BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang diperkirakan akan semakin kompleks. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ahli psikologi. Karena permasalahan remaja merupakan masalah yang harus di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa pencarian jati diri. Proses pencarian jati

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan itu juga telah dipelajari secara mendalam. terjadi pada manusia, dan pada fase-fase perkembangan itu fase yang

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dengan tugas yang dihadapi pada setiap masa

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dapat membawa perubahan kearah yang lebih maju. Untuk itu perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. tinggi terhadap segala sesuatu yang menarik perhatiannya. 1 Tidak diragukan. pendidikan yang mempengaruhinya. 2

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang harus. dikembangkan sejak dini agar dapat berkembang secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bagian ini akan menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Akhlak sebagai potensi yang bersemayam dalam jiwa menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap individu dalam setiap jenjang pendidikan yang dilalui.

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia sebagaimana tertuang dalam. Undang Undang No 2/1989 Sistem Pendidikan Nasional dengan tegas

2015 POLA ASUH PANTI ASUHAN AL-FIEN DALAM PENANAMAN KEMANDIRIAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan globalisasi serta perubahan-perubahan lain yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Anwar Hafid dkk, Konsep Dasar Ilmu Pendidikan, Alfabeta, Bandung, 2013, hlm. 56.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian prasyarat Guna mencapai derajat Sarjana S- 1. Pendidikan Kewarganegaraan ROSY HANDAYANI A.

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. bersifat fisik maupun rohani (Ahid, 2010: 99). Beberapa orang juga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. menyeluruh baik fisik maupun mental spiritual membutuhkan SDM yang terdidik.

BAB I PENDAHULUAN. Bab satu memaparkan latar belakang masalah pembahasan masalah,

BAB I PENDAHULUAN Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gia Nikawanti, 2015 Pendidikan karakter disiplin pada anak usia dini

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya harus memiliki pendidikan yang baik. Sebagaimana tujuan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Ketidakmandirian dan ketergantungan disiplin pada kontrol luar

BAB I PENDAHULUAN. Offset, 2014, hlm Ibid, hlm Helmawati, Pendidikan Keluarga Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja Rosdakarya

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. kuantitas hal tersebut dapat tercapai apabila peserta didik dapat. manusia indonesia seutuhnya melalui proses pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan karakter dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Di samping

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan

HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP PGRI 1 KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Oleh karena itu setiap warga Negara harus dan wajib mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Thomy Sastra Atmaja, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama teknologi

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam konteks kebangsaan, pendidikan berperan untuk menyiapkan

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berbudi pekerti luhur yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. belum lagi ditemukan pada saat arus globalisasi dan Era pasar bebas terus

BAB I PENDAHULUAN. mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. pergaulan Pasar Bebas seperti GATT, WTO, AFTA dan pergaulan dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menikah dan kuliah sama pentingnya, secara sederhana bisa digambarkan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia mengalami perubahan dengan begitu cepatnya. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. lembaga yang mencetak tenaga kerja mempunyai tanggung jawab dalam

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDEKATAN ILMIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MADRASAH IBTIDAIYAH (Studi Analisis Desain Strategi Pendidikan Agama Islam)

BAB I PENDAHULUAN. strategis bagi peningkatan sumber daya manusia adalah pendidikan.

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB I PENDAHULUAN. memiliki eksistensi yang lebih bermartabat. Pendidikan formal pada hakikatnya

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. dijangkau dengan sangat mudah. Adanya media-media elektronik sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tanpa karakter adalah manusia yang sudah membinatang. Orang orang

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. membedakan jenisnya dari jenis-jenis makhluk yang lain. Kemampuan belajar itu

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan sebagai salah satu cara mempersiapkan manusia menghadapi masa depan sehingga harus memperhatikan realitas yang sedang dan akan terjadi. Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam membentuk pribadi manusia menuju kedewasaan yang penuh integritas secara keseluruhan (fisik dan mental). Pendidikan bertujuan membantu manusia mencapai realisasi diri sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk Tuhan. Melalui pendidikan diharapakan akan tumbuh manusia Indonesia seutuhnya atau bermutu tinggi baik jasmani maupun rohani. Tujuan pendidikan nasional Indonesia menurut Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yakni manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Salah satu yang menjadi fokus tujuan bangsa Indonesia adalah menjadikan warga negaranya untuk memiliki kepribadian yang mandiri serta bertanggung jawab. Situasi kehidupan dewasa ini sudah semakin kompleks. Kompleksitas kehidupan seolah-olah telah menjadi bagian yang mapan dari kehidupan masyarakat, sebagian- demi sebagian kan bergeser atau bahkan mungkin hilng sama sekali karena digantikan oleh pola kehidupan baru pada masa mendatang yang diperkirakan akan semakin kompleks. Kecenderungan yang muncul dipermukaan dewasa ini, ditunjang oleh laju perkembangan teknologi dan arus gelombang kehidupan global yang sulit atau tidak mungkin dibendung, mengisyaratkan bahwa kehidupan masa 1

mendatang akan menjadi syarat pilihan yang rumit. Ini mengisyaratkan bahwa manusia akan semakin didesak ke arah kehidupan yang sangat kompetitif. Andersen (2993: 718) memprediksikan situasi kehidupan semacam itu dapat menyebabkan manusia menjadi serba bingung atau bahkan larut ke dalam situasi baru tanpa dapat menyeleksi lagi jika tidak memiliki ketahanan hidup yang memadai. Hal ini disebabkan tata nilai yang lama telah mapan ditantang oleh nilai-nilai baru yang belum banyak dipahami. Situasi kehidupan seperti itu memiliki pengaruh kuat terhadap dinamika kehidupan remaja, apalagi remaja secara psikologis, tengah berapa pada masa topan dan badai serta tengah mencari jati diri (Hurlock, 1980). Pengaruh kompleksitas kehidupan dewasa ini sudah tampak pada berbagai fenomena remaja yang perlu memperoleh perhatian pendidikan. Fenomena yang tampak akhir-akhir ini, antara lain perkelahian antarpelajar, penyalahgunaan obat dan alkohol, reaksi emosional yang berlebihan, dan berbagai perilaku yang mengarah pada tindak kriminal (Inke Maris, 1993: 3). Dalam konteks proses belajar, gejala yang negatif yang tampak adalah kurang mandiri dalam belajar yang berakibat pada gangguan mental setelah memasuki perguruan tinggi (Soewandi, 1993: 186), kebiasaan belajar yang kurang baik yaitu tidak tahan lama dan baru belajar setelah menjelang ujian, membolos, menyontek, dan mencari bocoran soal ujian. Problem remaja di atas, merupakan perilaku-perilaku reaktif, semakin meresahkan jika dikaitkan dengan situasi masa depan remaja yang diperkirakan akan semakin kompleks dan penuh tantangan. Menurut Tillar (1987: 2), tantangan kompleksitas masa depan memberikan dua alternatif, yaitu pasrah kepada nasib atau mempersiapkan diri sebaik mungkin. Misi pendidikan yang juga berdimensi masa depan tentunya menjatuhkan pilihannya pada alternatif kedua. Artinya pendidikan mengemban tugas untuk mempersiapkan remaja bagi peranannya di masa depan agar kelak menjadi manusia berkualitas sebagaimana sosok manusia ideal yang diamanahkan melalui Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN). Pentingnya usaha mempersiapkan bagi masa depan remaja, karena sedang mencari jati diri, mereka juga berapa pada tahap perkembangan yang sangat potensial. Perkembangan kognitifnya telah mencapai tahap puncak, menurut teori perkembangan kognitif dari Piaget. Perkembangan kognitif adalah masa munculnya kemampuan berpikir sistematis dalam menghadapi persoalan-persolalan abstrak dan hipotesis karena karena telah mencapai tahap operasional formal (Bybee dan Sund, 1982). Perkembangan moralnya berada pada tingkatan 2

konvensional, suatu tingkatan yang ditandai kecenderungan tumbuhnya kesadaran bahwa norma-norma yang ada dalam masyarakat perlu dijadikan acuan dalam hidupnya, menyadari kewajiban untuk melaksanakan norma-norma itu, dan mempertahankan norma (Korlberg, 1984). Perkembangan fisiknya juga sedang berada pada masa perkembangan fisik yang amat pesat (Siti Rahayu Haditono, 1986). Melihat potensi remaja, menjadi penting dan sangat menguntungkan jika usaha penegembangannya difokuskan pada aspek-aspek positif remaja daripada menyoroti sisi negatifnya. Sebab, meskipun ada remaja yang menunjukkan perilaku negatif, sebanarnya hanya sebagian kecil saja (kurang dari 1%) dari jumlah remaja Indonesia. Usaha mempersiapkan remaja menghadapi masa depan yang serba kompleks, salah satunya dengan mengembangkan kemandirian. Usaha pendidikan yang dilakukan secara sungguh-sungguh untuk mengembangkan kemanidirian menjadi sangat penting karena selain problema remaja dalam bentuk perilaku negatif sebagaimana dipaparkan di atas, juga terdapat gejala negatif yang dapat menjauhkan individu dari kemandirian. Gejala-gejala tersebut oleh Sunaryo Kartadinata (1998) dipaparkan sebagai berikut: 1. Ketergantungan disiplin terhadap kontrol luar dan bukan karena niat sendiri yang ikhlas. Perilaku seperti ini akan mengarah kepada perilaku formalistik dan ritualistik serta tidak konsisten. Situasi seperti ini akan menghambat pembentukkan etos kerja dan etos kehidupan yang mapan sebagai salah satu ciri dari kualitas sumber daya dan kemandirian manusia. 2. Sikap tidak peduli terhadap lingkungan hidup. Manusia yang mandiri bukanlah manusia yang lepas dari lingkungannya, melainkan manusia yang berstansenden terhadap lingkungannya. Ketidakpedulian terhadap lingkungan hidup merupakan gejala peilaku impulsif yang menunjukkan bahwa kemandirian masyarakat masih rendah. 3. Sikap hidup komformistik tanpa pemahaman dan kompromistik dengan mengorbankan prinsip. Gejala mitos bahwa segala sesuatunya bisa diatur yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat merupakan petunjuk adanya ketidakjujuran berpikir dan bertindak serta kemandirian masih rendah. Gejala-gejala di atas merupakan sebagian kendala utama dalam mempersiapkan individu-individu yang mampu mengarungi kehidupan masa mendatang yang semakin 3

kompleks dan penuh tantangan. Oleh sebab itu, perkembangan kemandirian remaja menuju ke arah kesempurnaan menjadi sangat penting untuk diikhtiarkan secara serius, sistematis, dan terprogram. Sebab, problema kemandirian sesungguhnya bukanlah hanya merupakan masalah intergeneration (dalam generasi), juga merupakan masalah between generation (antargenerasi). Perubahan tata nilai yang terjadi dalam generasi dan antargenerasi akan tetap memposisikan kemandirian sebagai isu aktual dalam perkembangan manusia. Perkembangan kemandirian merupakan masalah penting sepanjang rentang kehidupan manusia. Terutama bagi peserta didik yang memang dicetak sebagai penggerak bangsa masa depan. Jadi sebagai seorang peserta didik harus tertaman sikap kemandirian guna menjadi insan yang berguna bagi masyarakat dengan kemampuan sendiri. Perkembangan kemandirian sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan fisik, yang pada gilirannya memicu terjadinya perubahan emosional, perubahan kognitif yang memberikan pemikiran tentang cara berpikir yang mendasari tingkah laku, serta perubahan nilai dalam peran sosial melalui pengasuhan orang tua dan aktivitas individu. Secara spesifik, masalah kemandirian menuntut suatu kesiapan individu, baik kesiapan fisik maupun emosional untuk mengatur, mengurus dan melakukan aktivitas atas tanggung jawabnya sendiri tanpa banyak menggantungkan pada orang lain. Kemandirian muncul dan berfungsi ketika peserta didik menemukan diri pada posisi yang menuntut suatu tingkat kepercayaan diri. Menurut Steinberg (1993), kemandirian berbeda dengan tidak tergantung, karena tidak tergantung merupakan bagian untuk memperoleh kemandirian. Walaupun pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang akan saling bergantung dan membutuhkan satu sama lain. Namun, manusia juga sebagai makhluk yang memiliki pemikiran harus bisa mengatur kehidupannya sendiri. Seperti kedewasaan, sifat mandiri tidak berkaitan dengan usia. Sebab menjadi dewasa dan mandiri merupakan proses masing-masing pribadi, yang berbeda masanya dan berbeda juga caranya. Namun setiap orang akan melaluinya. Sebagian berhasil menjalaninya, meski sebagian lain gagal dalam menyelesaikan ujiannya. Butuh kesabaran dan kesungguhan untuk menjadi seseorang yang mandiri. Butuh keberanian dan kemampuan mengendalikan diri untuk dapat menjadi orang yang tidak bergantung kepada orang lain dari segi materi ataupun moril. Sering kali sifat mandiri ini lebih awal dimiliki oleh mereka yang harus berjuang dalam kehidupannya sejak kecil. 4

Pentingnya kemandirian dikemukakan oleh Lie dan Prasasti (2004) yaitu agar anak bisa menjalani kehidupan tanpa ketergantungan kepada orang lain. Kriteria anak yang sudah mencapai kemandirian dikemukakan oleh Steinberg (dalam Dewanggi dkk., 2012) yaitu apabila anak mampu menjalankan atau melakukan sendiri aktivitas hidup terlepas dari pengaruh kontrol orang lain terutama orang tua. Menurut Wiyani (2012), karakter mandiri yang dimiliki anak akan sangat bermanfaat bagi anak dalam melakukan prosedur keterampilan dan bergaul dengan orang lain. Sebagaimana diketahui bahwa Warisyah (2015) mengemukakan bahwa keluarga adalah lingkungan pertama bagi anak. Pendidikan pertama bagi anak adalah pendidikan di rumah sehingga orang tua berperan aktif dalam keberhasilan anaknya. Keterlibatan orang tua dalam pendidikan di rumah sangat dibutuhkan, baik dalam hal memberikan dorongan atau motivasi, kasih sayang, tanggung jawab moral, tanggung jawab sosial, tanggung jawab atas kesejahteraan anak baik lahir maupun batin. Dengan kemandirian, peserta didik belajar dan berlatih dalam membuat rencana, memilih alternatif, membuat keputusan, bertindak sesuai denga keputusannya sendiri serta bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukannya. Jika kemandirian sudah tertanam di setiap diri para peserta didik tentunya akan berimplikasi pada pendidikan. Mereka sebagai subjek pendidikan dan mempunyai sikap kemandirian tentunya akan membawa dampak baik bagi masa depan pendidikan. Maka dari itu, kemandirian peserta didik sangat penting untuk ditanamkan. Bagi remaja yang sangat mendambakan kemandirian, usaha untuk mandiri secara emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lain merupakan tugas perkembangan yang mudah. Namun kemandirian emosi tidaklah sama dengan kemandirian perilaku. Banyak remaja yang ingin mandiri, juga ingin menbutuhkan rasa aman yang diperoleh dari ketergantungan emosi orang tua atau orang-orang dewasa lain. Keinginan yang kuat untuk mandiri berkembang pada awal masa remaja dan mencapai puncaknya menjelang periode ini berakhir. Ini menimbulkan banyak perselihan dengan orang tua dan orang dewasa lainnya. Banyak remaja yang mulai menginjak bangku kuliah mengmutuskan untuk hidup mandiri jauh dari orang tua. Tidak jarang orang tua justru merasa tidak gembira atau merasa cemas ketika anaknya memutuskan untuk tidak tinggal bersama orang tuanya. Jauhnya jarak tempat tinggal sebelumnya dengan universitas tempat kuliah tak jarang menimbulkan kecemasan bagi orang tua dan bagi remaja itu sendiri. 5

Apalagi yang terbiasa melakukan segala sesuatu oleh orang tua dan ketika harus tinggal jauh dari orang tua, remaja itu harus mampu melakukan semua tanggung jawabnya sendiri tanpa pengawasan langsung dari kedua orang tuanya. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan tersebut, maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai bagaimana perbandingan kemandirian remaja yang tinggal jauh dari orang tua dengan yang masih tinggal bersama orang tua, dengan judul: PERBANDINGAN KEMANDIRIAN MAHASISWA YANG TINGGAL BERSAMA ORANG TUA DENGAN MAHASISWA YANG TIDAK TINGGAL BERSAMA ORANG TUA SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKKAN WARGA NEGARA YANG BAIK.. (Studi Deskriptif Komparatif Kuantitatif Mahasiswa PPKn Universitas Pasundan Bandung) B. Identifikasi Masalah Melihat potensi remaja, menjadi penting dan sangat menguntungkan jika usaha pengembangannya difokuskan pada aspek-aspek positif remaja daripada menyoroti sisi negatifnya. Sebab, meskipun ada remaja yang menunjukkan perilaku negatif, sebenarnya hanya sebagian kecil saja (kurang dari 1%) dari jumlah remaja Indonesia. Usaha mempersiapkan remaja menghadapi masa depan yang serba kompleks, salah satunya dengan mengembangkan kemandirian. Usaha pendidikan yang dilakukan secara sungguh-sungguh untuk mengembangkan kemandirian menjadi sangat penting karena selain problema remaja dalam bentuk perilaku negatif sebagaimana dipaparkan di atas, juga terdapat gejala negatif yang dapat menjauhkan individu dari kemandirian. Gejala-gejala tersebut oleh Sunaryo Kartadinata (1998) dipaparkan sebagai berikut: 1. Ketergantungan disiplin terhadap kontrol luar dan bukan karena niat sendiri yang ikhlas. Perilaku seperti ini akan mengarah kepada perilaku formalistik dan ritualistik serta tidak konsisten. Situasi seperti ini akan menghambat pembentukkan etos kerja 6

dan etos kehidupan yang mapan sebagai salah satu ciri dari kualitas sumber daya dan kemandirian manusia. 2. Sikap tidak peduli terhadap lingkungan hidup. Manusia yang mandiri bukanlah manusia yang lepas dari lingkungannya, melainkan manusia yang berstansenden terhadap lingkungannya. Ketidakpedulian terhadap lingkungan hidup merupakan gejala peilaku impulsif yang menunjukkan bahwa kemandirian masyarakat masih rendah. 3. Sikap hidup komformistik tanpa pemahaman dan kompromistik dengan mengorbankan prinsip. Gejala mitos bahwa segala sesuatunya bisa diatur yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat merupakan petunjuk adanya ketidakjujuran berpikir dan bertindak serta kemandirian masih rendah. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis memfokuskan penelitian ini dengan beberapa identifikasi sebagai berikut: 1. Remaja yang tidak tinggal bersama orang tuanya lebih mandiri daripada remaja yang tinggal bersama orang tuanya. 2. Sejauh mana perbedaan kemandirian mahasiswa yang tinggal bersama orang tua dengan yang tidak tinggal bersama orang tua. 3. Masalah kemandirian yang menuntut kesiapan individu, baik kesiapan fisik maupun emosional untuk mengatur, mengurus dan melakukan aktivitas atas tanggung jawabnya sendiri tanpa banyak menggantungkan pada orang lain C. Rumusan Masalah dan Batasan Masalah 1. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana perbandingan tingkat kemandirian mahasiswa yang tinggal bersama orang tua dengan yang tidak tinggal bersama orang tua?. 2. Batasan Masalah 7

Oleh sebab itu luasnya pembahasan yang akan diteliti. Maka penulis membatasi masalah dengan sub-sub masalah sebagai berikut: a. Bagaimana perbandingan tingkat kemandirian mahasiswa yang tinggal bersama orang tua dengan yang tidak tinggal bersama orang tua di FKIP PPKn UNPAS. b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perbandingan tingkat kemandirian mahasiswa yang tinggal bersama orang tua dengan yang tidak tinggal bersama orang tua FKIP PPKn UNPAS. c. Apa saja yang menjadi penghambat kemandirian remaja FKIP PPKn UNPAS? D. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui perbandingan tingkat kemandirian mahasiswa yang tinggal bersama orang tua dengan yang tidak tinggal bersama orang tua dan mengetahui faktor apa saja yang menjadi penyebab perbedaan tingkat kemandirian mahasiswa. 2. Secara teoritis penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan pemahaman bahwa tingkat kemandirian seseorang berbeda dikarenakan beberapa faktor dan untuk memahami tingkatan dan karakteristik kemandirian mahasiswa. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Memperkaya pengetahuan mengenai kelebihan dan kelemahan remaja yang tinggal bersama orang tua dengan yang tidak tinggal bersama orang tua dan memberi referensi bagi peneliti yang ingin meneliti tentang kemandirian remaja khususnya mahasiswa yang tinggal bersama orang tua dengan yang tidak tinggal bersama orang tua. 2. Secara Praktis Memberikan gambaran bagi para orang tua tentang pentingnya melatih kemandirian anak remaja mereka agar lebih percaya diri dan tidak menggantungkan diri pada orang tua atau pada orang lain. Serta diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa untuk lebih meningkatkan tingkat kemandiriannya baik yang tinggal bersama orang tua maupun yang tidak tinggal bersama orang tua. 8

F. Definisi Operasional Untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam penafsiran istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka penulis merasa perlu menjelaskan definisi-definisi yang ada kaitannya dengan penelitian ini, antara lain: 1. Perbandingan adalah sebuah pedoman pertimbangan, selisih kesamaan, dan dapat disebut sebagai suatu aktivitas yang dilakukan dalam rangka mengidentifikasi dua hal atau lebih untuk mengetahui selisih serta mengemukakan persamaan ataupun perbedaan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam bentuk uraian (Bakir dan Sunaryo: 108). 2. Masrun (dalam Patriana, 2007: 21) Kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas diringan diri sendiri untuk kebutuhan sendiri, mengejar prestasi, penuh ketekunan, serta berkeinginan untuk melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain, mampu berpikir dan bertindak original, kreatif dan penuh inisiatif, mampu mempengaruhi lingkungannya, mempunyai rasa percaya diri terhadap kemampuan diri sendiri, menghargai diri sendiri, dan memperoleh kepuasan dari usahanya. 3. Mahasiswa merupakan insan-insan calon sarjana yang dalam keterlibatannya dengan perguruan tinggi, di didik dan di harapkan menjadi calon-calon intelektual (Knopfemacher; 1978). Sedangkan menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran diperguruan tinggi. 4. Orang tua adalah pria dan wanita yang terikat dalam perkawinan dan siap sedia untuk memikul tanggupjawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang dilahirkannya (kartono, 1982: 27). G. Sistematika Skripsi 1. Bab I Pendahuluan Pendahuluan bermaksud mengantarkan pembaca ke dalam pembahasan suatu masalah. Esensi dari bagian pendahuluan adalah pernyataan tentang msasalah penelitian 9

yang mengantar pembaca untuk menyimak secara keseluruhan isi pembahasan skripsi secara holistik. Bagian pendahuluan skripsi berisi hal-hal berikut: a. Latar belakang penelitian, bagian ini memaparkan konteks penelitian yang dilakukan mengenai topik atau isu yang diangkat dalam penelitian sevara menarik sesuai perkembangan situasi dan kondisi terkini. b. Identifikasi masalah, bertujuan agar peneliti mendapatkan sejumlah masalah yang berhubungan dengan judul penelitian yang ditunjukkan oleh data empirik. c. Rumusan dan batasan masalah. Rumusan masalah merupakan pertanyaan umum tentang konsep atau fenomena spesifik yang diteliti. Sedangkan batasan masalah merupakan batasan dari sebuah penelitian yang bertujuan mempersempit suatu kajian pembahasan atau kajian yang diteliti. d. Tujuan masalah penelitian memperlihatkan pernyataan hasil yang ingin dicapai peneliti setelah melakukan penelitian yang berkaitan langsung langsung dengan pernyataan rumusan masalah. e. Manfaat penelitian berfungsi untuk menegaskan kegunaan penelitian yang akan diraih setelah penelitian berlangsung. f. Definisi operasional merupakan pembatasan dari istilah-istilah yang diberlakukan dalam penelitian sehingga tercipta makna tunggal terhadap pemahaman permasalahan. g. Asumsi dan hipotesis. Asumsi merupakan landasan berpikir yang dianggap benar atau dugaan yang diterima sebagai dasar atau anggapan sementara. Sedangkan Hipotesis merupakan Suatu jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. h. Operasional variabel merupakan keterkaitan antara variabel yang diteliti yang mempengaruhi dan dipengaruhi dalam penelitian. i. Sistematika skripsi, bagian ini memuat sistematika penulisan skripsi yang menggambarkan kandungan setiap bab, urutan penulisan, serta hubungan anatara satu bab dengan bab lainnya dalam membentuk sebuah kerangka utuh skripsi. 2. Bab II Kajian Teori dan Kerangka Pemikiran a. Kajian teori berisi deskripsi teoritis yang memfokuskan kepada hasil kajian atas teori, konsep, kebijakan, dan peraturan yang ditunjang oleh hasil penelitian terdahulu yang sesuai dengan masalah penelitian. b. Kerangka pemikiran 10

c. Asumsi dan Hipotesis d. Hasil penelitian terdahulu yang sesuai dengan variabel penelitian yang akan diteliti. 3. Bab III Metode Penelitian Bab ini menjelaskan secara sistematis dan terperinci langkah-langkah dan cara yang digunakan dalam menjawab permasalahan dan memperoleh simpulan. Bab ini berisi hal-hal berikut: a. Metode penelitian merupakan rangkaian kegiatan pelaksanaan penelitian. b. Desain penelitian, pada bagian ini peneliti menyampaikan secara eksplisit detail jenis desain spesifik yang digunakan sesuai dengan metode penelitian yang dipilih. c. Subjek dan objek penelitian mencakup penetapan lokasi sumber data, penetapan populasi dan penetapan sampel penelitian. d. Pengumpulan data dan instrumen penelitian yang mencakup jenis data yang akan dikumpulkan, penjelasan dan alasan pemakaian suatu teknik pengumpulan data sesuai dengan kebutuhan. e. Teknis analisis data merupakan cara mengolah data yang telah diperoleh. f. Prosedur penelitian bagian ini menjelaskan prosedur aktivitas perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan penelitian. 4. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab ini menyampaikan dua hal utama, yakni (1) temuan penelitian berdasarkan hasil pengelolaan dan analisis data sesuai dengan rumusan permasalahan penelitian, (2) pembahasan temuan penelitian untuk menjawab penelitan yang telah dirumuskan. 5. Bab V Simpulan dan Saran Bab ini menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap analisis temuan hasil penelitian serta saran yang ditujukan kepada para orang tua, remaja, pembuat kebijakan, pengguna, atau peneliti berikutnya yang berminat untuk melakukan penelitian selanjutnya, dan kepada pemecah masalah di lapangan atau follow up dari hasil penelitian. 11