PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI TATA USAHA HASIL HUTAN

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU PADA HUTAN RAKYAT DAN PADA TANAH MILIK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

1 of 5 02/09/09 11:45

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG IZIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU LINTAS KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI JASA PERIZINAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 06 TAHUN 2000 T E N T A N G RETRIBUSI PEMANFAATAN LAHAN PADA HUTAN NEGARA

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN ANGKUTAN UMUM DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 14 TAHUN 2002 SERI C NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG

BUPATI SORONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SORONG NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK PETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 10 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

Peraturan...

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 3 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN

4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 09 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

BUPATI SORONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SORONG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

1 of 5 02/09/09 11:36

TENTANG BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI PASAR GROSIR DAN ATAU PERTOKOAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PEMAKAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI,

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 18 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PEREDARAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BUPATI SORONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SORONG NOMOR 17 TAHUN 2013 T E N T A N G RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SORONG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MIMIKA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN PERUNTUKKAN PENGGUNAAN TANAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 8 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERDAGANGAN

BUPATI SORONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SORONG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 15 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2003 NOMOR 08 SERI B PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 08 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR : 14 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN TENTANG RETRIBUSI IZIN MEMBUKA DAN MEMANFAATKAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

BUPATI KEPULAUAN YAPEN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IJIN TRAYEK ANGKUTAN DARAT DI KABUPATEN MURUNG RAYA

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

L E M B A R A N D A E R A H

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TUMUR NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

Salinan NO : 1/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 1 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2003 SERI C NOMOR 12 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN PENGGUNAAN JALAN

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI

WALIKOTA SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT Rancangan PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

L E M B A R A N D A E R A H

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI,

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

NOMOR : 10 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PASAR GROSIR DAN/ATAU PERTOKOAN BUPATI PURWAKARTA,

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI KAWASAN PARIWISATA PANTAI WIDURI

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK PETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

PEMERINTAH KABUPATEN BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN

Transkripsi:

PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI TATA USAHA HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjaga kelestarian Lingkungan Hidup, Sumber Daya Alam Hutan, Tanah dan Air dari kerusakan yang disebabkan oleh manusia, hewan dan alam, maka dipandang perlu memberikan perlindungan dan pengawasan terhadap pohon lindung di tepi jalan dan kayu desa atau hasil hutan rakyat / hasil perkebunan serta hasil hutan lainnya di luar kawasan hutan dalam wilayah Kabupaten Ngawi; b. bahwa dalam rangka pemberian perlindungan dan pengawasan kelestarian hutan dan mendapatkan bukti legalitas hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam huruf a maka perlu penatausahaan hasil hutan dengan memungut retribusi; c. bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Tata Usaha Hasil Hutan. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembetukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 9); 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419); 4. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685); 5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 6. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

2 Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60. Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 7. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888); 8. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubaha atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139); 12. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden; 13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah; 14. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan dibidang Retribusi Daerah; 15. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 Tahun 1997 tentang Tata Cara Pemeriksaan dibidang Retribusi Daerah; 16. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 147 Tahun 1998 tentang Komponen Penetapan Tarif Retribusi; 17. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 316/ Kpts/II/1999 tentang Tata Usaha Hasil Hutan; 18. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 1327 Kpts/IV/2000 tentang Pemberlakuan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) Sebagai Pengganti Dokumen Surat Angkutan Kayu Bulat (SAKB) Surat Angkutan Kayu Olahan (SAKO) dan Surat Angkutan Hasil Hutan Bukan Kayu (SAHHBK). Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NGAWI MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI TENTANG RETRIBUSI TATA USAHA HASIL HUTAN

3 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah, adalah Kabupaten Ngawi. 2. Pemerintah Daerah, adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah Kabupaten Ngawi. 3. Bupati, adalah Bupati Ngawi. 4. Dinas, adalah Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ngawi atau Dinas Pelayanan Masyarakat Kabupaten Ngawi; 5. Badan, adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam betuk apapun, firma, kongsi, Koperasi,dana pensiun, persekutuan perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi social politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan usaha lainnya. 6. Palu Tok DK, adalah alat yang dipakai untuk memberikan tanda legalitas pada kayu bulat yang berasal dari hutan rakyat/milik, kayu hasil perkebunan atau kayu pelindung jalan dan kayu lainnya yang berasal dari luar kawasan hutan. 7 Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan yang selanjutnya disebut SKSHH, adalah dokumen milik Departemen Kehutanan yang berfungsi sebagai bukti legalitas, pengangkutan, penguasaan atau pemilikan hasil hutan. 8. Pejabat Pemegang Palu Tok, adalah Pejabat pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan yang ditunjuk dan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan untuk menetapkan Palu Tok pada kedua bontos atau pangkal kayu yang akan diterbitkan dokumen SKSHH. 9. Hutan, adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alann hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. 10. Hasil Hutan, adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya serta jasayang berasal dari hutan. 11. Hutan Rakyat atau Hutan Milik, adalah hutan yang berada di luar kawasan hutan dan di luar hutan cadangan yang dibebani dengan hak milik atau hak-hak lainnya. 12. Kehutanan, adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. 13. Kawasan Hutan, adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

4 14. Hutan Negara, adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. 15. Tanda khusus, adalah tanda yang diterakan pada kayu rakyat yang akan ditebang dengan tanda cat silang merah dan atau Palu Tok DK pada kedua bontos batang kayu. 16. Kayu, adalah kayu jati dan atau kayu rimba di tanah milik perorangan atau badan hukum di luar kawasan hutan. 17. Kayu rimba, adalah jenis kayu yang terdiri dari kayu rimba keras dan kayu rimba lunak. Kayu rimba keras meliputi kayu mahoni dan kayu sono keling, sedang kayu rimba lunak meliputi kayu sengon laut dan kayu sengon jawa. 18. Kayu bakar, adalah cabang, ranting, pucuk kayu atau cacat yang tidak dapat digunakan lagi untuk bahan industri pengolahan kayu, pengrajin atau bahan bangunan dengan diameter 5 Cm (lima sentimeter} sampai dengan 8 cm (delapan sentimeter) dan panjang 100 cm (seratus sentimeter). 19. Pengujian kayu, adalah kegiatan pengukuran volume kayu, baik volume taksasi maupun volume kayu yang sudah ditebang dengan jumlah batang volume masing-masing batang dan penentuan klas kayu untuk kayu jati. 20. Izin, adalah izin penebangan kayu hutan rakyat di luar kawasan hutan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. 21. Tata Usaha Hasil Hutan, adalah suatu tatanan daiam bentuk pencatatan, penerbitan dokumen dan pelaporan yang meliputi kegiatan perencanaan produksi, penebangan, pengukuran. pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan peredaran hasil hutan. 22. Hasil Hutan Milik Rakyat, adalah benda-benda hayati beserta turunannya yang telah dibudidayakan di lahan hak milik atau hakhak lainnya yang berada di luar kawasan hutan. 23. Hasil Kayu Perkebunan, adalah kayu yang ditebang dari hasil perkebunan termasuk hasil hutan yang dibudidayakan di areal perkebunan. 24. Laporan hasil produksi yang selanjutnya disebut LHP, adalah laporan dalam bentuk daftar manual nomor atas batang jenis, panjang diameter dan volume kayu bulat kecil yang diproduksi. 25. Pejabat Penerbit SKSHH, adalah Pejabat pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan untuk menerbitkan dokumen SKSHH. 26. Tim Komisi, adalah petugas yang terdiri dari unsur Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ngawi, PT. Perhutani Kabupaten Ngawi, Dinas Pelayanan Masyarakat Kabupaten Ngawi, Kepala Desa yang bersangkutan dan Tim yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan. 27. Petugas Pemeriksa Penerimaan Kayu Bulat yang selanjutnya disebut P3KB, adalah petugas Dinas Kehutanan dan Perkebunan yang mempunyai kualifikasi pengawas penguji kayu bulat rimba Indonesia yang ditempatkan di IPKH atau IPKT dan bertugas untuk memeriksa kebenaran penerimaan kayu bulat, KBK, BBS, dan atau rimba pembalakan. 28. Pengangkutan kayu, adalah kegiatan memindahkan kayu hasil hutan dari suatu tempat ke tempat lain atau dari suatu daerah ke daerah lain.

5 29. Retribusi Jasa Umum, adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten Ngawi untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. 30. Retribusi Tata Usaha Hasil Hutan yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pembayaran atas pemberian izin tebang kayu hutan rakyat, pengujian hasil hutan dan Pemeriksaan Kayu dari luar. 31. Wajib Retribusi, adalah orang pribadi atau badan yang menurut Peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu. 32. Masa retribusi, adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Kabupaten Ngawi. 33. Surat Setoran Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SSRD, adalah Surat yang digunakan oleh Wajib Retribusi untuk melakukan Pembayaran atau Penyetoran Retribusi yang terutang di Kas Daerah atau tempat lain yang ditetapkan oleh Bupati. 34. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD, adalah Surat Ketetapan retribusi yang menentukan besarnya pokok retribusi yang terutang. 35. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selajutnya disingkat STRD, adalah Surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. 36. Pembayaran Retribusi Daerah, adalah besarnya kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib retribusi sesuai dengan SKRD dan STRD ke Kas Daerah atau ke tempat lain yang ditunjuk dengan batas waktu yang telah ditentukan. 37. Pemeriksaan, adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi daerah dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi daerah. 38. Penyidikan Tindak Pidana Retribusi Daerah, adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya. 39. Kas Daerah, adalah Kas Pemerintah Kabupaten Ngawi. BAB II NAMA, OBYEK, SUBYEK DAN WAJIB RETRIBUSI Pasal 2 Dengan nama Retribusi Tata Usaha Hasil Hutan dipungut Retribusi atas pemberian izin tebang, jasa pelayanan pengujian hasil hutan,

6 peneraan tanda Palu Tok DK, penerbitan SKSHH dan pemeriksaan hasil hutan yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Ngawi. Pasal 3 Obyek Retribusi, adalah setiap kegiatan penebangan, pengangkutan dan atau pemeriksaan kayu Hasil Hutan. Pasal 4 Subyek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan penebangan, pengangkutan kayu dan atau mendatangkan kayu dari luar. Pasal 5 Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang melakukan penebangan kayu hasil hutan, pengangkutan kayu hasil hutan atau mendatangkan kayu dari luar daerah Kabupaten Ngawi dan atau menggunakan fasilitas di dalam hutan. BAB III GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 6 Retribusi Tata Usaha Hasil Hutan termasuk golongan retribusi Jasa Umum. BAB IV CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 7 Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan volume dan jenis kayu yang ditebang diangkut dan atau diperiksa. BAB V PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIP Pasal 8 Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarip retribusi didasarkan pada tujuan untuk mengganti biaya jasa lingkungan, biaya administrasi pengujian dan biaya pemeriksaan hasil hutan. BAB VI STRUKTUR DAN BESARNYA TARIP Pasal 9

7 (1) Struktur dan besarnya tarip Retribusi Tata Usaha Hasil Hutan ditetapkan berdasarkan jenis kayu, kelas kayu, dan volume kayu. (2) Struktur dan besarnya tarip ditetapkan sebagai berikut: a. Izin tebang kayu hutan rakyat: 1. kayu jati: A1 diameter 9 Cm (sembilan sentimeter) s.d 19 Cm (sembilan belas sentimeter) sebesar Rp. 5.000/m 3 ; A2 diameter 20 Cm (dua puluh sentimeter) s.d 29 Cm (dua puluh sembilan sentimeter) sebesar Rp.7.500/m 3 ; A3 diameter 30 Cm (tiga puluh sentimeter) atau lebih sebesar Rp. 10.000 / m 3 ; 2. kayu rimba keras sebesar Rp. 7.500 / m 3 ; 3. kayu rimba lunak sebesar Rp. 2.500 / m 3 ; b. Pengujian hasil hutan untuk Penerbitan SKSHH : 1. Kayu glondong : a) kayu jati: A1 diameter 9 Cm (sembilan sentimeter) s.d 19 Cm (sembilan belas sentimeter) sebesar Rp. 5.000/m 3 ; A2 diameter 20 Cm (dua puluh sentimeter) s.d 29 Cm (dua puluh sembilan sentimeter) sebesar Rp.7.500/m 3 ; A3 diameter 30 Cm (tigapuluh sentimeter) atau lebih sebesar Rp. 10.000/m 3 ; b) kayu rimba keras sebesar Rp. 5.000 / m 3 ; c) kayu rimba lunak sebesar Rp. 2.500 / m 3 ; d) kayu bakar sebesar Rp. 2.000 / m 3. 2. Kayu olahan : a) kayu jati sebesar Rp. 15.000 / m 3 ; b) kayu rimba keras sebesar Rp. 7.500 / m 3 ; c) kayu rimba lunak sebesar Rp. 5.000 / m 3. c. pemeriksaan kayu dari luar : 1. kayu jati sebesar Rp. 7.500 / m 3 ; 2. kayu rimba sebesar Rp. 5.000 / m 3 ; 3. kayu kalimantan atau eks luar jawa dan sejenisnya Rp. 5.000 / m 3. BAB VII KETENTUAN PERIZINAN, PEMERIKSAAN DAN PENERBITAN SKSHH Pasal 10 (1) Setiap kegiatan penebangan kayu hasil hutan rakyat harus mendapatkan izin dari Bupati. (2) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati melalui Kepala Dinas Pelayanan Masyarakat. (3) Izin penebangan kayu hasil hutan rakyat, diterbitkan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah diterimanya surat permohonan.

8 Pasal 11 (1) Setiap kegiatan penebangan kayu hasil hutan rakyat harus memenuhi persyaratan teknis dan persyaratan administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Untuk menetapkan dipenuhinya ketentuan persyaratan teknis dan persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan pemeriksaan oleh Tim Komisi. Pasal 12 (1) Terhadap pengajuan izin penebangan kayu hasil hutan rakyat yang dinyatakan telah memenuhi persyaratan diberikan tanda khusus. (2) Tanda khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berlaku untuk 1 (satu) kali kegiatan. Pasal 13 (1) Setiap kegiatan pengangkutan kayu hasil hutan rakyat harus mendapatkan SKSHH. (2) Untuk mendapatkan SKSHH sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus mengaj ukan permohonan secara tertulis kepada Pejabat Penerbit SKSHH melalui Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan. (3) SKSHH diterbitkan paling lambat 3 (tiga) hari sejak diterimanya surat permohonan. Pasal 14 (1) Setiap kegiatan pengangkutan kayu hasil hutan rakyat harus memenuhi persyaratan teknis dan persyaratan administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Untuk menetapkan dipenuhinya ketentuan persyaratan teknis dan persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan pemeriksaan oleh Pejabat Penerbit SKSHH dengan dibantu oleh 1 (satu) orang atau lebih sesuai dengan kebutuhan. (3) Kayu yang memenuhi persyaratan teknis dan administratif adalah kayu bulat/bahan baku serpih, kayu olahan dan hasil hutan bukan kayu yaitu kayu-kayu yang berasal dari perizinan yang sah. (4) Untuk penerbitan SKSHH kayu-kayu yang tidak jelas asal usulnya wajib membentuk Tim Komisi Penerbit SKSHH dengan anggota Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kepala Desa, Camat, Kepolisian, PT. Perhutani dan Instansi terkait. Pasal 15 (1) Terhadap pengajuan izin pengangkutan kayu hasil hutan rakyat yang dinyatakan telah memenuhi persyaratan diberikan tanda

9 khusus. (2) Tanda khusus sebagaimanadimaksu dalam ayat (l), berlaku untuk 1 (satu) kali kegiatan. Pasal 16 (1) Terhadap kegiatan mendatangkan kayu dari luar daerah. harus melaporkan dan menyerahkan dokumen angkutan kepada Dinas Kehutanan dan Perkebunan. (2) Dokumen sebagaimana dimaksuddalam ayat (1), berlaku untuk 1 (satu) kali kegiatan. Pasal 17 (1) Setiap kegiatan pengangkutan kayu hasil hutan rakyat dan kegiatan mendatangkan kayu dan luar kawasan hutan wajib dilengkapi dengan Dokumen SKSHH yang diterbitkan oleh Pejabat Penerbit SKSHH pada Dinas Kehutanan Perkebunan atau Dinas lain yang ditunjuk. (2) Untuk pemeriksaan SKSHH sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipungut retribusi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. BAB VIII JENIS KAYU Pasal 18 Hasil hutan terdiri dari : a. Kayu hutan rakyat, yaitu kayu hasil hutan yang berada di atas tanah yang dibebani hak milik maupun hak lainnya di luar kawasan hutan ; b. Kayu hasil perkebunan, yaitu kayu yang berasal dari areal perkebunan yang masih berupa kayu bulat yang dipergunakan sebagai bahan baku industri; c. Kayu bulat, yaitu bagian kayu dari pohon yang dipotong menjadi batangan atau batang-batang bekas cabang atau ranting ; d. Kayu olahan, yaitu hasil pengolahan kayu bulat atau kayu bulat kecil dan atau bukan kayu serpih dan atau limbah pembalakan menjadi veneer kayu lapis atau panel kayu, kayu gergajian dan serpih atau chip, garden furniture (GF), floring atau mini floring. BAB IX WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 19 Retribusi yang terutang dipungut di tempat pelayanan diberikan. BAB X SAAT RETRIBUSI TERUTANG

10 Pasal 20 Retribusi terutang terjadi pada saat ditetapkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. BAB XI TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 21 (1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan. (2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. BAB XII TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 22 (1) Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus dimuka. (2) Retribusi yang terutang dilunasi paling lambat 15 (lima belas) had sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (3) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran retribusi diatur lebih lanjut dalam Keputusan Bupati. BAB XIII TATACARA PENAGIHAN Pasal 23 (1) Surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran. (2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis disampaikan, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang. (3) Surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikeluarkan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. BAB XIV SANKSI ADMINISTRASI Pasal 24 Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari besarnya retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.

11 BAB XV KADALUWARSA PENAGIHAN RETRIBUSI Pasal 25 (1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi, kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila wajib retribusi melakukan tindak pidana dibidang retribusi daerah. (2) Kadaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tertangguh apabila : a. diterbitkan surat teguran ; atau b. ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak langsung. BAB XVI TATA CARA PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 26 (1) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi. (2) Pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan memperhatikan kemampuan wajib retribusi. (3) Tatacara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi diatur dalam Keputusan Bupati. BAB XVII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 27 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Kabupaten diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah agar keterangan laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas ; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi daerah; c. meminta keterangan dan bahan buktl dari orang pribadi atau badan sehubongan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumendokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang

12 retribusi daerah; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah; g. menyuruh berhenti atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang retribusi Daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui penyidik Pejabat Polisi Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undangundang Hukum Acara Pidana yang berlaku. BAB XVIII KETENTUAN PIDANA Pasal 28 (1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi yang terutang. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran. BAB XIX KETENTUAN PENUTUP Pasal 29 Ketentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjut Peraturan Daerah ini akan ditetapkan oleh Bupati.

13 Pasal 30 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Ngawi. Disahkan di Ngawi pada tanggal 27 Pebruari 2002 BUPATI NGAWI, ttd Diundangkan di Ngawi pada tanggal 1 Maret 2002 HARSONO SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN NGAWI, ttd FAUZI SIDEKAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NGAWI TAHUN 2002 NOMOR 12

14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI TATA USAHA HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, I. PENJELASAN UMUM Kelestarian Lingkungan Hidup, Sumber Daya Alam Hutan, Tanah dan Air dari kerusakan yang disebabkan oleh manusia, hewan dan alam dapat ditanggulangi. Penanggulangan kerusakan lingkungan hidup dapat dicegah jika kita bertanggungjawab untuk menjagadan memeliharanya. Pemberian perlindungan dan pengawasan terhadap pohon lindung di tepi jalan dan kayu desaatau hasil hutan rakyat atau hasil perkebunan serta hasil hutan lainnya di luar kavvasan hutan dalam wilayah Kabupaten Ngawi merupakan cara yang dianggap efektif untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup. Pemberian perlindungan dan pengawasan kelestarian hutan dan mendapatkan bukti legalitas hasil hutan, selain memberikan kepastian dalam kesempatan berusaha juga memberikan kontribusi dana kepada Pemerintah Daerah. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12

15 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30