BAB I. PENDAHULUAN. Potensi tersebut sudah dikenal sejak zaman penjajahan sampai. Indonesia, prosesing mendapatkanya melalui usaha pertambangan.

dokumen-dokumen yang mirip
PENAMBANGAN EMAS TIDAK BERIZIN DAN DAMPAK KEPADA LAHAN PERTANIAN DI PROVINSI RIAU PAZLI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Batubara merupakan salah satu tambang yang berpotensi untuk. dimanfaatkan lebih lanjut oleh pemerintah selain minyak dan gas bumi.

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya. Pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat cepat mengakibatkan

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern saat ini. Pada tahun 2014, Indonesia, menurut Survei

TABEL 4.1 KETERKAITAN VISI, MISI DAN STRATEGI DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2014 SEBESAR 6,56 PERSEN

Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU. I. Latar Belakang

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diamandemen ke-4, Bab

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2012 SEBESAR 4,30 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Bab I. Pendahuluan. UUD 1945 menegaskan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Tambang dan Pengolahan Bahan Galian dengan Akademi Geologi dan

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 1 Periode: Maret-Agustus 2015

Lex Administratum, Vol. III/No. 4/Juni/2015

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengatasi permasalahan itu yakni dengan mengatur pengambilan air dalam

BAB I PENDAHULUAN. 95 BT hingga 141 BT (sekitar 5000 km) dan 6 LU hingga 11 LS 2 tentu

EXECUTIVE SUMMARY. Optimalisasi Pengelolaan Sumber Daya Alam Untuk Kesejahteraan Dan Pembangunan Daerah

REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan maka dapat ditarik. kesimpulan sebagai berikut :

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Cipta. hlm Salim HS Hukum Penyelesaian Sengketa Pertambangan di Indonesia. Bandung: Pustaka Reka

UPAYA MENINGKATKAN MANFAAT INDUSTRI EKSTRAKTIF BAGI DAERAH DAN MASYARAKAT RISWAN TEKNIK PERTAMBANGAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 2015

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. pertambangan antara lain, Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

LAPORAN TENTANG PELAKSANAAN PERJALANAN DINAS

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI KAUR PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT

NOMOR 11 TAHUN 2OO9 TENTANG

PROGRAM KERJA TAHUN DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN JUDUL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan alam yang berbeda-beda pada setiap daerah. Pengelolaan sumber daya

02/03/2015. Sumber daya Alam hayati SUMBER DAYA ALAM JENIS-JENIS SDA SUMBERDAYA HAYATI. Kepunahan jenis erat kaitannya dengan kegiatan manusia

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

b. bahwa pengembangan lembaga pendidikan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. haves and the have nots. Salah satu sumberdaya alam yang tidak merata

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, untuk sebesar-besarnya kemakmuran

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

Pengertian. Istilah bahasa inggris ; Mining law.

LATIHAN SOAL PRA UTS BAB 2 SEBARAN BARANG TAMBANG DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengertian dari irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2012 NOMOR 20 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 20 TAHUN 2012 BUPATI KERINCI,

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melimpah. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

LD NO.5 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH I. UMUM

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

PROGRAM STUDI MAGISTER REKAYASA PERTAMBANGAN PERIODE JANUARI DESEMBER 2016

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan. bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.

Disajikan dalam Acara Pertemuan Tahunan EEP- Indonesia Tahun 2013, di Hotel Le Meridien Jakarta, 27 November 2013

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI RIAU PADA AGUSTUS 2010 SEBESAR 8,72 PERSEN

1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Potensi Sumber Daya Alam di Indonesia yang sangat melimpah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dengan tambang mineral lainnya, menyumbang produk domestik bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin

PERTAMBANGAN TANPA IZIN (PETI) DAN KEMUNGKINAN ALIH STATUS MENJADI PERTAMBANGAN SKALA KECIL

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya

BAB I PENDAHULAUN. dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. atau gabungan antara sumber daya alam hayati (mikro flora dan mikro fauna

BAB I PENDAHULUAN. alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya

BAB 1 PENDAHULUAN. digalakkan adalah pajak. Pajak merupakan peralihan kekayaan dari sektor swasta ke

Ditulis oleh Aziz Rabu, 07 Oktober :16 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 11 Oktober :06

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang. Riau dikenal sebagai propinsi yang kaya akan bahan tambang dan mineral. Potensi tersebut sudah dikenal sejak zaman penjajahan sampai dengan kemerdekaan. Potensi itu antara lain Minyak Bumi, Batu Bara sampai dengan Emas yang merupakan logam Mulia. Kekayaan alam berupa bahan tambang tersebut tersebar di beberapa wilayah provinsi Riau. Minyak Bumi terdapat di wilayah Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Siak. Batu bara terdapat di kabupaten Indra Giri Hulu, sedangkan Emas terdapat di wilayah kabupaten Kuantan Singingi yang dikenal dengan nama emas Logas. Potensi kekayaan alam yang terdapat di Riau merupakan kekayaan alam yang terdapat dalam Bumi Indonesia, prosesing mendapatkanya melalui usaha pertambangan. Munculnya kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) sulit terelakan, bagaimanapun juga PETI merupakan salah bentuk akses masyarakat kepada sumberdaya alam dan lingkunganya. Masyarakat dengan keterbatasan ilmu pengetahuan dan teknologi mengelola sendiri sumber-sumber mineral (emas) yang ada di daerahnya untuk meningkatkan taraf hidup dan ekonomi kelompoknya saja, sehingga negatif dampaknya kepada daerah. Survei Departemen ESDM tahun 2000, kegiatan PETI ini telah memasuki hampir seluruh golongan bahan galian seperti emas, batubara, intan, dan golongan lainnya. Dari hasil survey Departemen ESDM tahun 2000, kegiatan PETI sudah meliputi 52 kabupaten, dan 16 Provinsi (data per April 2000). Angka ini,menunjukkan peningkatan yang sangat berarti dibandingkan dengan tahun 1995 yang cuma meliputi 7 Provinsi. Lokasi PETI berada di 713 daerah, dengan memperkerjakan 67.550 orang tenaga kerja. Produksinya sudah mencapai 30 ton emas per tahun, 4.337.200 ton batubara per tahun, dan 33.600 karat intan par tahun. Khusus bahan galian Golongan C, berdasarkan hasil survey Puslitbang Teknologi Mineral sampai dengan tahun 1993, diketahui bahwa lebih dari 90% usaha pertambangan 2

bahan galian Golongan C berstatus tanpa ijin alias PETI. Pada tahun-tahun belakangan, sejalan dengan krisis ekonomi, dan meningkatnya harga emas dunia kegiatan PETI di berbagai daerah terus meningkat. Sementara itu, instrumen kebijakan dari pemerintah di daerah untuk menekan jumlah masyarakat yang melakukan penambangan liar tidak memadai. Jika terdapat instrumen kebijakan, belum mampu mengintegrasikan kepentingan masyarakat dengan kepentingan negara secara simbiosis yang menguntungkan. Akibatnya penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) terus berlansung secara liar bahkan meningkat kuantitasnya, Sejak adanya PETI di daerah penelitian ini, dimensi hubungan Sosial, Politik, Ekonomi, Hukum dan Ketertiban antara pemerintah daerah dengan masyarakat penambang sepertinya tidak harmonis. Secara khusus dalam dimensi ekonomi PETI tidak berkontribusi positip kepada pembangunan ekonomi wilayah di wilayah penelitian ini. Oleh karena itu penelitian penting dilakukan untuk mampu memberikan solusi yang menguntungkan kepada Negara atau Pemerintah serta Rakyat. yang keduanya harus saling memberikan kontribusi manfaat sesuai dengan fungsi-fungsinya terhadap berbagai aspek pembangunan wilayah. Terus membaiknya harga komoditas Emas dunia sekitar 4 tahun belakangan ini mendorong produksi Pertambangan Rakyat dimana-mana, dengan pola resmi maupun Tanpa Izin atau Illegal. Kegiatan pertambangan termasuk PETI berhubungan erat dengan permukaan bumi dalam wilayah dan perut bumi. Sehingga (PETI) menempatkan lahan sebagai faktor produksi penting, sedangkan permukaan bumi atau lahan yang mengandung potensi emas jumlahnya terbatas,bahkan wilayah permukaanya tumpang tindih dengan peruntukan pembangunan yang lain termasuk pertanian. Akibatnya terjadi kompetisi terhadap sumberdaya yang ada pada sektor yang berbeda maupun sesama Stake Holder dalam satu sektor yang sama. 3 1.2 Perumusan Masalah Penelitian PETI berdampak kepada masyarakat baik yang melakukan penambangan

maupun yang bukan melakukan penambangan. PETI berpengaruh positip kepada peningkatan pendapatan ekonomi rumah tangga penambang serta pedagang penyedia sarana penambangan. PETI mengeruk potensi kekayaan nyata kontribusinya kepada pemerintah daerah secara langsung. daerah dan tidak Pemerintah daerah maupun aparat yang berwenang tidak mampu menghentikan kegiatan masyarakat Penambang Emas Tanpa Izin (PETI) ini. PETI berdampak kepada permintaan terhadap lahan/tanah untuk penambangan. Jumlah tanah yang memenuhi kriteria untuk penambangan sangat terbatas. Sementara tingkat permintaan yang tinggi di sisi lain menyebabkan harga tanah meningkat begitu cepat dan tidak rasional. Tanah-tanah yang ada di perdesaan kabupaten Kuantan Singingi umumnya tanah dan lahan untuk pertanian. Akibatnya semakin meluasnya PETI semakin berkurang lahan untuk pertanian. PETI juga telah berdampak luas kepada sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara sistemik. Tanah atau lahan bekas penambangan tidak dapat dikembalikan lagi kesuburanya dalam waktu singkat. Penggunaan Air raksa pada proses memisahkan emas hasil tambang dengan senyawa lain akan berdampak berantai kepada flora dan fauna yang ada, PETI telah merubah tatanan alami sumberdaya air berupa sungai dan danau ataupun rawa yang ada di wilayah penambangan. Dari fenomena Penambangan Emas Tanpa Izin diatas dapat disimpulkan: PETI yang berlansung dan dioperasionalkan masyarakat telah melenceng dari ketentuan Pasal 33 UUD 1945. PETI telah merugikan negara dalam bentuk pencurian kekayaan negara sebab tanpa izin pemerintah sebagaimana di atur dalam Undang-Undang pertambangan. PETI telah merusak lingkungan hidup sehingga mengganggu keberlanjutan 4 pembangunan. PETI menimbulkan erosi dan mendegradasi persediaan tanah-tanah untuk pertanian. Namun apakah PETI berkontribusi kepada pembangunan wilayah (Peningkatan

Ekonomi Daerah )?. Bagaimana terjadinya kenaikan harga tanah-tanah pertanian yang ada sebagai dampak PETI?;Apakah kebijakan pada tingkat pemerintah daerah yang sudah ada sebelumnya mampu mengakomodasi permasalahan tersebut di atas? Jika tidak, seperti apakah konstruksi model PETI, yang dapat memberikan kontribusi nyata kepada pembangunan wilayah (Peningkatan ekonomi daerah (PAD), peningkatan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan, dan menjaga ketersediaan serta kesinambungan lahan Pertanian?. Berdasarkan uraian di atas penulis mengajukan hipotesis bahwa; Tidak terdapat kontribusi positip antara kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) dengan Aspek Pembangunan Wilayah (Peningkatan ekonomi daerah (PAD), peningkatan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan). Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) telah menyebabkan kenaikan harga lahan lahan yang semula untuk pertanian. Belum ada kebijakan pada level pemerintah daerah yang dapat mengakomodasi kepentingan pihak-pihak dalam kompleksitas permasalahan PETI sehingga perlu dilakukan kontruksi model. 1.3. Tujuan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk (1). Menganalisis realitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kabupaten Kuantan Singingi dan dampaknya terhadap kenaikan harga jual lahan (tanah) dan kerusakan tata lingkungan penambangan. (2) Menganalisis sebuah kebijakan pengelolaan kegiatan penambangan emas tanpa izin untuk mengetahui bagaimana konsep atau model instrumen kebijakan yang pernah dilakukan itu sudah mengimplementasikan konsep dalam pengelolaan pertambangan secara adil, seimbang dan berkelanjutan. (3). Menemukan konsep/model pengelolaan kegiatan Penambangan yang mengintegrasikan berbagai kelompok di dalamnya. 5 1.4. Manfaat Penelitian. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat kepada (Kategori I) yaitu Pengetahuan dan pemahaman tentang pengelolaan pembangunan pada pertambangan yang didalamnya melakukan interakasi sesama subjek pertambangan rakyat. (Kategori II) yaitu: Bagaimana memecahkan persoalan pembangunan dewasa ini yang berbasiskan

pertambangan. Pengelolaan antar subjek pertambangan; kepemilikan lahan oleh rakyat, penguasaan Bumi, air dan kekayaan alam di dalamnya oleh negara, kemudian secara bersama-sama dalam dalam sebuah sistem pembangunan untuk menciptakan kesejahteraan, keadilan dan kemakmuran.