BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (open chanel flow) maupun aliran pipa (pipe flow). Kedua jenis aliran

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida

BAB II DASAR TEORI. bagian yaitu pompa kerja positif (positive displacement pump) dan pompa. kerja dinamis (non positive displacement pump).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida

BAB 3 POMPA SENTRIFUGAL

BAB II DASAR TEORI. dari suatut empat ketempat lain dengan cara menaikkan tekanan cairan tersebut.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI. Kenaikan tekanan cairan tersebut digunakan untuk mengatasi hambatan-hambatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH DINGIN DARI TANGKI ATAS MENUJU HOTEL PADA THE ARYA DUTA HOTEL MEDAN

BAB II DASAR TEORI QQ =... (2.1) Dimana: VV = kebutuhan air (mm 3 /hari) tt oooo = lama operasi pompa (jam/hari) nn pp = jumlah pompa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kecepatan dan Kapasitas Aliran Fluida. Penentuan kecepatan di sejumlah titik pada suatu penampang

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Modul Praktikum Penentuan Karakterisasi Rangkaian Pompa BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fluida yang dimaksud berupa cair, gas dan uap. yaitu mesin fluida yang berfungsi mengubah energi fluida (energi potensial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS KHUSUS POMPA SENTRIFUGAL

ALIRAN PADA PIPA. Oleh: Enung, ST.,M.Eng

II. TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR ISI iv. DAFTAR GAMBAR... ix. DAFTAR TABEL... xii. DAFTAR NOTASI... xiii

Kehilangan Energi Pada Pipa Baja Dan Pipa Pvc

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Sistem Kerja Pompa Torak Menggunakan Tenaga Angin. sebagai penggerak mekanik melalui unit transmisi mekanik.

BAB II LANDASAN TEORI

PERSAMAAN BERNOULLI I PUTU GUSTAVE SURYANTARA P

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PENGUKURAN KEHILANGAN ENERGI AKIBAT BELOKAN DAN KATUP (MINOR LOSSES)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JUDUL TUGAS AKHIR ANALISA KOEFISIEN GESEK PIPA ACRYLIC DIAMETER 0,5 INCHI, 1 INCHI, 1,5 INCHI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suatu penyediaan air bersih yang mampu menyediakan air yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEHILANGAN HEAD ALIRAN AKIBAT PERUBAHAN PENAMPANG PIPA PVC DIAMETER 12,7 MM (0,5 INCHI) DAN 19,05 MM (0,75 INCHI).

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK ZAT CAIR Pendahuluan Aliran laminer Bilangan Reynold Aliran Turbulen Hukum Tahanan Gesek Aliran Laminer Dalam Pipa

Desain Rehabilitasi Air Baku Sungai Brang Dalap Di Kecamatan Alas 8.1. DATA SISTEM PENYEDIAAN AIR BAKU LAPORAN AKHIR VIII - 1

ANALISA PERHITUNGAN DEBIT DAN KEHILANGAN TINGGI TEKANAN (HEAD LOSS) PADA SISTEM JARINGAN PIPA DAERAH LAYANAN PDAM TIRTANADI CABANG SUNGGAL TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODUL PRAKTIKUM MEKANIKA FLUIDA

PENGARUH DEBIT ALIRAN TERHADAP HEAD LOSSES PADA VARIASI JENIS BELOKAN PIPA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat cair melalui saluran tertutup. Atas dasar kenyataan tersebut maka pompa harus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 yang mempunyai posisi vertikal sama akan mempunyai tekanan yang sama. Laju Aliran Volume Laju aliran volume disebut juga debit aliran (Q) yaitu juml

BAB IV PERANCANGAN SISTEM PERPIPAAN AIR UNTUK PENYIRAMAN TANAMAN KEBUN VERTIKAL

MODUL KULIAH : MEKANIKA FLUIDA DAN HIROLIKA

BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN

MEKANIKA FLUIDA DI SUSUN OLEH : ADE IRMA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. memindahkan fluida dari suatu tempat yang rendah ketempat yang. lebih tinggi atau dari tempat yang bertekanan yang rendah ketempat

PERENCANAAN POMPA SENTRIFUGAL DENGAN KAPASITAS 1,5 M 3 / MENIT

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA

Analisa Rugi Aliran (Head Losses) pada Belokan Pipa PVC

PERANCANGAN SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH PADA PERUMAHAN SETIA BUDI RESIDENCE DARI DISTRIBUSI PDAM MEDAN DENGAN MENGGUNAKAN PIPE FLOW EXPERT SOFTWARE

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut:

PERANCANGAN SISTEM DISTRIBUSI ALIRAN AIR BERSIH PADA PERUMAHAN PT.PERTAMINA PANGKALAN BRANDAN DENGAN KAJIAN PEMBANDING EPANET

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 3-15 Selang output Gambar 3-16 Skema penelitian dengan sudut pipa masuk Gambar 3-17 Skema penelitian dengan sudut pipa masuk

ALIRAN MELALUI PIPA 15:21. Pendahuluan

BAB II LANDASAN TEORI. bisa mengalami perubahan bentuk secara kontinyu atau terus-menerus bila terkena

HIDRODINAMIKA BAB I PENDAHULUAN

BAB II LANDASAN TEORI

Aliran Turbulen (Turbulent Flow)

BAB II LANDASAN TEORI

Losses in Bends and Fittings (Kerugian energi pada belokan dan sambungan)

BAB III ANALISA IMPELER POMPA SCALE WELL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisa aliran berkembang..., Iwan Yudi Karyono, FT UI, 2008

PENGARUH REYNOLD NUMBER ( RE ) TERHADAP HEAD LOSSES PADA VARIASI JENIS BELOKAN PIPA ( BERJARI JARI DAN PATAH )

ANALISIS KERUGIAN HEAD PADA SISTEM PERPIPAAN BAHAN BAKAR HSD PLTU SICANANG MENGGUNAKAN PROGRAM ANALISIS ALIRAN FLUIDA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II PRINSIP-PRINSIP DASAR HIDRAULIK

POMPA. yusronsugiarto.lecture.ub.ac.id

PENGUJIAN PENGARUH VARIASI HEAD SUPPLY DAN PANJANG LANGKAH KATUP LIMBAH TERHADAP UNJUK KERJA POMPA HIDRAM

2 a) Viskositas dinamik Viskositas dinamik adalah perbandingan tegangan geser dengan laju perubahannya, besar nilai viskositas dinamik tergantung dari

ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA TERTUTUP

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

STUDI EKSPERIMENTAL PENGUKURAN HEAD LOSSES MAYOR (PIPA PVC DIAMETER ¾ ) DAN HEAD LOSSES MINOR (BELOKAN KNEE 90 DIAMETER ¾ ) PADA SISTEM INSTALASI PIPA

BAB II LANDASAN TEORI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

REKAYASA INSTALASI POMPA UNTUK MENURUNKAN HEAD LOSS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DESAIN DAN PERHITUNGAN TEORITIS POMPA SENTRIFUGAL DENGAN STUDI KASUS DI PT. CHAROEN POKPHAND INDONESIA

TUGAS AKHIR BIDANG KONVERSI ENERGI PERANCANGAN, PEMBUATAN DAN PENGUJIAN POMPA DENGAN PEMASANGAN TUNGGAL, SERI DAN PARALEL

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kajian Pustaka 2.2. Dasar Teori

PADA INSTALASI ALAT PENGUJI ALIRAN FLUIDA CAIR SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM Aliran air dalam suatu aliran dapat berupa aliran saluran terbuka (open chanel flow) maupun aliran pipa (pipe flow). Kedua jenis aliran tersebut sama dalam banyak hal namun berbeda dalam satu hal yaitu aliran terbuka harus memiliki permukaan bebas (free surface) sedangkan aliran pipa/tertutup tidak demikian, karena air harus mengisi seluruh aliran. Permukaan bebas dipengaruhi oleh tekanan udara. Aliran pipa yang terkurung dalam saluran tertutup tidak terpengaruh langsung oleh tekanan udara kecuali oleh tekanan hidrolik. Saluran terbuka adalah saluran yang mengalirkan air dengan suatu permukaan bebas. Menurut asalnya saluran ini dapat digolongkan menjadi saluran alam (natural) dan saluran buatan (artificial). Saluran tertutup/pipa adalah saluran tertutup yang biasanya berpenampang lingkaran dan digunakan untuk mengalirkan fluida dengan tampang aliran penuh. Fluida yang dialirkan melalui pipa biasa berupa zat cair/gas dan tekanan bisa lebih besar/lebih kecil dari tekanan atmosfer. Apabila zat cair di dalam pipa tidak penuh maka aliran termasuk dalam aliran saluran terbuka (Bambang Triatmojo, 1993). Transisi saluran perubahan penampang setempat (dipandang dari segi luas/bentuk) menghasilkan variasi dari keadaan seragam ke keadaan lain. Transisi dapat pula mencakup perubahan dalam arah aliran. Transisi ini biasanya adalah pendek namun pengaruhnya dirasakan dalam jarak yang sangat besar di

hulu dan hilir. Tikungan, ekspansi dan penyempitan adalah contoh khas dari transisis saluran. Dalam pendistribusian air diperlukan cara untuk mengalirkan air agar dapat mengalir dari sumber air ke semua pemakai air. Ada beberapa metode pendistribusian air yang terdiri dari tiga sistem metode yaitu sistem gravitasi, sistem pemompaan dan sistem gabungan. Sistem Gravitasi Metode pendistribusian ini menggunakan gravitasi untuk pendistribusianna dengan bergantung pada topograi sumber daya air dan daerah distribusinya. Biasanya ditempatkan pada daerah yang lebih tinggi dari daerah distribusiny, agar air yang didistribusikan dapat mengalir dengan sendirinya tanpa menggunakan pompa. Sistem Pemompaan Metode ini menggunakan suatu pompa untuk mendistribusikan air menuju lokasi pemakaian air. Pompa terebut dihubungkan langsung dengan pipa yang menangani pendistribusian. Sistem Gabungan Metode ini merupakan penggabungan antara gravitasi dan pemompaan yang biasa digunakan untuk daerah distribusi yang berbukit dan pendistribusian air di gedung bertingkat.

2.2 Kebutuhan Konsumsi Air Bersih 2.2.1 Kebutuhan Air Domestik Pemenuhan kebutuhan air untuk domestik memiliki bagian terbesar dalam kebutuhan dasar perencanaan unit pengolahan. Faktor kebiasaan, pola dan tingkat kehidupan yang didukung oleh adanya perkembangan sosial ekonomi memberikan pengaruh terhadap peningkatan kebutuhan dasar air. Dikenal ada 2 (dua) kategori fasilitas penyediaan air bersih/minum, yaitu : a. Fasilitas Perpipaan, terdiri dari : Sambungan Rumah (SR), Sambungan Halaman, dan Sambungan Umum. b. Fasilitas Non Perpipaan, terdiri dari : Sumur Umum, Hidran Umum/Kran. Perlu diketahui pula adalah jumlah kebutuhan rata-rata air bersih per orang per hari, dimana dibedakan atas kategori kota dan perdesaan. Tingkat pemakaian air bersih secara umum ditentukan berdasarkan kebutuhan manusia untuk kehidupan sehari-hari. Kebutuhan air menurut jenis kota berdasarkan standar kebutuhan air bersih (Departemen PU, 2007) pada tabel 2.1: Tabel 2.1 Standar Kebutuhan Air Bersih (Dep. PU, 2007) Kategori Kota Jumlah Penduduk Penyediaan (liter/orang/hari) SR HU Kehilangan air (%) Metropolitan >1.000.000 190 30 20 Besar 500.000 1.000.000 170 30 20 Sedang 100.000 500.000 150 30 20

Kecil 20.000 500.000 130 30 20 IKK <20.000 100 30 20 Sumber : Kebijaksanaan operasional program air bersih, Direktorat Jendral Cipta Karya, DPU 2.2.2 Kebutuhan Non Domestik Kebutuhan air non domestik merupakan tahap berikutnya dalam perhitungan kebutuhan air bersih, besaran pemakaiannya ditentukan oleh jumlah konsumen non domestik yang terdiri dari fasilitas-fasilitas yang telah disebutkan. Sebagaimana penjelasan sebelumnya bahwa ada beberapa faktor yang dapat menentukan perkembangan jumlah fasilitas tersebut, yaitu pertambahan penduduk, jenis dan perluasan fasilitas serta perkembangan sosial ekonomi. Perhitungan proyeksi fasilitas dapat dilakukan dengan pendekatan perbandingan jumlah penduduk. 2.3 DEFINISI ALIRAN FLUIDA Dalam konsep mekanika fluida semua bahan nampak berada dalam dua keadaan, yaitu sebagai zat padat dan cair (fluida). Perbedaan kedua keadaan tersebut secara teknis terletak pada reaksi kedua zat tersebut terhadap tegangan geser atau tegangan singgung yang dialaminya. Fluida dapat didefinisikan sebagai suatu zat mampu alir dan dapat menyesuaikan bentuk dengan bentuk wadah yang ditempatinya, serta apabila diberikan tegangan geser, betapapun kecilnya akan menyebabkan fluida tersebut bergerak dan berubah bentuk secara terus-menerus selama tegangan tersebut bekerja(white. 1986).

Dengan pengertian diatas maka fluida dapat dibedakan atas zat cair dan gas. Dimana kedua zat ini pun berbeda secara teknis akibat gaya kohesif. Zat cair cenderung mempertahankan volumenya dan akan membutuhkan permukaan bebas dalam medan gravitasi. Aliran muka bebas sangat dipenuhi efek gravitasi sedangkan zat gas akan memuai dengan bebas sampai tertahan oleh dinding yang membatasinya. Gas tersebut akan membentuk atmosfir yang pada hakekatnya akan bersifat hidrostatik. Definisi yang lebih tepat untuk membedakan zat padat dengan fluida ialah dari karateristik deformasi bahan tersebut. Zat padat dianggap sebagai bahan yang menunjukkan reaksi deformasi yang terbatas ketika menerima suatu gaya geser. 2.4 ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA 1. Aliran Laminer dan Turbulen Beberapa tahun yang lalu, Osborne Reynolds telah melakukan beberapa percobaan untuk menentukan kriteria aliran laminar dan turbulen.reynolds menemukan bahwa aliran selalu menjadi laminar, jika kecepatan alirannya diturunkan sedemikian rupa sehingga bilangan Reynolds lebih kecil dari 2000 (Re < 2300). Begitupula dikatakan alirannya turbulen, pada saat bilangan Reynolds lebih besar dari 4000 (Re > 4000). Dan jika bilangan Reynolds berada diantara 2300 dan 4000 (2300 < Re >4000) maka lairan tersebut adalah aliran yang berada pada daerah transisi. Aliran fluida dikatakan laminar jika lapisan fluida bergerak dengan kecepatan yang sama dan dengan lintasan partikel yang tidak memotong atau menyilang atau dapat dikatakan bahwa alirannya berlapis-lapis.

Sedangkan aliran turbulen di tandai dengan adanya ketidak beraturan atau fluktuasi di dalam aliran fluida (bergejolak). Karena aliran fluida pada aliran laminar bergerak dalam lintasan yang sama / tetap maka aliran laminar dapat diamati. Pada aliran turbulen partikel fluida tidak membuat frekuensi tertentu dan tidak memperlihatkan pola gerakan yang dapat diamati.aliran turbulen hampir dapat dijumpai pada setiap praktek hidrolika dan diantara laminar dengan turbulen terdapat daerah yang dikenal dengan daerah transisi. Pada gambar 2.1 berikut terlihat skema mengenai jenis aliran fluida. Gambar 2.1: Skema aliran dalam pipa Untuk menganalisis kedua jenis aliran ini diberikan parameter tak berdimensi yang dikenal dengan nama bilangan Reynolds (white. 1986) sebagai berikut: RRRR = VV.DD μμ... ( 2.1 ) dimana : Re = Bilangan Reynolds D v μμ = Diameter pipa = Kecepatan aliran air = viskositas kinematis air

Daerah transisi dari aliran laminer dan turbulen terbentuk karena adanya bilangan Reynolds tertentu pada aliran laminer menjadi tidak stabil, jika suatu gangguan kecil diberikan pada aliran,pengaruh aliran ini semakin besar. Suatu aliran dikatakan stabil bila gangguan gangguan diredam. Ternyata pada waktu bilangan Reynold tertentu aliran pipa yang lamier bersifat stabil untuk tiap gangguan kecil. Karena transisi tergantung pada gangguan-gangguan yang dapat berasal dari luar atau karena kekasaran permukaan pipa, transisi tersebut dapat terjadi dalam selang bilangan Reynolds. Dan telah diketahui bahwa aliran laminar pada kondisi dimana bilangan Reynolds lebih kecil dari 2300 ( Re < 2300 ) dan turbulen jika bilangan Reynolds lebih besar dari 4000 ( Re> 4000). Dan jika bilangan Reynolds berada diantara 2300 dan 4000 ( 2300 <Re> 4000) adalah merupakan daerah transisi. 2. Aliran seragam dan tak seragam Aliran boleh dianggap seragam atau tidak seragam, tergantung pada variasi luas potongan melintang dan kecepatan aliran dalam arah aliran.aliran dikatakan seragam jika kecepatannya tidak bervariasi sepanjang aliran. Sedangkan apabila kecepatannya bervariasi dari penampang yang satu dengan penampang yang lain, maka aliran tersebut dikatakan aliran tidak seragam.

3. Aliran Steady dan tidak steady Aliran disebut steady (tenang) apabila aliran disemua tempat sepanjang lintasan tidak berubah menurut waktu, dan apabila bervariasi dikatakan tidak steady. Aliran air yang konstan di dalam pipa bersifat steady, namun pada saat katup alirannya sedang dibuka atau ditutup, maka itu tidak steady. 2.5 KECEPATAN DAN KAPASITAS ALIRAN FLUIDA Penentuan kecepatan di beberapa titik pada suatu penampang memungkinkan untuk membantu dalam menentukan besarnya kapasitas aliran fluida sehingga pengukuran kecepatan merupakan fase yang sangat penting dalam menganalisa suatu aliran fluida. Kecepatan dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran terhadap waktu yang dibutuhkan suatu partikel untuk bergerak sepanjang jarak yang telah ditentukan. Kapasitas aliran (Q) untuk fluida yang inkompresibel, yaitu: Q = A.V... ( 2.2 ) dimana: Q = Kapasitas aliran (m 3 /s) A = Luas penampang aliran (m 2 ) V = Kecepatan aliran fluida (m/s) Untuk nilai kecepatan searah gaya gravitasi, maka kecepatan dihitung berdasarkan tinggi jatuh air atau (2ggh), maka diperoleh persamaan: Q = 2ggh x 0,25 π D 2... ( 2.3 )

2.6 PERSAMAAN KONTINUITAS Persamaan kontinuitas dihasilkan dari prinsip kekekalan massa. Untuk aliran mantap massa fluida yang melalui semua bagian dalam arus fluida per satuan waktu adalah sama. Untuk pipa bercabang, berdasarkan persamaan kontinuitas debit aliran yang menuju titik cabang harus sama dengan debit yang meninggalkan titik tersebut terlihat pada gambar 2.2. Gambar 2.2: Persamaan kontinuitas pipa bercabang Persamaan kontinuitas untuk pipa bercabang: V1 A1 = V2 A2 = V3 A3 = = Vn.An... ( 2.4 ) dimana: A = luas penampang (m 2 ) V = kecepatan rata-rata arus aliran (m/s) 2.7 BILANGAN REYNOLDS Ada tiga faktor yang mempengaruhi keadaan aliran yaitu kekentalan (µ), rapat massa zat cair (p), dan diameter pipa (D). Pada aliran tak mampu mampat biasanya diambil asumsi kerapatan, viskositas dan temperatur tidak mengalami perubahan sehingga berat spesifiknya konstan. Untuk diameter dan panjang pipa tertentu, kerugian tekanan di dalam pipa

disebabkan adanya efek gesekan sebagai fungsi bilangan Reynolds..Angka Reynolds mempunyai bentuk seperti: Re = D.v.p /µ... ( 2.5 ) dimana: v = kecepatan rata-rata aliran (m/s) µ = viskositas absolute (Pa/ detik) p = kerapatan fluida (kg/m 3 ) Untuk angka Reynolds di bawah 2000, aliran pada kondisi tersebut adalah laminer. Aliran akan turbulen apabila angka Reynolds lebih besar 4000. Apabila angka Reynolds berada di antara kedua nilai tersebut adalah transisi. Angka Reynolds pada kedua nilai di atas (Re = 2000 dan Re = 4000) disebut dengan batas kritik bawah dan atas (Triatmodjo, 1993). 2.8 SISTEM PERPIPAAN Sistem perpipaan dapat ditemukan pada hampir semua jenis industri, dari sistem pipa tunggal yang sederhana sampai sistem pipa bercabang yang sangat kompleks. 1. Sistem perpipaan tunggal Sistem pipa tunggal merupakan sistem perpipaan yang hanya menggunakan satu buah pipa tanpa menggunakan sambungan.penurunan tekanan pada sistem pipa tunggal adalah merupakan fungsi dari laju aliran,

perubahan ketinggian dan total head loss merupakan fungsi dari factor gesekan, perubahan penampang. Untuk aliran tak mampu mampat, sifat fluida diasumsikan tetap.pada saat sistem telah ditentukan, maka konfigurasi sistem, kekasaran permukaan pipa, perubahan elevasi, dan kekentalan fluida bukan lagi merupakan variabel bebas. 2. Sistem pipa majemuk Pada kenyataannya kebanyakan sistem perpipaan adalah sistem pipa majemuk, yaitu rangkaian pipa seri, paralel maupun berupa jaringan perpipaan.untuk rangkaian pipa seri maupun paralel, penyelesaiaannya adalah serupa dengan perhitungan tegangan dan tahanan pada hukum ohm.penurunan tekanan dan laju aliran identik dengan tegangan dan arus pada listrik.namun persamaannya tidak identik dengan hukum ohm, karena penurunan tekanan sebanding dengan kuadrat dari laju aliran.semua sistem pipa majemuk lebih mudah diselesaikan dengan persamaan empiris. Ada beberapa contoh sistem pipa majemuk, dengan memenuhi kaidahkaidah tertentu sebagai berikut: a. Sistem Pipa yang disusun secara seri Jika dua buah pipa atau lebih dipasang secara seri, semua pipa akan dilewati oleh aliran yang sama dan total rugi head pada seluruh sistem adalah jumlah kerugian pada setiap pipa dan perlengkapan pipa, terlihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3: Sistem pipa yang disusun secara seri Q 0 = Q 1 = Q 2 =...= Q n... ( 2.6 ) Atau Qn = A 1 V 1 = A 2 V 2 = A 3 V 3 =...=A n V n... ( 2.7 ) Dan jika h L adalah rugi head untuk perlengkapan pipa dan katup, maka : h L = h L1 + h L2 + h L3 +...+ h Ln... ( 2.8 ) b. Sistem perpipaan disusun secara paralel Jika dua buah pipa atau lebih dipasang secara paralel, total laju aliran sama dengan jumlah laju aliran yang melalui setiap cabang dan kerugian head, terlihat pada gambar 2.4. Pada sebuah cabang sama dengan kerugian head pada cabang yang lain. Ini diekspresikan (Olson R.,1993) sebagai : Gambar 2.4: Sistem pipa yang disusun secara paralel

Q 0 = Q 1 + Q 2 + Q 3 +... +Q n... ( 2.9 ) atau Qn = A 1 V 1 + A 2 V 2 + A 3 V 3 +...+ A n V n... ( 2.10 ) atau h L1 = h L2 = h L3 =...= h Ln... ( 2.11 ) Kerugian head pada setiap cabang boleh dianggap sepenuhnya terjadi akibat gesekan, atau rugi akibat katup dan perlengkapan pipa. Kalau kerugian head totalnya (total head losses) diketahui, relatif cukup mudah untuk mencari masing-masing Q1dan menjumlahkannya. Soal sebaliknya, jika laju aliran totalnya Q yang diketahui, diperlukan pengulangan yang lumayan jumlahnya untuk menentukan bagaimana aliran total ini terbagi kedalam ketiga cabang pipa itu. Prosedur yang biasa ialah dengan menebak Q1 = Q/3 misalnya, lalu menghitung kerugian headnya dan dari nilainya itu kita peroleh Q1 dan Q3 dan dengan menggunakan persamaan hn= hl1 = hl2=... = hln. Kemudian, kalau jumlahnya tidak betul, turunkan tebakan yang pertama dari Q 1 dan Q 3, lalu kita uji lagi jumlahnya.kalau perlu naikkan atau turunkan lagi Q1.

c. Jaringan pipa Jaringan ini merupakan saluran air yang digunakan untuk sebuah rumah tangga, komplek perumahan maupun kota, terihat pada gambar 2.5 berikut: Gambar 2.5: Rangkaian jaringan pipa Dalam sistem ini tidak dapat diselesaikan dengan kaidah kaidah diatas karena persamaannya tidak linier, maka penyelesaiaannya diperoleh dengan iterasi numeric yang pertama kali ditemukan oleh Hardy Cross pada tahun 1936 2.9 KERUGIAN TINGGI TEKAN (HEAD LOSS) Kerugian tinggi tekan (head loss) terdiri dari kerugian tinggi tekan mayor dan kerugian tinggi tekan minor. Head losses mayor terjadi karena kerugian gesekan terjadi didalam pipa, dan kerugian head losses minor terjadi karena adanya belokan belokan, resuder, katup katup pada pipa.

Head loss merupakan hilangnya energi mekanik persatuan massa fluida. Sehingga satuan head loss adalah satuan panjang yang setara dengan satu satuan energi yang dibutuhkan untuk memindahkan satu satuan massa fluida setinggi satu satuan panjang yang bersesuaian. 2.9.1 Mayor Head Loss Bila fluida mengalir melalui suatu pipa dan tekanan fluida diukur pada dua tempat sepanjang pipa, akan dijumpai kenyataan bahwa tekanan berkurang dalam arah aliran. Penurunan tekanan ini disebabkan karena gesekan fluida pada dinding pipa. Penurunan tekanan ( PP) sepanjang pipa (L). Dalam kajian ini digunakan persamaan Hazen Williams dan Darcy Weisbach. 2.9.1.1. Persamaan Hazen Williams h f = S.L, jadi dapat diturunkan sebagai berikut: h ff = QQ 1.85 0,849 xx AA xxcc hww xx RR 0.63 xx LL... ( 2.12 ) dimana: QQ = 0.849. CChww. AA. RR 0.63. SS 0.54... ( 2.13 ) Dengan mensubsitusi A = 0.25 π D 2, jadi: Q = 0,27853 C. D 2,63. S 0,54... ( 2.14 )

dengan : Q = debit aliran pada pipa (m 3 /s) 0,849 = konstanta Chw = koefisien kekasaran Hazen Williams A = Luas penampang aliran (m 2 ) R = Jari jari hidrolis (m) = AA PP = 0,25.ππ.DD2 ππ.dd = DD 4 S = Kemiringan garis energi (m/m) = h f /L h f = Kehilangan tinggi tekan mayor (m) D = Diameter pipa (m) L = Panjang pipa (m) Koefisien kekasaran pipa untuk formula Hazen-Williams dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut: Tabel 2.2: koefisien kekasaran Hazen Wiliam, C Material Pipa Koefisien C Brass, copper, aluminium 140 PVC, plastic 150 Cast iron new and old 130 Galvanized iron 100 Asphalted iron 120 Commercial and welded steel 120 Riveted steel 110

Concrete 130 Wood stave 120 Sumber: Ram Gupta. S, Hydrology & Hydraulic Engineering Systems. Pearson. New Jersey. 1989. Hal. 550. 2.9.1.2. Persamaan Darcy Weisbach Persamaan Darcy Weisbach berlaku untuk aliran laminer dan turbulen. Faktor gesekan untuk laminer dapat dihitung secara analisis, sedangkan untuk aliran turbulen harus ditentukan secara empiris. h ff = ff.ll.vv2 DD.2gg... ( 2.15 ) dimana: h f f D L V = kerugian head karena gesekan (m) = faktor gesekan (diperoleh dari diagram Moody) = diameter pipa (m) = panjang pipa (m) = kecepatan aliran fluida dalam pipa (m/s) g = percepatan gravitasi = 9,81 m/s 2 Diagram Moody (gambar 2.6) memberikan faktor gesekan pipa. Faktor ini dapat ditentukan oleh bilangan Reynold dan kekasaran relatif dari pipa. Bila pipa semakin kasar, maka kemungkinan turbulent akan semakin besar. Kekasaran relatif dapat didefenisikan sebagai : e/d... ( 2.16 ) dengan, e = absolute roughness atau kekasaran relatif ( tergantung oleh jenis bahan material pipa)

D = diameter pipa Sedangkan bilangn Reynold diidentifikasikan sebagai: RR = DD.VV vv... ( 2.17 ) dengan: R D V V = Reynolds number = diameter = velocity = kinematic viscosity of fluid Untuk aliran laminer nilai f dapat dicari dengan rumur sebagai berikut: ff = 64 RRRR... ( 2.18 ) Untuk aliran turbulen dapat digunakan persamaan Swamee Jain yang dikembangkan untuk memperoleh faktor gesekan, f selain menggunakan diagram Moody dimana nilai Re dan e/d sudah diketahui: ff = 0.25 log ee/dd 3.7 + 5.74 RRRR 2... ( 2.19 ) Syarat 10-6 < e/d < 10-2 dan 5000 < Re < 10 8

Gambar 2.6: Diagram Moody Nilai kekasaran untuk beberapa jenis pipa dapat disajikan pada tabel 2.3 berikut: Tabel 2.3: Nilai kekerasan dinding untuk berbagai pipa komersil Kekasaran (ε) Bahan mm ft Brass 0.0015 0.000005 Concrete -Steel forms, smooth 0.18 0.0006 Copper 0.0015 0.000005 Corrugated metal (CMP) 45 0.15

Iron -Asphalted lined 0.12 0.0004 -Cast 0.26 0.00085 Polyvinyl chloride (PVC) 0.0015 0.000005 Polyethylene,high density (HDPE) 0.0015 0.000005 Steel -Enamel coated 0.0048 0.000016 -Riveted 0.9 ~ 9.0 Sumber: Robert J.Houghtalen, Ned H. C. Hwang, A. Osman Akan. Fundamental of Hydraulic Engineering Systems Fourth Edition. Pearson. New Jersey. 2010. Hal. 83. 2.9.2 Minor Head Loss 0.003-0.03 Merupakan kehilangan tinggi energi yang terjadi karena adanya fitting dan valve yang terdapat disepanjang sistem perpipaan. Dapat dicari dengan rumus: h llll = nn. kk VV2 2.gg... ( 2.20 ) Dimana: h lf = Minor losses (m) n = jumlah fitting/valve untuk diameter sama k = koefisien gesekan V = kecepatan rata rata aliran (m/s) g = kecepatan gravitasi (m 2 /s)

2.10 METODE HARDY CROSS Metode Hardy Cross adalah salah satu metode yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan jaringan pipa yang terdiri multi loop. Metode ini merupakan metode numerik untuk menentukan harga distribusi laju aliran dan jatuh tekanan pada loop jaringan pipa. Metode Hardy Cross adalah metode yang berdasarkan pada hubungan antara persamaan dasar kontinuitas dan kehilangan tinggi tekan aliran dalam pipa. Maka dapat dijabarkan kerugian tinggi tekan (hf) pada loop: h ff = kk. QQ nn... ( 2.21 ) Dimana n adalah konstanta, berdasarkan Darcy weisbach n = 2, dan Hazen Williams n = 1,85. Sementara konstanta kosreksi pipa, berdasarkan persamaan Darcy weisbach, KK = 8 h ff.ll ππ 2 gggg 5... ( 2.22 ) Dan berdasarkan Hazen Williams (satuan SI), KK = 10,704.LL CC 1,85.dd 4,871... ( 2.23 ) Dimana C adalah koefisien Hazen Williams berdasarkan jenis pipa, L = panjang pipa dan d = diameter pipa. Karena metode Hardy Cross berdasarkan persamaan kontinuitas dan kerugian tinggi tekan aliran, maka harus memenuhi persyaratan:

1. Jumlah air yang masuk sama dengan keluar pada setiap titik percabangan. QQ iiii = QQ oooooo... ( 2.24 ) 2. Jumlah kerugian tinggi tekan pada tiap loop adalah sama dengan nol.. nn hff ii = llllllll ii KK ii QQ ii = 0 llllllll ii... ( 2.25 ) Metode Hardy Cross adalah metode dengan menggunakan penyelesaian iterasi matematik, maka untuk persoalan jaringan pipa tersebut, langkah prosedur penyelesaiannya adalah: 1. Perkiraan secara sembarang laju aliran dan arah aliran pada masing masing pipa pada setiap loop. 2. hitung nilai K. 3. Hitung nilai (±)KK ii QQ ii nn llllllll ii = 0, dimana n = 2 ( karena dalam kasus ini menggunakan persamaan Darcy Weisbach), dan ± adalah arah aliran pada loop tertutup mengikuti arah jarum jam. Tanda (+) untuk arah aliran searah jarum jam dan (-) untuk arah berlawanan jarum jam. 4. Jika hasil perhitungan nomor 3 tidak sama dengan nol, maka hitung koreksi sesatan untuk laju aliran, dengan persamaan: LL = (±)KK nn llllllll ii ii QQ oooo nn llllllll ii nn KK ii QQ 1 ii... ( 2.26 ) 5. Hitung laju aliran volume perkiraan baru untuk iterasi berikutnya dengan persamaan: Q baru =Q lama ± LL... ( 2.27 )

6. Iterasi akan dihentikan jika LL = 0 atau sampai batas toleransi yang ditentukan. 2.11 POMPA Pompa adalah salah satu mesin fluida yang berfungsi untuk memberikan energy kepada suatu fluida, dimana fluida adalah zat cair, sehingga zat cair tersebut dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain.dalam operasinya pompa digerakkan oleh suatu penggerak mula, dalam hal ini dapat digunakan motor listrik maupun motor torak. 2.11.1 Pompa Sentrifugal Merupakan suatu jenis pompa dimana headnya dibentuk oleh gaya sentrifugal maupun lift yang ditimbulkan oeh sudu sudu yang berputar. Pompa ini dapat diperlihatkan oleh gambar 2.7 dibawah ini, yang mempunyai impeler (baling baling) untuk mengangkat air dari suatu tempat ke tempat lainnya. Gambar 2.7: Pompa sentrifugal Daya dari luar diberikan kepada poros pompa untuk memutar impeller pompa. Maka zat cair yang ada didalam impeller, oleh dorongan sudu

sudu ikut berputar. Karena timbul gaya sentrifugal maka zat cair mengalir dari tengah impeller keluar melalui saluran diantara sudu-sudu. Disinilah head tekanan zat cair menjadi lebih lebih tinggi demikian pula head kecepatannya bertambah besar karena zat cair mengalami percepatan. Zat cair yang keluar dari impeller ditampung oleh saluran berbentuk volut (spiral) dikelilingi impeller dan disalurkan ke luar pompa melalui nossel.di dalam nosel ini sebagian head kecepatan aliran diubah menjadi head tekan. Jadi impeller pompa berfungsi untuk memberikan kerja kepada zat cair sehingga energi yang dikandungnya menjadi bertambah besar. Selisih energy satuan berat atau head total zat cair antara flens isap dan flens keluar pompa disebut head total pompa. Dari uaraian di atas jelas bahwa pompa sentrifugal dapat mengubah energy mekanik dalam bentuk kerja poros menjadi energy fluida. Energi inilah yang mengakibatkan pertambahan head tekan, head kecepatan, head potensial pada zat cair yang mengalir secara kontinyu. Pada prinsipnya pompa sentrifugal mempunyai dua komponen utama yaitu: a. Elemen berputar yang terdiri atas : impeller dan poros b. Elemen Stasioner (diam) yaitu rumah pompa (casing) yang mengalirkan fluida ke impeller dengan tekanan dan kecepatan yang tinggi. Bila head pompa hanya ditimbulkan oleh satu impeller saja, maka jenis pompa ini disebut pompa bertingkat satu (single state), tetapi bila impellernya lebih dari satu tingkat yang beroperasi secara seri dan

digabungkan di dalam satu urmah, dimana sisi isapnya diambil dari sisi pengeluaran impeller sebelumnya maka jenis ini disebut pompa bertingkat ganda ( multy stage pump) dan jenis ini digunakan jika ingin memperoleh head pompa yang besar. 2.11.2 Head Pompa Head pompa adalah energi per satuan berat yang harus disediakan untuk mengalirkan sejumlah zat cair yang direncanakan sesuai dengan kondisi instalasi pompa, atau tekanan untuk mengalirkan sejumlah zat cair, yang umumnya dinyatakan dalam satuan panjang. Menurut persamaan Bernoulli yang berbunyi bila fluida inkompresibel mengalir sepanjang pipa yang penampangnya mempunyai beda ketinggian, perbedaan tekanan tidak hanya tergantung pada perbedaan ketinggian tetapi juga pada perbedaan antara kecepatan dimasing - masing titik tersebut. Dalam persamaan Bernoulli, ada tiga macam head (energy) fluida dari sistem instalasi aliran, yaitu energi tekanan, energi kinetik dan energi potensial. Head dapat bervariasi pada penampang yang berbeda, tetapi pada kenyataannya selalu ada rugi energi. Head total pompa yang harus disediakan untuk mengalirkan jumlah air seperti direncanakan, dapat ditentukan dari kondisi instalasi yang akan dilayani oleh pompa.

Gambar 2.8: Head Pompa Dari gambar 2.8 kita dapat menentukan head total pompa dengan persamaan dibawah ini: Hsis = ha + Δhp + hl +... ( 2.28 ) dimana: H sis = head sistem pompa (m) h a = head statis total (m) Δhp = perbedaan head tekanan yang bekerja pada kedua permukaan (m), h p = h p2 h p1 h l = berbagai kerugian di pipa, katup, belokan, sambungan dll (m) v d 2 /2g = head kecepatan keluar (m) g = kecepatan gravitasi (m/s 2 )

Head total pompa salah satunya dipengaruhi oleh berbagai kerugian pada sistem perpipaan yaitu gesekan dalam pipa, katup, belokan, sambungan, reduser dll. Untuk menentukan head total yang harus disediakan pompa, perlu menghitung terlebih dahulu kerugaian-kerugaian pada instalasi. Dimana kerugian-kerugian tersebut akan dijumlahkan untuk mengetahui kerugian head yang terjadi dalam instalasi. Berikut akan dihitung kerugian head pemipaan dan instalasi pengujian pompa. 2.11.3 Kerugian Head antara lain: Berikut ini adalah macam macam kerugian dalam instalasi pompa 1. Head kerugian gesek dalam pipa lurus, dirumuskan sebagai berikut: h ff = 10,666.QQ1,85.LL CC 1,85.dd 4,871... ( 2.29 ) dimana : h f = head kerugian gesek (m) Q = kapasitas pompa (m 3 /s) L = panjang pipa (m) D = diameter pipa (m) C = koefisien pipa 2. Kerugian belokan θθ, dirumuskan sebagai berikut: h ff = ff.vv2 2gg... ( 2.30 )

... ( 2.31 ) dimana: H f = kerugian head (m) V = kecepatan aliran (m/s) g = kecepatan gravitasi (m/s 2 ) R = jari jari lengkung belokan (m) θθ = sudut belokan (%) f = koesfisien kerugian 3. Kerugian katup isap dengan saringan... ( 2.32 ) dimana: h f v = kerugian head (m) = kecepatan aliran (m/s) g = gaya gravitasi (m/s 2 ) f = koefisien kerugian katup isap 4. Kerugian akibat pengecilan penampang secara mendadak dimana:... ( 2.33 ) h f v 2 = kerugian head (m) = kecepatan aliran sisi keluar (m/s)

g = gaya gravitasi (m/s 2 ) f = koefisien kerugian katup isap 5. Kerugian karena pembesaran penampang secara mendadak... ( 2.34 ) dimana: h f v 1 v 2 = kerugian head (m) = kecepatan aliran sisi masuk (m/s) = kecepatan aliran sisi keluar (m/s) g = gaya gravitasi (m/s 2 ) f = koefisien kerugian katup isap 2.11.4 Kecepatan Spesifik Kecepatan spesifik merupakan indeks jenis pompa yang memakai kapasitas, putaran pompa dan tinggi tekan yang diperoleh pada titik efesiensi maksimum pompa. Kecepatan spesifik digunakan untuk menentukan bentuk umum impeller. Kecepatan spesifik dapat didefenisikan seperti persamaan berikut:... ( 2.35 ) dimana: n s = putaran spesifik N = putaran pompa (rpm) Q = debit aliran (m 3 /s) H = head pompa (m)

dalam persamaan diatas digunakan untuk pompa-pompa yang sebangun bentuk impelernya, meskipun ukuran dan putarannya berbeda. Dengan kata lain harga ns dapat dipakai sebagai parameter untuk menyatakan jenis pompa. Dalam menghitung ns untuk pompa sentrifugal jenis isapan ganda (double suction) nilai Q dari persamaan adalah Q/2. Karena kapasitas aliran melalui sebelah impeler adalah setengah dari kapasitas aliran keseluruhan. 2.11.5 Penentuan Daya Dari instalasi pengujian pompa ini dapat diketahui besarnya daya hidrolis yang dibangkitkan dan daya motor penggerak yang diperlukan untuk menggerakkannya, sehingga besarnya efesiensi dari pompa dan efesiensi dari sistem instalasi pengujian pompa dapat diketahui. Besarnya daya dan besarnya efesiensi tersebut dapat dihitung dengan rumus berikut : 2.11.5.1 Daya Hidrolis Daya hidrolis (daya pompa teoritis) adalah daya yang diperlukan untuk mengalirkan sejumlah zat cair. Daya hidrolis dapat dihitung dengan persamaan berikut. Ph = γ. htot. Q... ( 2.36 ) dimana: P h = daya hidrolis (Kw) Y = berat jenis air (KN/m 3 ) h tot = Head total (m) Q = debit aliran (m 3 /s)

2.11.5.2 Daya Poros Daya poros yang diperlukan untuk menggerakan sebuah pompa adalah sama dengan daya hidrolis ditambah kerugian daya didalam pompa. Daya ini dapat dinyatakan sebagai berikut.... ( 2.37 ) dimana: Ps = daya poros (Kw) Ph = daya hidrolis (Kw) ηηηη = efisiensi pompa 2.11.5.3 Daya Motor Daya motor dapat dihitung dengan cara menggunakan data voltase dan arus listrik dengan rumus berikut ini: P i = V. I. Cosθ... ( 2.38 ) dimana: P i = Daya motor (Kw) V = tegangan listrik (volt) I = arus listrik (amper) Cosθ = faktor daya

2.11.5.4 Efisensi pompa Efisiensi pompa merupakan perbandingan antara output dan input atau antara daya hidrolis pompa dengan daya poros pompa. Harga efisiensi yang tertinggi sama dengan satu harga efisiensi pompa yang didapat dari pabrik pembuatnya. Rumus efisiensi dapat dilihat seperti berikut ini. ηηηη = pph pppp xx 100%... ( 2.39 ) Ps = daya poros (Kw) Ph = daya hidrolis (Kw) ηηηη = efisiensi pompa 2.11.6 Karakteristik Pompa Karakteristik dari pompa sentrifugal merupakan hubungan antara tekanan yang dibangkitkan (head) dan kecepatan aliran volum (kapasitas). Karakteristik dapat juga menyertakan kurva efisiensi dan harga brake horse power- nya. Karakteristik pompa sentrifugal dapat digambarkan dalam kurva karakteristik yang melukiskan jalannya lintasan dan besaran-besaran tertentu terhadap besaran kapasitas, besaran-besaran itu adalah: Head pompa (H) Daya pompa (P) Efisiensi pompa (n)

Karakteristik pompa berbeda-beda berdasarkan pada jenis pompa, putaran spesifik dan pabrik pembuatnya. Contoh karakteristik sebuah pompa dapat digambarkan dalam gambar 2.9. Kurva-kurva karakteristik, yang menyatakan besarnya head total pompa, daya poros, dan efesiensi pompa, terhadap kapasitas. Kurva performansi tersebut, pada umumnya digambarkan pada putaran yang tetap. Kurva efesiensi terhadap kapasitas dari pompa sentrifugal umumnya berbentuk lengkung seperti kurva berikut ini: Gambar 2.9: kurva head, efisiensi dan daya Dari grafik tersebut terlihat bahwa kurva head kapasitas menjadi semakin curam pada pompa dengan harga ns yang semakin besar. Disini head pada kapasitas nol (shut of head) semakin tinggi pada ns yang semakin besar. Kurva daya terhadap kapasitas mempunyai harga minimum apabila kapasitas aliran sama dengan nol pada pompa sentrifugal dengan ns kecil. Kurva efisiensi terhadap pompa sentrifugal umumnya berbentuk mendekati busur lingkaran. Harga efisiensinya, hanya sedikit menurun apabila kapasitas berubah menjauhi harga optimumnya.

Dalam memilih pompa yang tepat bagi keperluan tertentu, karakteristik pompa sangat penting untuk diperhatikan dan dipertimbangkan. Pompa sangat penting untuk diperhatikan dan dipertimbangkan. Seperti gambar 2.10 kurva karateristik pompa volut, gambar 2.11 karakteristik pompa aliran campur, gambar 2.12 kurva karakteristik aliran aksial. Gambar 2.10: kurva karakteristik pompa volut Gambar 2.11: kurva karakteristik pompa aliran campur

Gambar 2.12: kurva karakteristik aliran aksial 2.12 OPERASI SERI DAN OPERASI PARALEL POMPA 2.12.1 Operasi seri dan paralel dengan karakteristik pompa sama Jika head atau kapasitas yang diperlukan tidak dapat dicapai dengan satu pompa saja, maka dapat digunakan dua pompa atau lebih yang disusun secara seri atau paralel. 2.12.1.1 Susunan Seri Bila head yang diperlukan besar dan tidak dapat dilayani oleh satu pompa, maka dapat digunakan lebih dari satu pompa yang disusun secara seri. Penyusunan pompa secara seri dapat digambarkan pada gambar 2.13 berikut. Gambar 2.13: Susunan Seri

2.12.1.2 Susunan Paralel Susunan paralel dapat digunakan bila diperlukan kapasitas yang besar yang tidak dapat dihandle oleh satu pompa saja, atau bila diperlukan pompa cadangan yang akan dipergunakan bila pompa utama rusak/diperbaiki. Penyusunan pompa secara paralel dapat digambarkan pada gambar 2.14 berikut. Gambar 2.14: Susunan Paralel Pada gambar 2.15, digambarkan grafik operasi seri dan paralel dari pompa- pompa dengan karakteristik yang sama. Gambar 2.15: Operasi seri dan paralel dari pompa-pompa dengan karakteristik yang sama

Gambar 2.15. menunjukan kurva head kapasitas dari pompa-pompa yang mempunyai karakteristik yang sama yang di pasang secara paralel atau seri. Dalam gambar ini kurva untuk pompa tunggal diberi tanda (1) dan untuk susunan seri yang terdiri dari dua buah pompa diberi tanda (2). Harga head kurva (2) diperoleh dari harga head kurva (1) dikalikan (2) untuk kapasitas (Q) yang sama. Kurva untuk susunan paralel yang terdiri dari dua buah pompa, diberi tanda (3). Harga kapasitas (Q) kurva (3) ini diperoleh dari harga kapasitas pada kurva (1) dikalikan (2) untuk head yang sama. Dalam gambar ditunjukkan tiga buah kurva head-kapasitas sistem, yaitu R1, R2, dan R3. Kurva R3 menujukkan tahanan yang lebih tinggi dibanding dengan R2 dan R1. Jika sistem mempunyai kurva kapasitas head R3, maka titik kerja pompa 1 akan terletak di (D). Jika pompa ini disusun seri sehingga menghasilkan kurva (2) maka titik kerja akan pindah ke (E). Disini terlihat bahwa head titik (E) tidak sama dengan dua kali lipat head (D), karena ada perubahan (berupa kenaikan) kapasitas. Sekarang jika sistem mempunyai kurva head-kapasitas R1 maka titik kerja pompa (1) akan terletak di (A). Jika pompa ini disusun paralel sehingga menghasilkan kurva (3) maka titik kerjanya akan berpindah ke (B). Disini terlihat bahwa kapasitas dititik (B) tidak sama dengan dua kali lipat kapasitas dititik (A), karena ada perubahan (kenaikan) head system. Jika sistem mempunyai kurva karakteristik seperti R2 maka laju aliran akan sama untuk susunan seri maupun paralel. Namun jika karakteristik sistem

adalah seperti R1 dan R3 maka akan diperlukan pompa dalam susunan paralel atau seri. Susunan paralel pada umumnya untuk laju aliran besar, dan susunan seri untuk head yang tinggi pada operasi. Untuk susunan seri, karena pompa kedua menghisap zat cair bertekanan dari pertama, maka perlu perhatian khusus dalam hal kekuatan konstruksi dan kerapatan terhadap kebocoran dari rumah pompa. 2.12.2 Operasi paralel dengan karakterisktik pompa berbeda Pompa-pompa yang berbeda karakteristiknya dapat pula bekerjasama secara paralel. Hal ini ditunjukkan dalam gambar 2.16. Dimana pompa (1) mempunyai kapasitas kecil dan pompa (2) mempunyai kapasitas besar. Gambar 2.16: operasi paralel dari pompa pompa dengan karakteristik berbeda Jika keduanya dipasang secara paralel maka akan menghasilkan kurva karakteristik (3). Disini, untuk kurva head-kapasitas sistem R 1 akan dicapai titik operasi paralel di (C) dengan laju aliran total sebesar Q.Dalam hal ini pompa

(1) beroperasi dititk (D) dengan kapasitas Q1 dan pompa (2) beroperasi dititik (E) dengan kapasitas Q2. Laju aliran total Q = Q1 + Q2. Apabila kurva head-kapasitas sistem naik lebih curam dari pada R2, maka pompa (1) tidak dapat lagi menghasilkan aliran keluar karena head yang dimiliki tidak tinggi untuk melawan head sistem. Bahkan jika head sistem lebih tinggi dari pada head ini pompa, aliran akan membalik masuk kedalam pompa (1). Untuk mencegah aliran balik ini pompa perlu dilengkapi dengan katup cegah (check valve) pada pipa keluarnya. Kondisi operasi seperti ini pada umumnya tidak dikehendaki. Jadi untuk operasi paralel sebaiknya dipakai pompa-pompa dengan head tertutup (shut-off head) yang tidak terlalu berbeda. 2.12.3 Operasi Seri dengan Karakteristik Pompa Berbeda Pada gambar 2.17. memperlihatkan karakteristik susunan seri dari dua buah pompa yang mempunyai karakteristik berbeda. Kurva (1) adalah dari pompa kapasitas kecil, kurva (2) dari pompa kapasitas besar, dan kurva (3) merupakan karakteristik operasi kedua pompa dalam susunan seri. Gambar 2.17: Operasi seri dari pompa pompa dengan karakteristik berbeda

Jika sistem pipa mempunyai kurva karakteristik R1 maka titik operasi dengan pompa susunan seri akan terletak di (C). Keadaan ini, pompa (1) bekerja dititik (D) dan pompa (2) dititik (E). Untuk sistem kurva yang mempunyai R2 menjadi negatif sehingga akan menurunkan head pompa (2). Jadi untuk kurva sistem yang lebih rendah dari R2 maka dipakai pompa (2) saja.