METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat

KEANEKARAGAMAN DAN FREKUENSI KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK SERTA EFEKTIVITASNYA DALAM PEMBENTUKAN BUAH Hoya multiflora Blume (ASCLEPIADACEAE)

KEANEKARAGAMAN DAN FREKUENSI KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK SERTA EFEKTIVITASNYA DALAM PEMBENTUKAN BUAH Hoya multiflora Blume (ASCLEPIADACEAE)

KEANEKARAGAMAN DAN FREKUENSI KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK SERTA EFEKTIVITASNYA DALAM PEMBENTUKAN BUAH Hoya multiflora Blume (ASCLEPIADACEAE)

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25-

MATERI DAN METODE. 3.1.Waktu dan Tempat

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian. esculentum Mill.), serangga pollinator, tumbuhan T. procumbens L.

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yang merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. dunia, termasuk juga keanekaragaman Arthropodanya. 1. Arachnida, Insecta, Crustacea, Diplopoda, Chilopoda dan Onychophora.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. yang terletak pada posisi BT dan LS. Purbalingga

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian. 1 Sehingga dalam jenis

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan

III. METODE PENELITIAN. Penentuan Titik sampel. Mengukur Sudut Duduk Daun Pemeliharaan Setiap Klon

BAB III METODE PENELITIAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014.

3. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada

BAB I PENDAHULUAN. Sementara Pasal 2, Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati (Convention

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

BAB III METOE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Propinsi Sumatera Utara, dan secara geografis terletak antara 98 o o 30 Bujur

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan

TINJAUAN PUSTAKA A. Penyerbukan oleh Serangga

III. MATERI DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN. fenomena-fenomena yang ada, baik bersifat alamiah maupun rekayasa manusia. 1

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dibagi menjadi 7 strata ketinggian. Strata IV ( m dpl) Karakter morfologi bambu tali dicatat (lampiran 2).

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian menggunakan

1. PENDAHULUAN a. Latar Belakang

KEANEKARAGAMAN SEMUT (Hymenoptera: Formicidae) DI SEKITAR KAMPUS PINANG MASAK UNIVERSITAS JAMBI

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman

BAB III METODOLOGI PENELITAN

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

Lampiran 2. Dominansi spesies serangga penyerbuk di tiap-tiap habitat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga.

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode

BAB I PENDAHULUAN. dan perubahan secara terus-menerus. Maka dari itu, setiap manusia harus

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. : Wilayah Kabupaten Cianjur. : Wilayah Kabupaten Sukabumi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meidita Aulia Danus, 2015

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei yaitu menelusuri wilayah (gugus

MATERI DAN METODE. Alat yang digunakan adalah jaring serangga ( insect net), jaring serangga

Hubungan Jenis Serangga Penyerbuk dengan Morfologi Bunga Pada Tanaman Tomat (Lycopersicon Esculentum Mill.) dan Sawi (Brassica Juncea Linn.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai bulan Februari

KEANEKARAGAMAN SPESIES INSEKTA PADA TANAMAN RAMBUTAN DI PERKEBUNAN MASYARAKAT GAMPONG MEUNASAH BAK U KECAMATAN LEUPUNG KABUPATEN ACEH BESAR

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga

I. PENDAHULUAN. Amfibi merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhamad Adnan Rivaldi, 2013

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni Pengambilan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB II KUALITAS PERAIRAN DAN INDEKS

BAB I PENDAHULUAN. mengeksplor kekayaan alam Indonesia. kehendak Allah SWT yang tidak ada henti-hentinya memberikan keindahan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif eksploratif dengan metode

Transkripsi:

11 METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari sampai Juni 2009. Pengamatan serangga dilakukan di dua lokasi, yaitu pada pertanaman H. multifora di lingkungan Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Darmaga dan Stasiun Penelitian Bodogol Taman Nasional Gede Pangrango (TNGP) (Gambar 3). Darmaga Keterangan: Lokasi Penelitian Bodogol Darmaga Gambar 3 Peta lokasi penelitian di Stasiun Penelitian Bodogol dan IPB Darmaga.

12 Stasiun Penelitian Bodogol berada di cagar biosfer Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Cagar biosfer merupakan perpaduan antara konservasi keanekaragaman landscape ekosistem hayati dan genetik. Cagar biosfer juga mempunyai fungsi pendukung penelitian, pemantauan, proyek percontohan serta sarana untuk pendidikan dan pelatihan (Budiananto 2006). Sebagian besar wilayah ini adalah hutan hujan tropis. Curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 3.000 4.200 mm/tahun, sehingga termasuk dalam salah satu kawasan terbasah di Pulau Jawa. Musim hujan berlangsung dari bulan Oktober hingga Mei (Budiananto 2006). Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol (PPKA Bodogol) merupakan salah satu pusat pendidikan konservasi dan penelitian yang ada di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. PPKAB berdiri sejak 12 Desember 1998, merupakan program kerja sama antara Conservation International Indonesia Program, Taman nasional Gunung Gede Pangrango dan Yayasan Alami Mitra Indonesia. Lokasi PPKA Bodogol lebih kurang 15 km dari Ciawi menuju Lido dengan akses jalan yang mudah dicapai. PPKA Bodogol berada di ketinggian lebih kurang 800 mdpl (Budiananto 2006), secara geografis daerah ini terletak pada 6 0 46 35 LS dan 106 0 51 20,3 BT. Lokasi pertanaman Hoya di kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di kecamatan Darmaga. Tanaman ini tumbuh dalam pot yang berjumlah kurang lebih 120 tanaman yang berada di dalam ruang dengan atap paranet dan dinding kawat dengan diameter 6 cm. Media yang digunakan untuk menanam selain tanah adalah akar pakis dan arang. Diameter kawat yang lebar memungkinkan serangga untuk masuk ke dalam pertanaman Hoya. Curah hujan di Kecamatan Darmaga 1000 1500 mm/tahun, dengan ketinggian 500 m dari permukaan laut.

13 B. Metode a. Pengamatan Keanekaragaman Serangga Pengamatan keanekaragaman serangga yang berasosiasi dengan bunga H. multifora dilakukan dengan menggunakan metode scan sampling (Martin & Bateson 1993). Pengamatan dilakukan pada tiga payung bunga pada tiga tumbuhan H. multiflora yang sedang berbunga pada masingmasing lokasi (Gambar 4). (a) (b) Gambar 4 Bunga H. multiflora. payung bunga yang masih kuncup (a), payung bunga mekar (b) Pengamatan keanekaragaman dilakukan setiap hari dan setiap jam dilakukan pengamatan selama 30 menit, mulai pukul 06.00 sampai pukul 17.30 WIB. Pengamatan dilakukan pada bulan Januari sampai Juni 2009. Pengamatan dilakukan mulai bunga mekar sampai gugur. Total waktu pengamatan adalah 39 hari dengan rincian 20 hari di lokasi Darmaga dan 19 hari di Bodogol. Sampel serangga yang berasosiasi dengan tumbuhan H. multifora ditangkap dengan jaring serangga dan diawetkan untuk keperluan identifikasi. Pengawetan serangga dilakukan dengan dua cara yaitu awetan basah dan awetan kering. Awetan basah digunakan untuk serangga yang berukuran kecil dan awetan kering untuk serangga yang berukuran besar (Triplehorn & Jhonson 2005). Pengawetan kering digunakan untuk Lepidoptera yaitu dengan membius serangga dengan ethanol 70% dan disimpan dalam kertas papilot. Preparasi dilakukan dengan membentangkan sayap kemudian di pinning dan dimasukkan dalam kotak penyimpanan.

14 b. Pengukuran Parameter Lingkungan Data lingkungan yang diukur, meliputi suhu udara dan kelembaban udara dengan menggunakan Thermo-Hygrometer dan intensitas cahaya dengan menggunakan lux meter. Pengukuran suhu udara, kelembaban udara dan intensitas cahaya dilakukan setiap ditemukan serangga pada saat pengamatan keanekaragaman serangga. c. Pengukuran Volume Nektar Pengukuran volume néktar bunga H. multiflora dilakukan setiap pukul 06.00-07.00 WIB. Pengukuran volume nektar dilakukan dengan menggunakan mikropipet ukuran 0,1 μl (Drummond Microcaps), yaitu dengan cara menempelkan mikropipet pada cairan nektar yang menggembung di dasar bunga (Gambar 5). Pengambilan nektar dilakukan pada dua bunga dan setiap pengambilan nektar digunakan mikropipet yang baru (Comba et al. 2003). Gambar 5 Pengambilan nektar bunga H. multiflora dengan mikropipet d. Identifikasi Spesimen Identifikasi serangga dilakukan dengan menggunakan mikroskop stereo dan mikroskop cahaya di bagian Ekologi dan Sistematika Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Institut Pertanian Bogor (IPB). Identifikasi spesimen juga dilakukan di Museum Zoologi LIPI Cibinong, Bogor. Identifikasi spesimen dilakukan sampai famili berdasarkan Triplehorn dan Johnson (2005).

15 Identifikasi spesimen sampai genus berdasarkan Bolton (1994) untuk Formicidae, Michener (2000) untuk Apidae, Pechuman dan Teskey (1981) untuk Tabanidae, Wheeler (1987) untuk Drosophilidae, Shewell (1987) untuk Sarcophagidae, dan Barthelemy (2008) untuk Vespidae. e. Pengamatan Frekuensi Kunjungan Serangga Pengamatan frekuensi kunjungan dilakukan pada serangga yang dominan ditemukan pada tumbuhan H. multiflora, yaitu Crematogaster sp., Diacamma sp., Myrmicaria sp., Tabanus sp., Sarcophaga sp., Vesipula velutina, Trigona sp., Prenolepis sp., Vespa analis, Ropalidia fasciata, Drosophyla sp., dan Vespula flaviceps. Pengamatan frekuensi kunjungan meliputi: (1) jumlah bunga yang dikunjungi serangga persatuan waktu; (2) lama kunjungan serangga per bunga; dan (3) total kunjungan serangga pada bunga yang diukur dari serangga mulai berkunjung sampai serangga tersebut meninggalkan tumbuhan. f. Pengukuran Efektivitas Serangga Penyerbuk Pengukuran efektivitas serangga penyerbuk dilakukan pada H. multifora di Kampus IPB Darmaga dan Bodogol. Pengukuran dilakukan dengan cara mengurung satu payung bunga dengan kain kasa untuk mencegah serangga mengunjungi bunga. Pengurungan payung bunga dilakukan pada bunga yang belum mekar (Gambar 6a). Satu payung bunga lainnya dibiarkan terbuka sebagai kontrol (Gambar 6b), masing-masing lokasi, dilakukan tiga kali ulangan.

16 (a) (b) Gambar 6 Perlakuan pengurungan payung bunga di dua lokasi: kurungan (a), non kurungan (b) Jumlah bunga per payung (Gambar 7a) dan jumlah buah yang terbentuk pada masing-masing perlakuan (kurungan dan non kurungan) dibandingkan (Dafni 1992). (a) (b) Gambar 7 Buah dan biji tumbuhan H. multiflora: buah (a), dan biji (b) g. Analisis Data Keanekaragaman spesies dan jumlah individu serangga penyerbuk pada tumbuhan H. multiflora ditampilkan dalam tabel. Hubungan keanekaragaman serangga dengan jumlah bunga dan volume nektar disajikan dalam bentuk grafik. Keanekaragaman serangga dianalisis dengan indeks keragaman shannon (H ), indeks kemerataan spesies (evenness), dan indeks kesamaan sorensen (Cs) (Magguran 2003) sebagian data dianalisis dengan Program Primer E5. Rumus yang digunakan adalah: H'= - ni ni H ln E = 2 j Cs = X100 N N S ( a + b) % ln

17 Keterangan : H' = indeks keragaman shannon E = indeks kemerataan spesies (evennes) Cs = indeks kesamaan sorensen ni = jumlah individu pada i spesies N = jumlah total individu S = kekayaan spesies J = jumlah spesies yang ditemukan pada waktu a dan b a = jumlah spesies yang ditemukan pada waktu a b = jumlah spesies yang ditemukan pada waktu b Data keanekaragaman serangga dikaitkan dengan waktu pengamatan, volume nektar, dan faktor lingkungan. Hubungan antara keanekaragaman serangga dengan parameter lingkungan dianalisis dengan Principil Component Analysis (PCA) dengan program R.2.5.1. Volume nektar dihitung dengan menggunakan rumus: Volume nektar = Panjang pipet berisi nektar x kalibrasi volume pipet Total panjang pipet Efektivitas penyerbukan dihitung dari persentase buah yang terbentuk dengan membandingkan antara perlakuan yang dikurung dan tanpa kurungan (Dafni 1992).