proses dan hasil belajar siswa. Hal ini terungkap dalam hasil observasi awal melalui berdiskusi dengan guru bahwa yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa adalah proses pembelajaran sarat dengan materi, metode pembelajaran dengan ceramah, alat-alat praktek pendidikan yang masih kurang mencukupi dengan jumlah siswa yang ada di sekolah bahkan tidak ada sama sekali, dan kesiapan siswa sendiri dalam menerima materi pelajaran serta rendahnya kemampuan berpikir siswa dalam memahami konsep pelajaran. Hal ini didukung dengan hasil angket kepada 25 guru di SMKN 1 Merdeka, Kabupaten Karo bahwa diperoleh sebanyak 58% guru jarang menerapkan teoriteori belajar untuk kegiatan proses belajar mengajar dan 14% tidak pernah mengaplikasikannya. Persentasenya dapat dilihat melalui gambar 1.1 dibawah ini. Selalu 14% Tidak Pernah 14% Sering 14% Tidak Pernah Jarang Sering Jarang 58% Gambar 1.1 Persentase Hasil Angket dalam Menerapkan Teori-teori Belajar

6 Musfah (2011: 7) menyatakan ada empat hal yang membuat kompetensi guru rendah yaitu: Pertama, guru tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan mengelola peserta didik. Misalnya, banyak kasus guru memberikan hukuman yang berlebihan terhadap siswanya, bahkan sampai melukai. Kedua, keperibadian guru masih labil. Misalnya, guru menodai siswanya sendiri, sehingga guru semacam ini sulit dijadikan teladan para siswa dan masyarakat. Ketiga, kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat masih rendah. Misalnya, buruknya hubungan guru dan siswa serta masyarakat, sehingga guru tidak mengetahui problem yang dihadapi oleh muridnya, apalagi terhadap masyarakat sekitarya. Keempat, penguasaan guru terhadap materi pelajaran masih dangkal. Misalnya, guru kesulitan dalam menerapkan materi yang diajarkan dengan kehidupan siswanya sehari-hari. Melihat fenomena yang terjadi di sekolah, perlu dilakukan sebuah upaya langkah pengembangan kemampuan guru dalam menguasai teori belajar dan penerapannya. Dalam upaya meningkatkan mutu proses belajar mengajar yang optimal para praktisi pendidikan telah memperkenalkan dan menerapkan berbagai pendekatan dan metode mengajar dalam suatu model pembelajaran. Untuk mengatasi masalah tersebut, peneliti hendak mengembangkan sebuah strategi pembelajaran. Strategi belajar yang diangkat ialah strategi belajar konstruktivisme karena melihat masih rendahnya hasil belajar siswa, rendahnya aktivitas siswa dalam pembelajaran, interaksi siswa dan guru cenderung satu arah, dan guru kurang melakukan inovasi pembelajaran. Teori belajar konstruktivisme berangkat dari pembentukan pengetahuan dan perkembangan kognitif terbentuk melalui internalisasi/penguasaan proses sosial (Sani, 2013:19). Selanjutnya Sani (2013: 19) mengatakan peserta didik berpartisipasi dalam kegiatan sosial tanpa makna, kemudian internalisasi atau pengendapan dan pemaknaan atau konstruksi pengetahuan baru, serta perubahan

7 (transformasi) pengetahuan. Keberhasilan pembelajaran diukur sejauh mana peserta didik dapat menunjukkan bahwa mereka dapat mengungkapkan pengetahuan yang diinginkan oleh guru. Guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran diharapkan mengubah teknik pengajaran dengan berpusat kepada student center yang menekankan bahwa siswa sendirilah yang aktif membangun atau mengkonstruksi pengalaman dan pengetahuan belajarnya. Konstruktivisme juga memandang bahwa ketika siswa memasuki pembalajaran, siswa telah memiliki konsepsi awal tentang konsep yang akan atau sedang dipelajari (Sani, 2013: 19). Untuk dapat menerapkan teori belajar konstruktivisme, keberadaan seorang guru haruslah menguasai teori belajar konstruktivisme dan bagaimana menerapkannya dalam pembelajaran. Hal tersebut sesuai dengan Permendiknas RI No. 16 Tahun 2007 bahwa salah satu karakteristik kompetensi pedagogis guru adalah menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. Untuk dapat meningkatkan kemampuan guru perlu dilakukan sebuah upaya agar kemampuan guru dalam menguasai teori belajar khususnya teori belajar konstruktivisme adalah dengan mendapatkan pelatihan. Senada dengan yang diutarakan oleh Mahdiansyah (2010: 12) bahwa guru sebagai tenaga profesional seharusnya secara terus-menerus mengembangkan profesionalitasnya melalui keiukutsertaan dalam seminar/lokakarya kependidikan, kegiatan profesi guru-guru mata pelajaran. Hal itu sejalan dengan kebijakan pemerintah melalui UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 20, dalam melaksanakan tugas keprofesional, guru

8 berkewajiban meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Sebelumnya, dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Pasal 40 dinyatakan bahwa Pendidik dan Tenaga Kependidikan berhak memperoleh pembinaan karier sesuai tuntutan pengembangan kualitas, kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas. Dari ketetapan perundangan itu salah satu altenatif pemecahan masalah yang diprogramkan oleh pemerintah adalah memberikan pelatihan kepada guru untuk melatih dan mengembangkan kemampuan pribadi untuk kompetensi profesionalnya. Bafadah (Musfah, 2011: 11) mengungkapkan peningkatan kemampuan profesional guru dapat dikelompokkan menjadi dua macam pembinaan, yaitu: pertama, pembinaan kemampuan pegawai melalui supervisi pendidikan, program sertifikasi, dan tugas belajar, kedua, pembinaan komitmen pegawai melalui pembinaan kesejahteraannya. Pelatihan (training) itu sendiri berfungsi sebagai proses pemberian pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan guru, kepala sekolah, dan staf sekolah agar mereka lebih terampil dan dapat memecahkan masalah yang sedang dihadapi dalam melaksanakan tugas pokok dan tanggung jawabnya (Sudjana, 2011: 6). Pelatihan pengembangan kompetensi tenaga pendidik dan kependidikan dilaksanakan oleh pemerintah pusat melalui Pusat Pelatihan dan Pengembangan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK), Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP), dan program yang direncanakan oleh Dinas Pendidikan

9 Kabupaten/Kotamadya. Selain itu satuan pendidikan dan juga pengawas sekolah dapat memberikan pelatihan kepada guru, bahkan kelebihannya apabila pelatihan diadakan oleh sekolah/pengawas sekolah adalah mengetahui lebih detail kebutuhan-kebutuhan apa saja yang diperlukan guru, sehingga pelatihan lebih efektif dan efisien. Pengawas sekolah dalam mengembangkan kompetensi guru dan meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan melakukan supervisi akademik. Supervisi akademik merupakan upaya membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran (Sudjana, 2012: 54). Guru yang diduga memiliki masalah atau kelemahan yang sama dikelompokkan menjadi satu/bersama-sama. Kemudian kepada mereka diberikan layanan profesional sesuai dengan permasalahan atau kebutuhan yang mereka hadapi di sekolah. Supervisi akademik yang diaplikasikan dalam penelitian ini adalah pendekatan direct instructional (instruksi langsung). Direct instruction adalah satu strategi yang menggunakan peragaan dan penjelasan digabungkan dengan latihan dan umpan balik untuk membantu mereka mendapatkan pengetahuan dan keterampilan nyata yang dibutuhkan untuk pembelajaran lebih jauh (Kuhn, 2007; Rosenshine & Stevens, 1986 dalam Eggen dan Kauchak, 2012: 363). Kegiatan dalam direct instruction dilakukan untuk membantu peserta untuk memperoleh ketrampilan dan penambahan pengetahuan deklaratif dan prosedural secara bertahap dengan bantuan penjelasan guru digabungkan dengan latihan untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih. Melihat tahap-tahap atau sintaks pengajaran direct instruction yang ditujukan untuk keaktifan peserta, maka

10 pendekatan ini diprediksi dapat meningkatkan kemampuan guru menerapkan teori belajar konstruktivisme. Untuk mengkaji hal tersebut, perlu dilakukan kajian ilmiah melalui penelitian yang berjudul Peningkatan Kemampuan Guru dalam Menerapkan Teori Belajar Konstruktivisme Melalui Supervisi Akademik Pendekatan Direct Instruction di SMK Program Studi Teknik Elektronika Sub Rayon 01 Kabupaten Karo. Penelitian ini mengkaji bagaimana proses peningkatan kemampuan guru menerapkan teori belajar konstruktivisme melalui supervisi akademik pendekatan direct instruction, sehingga secara bertahap guru akan mencapai level guru yang kompeten dan profesional. Selama melakukan penelitian peneliti menemukan temuan-temuan baru yang tentunya bermanfaat untuk dikaji. Hingga akhirnya memberikan manfaat bagi perkembangan proses belajar mengajar di sekolah. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah yang berkaitan kepada peningkatan kemampuan guru menerapkan teori belajar konstruktivisme, yakni: (1) Bagaimanakah perkembangan TIK dapat mempengaruhi keadaan kultur sekolah? (2) Bagaimanakah peran guru dalam menyikapi pesatnya perkembangan TIK terhadap peserta didik? (3) Apakah penyebabnya standar kualifikasi dan kompetensi pedagogis guru masih rendah? (4) Bagaimanakah kemampuan guru menerapkan strategi pembelajaran konstruktivisme yang tepat dalam kegiatan pembelajaran? (5) Bagaimanakah peran pemerintah dalam meningkatkan kompetensi guru? (6) Bagaimanakah proses pelatihan atau supervisi akademik

11 dapat meningkatkan kemampuan guru? (7) Apakah supervisi akademik pendekatan direct instruction dapat meningkatkan penguasaan guru terhadap penerapan teori belajar konstruktivisme secara utuh? C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas menunjukkan luasnya permasalahan yang ada. Oleh karena keterbatasan penulis, maka penelitian ini diberi batasan masalah agar lebih fokus dan mencapai tujuan, maka penulis membatasi masalah pada peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan teori belajar konstruktivisme melalui supervisi akademik pendekatan direct instruction di SMK Program Studi Elektronika Sub Rayon 01 Kabupaten Karo. D. Rumusan Masalah Merujuk kepada pembatasan masalah, dapat ditentukan rumusan masalah penelitian ini, yakni sebagai berikut: 1. Apakah penerapan supervisi akademik pendekatan direct instruction dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan teori belajar konstruktivisme di SMK Program Studi Teknik Elektronika Sub Rayon 01 Kabupaten Karo? 2. Bagaimanakah implementasi aktivitas kemampuan guru dalam menerapkan teori belajar konstruktivisme di SMK Program Studi Teknik Elektronika Sub Rayon 01 Kabupaten Karo? 3. Bagaimanakah respon guru terhadap pelaksanaan supervisi akademik pendekatan direct instruction dalam upaya meningkatkan kemampuan guru menerapkan teori belajar konstruktivisme?

12 E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah, yakni sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui penerapan supervisi akademik pendekatan direct instruction dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan teori belajar konstruktivisme di SMK Program Studi Teknik Elektronika Sub Rayon 01 Kabupaten Karo. 2. Untuk mendeskripsikan aktivitas guru dalam penerapan supervisi akademik pendekatan direct instruction guna meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan teori belajar konstruktivisme di SMK Program Studi Teknik Elektronika Sub Rayon 01 Kabupaten Karo. 3. Untuk mendeskripsikan respon guru terhadap pelaksanaan supervisi akademik pendekatan direct instruction dalam upaya meningkatkan kemampuan guru menerapkan teori belajar konstruktivisme di SMK Program Studi Teknik Elektronika Sub Rayon 01 Kabupaten Karo. F. Manfaat Hasil Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang pentingnya pengembangan teori belajar konstruktivisme, menambah khasanah bacaan ilmiah dan rujukan bagi peneliti lain dalam menerapkan supervisi akademik pendekatan direct instruction.

13 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat digunakan berbagai pihak, diantaranya: a. Bagi pengawas sekolah, tindakan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam melaksanakan program kepengawasan supervisi akademik dalam meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan teori belajar konstruktivisme di sekolah binaan. b. Bagi kepala sekolah, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk merancang program peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan teori belajar konstruktivisme untuk meningkatkan kualitas mutu proses belajar mengajar di sekolah. c. Bagi guru, tindakan penelitian ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan dalam menerapkan pembelajaran konstruktivisme kepada peserta didik dalam proses belajar mengajar di kelas. d. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian lanjutan yang relevan di kemudian hari.