BAB. I Pendahuluan A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) diketahui sebagai penyakit arboviral (ditularkan melalui nyamuk) paling banyak ditemukan di negara-negara tropis dan subtropis. World Health Organization (WHO) pada tahun 2000 menyebutkan DBD sebagai penyakit yang secara global prevalensinya meningkat tajam terjadi di lebih dari 100 negara. Dimana lebih dari 2,5 juta orang di daerah urban, peri-urban, dan daerah rural di tropis dan sub tropis terkena DBD. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit endemis di Indonesia, sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, jumlah kasus terus meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) setiap tahun, KLB yang terbesar terjadi pada tahun 1998 dilaporkan dari 16 propinsi dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dengan Case Fatality Rate (CFR) 2,0%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10.17. namun tahun-tahun berikutnya IR tampak cenderung meningkat yaitu:15.99untuk tahun 2000; 21.66 untuk tahun 2001; 19.24 untuk tahun 2002 dan 23.87 untuk tahun 2003 (Departemen Kesehatan RI 2004). Di Kota Yogyakarta gambaran jumlah penderita DBD dan CFR DBD dari tahun 1980-2012 dapat digambarkan sebagai berikut: Jika dilihat dari CFR DBD dari tahun ke tahun mengalami penurunan meskipun ada beberapa kali yang mengalami kenaikan seiring dengan meningkatkan jumlah penderita DBD. Hal ini dimungkinkan adanya intervensi- intervensi yang telah dilakukan oleh pihak Pemerintah Kota Yogyakarta dalam menanggulangi penyakit DBD.
JML PDRT 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 9.1 8.5 7.2 1638 6.5 6 5.7 5.8 895 5 76 768 4.2 705 688 550 567 607 4 3.8 485 503 460 3 367 374 339 343 374 1.92.3 1.9 1.6 206 53 33 47 31 71 83 69 131155175 189 233268 2.0 276 2 1.81.7 1.4 1.4 1.2 1 0.8 0.7 0.8 0.8 0.80.7 0.40.4 8 0.0 0.3 0.3 0.4 0.40.4 0.5 0.00 1517 CFR (%) 10 9 8 7 PDRT CFR (%) Gambar 1 Grafik Penderita Demam Berdarah di Kota Yogyakarta dari tahun 1980-2012 Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, 2012 Laporan kasus DBD di Kota Yogyakarta menggunakan surveilans sentinel rumah sakit dimana hasil pemeriksaan darah selama penderita dirawat di rumah sakit baik keluar hidup atau mati dikirimkan ke Dinas Kesehatan (WHO 2009). Laporan tersebut sering dikenal dengan laporan Kewaspadaan Dini Rumah Sakit (KDRS) yang dikirimkan selambat-lambatnya 24 jam setelah pasien terdiagnosa DBD. Hal tersebut sesuai dengan Kebijakan Program DBD Departemen Kesehatan RI dimana kewaspadaan dini termasuk di dalam kegiatan pokok dalam penanggulangan DBD (Departemen Kesehatan RI 2004). Di tahun 2012 rata rata waktu pengiriman laporan KDRS DBD dari rumah sakit ke Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta adalah 12,96 hari,
hal ini tidak sesuai dengan idealnya pelaporan diterima di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta yaitu 24 jam setelah pasien di diagnosa menderita demam berdarah. Pengelolaan data KDRS di Kota Yogyakarta dilakukan dengan cara semi manual yaitu memasukkan data KDRS ke dalam lembar kerja dari microsoft excel yang bisa diolah menjadi berbagai informasi berupa grafik trend, grafik penderita per tahun, grafik min-max, dan pemetaan digital. Namun beberapa kendala dalam mengakses informasi diantaranya adalah: petugas hanya satu orang, dalam mengolah data menjadi informasi tidak bisa real time karena harus memasukkan rumus-rumus dalam excel untuk bisa menghasilkan informasi, waktu proses yang lama dikarenakan ukuran data yang besar, otomatisasi belum bisa berjalan cepat. Kendala-kendala tersebut dapat mengurangi ketepatan dan kecepatan dalam pengambilan keputusan. Dimana sudah merupakan tugas pokok dari surveilans kesehatan untuk dapat mendeteksi dan meramalkan adanya kejadian epidemi suatu penyakit sehingga semakin cepat suatu kejadian terdeteksi maka semakin cepat penanganan yang tepat bisa dilaksanakan (WHO 2009). B. Perumusan Masalah Berbagai laporan telah membuktikan manfaat inovasi teknologi informasi dan komunikasi untuk memperkuat sistem surveilans penyakit menular, mulai dari mempercepat pelaporan, memudahkan analisis, memperbaiki visualisasi hingga mendukung pengambilan keputusan. Namun demikian, hingga saat ini model inovasi sejenis belum dikembangkan dan dimanfaatkan untuk mendukung surveilans DBD di Kota Yogyakarta. Minat Sistem Informasi Manajemen Kesehatan (SIMKES) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada pada tahun 2012 sudah mengembangkan sistem informasi terpadu demam berdarah dengan menggunakan SMS based dan Web Center application. SMS based digunakan oleh petugas demam berdarah untuk melaporkan kejadian kasus dengan difasilitasi modem SMS gateway.
Web center application merupakan aplikasi surveilans di Dinas Kesehatan untuk basis data pasien dengue di kabupaten/kota. Web center ini juga berfungsi untuk analisa surveilans dalam bentuk peta kasus dan atau alert (peringatan) kejadian kasus DBD di cakupan wilayah dinas kesehatan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah sistem pelaporan berbasis SMS dan aplikasi surveilans demam berdarah berbasis web mampu memberikan kemudahan dan kecepatan dalam mendukung pengambilan keputusan? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian untuk mendukung pengembangan sistem pelaporan demam berdarah dalam mendukung proses pengambilan keputusan untuk surveilans respons penyakit demam berdarah dengue yang ada dengan tujuan khusus : 1. Untuk mengetahui manfaat pencatatan pelaporan antara pelaporan berbasis sms dan aplikasi surveilans demam berdarah berbasis web di Kota Yogyakarata, 2. Untuk memberikan alternatif lain dalam sistem pelaporan surveilans demam berdarah di Kota Yogyakarta D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: 1. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan sistem pelaporan surveilans demam berdarah di Kota Yoaygakarta. 2. Manfaat Ilmiah Penelitian ini diharapakan dapat menambah informasi yang ilmiah mengenai pemanfaatan sistem pelaporan surveilans demam berdarah dalam pengambilan keputusan di Kota Yogyakarta.
E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian mengenai Sistem Informasi DBD untuk kewaspadaan dini DBD pernah dilakukan, diantaranya adalah: 1. Agushybana & Purnami (2005) dalam Sistem Surveilans Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis Komputer untuk Perencanaan, Pencegahan dan Pemberantasan DBD di Kota Semarang, penelitian ini merancang prototipe dengan sumber pelaporan KDRS dan hasil PE di Kota Semarang untuk selanjutnya data tersebut digunakan pembuatan peta digital untuk daerah endemis, sporadis, dan potensial. Persamaan dengan penelitian ini adalah keduanya merancang system informasi untuk penanggulangan demam berdarah dengan penggunaan KDRS dan hasil PE sementara perbedaannya adalah untuk pelaporan cepat penelitian ini menggunakan SMS sebagai dasar pelaporan cepat. 2. Masrochah (2006) dalam Sistem Informasi Surveilans Epidemiologi sebagai Pendukung Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit di Kota Semarang, penelitian ini memfokuskan perancangan sistem informasi surveilans epidemiologi. Untuk input data menggunakan form W2 mingguan wabah dari puskesmas yang berisi laporan potensi wabah. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penggunaan input W2 sementara penelitian ini menggunakan data KDRS penyakit khusus demam berdarah. 3. Hariyana (2007) dalam Pengembangan Sistem Informasi Surveilans Epidemiologi Demam Berdarah Dengue Untuk Kewaspadaan Dini Dengan Sistem Informasi Geografis Di Wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara (Studi Kasus Di Puskesmas Mlonggo I) penelitian ini mengambil tempat di Puskesmas Mlonggo I meneliti tentang faktor risiko penderita DBD dan otomatisasi penggunaan sistem informasi dengan keluaran peta digital. Perbedaan dengan penelitian ini adalah output penggunaan sistem informasi geografis, sementara penelitian ini menggunakan grafik dan sebagian peta menggunakan goglemaps.
4. Putra et al. (2011) dalam Pembangunan Sistem Informasi Dan Jaringan Database Terdistribusi Berbasis Web Dan Sms Gateway Studi Kasus Demam Berdarah Di Surabaya mengambil tempat di Surabaya, penelitian ini mendasain aplikasi berbasis web dan penggunaan SMS Gateway dengan metode interaktif dan serangkaian aplikasi pintar untuk tanya jawab mengenai demam berdarah. Perbedaan dengan penelitian ini adanya sistem pakar dalam penelitian Putra et al (2011) untuk konsultasi demam berdarah. 5. Sugiyanto & Kurniadi (2014) dalam SMS Gateway untuk Edukasi dan Monitoring Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang, penelitian ini menggambarkan tentang partisipasi masyarakat dalam penanganan demam berdarah dengan menggunakan SMS sebagai media dalam penyampain kewaspadaan dini kepada masyarakat. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penggunaan SMS sebagai pelaporan sementara penelitian Sugiyanto & Kurniadi (2014) menyarankan penggunaan SMS sebagai media dalam promosi kesehatan demam berdarah.