BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan perusahaan yang secara sederhana adalah tingkat keuntungan perusahaan atau seberapa besar perusahaan dapat memberikan imbal hasil kepada para investornya dan adanya kemampuan membayar kewajiban kepada para kreditor. Pertumbuhan perusahaan merupakan suatu hal yang menjadi harapan, baik oleh pihak internal perusahaan (yaitu pihak manajemen) maupun eksternal perusahaan (seperti investor dan kreditor). Pertumbuhan perusahaan diharapkan memberikan aspek yang positif bagi perusahaan sehingga meningkatkan kesempatan berinvestasi di perusahaan tersebut. Perusahaan dengan pertumbuhan yang tinggi membutuhkan lebih banyak dana karena banyak kesempatan investasi yang akan mereka lakukan. Bagi investor pertumbuhan perusahaan salah satu indikator penting untuk dapat mengetahui profitabilitas investasi yang akan dilakukan disuatu perusahaan untuk memberikan return yang sesuai dengan tingkat yang dipersyaratkan investor. Inti dari kegiatan pasar modal adalah kegiatan investasi, yaitu kegiatan menanamkan modal baik langsung maupun tidak langsung dengan harapan pada waktunya nanti pemilik modal mendapatkan sejumlah keuntungan dari hasil penanaman modal tersebut. Bagi para investor, melalui pasar modal mereka dapat memilih obyek investasi dengan beragam tingkat pengembalian dan tingkat risiko yang dihadapi, sedangkan bagi para
penerbit (emiten) melalui pasar modal mereka dapat mengumpulkan dana jangka panjang untuk menunjang kelangsungan usaha mereka. Pada dasarnya investor mengukur kinerja perusahaan berdasarkan kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya yang dimiliki untuk menghasilkan laba. Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba merupakan fokus utama dalam penilaian kinerja perusahaan. Laba perusahaan selain merupakan indikator kemampuan perusahaan memenuhi kewajibannya bagi para penyandang dananya juga merupakan elemen dalam penciptaan nilai perusahaan yang menunjukkan prospek perusahaan di masa yang akan datang. Jika perusahaan memiliki kinerja keuangan yang baik maka investor akan tertarik menanamkan modalnya, karena adanya harapan akan memperoleh keuntungan dari penanaman modal tersebut. Metode yang paling sering digunakan untuk mengukur kinerja keuangan adalah financial ratio, yang dianalisis dari laporan keuangan perusahaan. Analisis laporan keuangan dapat dilakukan dengan menghitung berbagai macam rasio yaitu liquidity ratio, assets activity ratio, leverage ratio, coverage ratio, profitability ratio dan market value ratio. Salah satu rasio yang sering digunakan oleh investor dalam menilai kinerja perusahaan adalah rasio profitabilitas yang terdiri dari Gross Profit Margin (GPM), Net Profit Margin (NPM), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Share (EPS). Menurut Yanindya (1998) salah satu kelemahan dari pengukur akuntansi adalah rasio-rasio tersebut dihasilkan dari nilai buku. Dengan demikian, nilainya tidak mencerminkan nilai yang ada di pasar. Selain itu, penggunaan rasio keuangan sebagai alat ukur akuntansi konvensional
mengabaikan adanya biaya modal sehingga sulit untuk mengetahui apakah perusahaan telah mampu menciptakan nilai atau tidak. Menurut Iramani dan Febrian (2005) rasio keuangan dapat membantu perusahaan dalam mengidentifikasi berbagai kekuatan dan kelemahan perusahaan. Kelebihan dari penggunaan financial ratio sebagai pengukur kinerja keuangan adalah karena mudahnya dalam proses perhitungannya, selama data yang dibutuhkan tersedia dengan lengkap. Namun disisi lain terdapat kelemahan dari penggunaan financial ratio sebagai pengukuran kinerja keuangan. Kelemahan dari financial ratio adalah karena data yang digunakan adalah data akuntansi yang tidak terlepas dari penafsiran (estimasi) yang dapat mengakibatkan timbulnya berbagai macam distorsi sehingga kinerja keuangan perusahaan tidak terukur secara tepat dan akurat. Menurut Yanindya (1998) salah satu kelemahan dari pengukur akuntansi adalah rasio-rasio tersebut dihasilkan dari nilai buku. Dengan demikian, nilainya tidak mencerminkan nilai yang ada di pasar. Selain itu, penggunaan rasio keuangan sebagai alat ukur akuntansi konvensional mengabaikan adanya biaya modal sehingga sulit untuk mengetahui apakah perusahaan telah mampu menciptakan nilai atau tidak. Profitabilitas menunjukkan kinerja perusahaan dalam menghasilkan laba. Jika kinerja keuangan perusahaan dalam menghasilkan laba meningkat maka hal ini akan menunjukkan daya tarik bagi investor dan calon investor dalam menanamkan modalnya ke perusahaan. Jika permintaan saham meningkat maka harga saham akan cenderung meningkat, hal ini akan berakibat pada naiknya return saham. Pada dasarnya, jika perusahaan meningkatkan jumlah utang sebagai sumber dananya hal
tersebut dapat meningkatkan risiko keuangan. Jika perusahaan tidak dapat mengelola dana yang diperoleh dari utang secara produktif, hal tersebut dapat memberikan pengaruh negatif dan berdampak terhadap menurunnya profitabilitas perusahaan. Sebaliknya jika utang tersebut dapat dikelola dengan baik dan digunakan untuk proyek investasi yang produktif, hal tersebut dapat memberikan pengaruh yang positif dan berdampak terhadap peningkatan profitabilitas perusahaan. Haryanto (2003) melakukan penelitian tentang analisis pengaruh Rasio Profitabilitas terhadap Harga Saham pada Perusahaan Industri Minuman di Bursa Efek Indonesia. menyimpulkan bahwa ROA, ROE dan NPM secara simultan berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Secara parsial hanya ROE yang berpengaruh terhadap harga saham sedangkan ROA dan NPM tidak berpengaruh terhadap harga saham. Sedangkan Dwireza (2010) meneliti mengenai pengaruh profitabilitas terhadap harga saham perusahaan makanan dan minuman di Bursa Efek Indonesia (BEI). Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah NPM, ROI dan EPS sedangkan variabel dependennya adalah harga saham. Hasil pengujian menyimpulkan bahwa secara simultan seluruh variabel independen berpengaruh terhadap harga saham, sedangkan secara parsial hanya NPM dan EPS yang berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Berdasarkan studi pendahuluan pada industri barang konsumsi dapat diketahui bahwa terdapat beberapa perusahaan yang memiliki likuiditas yang tinggi tetapi memiliki tingkat profitabilitas yang rendah dan beberapa perusahaan memiliki likuiditas yang rendah tetapi memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi. Kenyataan
tersebut menyimpang dari teori yang ada, di mana secara teori apabila perusahaan industri barang konsumsi yang memiliki tingkat likuiditas yang tinggi maka tingkat profitabilitasnya juga tinggi. Industri barang konsumsi menjadi industri yang penting bagi perkembangan perekonomian bangsa. Hal ini tidak terlepas dari banyaknya perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam industri barang konsumsi di Indonesia. Tidak bisa dipungkiri bahwasanya dalam proses produksi barang konsumsi dibutuhkan banyak sumber daya termasuk di dalamnya sumber daya manusia. Oleh karena itu, industri barang konsumsi memiliki peranan dalam menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan pada suatu negara. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada investor dan calon investor untuk merumuskan kebijakan dalam melakukan investasi pada perusahaan dalam sektor industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia supaya tingkat pengembalian dari penanaman investasi tersebut memperoleh hasil yang maksimum. Fenomena dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada perusahaan barang konsumsi, di mana perusahaan barang konsumsi merupakan perusahaan produsen barang-barang konsumsi yang tidak sepenuhnya berpengaruh terhadap kondisi ekonomi, dengan demikian para investor akan memiliki pandangan bahwa barang-barang produk barang konsumsi yang merupakan barang yang tetap dibutuhkan oleh para konsumen dalam kesehariannya dan perusahaan barang konsumsi merupakan jenis usaha yang lebih mampu untuk mendapatkan laba. Misalnya salah satu perusahaan barang konsumsi adalah Unilever yang menghasilkan
produk yang setiap hari dapat dikonsumsi misalnya sabun, dan kebutuhan sehari-hari lainnya, sehingga dengan demikian perusahaan tersebut akan lebih mudah melihat profitabilitasnya. Berdasarkan gambaran tersebut menarik untuk diteliti mengenai Pengaruh Profitabilitas terhadap Harga Saham dengan Price Earning Ratio sebagai Variabel Moderating pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraiakan, permasalahan perumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan industri barang konsumsi di BEI baik secara simultan dan parsial? 2. Apakah price earning ratio merupakan variabel moderating yang memperkuat atau memperlemah hubungan antara profitabilitas dan harga saham pada perusahaan industri barang konsumsi di BEI? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menguji pengaruh profitabilitas terhadap harga saham baik secara simultan maupun secara parsial pada perusahaan-perusahaan industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2. Untuk menguji apakah variabel price earning ratio merupakan variabel moderating yang memperkuat atau memperlemah hubungan antara profitabilitas dan harga saham pada perusahaan-perusahaan industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 1.4. Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan yang telah dikemukakan, penelitian ini akan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk memberikan wawasan dan pemahaman mendalam tentang pasar modal, khususnya mengenai profitabilitas terhadap harga saham. 2. Bagi manajer investasi, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan masukan di dalam menyikapi fenomena yang terjadi sehubungan dengan mengenai profitabilitas terhadap harga saham. 3. Peneliti berikutnya, memberikan wawasan bagi peneliti dan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya. 1.5. Originalitas Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian berbentuk replikasi dari penelitian terdahulu, yaitu Haryanto (2003) melakukan penelitian tentang analisis pengaruh Rasio Profitabilitas terhadap Harga Saham pada Perusahaan Industri Minuman di BEJ. Penelitian Haryanto (2003) menggunakan variabel ROA, ROE, NPM. Dalam
penelitian Haryanto secara simultan ROA, ROE dan NPM berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham. Secara parsial hanya ROE yang berpengaruh terhadap harga saham Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Haryanto (2003) adalah variebel indenpenden profitabilitas dengan variabel yang digunakan Gross Profit Margin (GPM), Net Profit Margin (NPM), Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), dan Earning Per Share (EPS) dan variabel independennya adalah harga saham, dan penelitian ini menambahkan price earning ratio (PER) sebagai variabel moderating. Perusahaan yang digunakan berbeda dengan penelitian sebelum yaitu perusahaan barang konsumsi dengan periode penelitian 2006-2009.