PRAPERADILAN SEBAGAI FUNGSI PENGAWASAN HORIZONTAL DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

GANTI RUGI ATAS KESALAHAN PENANGKAPAN, PENAHANAN PASCA PUTUSAN PENGADILAN 1 Oleh: David Simbawa 2

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat

JURNAL TUNTUTAN GANTI KERUGIAN AKIBAT TIDAK SAHNYA PENANGKAPAN DAN PENAHANAN MELALUI PROSES PRAPERADILAN

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN STATUS TERSANGKA DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap pemeriksaan penyidikan dan atau penuntutan. 1

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN kemudian Presiden mensahkan menjadi undang-undang pada tanggal. 31 Desember 1981 dengan nama Kitab Undang-undang Hukum Acara

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendahuluan sebelum pemeriksaan sidang di pengadilan. 1 Istilah praperadilan

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

Fungsi Pra Penuntutan Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Penuntutan Perkara Pidana Oleh Penuntut Umum. Cakra Nur Budi Hartanto *

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS. Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Pasal 1 Ayat 3. Sebagai Negara hukum

KAJIAN TERHADAP PENYITAAN SEBAGAI PEMAKSAAN YANG DIHALALKAN OLEH HUKUM

Mengenal Sistem Peradilan di Indonesia

Lex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015. INDEPENDENSI HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA PRAPERADILAN MENURUT KUHAP 1 Oleh: Alviano Maarial 2

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LARANGAN PENINJAUAN KEMBALI PUTUSAN PRAPERADILAN

BAB III PENUTUP. serta pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa peranan hakim adalah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

AKIBAT HUKUM PERALIHAN TANGGUNG JAWAB PENYIDIK ATAS BENDA SITAAN 1 Oleh : Noldi Panauhe 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuan hukum, maka hilanglah sifat melanggar

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

BAB III PENUTUP. praperadilan, maka dapat disimpulkan bahwa: akan memeriksa tuntutan tersebut. Tata cara atau acara dalam proses pemeriksaan

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

PERMOHONAN PRAPERADILAN ATAS PENUNDAAN PELAKSANAAN PENETAPAN HAKIM DALAM PERKARA KESAKSIAN PALSU Desita Sari S.H dan Hesti Setyowaty

1. Pendahuluan. Serat Acitya Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang ISSN : , Vol. 4 No. 3, 2015

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak

PERAN DAN PERLINDUNGAN KORBAN KEJAHATAN DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PENCURIAN PADA TINGKAT PENYIDIKAN

PRAPERADILAN SEBAGAI KEWENANGAN TAMBAHAN PENGADILAN NEGERI PRETRIAL COURT AS ADDITIONAL POWERS

KAJIAN NORMATIF TERHADAP DUALISME KEWENANGAN PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN TINDAK PIDANA KORUPSI ANTARA KEPOLISIAN, KEJAKSAAN DAN KPK

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

BAB VI ANALISIS. A. Tuntutan Sah atau Tidaknya Pengeledahan, Pengangkapan, Penahanan

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 126/PUU-XIII/2015 Yurisprudensi Mahkamah Agung Mengenai Bilyet Giro Kosong

Transkripsi:

PRAPERADILAN SEBAGAI FUNGSI PENGAWASAN HORIZONTAL DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Oleh: Dicky Sheri Aditya C 100 090 178 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014 1

2 HALAMAN PENGESAHAN Naskah Publikasi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Pembimbing I Pembimbing II (Hartanto, S.H., M.Hum.) (Muchamad Iksan, S.H., M.H.) Mengetahui Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (Dr. Natangsa Surbakti, S.H., M. Hum) ii

3 PERNYATAAN Yang bertandatangan dibawah ini: Nama : Dicky Sheri Aditya NIM : C 100 090 178 Fakultas/Jurusan : ILMU HUKUM/HUKUM Jenis : Skripsi Judul : PRAPERADILAN SEBAGAI FUNGSI PENGAWASAN HORIZONTAL DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA Dengan ini menyatakan bahwa: 1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademik baik di Universitas Muhammadiyah Surakarta maupun di perguruan tinggi lain. 2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan dari Dosen Pembimbing Skripsi. 3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan judul buku aslinya dan dicantumkan dalam daftar pustaka. 4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar akademik yang telah saya peroleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini. Surakarta, Yang membuat pernyataan, iii Dicky Sheri Aditya C 100 090 178

4 Praperadilan Sebagai Fungsi Pengawas Horizontal Dalam Proses Penyelesaian Perkara Pidana. Dicky Sheri Aditya. C. 100. 090. 178. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran Praperadilan sebagai fungsi kontrol horizontal terhadap penyelesaian perkara pidana. Penelitian ini termasuk penelitianmetode pendekatan normatif-empirisyaitu dengan melakukan kajian normatif dan empiris terhadap penyelesaian perkara pidana praperadilan dan melihat secara riil fungsi kontrol horizontal dalam penyelesaian perkara pidana serta hambatan hakim dalam gugatan praperadilan. Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa: (1)Fungsi kontrol horizontal yaitu pengawasan yang dilakukan sesama aparatur penegak hukum dalam proses penyelesaian perkara pidana. Sesuai dengan namanya, yakni pengawasan yang sebanding atau setingkat sama-sama penegak hukum tidak ada atasan atau bawahan, kedudukan institusi ini sama kuat bertujuan untuk saling mengkoreksi, mengawasi agar dalam menangani proses perkara peradilan dari tingkat penyidikan oleh penyidik kepolisian menuju jaksa penuntut umum ada singkronisasi dalam pembuatan dakwaan, sehingga dapat terciptanya proses penegakan hukum yang adil sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam undangundang. (2) Hakim berpedoman pada aturan Undang-undang yaitu Pasal 77-83 KUHAP. Disini ruang gerak hakim sangat terbatas selebih isi dari Pasal 82 KUHAP sudah mengatur bagaimana hakim harus bertindak. Terlebih Pasal 82 ayat (1) huruf d, ada titik celah yang tidak memberikan hak seutuhnya bagi pengajuan gugatan praperadilan sehingga gugatan ini sering di tolak. Kata kunci: Praperadilan, Kontrol Horizontal, Hakim iv

5 Pretrial as Horizontal Stakeout Function in the Process of Criminal Lawsuit Settlement. Dicky Sheri Aditya. C.1000. 090. 178. Law Faculty, University of Muhammadiyah Surakarta. ABSTRACT This research is to unveil how is the role of pretrial as horizontal stakeout function toward criminal lawsuit settlement. This research is belong to empiricalnormative approach method research which by conducting normative investigation and empirical toward settlement of pretrial criminal lawsuit and seeing in reality as horizontal control function in the settlement of criminal lawsuit and also judges obstacles in pretrial suit. Based on the result of discussion, it can be concluded that: (1) horizontal control function which is monitoring conducted by fellow law enforcement officers in the process of criminal lawsuit settlement. In accordance to its name, monitoring comparable or on the same level of the same law enforcement officers, there s no superior and subordinate. This institution position is equally strong in order to mutually correct each other, monitoring so that in handling criminal lawsuit process from investigation level by police investigator to prosecutor there is a synchronization in the making of prejudgment, so that in can be created a fair legal maintenance process in accordance to the prevail norms based on law. (2) Judges are oriented on the law rules which is chapter 77 83 KUHAP. Here, the movement range of judges is very limited whereas the content of Chapter 82 KHUAP is already regulated how the judges should act. Moreover Chapter 82 verse (1) letter d, there s a point gap that not gives full right for pretrial prejudgments so that these prejudgments often rejected. Keywords: Pretrial, Horizontal Control, Judges v

PENDAHULUAN Perubahan Undang-undang Dasar 1945 membawa perubahan yang sangat mendasar ke dalam kehidupan negara hukum Indonesia, di antaranya adanya pengakuan hak asasi manusia yang lebih diperluas dan dibedakan dengan hak warga negara. Hak warga negara sangat luas jangkaunya, yaitu yang berkaitan dengan hak-hak yang mendasar yang dimiliki setiap individu. Di antaranya yaitu hak setiap warga negara yang mempunyai kedudukan sama dihadapan hukum. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum, hal ini terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan pemerintahan, serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan dengan tanpa ada kecuali. Penegakan hukum adalah proses dilakukanya upaya untuk tegak atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. 1 Penegakan hukum dilakukan oleh aparat penegak hukum yang kemudian akan diselesaikan di Pengadilan. Pengadilan sendiri mempunyai beberapa tingkatan mulai dari tingkat pertama pengadilan negeri sampai kepada tingkat ketiga yaitumahkamahagung. Pengadilan negeri merupakan sebuah lembaga di peradilan umum berada di kabupaten atau kota, yang berfungsi memeriksa dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata. Pengadilan negeri bertugas memeriksa memutus dan mengadili perkara di tingkat pertama. 1 Jimly Asshidiqie, Penegakan Hukum dalamwww.jimly.com/makalah/namafile/56/penegakan _hukum.pdf. di unduh selasa 19 november 2013 21:09 6

7 Pengadilan negeri juga mempunyai lembaga yang berda di dalamnya, yaitu lembaga praperadilan. Praperadilan adalah lembaga baru yang lahir bersamaan dengankelahiranya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau disingkat KUHAP (UU No. 8 Tahun 1981). Praperadilan bukan lembaga peradilan yang mandiri atau berdiri sendiri terlepas dari pengadilan negeri, karena dari perumusan Pasal 1 butir 10 jo Pasal 77 KUHAP dapat diketahui bahwa Praperadilan hanyalah wewenang tambahan yang diberikan kepada Pengadilan Negeri (hanya pengadilan negeri), 2 dan isi yang terdapat dari Pasal 77 KUHAP yaitu:a) Sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan., b) Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau pada tingkat penuntutan. Dalam realitanya, orang yang hendak mengajukan perkara praperadilan tidak hanya terfokus pada ketentuan seperti yang ada di dalam Pasal 77 KUHAP di atas. Pihak yang berperkara dapat mengajukan perkara di luar dari obyek perkara itu, seperti pendapat HMA Kuffal SH, bahwa praperadilan juga meliputi sah atau tidaknya penangkapan dan atau penahanan serta sah tidaknya pemasukan rumah, penggeledahan dan atau penyitaan. 3 Maka dalam aturan perundangundangan dengan praktik ataupun penafsiran terjadi perluasan obyek, akan tetapi hal demikian tersebut tidak serta merta dijadikan alasan untuk dikabulkanya suatu permohonan praperadilan dimana peran suatu hakim atau pemikiran suatu hakim yang hanya bersifat pasif dengan hanya melihat aturan undang-undang saja atau 2 HMA KUFFAL, 2010, Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, Malang:UMM, hlm.251. 3 Ibid, Hal. 252

8 hakim yang mempunyai pandangan progresif dalam menyikapi suatu permasalahan praperadilan. Praperadilan ini hanya suatu proses penyelesaian perkara pidana yang bersifat cepat maka tidak bisa dimintakan banding ataupun kasasi. Hal ini juga telah di pertegaskan oleh Menteri Kehakiman dalam Keputusanya Nomor M. 14- PW. 07. 03 yang berbunyi untuk putusan praperadilan tidak dapat dimintakan kasasi, dengan alasan bahwa ada keharusan penyelesain secara cepat dari perkara-perkara peradilan, sehingga jika masih dimungkinkan kasasi, maka hal tersebut tidak akan dapat dipenuhi. Selain itu, wewenang pengadilan negeri yang dilakukan dalam praperadilan itu dimaksudkan sebagai wewenang pengawasan horizontal dari pengadilan negeri. 4 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keberadaan Praperadilan bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia yang sekaligus berfungsi sebagai sarana pengawas secara horizontal, atau dengan kalimat yang lebih tegas dikatakan bahwa diadakanya praperadilan mempunyaimaksud sebagai sarana pengawas Horizontal dengan tujuan memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia terutama hak asasi tersangka atau terdakwa. Kehadiran lembaga prapradilan sama halnya dengan kelahiran KUHAP yang di sambut dengan penuh kegembiraan oleh segenap bangsa Indonesia pada umumnya dan warga masyarakat pencari keadilan, terutama warga masyarakat yang berstatus sebagai tersangka dan atau terdakwa. 5 Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaanya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Yang 4 P.A.F. Lamintang dantheo Lamintang, 2010, Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu pengetahuan Hukum Pidana dan Yurisprudensi, Jakarta: Sinar Grafika, hlm.229. 5 HMA KUFFAL,Op.Cit., hlm. 253.

9 kemudian oleh oknum kepolisian melakukan penyelidikan mencari dan menemukan suatu peristiwa yang dapat atau tidaknya dilakukan penyelidikan. Tujuanya untuk lebih memastikan suatu peristiwa yang diduga keras sebagai tindak pidana akan tetapi juga ada yang berpendapat penyeledikan dimaksudkan untuk memperoleh bukti permulaan dari pelaku. 6 Akan tetapi sangat disayangkan meskipun keberadaan lembaga praperadilan tersebut sudah telah berusia lebih dari dua puluh tahun lebih ternyata dalam praktik hukum selama ini warga masyarakat pencari keadilan yang berupa memohon perlindungan hukum kepada lembaga praperadilan sebagaian besar belum mencapai keberhasilan sebagaimana yang diharapkan. 7 Pembatasan dan perumusan masalah yang hendak penulis bahas, yaitu: Pertama,Bagaimana peran Praperadilan sebagai fungsi pengawasan horisontal dalam Proses Penyelesaian Perkara Pidana, Kedua, Apa saja hambatan hakim Praperadilan dalam gugatan praperadilan. Tujuan penelitian ini, yaitu: Pertama, untuk Mengetahui dan memperoleh gambaran tentang peranan Praperadilan sebagai fungsi pengawasan horizontal dalam proses penyelesaian perkara pidana, Kedua, Untuk mengkaji hambatan hakim Praperadilan dalam penyelesaian gugatan praperadilan. Manfaat penelitian: Pertama, Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar sarjana Hukum dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas hukum Muhammadiyah Surakarta, Kedua, Memperluas wawasan, pengetahuan, dan kemampuan penulis dalam mengkaji masalah Praperadilan dalam menyelesaiakan proses perkara pidana. 6 Ladem Marpaung, 2009, Proses Penanganan Perkara Pidana, Jakarta: Sinar grafika, hlm.6-10. 7 HMA KUFFAL, Op.cit.,hlm.254

10 Ketiga, Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan disiplin ilmu yang penulis miliki secara ilmiah khususnya dalam bidang hukum pidana. Metode Penelitian ini menggunakan metode pendekatan normatif-empiris 8 yaitu dengan melakukan kajian normatif dan empiris terhadap penyelesaian perkara pidana praperadilan dan melihat secar riil sebagai fungsi kontrol horizontal dalam penyelesaian perkara pidana. Jenis penelitian ini adalah diskriptif 9 yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan tentang penyelesaian perkara pidana sebagai fungsi kontrol horizontal dalam penyelesaian perkara pidana. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Praperadilan Sebagai Fungsi Kontrol Horizontal Praperadilan merupakan lembaga baru yang lahir bersamaan dengan kelahiran KUHAP (UU No. 8 Tahun 1981). Praperadilan bukan lembaga peradilan yang berdiri sendiri terlepas dari pengadilan negeri, karena dari perumusan Pasal 1 butir 10 jo Pasal 77 KUHAP dapat diketahui bahwa praperadilan hanyalah wewenang tambahan yang diberikan kepada pengadilan negeri. Pengadilan negeri sebagai peradilan umum merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan mempunyai tugas dan wewenang memeriksa, memutus atau mengadili dan menyelesaiakan perkara pidana dan perkara perdata ditingkat pertama (Pasal 2 jo Pasal 50 UU No. 2 8 Roni Hanjito Soemitro, 1990, Metode Penelitian Hukum, Jakarta:Ghalia Indonesia, hlm.34. 9 Johny Ibrahim, 2007, Teori dan Metedologi Penelitian hukum Normatif, Malang:Banyumedia Publishing, hlm.310.

11 Tahun 1986) tentang Peradilan Umum. Di samping tugas dan wewenang pokoknya mengadili dan menyelesaiakan perkara pidana dan perkara perdata kepada pengadilan negeri oleh KUHAP diberikan wewenang tambahan berupa praperadilan, yaitu wewenang untuk memeriksa dan memutus permasalahan/kasus yang terjadi dalam penggunaan wewenang upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik dan penuntut umum. Upaya untuk menjamin agar ketentuan-ketentuan dalam KUHAP tersebut dapat terlaksana sebagaimana yang dicita-citakan, maka di dalam KUHAP diatur lembaga baru dengan nama praperadilan sebagai pemberian wewenang tambahan kepada pengadilan negeri untuk melakukan pemeriksaan terhadap kasus-kasus yang berkaiatan dengan penggunaaan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik dan penuntut umum. Keberadaan praperadilan bertujuan untuk memeberikan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia yang sekaligus berfungsi sebagai sarana pengawasan secara horizontal, atau dengan kalimat yang lebih tegas dapat dikatakan bahwa diadakanya praperadilan mempunyaimaksud sarana pengawasan horinzontal dengan tujuan memberi perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia terutama hak asasi tersangka dan terdakwa. 10 Lembaga praperadilan merupakan hasil usaha tuntutan terhadap perlindungan Hak Asasi Manusia, terutama mereka yang terlibat di dalam perkara pidana. Tujuan dibentuknya praperadilan adalah demi tegaknya hukum dan perlindungan hak asasi tersangka dalam tingkat pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Praperadilan befungsi sebagai alat kontrol penyidik karena 10 HMA Kuffal, Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, Malang: UMM, hlm. 251-253.

12 penyalahgunaan wewenang yang diberikan kepadanya, kontrol tersebut dilakukan dengan berbagai cara:pertama, Control Vertical, kontrol dari atas ke bawah.kedua, Control Horizontal, kontrol kesamping antara penyidik dan penuntut umum, timbal balik, tersangka, keluarga atau pihak ketiga. 11 Fungsi kontrol horizontal yaitu pengawasan yang dilakukan sesama aparatur penegak hukum dalam proses penyelesaian perkara pidana. Sesuai dengan namanya pengawasan kontrol secara horizontal yakni pengawasan yang sebanding atau setingkat sama-sama penegak hukum tidak ada atasan atau bawahan, kedudukan institusi ini sama kuat bertujuan untuk saling mengkoreksi, megawasi agar dalam menangani proses perkara peradilan dari tingkat penyidikan oleh penyidik kepolisian menuju jaksa penuntut umum ada singkronisasi dalam pembuatan dakwaan. Sehingga dapat terciptanya proses penegakan hukum yang adil sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam undang-undang. Dimana tidak ada aparat penegak hukum yang bertindak menyalahi aturan yang akan merugikan hak asasi manusia khususnya hak-hak tersangka atau terdakwa dalam sebuah proses penyelesaian perkara pidana. Secara yuridis formal (Pasal 77 KUHAP) obyek praperadilan meliputi sah atau tidaknya penghentian penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan dan rehabilitasi. Akan tetapi mestinya secara filosofis praperadilan juga meliputi seluruh tindakan penyidikan, meliputi sah atau tidaknya pemasukan rumah, penggeledahan dan atau penyitaan (Pasal 82 ayat (1) huruf b jo Pasal 95 ayat (2) KUHAP. Sehingga jaksa penuntut umum dan hakim 11 http://www.negarahukum.comhukum/praperadilan-sebagai-upaya-hukum-tersangka-dalamtingkat-penyidikan.html, Diakses Kamis 19 Juni 2014, 13:12.

13 bisa mengawasi penyidik, penyidik dan hakim dapat mengwasi jaksa penuntut umum, begitu pula penyidik dan jaksa penuntut umum dapat mengawasi hakim. Dengan demikian akan tercipta sebuah fungsi keadilan yang benar-benar diharapkan oleh masyarakat. Hambatan Hakim dalam Menentukan Gugatan Praperadilan Secara prosedural, tidak ada masalah atau hambatan yang dihadapi hakim ketika menjalankan tugas dalam gugatan praperadilan, akan tetapi masalah yang sering dihadapi dan dikeluhkan: Pertama, Mengenai masalah tenggang waktu karena praperadilan ini merupakan pemeriksaan secara cepat dan selambatlambatnya tujuh hari, hakim harus sudah menjatuhkan putusan. Sehingga mau tidak mau hakim harus secara tegas dan berkomitmen kepada pihak pemohon maupun pihak termohon dalam waktu 7 hari harus selesai dan sudah ada putusan. 12 Kedua, Ruang gerak hakim terbatas praperadilan ini dibentuk guna sebagai wadah bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan kepentinganya oleh pihak lain, akan tetapi pihak yang merasa dirugikan kemudian mengajukan permohonan ke lembaga praperadilan, dan hal itu pasti juga ada pihak yang puas dengan lembaga ini dan ada juga yang tidak puas, sebab permohonan ada yang di terima dan yang gugur tetapi sebagian besar permohonanya gugur. Hakim berpedoman atau mengacu pada aturan Undang-undang yaitu Pasal 77-83 KUHAP. Disini ruang 12 Agung Nugroho, SH, Hakim Pengadilan Negeri Sragen, Wawancara Pribadi, Pada Hari Rabu tanggal 21 Mei 2014 di Pengadilan Negeri Sragen dan Polin Tampubolon, SH, Hakim Pengadilan Negeri Surakarta, Wawancara Pribadi, Pada Hari Kamis tanggal 6 juni 2014 di Pengadilan Negeri Surakarata.

14 gerak hakim sangat terbatas selebih isi dari Pasal 82 KUHAP sudah mengatur bagaimana hakim harus bertindak. Terlebih Pasal 82 ayat (1) huruf d, dalam suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur. Disini letak kelemahan dari praperadilan ini, ada titik celah yang tidak memberikan hak seutuhnya bagi pengajuan gugatan praperadilan. 13 Ketiga, perkara praperadilan ini perkara banci karena perkara ini benar masuk dalam perkara pidana akan tetapi dalam proses beracaranya seperti perkara perdata, karena dalam proses beracaranya ada permohonan, jawaban termohon, replik dan duplik. Hal ini menunjukkan bahwa perkara ini jadi sama dengan proses acara perdata, dan putusanya juga berupa penetapan. 14 Analisis Gugatan Praperadilan PENETAPAN : Nomor 02/Pid.Pra/ 2011/ PN.Srg Pemohon praperadilan adalah Sugiyono tersangka atas dugaan tindak pidana sebagaimana rumusan Pasal 372 KUHP sebagaimana laporan Polisi No.Pol:LPI69/III/2009/Reskrim tanggal 28 Maret 2009 dan Surat Penyidik Nomor: Sp.Sidik/71/III/2011/Reskrim, 5 Maret 2011. Pada tanggal 28 Maret 2009 Iskandar melaporkan pemohon ke Polres Sragen dan selanjutnya Polres Sragen mengeluarkan surat perintah penahanan kepada pemohon pada tanggal 20 April 2009, akan tetapi setelah ditahan dan diperiksa oleh termohon ternyta tidak ditemukan adanya unsur pidana sebagaimana yang dituduhkan oleh 13 Ibid. 14 Agung Nugroho, SH, Hakim Pengadilan Negeri Sragen, Wawancara Pribadi, Pada Hari Rabu tanggal 21 Mei 2014 di Pengadilan Negeri Sragen.

15 pelapor. Pemohon diminta untuk membayar dengan cara membayar dengan cara bertahap. Dengan permintaan tersebut terjadilah akta perdamaian dan menyatakan bahwa perbuatan tersebut bukan perbuatan pidana. Tanpa angin tanpa suara petir 2 (dua) tahun kemudian tepat pada tanggal 21 Desember 2011, pemohon ditahan oleh termohon dengan berdalih tentang pro justutia yang hanya untuk kepentingan subjektifitas termohon yang bekerja sama dengan Sutino tanpa memberikan alasan apapun langsung menahan pemohon, padahal antara surat laporan dan perintah penyidikan sangat kontradiktif dimana seharusnya laporan terlebih dahulu bukanya penyidikan yang didahulukan sebagaimana dalam dasar surat perintah penahanan No.Sp.Han/351/XII/2011/Reskrim tertanggal 21 Desember 2011. Hal ini menunjukkan bahwa termohon terlalu berambius dan arogansi dalam melaksanakan tugasnya, yang mana hak-hak pemohon telah dirampas oleh termohon, sehingga apa yang dilakukan termohon seperti preman dipinggir jalan sehingga penahanan terhadap pemohon tidak sah dan perbuatan termohon merupakan pernuatan melawan hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheids daad). Perlu Termohon tanggapi, bahwa persoalan penahanan terhadap seseorang yang diduga kuat sebagai tersangka oleh penyidik diatur dalam Pasal 20 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP yang berbunyi: untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 berwenang melakukan penahanan.

16 Ketentuan yang diatur dalam Pasal 20 ayat (1) KUHAP itu adalah tentang ketentuan formal bagaimana tata cara penahanan terhadap tersangka itu dilakukan, bahwa tindakan melakukan penahanan terhadap seseorang yang diduga kuat, adalah haruslah seorang penyidik atau penyidik pembantu, kemudian syarat berikutnya adalah harus adanya perintah dari penyidik untuk melakukan penahanan. Perintah dalam hal ini haruslah dapat dibuktikan secara hukum dan dapat pula dilihat oleh orang lain bahwa perintah itu memang benar-benar ada, maka perintah dalam hal ini haruslah dimaknai sebagai perintah yang bersifat Dokumentatif yang berbentuk surat yang legal dalam hal ini adalah harus berbentuk surat perintah, yaitu surat perintah penangkapan dan surat perintah penahanan. Surat perintah penahanan terhadap tersangka dalam hal ini adalah telah diakui sendiri oleh diri pemohon dengan bukti bahwa ternyata sdr. Pemohon telah mampu membuktikan surat itu, yaitu sebagaimana dlam positanya yang mengatakan berdasarkan dalil dari sdr. Pemohon yang menyatakan dalam dasar surat perintah, perintah penahanan No.Sp,Han/350/XII/2011/Reskrim tertanggal 21 Desember 2011, bahwa setelah dilakukan penelitian, ternyata surat perintah penahanan sebagaimana dimaksud dalam posita pemohon adalah benar adanya, bahwa surat perintah dengan nomor sebgaimanan tersebut diatas adalah telah dikeluarkan oleh penyidik Polres Sragen, selanjutnya dalam surat perintah tersebut telah secara jelas mencantumkan siapa-siapa yang diperintahkan.

17 Sementara itu untuk posita pemohon yang menyatakan ketidaksahan tindakan penangkapan, perlu kami tanggapi sebagai berikut: bahwa Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP yang berbunyi: Pasal 16 ayat (1) untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik berwenang melakukan Penangkapan, ayat (2) untuk kepentingan penyidikan, penyidik dan penyidik pembantu berwenang melakukan penangkapan. Mengingat ketentuan pasal 77 sampai dengan pasal 83 Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, menyatakan Permohonan Praperadilan atas nama Pemohon Sugiyono, SP alias Giyono gugur. PUTUSAN Nomor : 04/ Pid.Pra/ 2013/ PN.Ska Kronologi dari Perkara praperadilan Pengadilan Negeri Surakarta, yang diajukan Sri Rahayunimgsih pada tanggal 08 Juni 2012, anggota termohon datang kerumah Pemohon berjumlah 6 (enam) orang, yang beralamatkan di Perum Turen, Desa Telukan, Kec. Grogol, Kab. Sukoharjo, dengan maksud untuk mencari Sugiyanto yang kemudian menangkap dan membawa Sugiyanto. Pemohon dibawa anggota termohon dengan cara diboncengkan sepeda motor, sedangkan Sugiyanto yang dicari termohon dibawa dengan mobil petugas dengan keadaan tangan diborgol. Pemohon diperiksa dengan dimintai keterangan oleh anggota Termohon, anggota termohan mengatakan hanya meminta keterangan atau memeriksa Pemohon terkait dugaan telah terjadi tindak pidana penggelapan yang dilakukan Sugiyanto. Setelah selesai pemeriksaan, pemohon tidak diijinkan untuk meninggalkan kantor ternohon tanpa ada alasan yang jelas dari termohon Pemohon tidak boleh pulang atau ditangkap dan ditahan selama 3 (tiga) hari 2 (dua) malam.

18 Pemohon tidak pernah diberikan surat perintah penangkapan dan penahanan, untuk sahnya penangkapan dan penahanan harus ada syarat obyectif dan subjektif untuk dilakukan penahanan harus ada bukti permulaan yang cukup. Penangkapan dan penahanan terhadap Pemohon yang tidak ada sangkut pautnya dengan tindak pidana serta tanpa surat perintah penangkapan dan penahanan adalah tidak sah dan melawan hukum. tindakan termohon yang sewenangwenang, tidak prosedural, melawan hukum, tidak sesuai Standard Operasi Polisi (SOP), dan melanggar Hak Asasi Manusia, sangat menyakitkan dan merugikan Pemohon. Kemudian termohon menjawab posita Pemohon adalah masih bersifat sangat prematur, karena dalil-dalil Pemohon tidak didasarkan atas fakta hukum sama sekali dan hanya merupakan pendapat atau asumsi Pemohon yang tidak dilandasi dengan alasan yang sah sesuai dengan peraturan yang mengatur tentang perkara pra peradilan. sehubungan dengan keikutsertaan Pemohon ke Polsek Banjarsari bukan atas permintaan dari Termohon, akan tetapi atas inisiatif sendiri dari Pemohon dengan keperluan mendampingi suaminya yang bernama Sdr. SUGIYANTO dimana pada saat itu dilakukan penangkapan terhadap tindak pidana penipuan dan penggelapan yang telah dilakukan. sejak hari Jum at tanggal 08 Juni 2012 sampai dengan hari Minggu tanggal 10 Juni 2012 atas kemauannya sendiri dengan alasan untuk menemani suaminya yang sedang di periksa oleh Termohon. Kemudian hakim menyatakan Permohonan Praperadilan dari Pemohon harus dinyatakan ditolak, dan menghukum pemohon dengan membayar biaya perkara sebesar NIHIL.

19 PENUTUP Kesimpulan dari pembahasan di atas yaitu: Pertama, peran Praperadilan sebagai fungsi pengawasan horisontal dalam Proses Penyelesaian Perkara Pidanayaitu pengawasan yang dilakukan sesama aparatur penegak hukum dalam proses penyelesaian perkara pidana. Sesuai dengan namanya pengawasan kontrol secara horizontal yakni pengawasan yang sebanding atau setingkat sama-sama penegak hukum tidak ada atasan atau bawahan, kedudukan institusi ini sama kuat bertujuan untuk saling mengkoreksi, mengawasi agar dalam mengangani proses perkara peradilan dari tingkat penyidikan oleh penyidik kepolisian menuju jaksa penuntut umum ada sinkronisasi dalam pembuatan dakwaan, sehingga dapat terciptanya proses penegakan hukum yang adil sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam undang-undang. Dalam hal ini tidak ada aparat penegak hukum yang bertindak menyalahi aturan yang akan merugikan hak asasi manusia khususnya hak-hak tersangka dalam proses penyelesaian perkara pidana. Secara yuridis formal (Pasal 77 KUHAP) obyek praperadilan meliputi sah atau tidaknya penghentian penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan dan rehabilitasi. Akan tetapi mestinya secara filosofis praperadilan juga meliputi seluruh tindakan penyidikan, meliputi sah atau tidaknya pemasukan rumah, penggeledahan dan atau penyitaan (Pasal 82 ayat (1) huruf b jo Pasal 95 ayat (2) KUHAP. Dengan demikian jaksa penuntut umum dan hakim bisa mengawasi penyidik, penyidik dan hakim dapat mengwasi jaksa penuntut umum, begitu pula penyidik dan jaksa penuntut umum dapat mengawasi hakim. Dengan demikian akan tercipta sebuah fungsi keadilan yang benar-benar

20 diharapkan oleh masyarakat.kedua,hambatan hakim PraperadilanSecara prosedural hambatan hakim dalam menentukan gugatan praperadilan ketika menjalankan tugas tidak ada, akan tetapi ada masalah yang sering di hadapi dan dikeluhkan. Mengenai masalah waktu, hakim harus bekerja keras dalam menanggapi masalah praperadilan ini, karena waktunya hanya 7 hari. Hakim dalam menjalankan tugasnya mengacu pada aturan Undang-undang yaitu Pasal 77-83 KUHAP. Di sini ruang gerak hakim sangat terbatas selebih isi dari Pasal 82 KUHAP sudah mengatur bagaimana hakim harus bertindak. Maka disinilah peran hakim yang berbicara, apakah hakim hanya berpatokan pada apa yang tertera dalam bunyi pasal tersebut ataukah berpandangan lain dalam menyikapi perkara yang dihadapinya, jadi lembaga maupun aturan terhadap praperadilan ini kurang berjalan dengan efektif karena konteksnya sangat terbatas. Terlebih Pasal 82 ayat (1) huruf d, dalam suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur. Disini letak kelemahan dari praperadilan ini, ada titik celah yang tidak memberikan hak seutuhnya bagi pengajuan gugatan praperadilan. Saran Saran yang bisa dijelaskan yaitu pertama, pemerintah perlu lebih meningkatkan kinerja lembaga praperadilan sehingga lembaga ini benar-benar berfungsi semaksimal mungkin guna untuk menciptakan suatu proses hukum yang benar-benar adil bagi semua rakyat Indonesia. Kedua, meningkatkan kerjasama

21 antar institusi aparat penegak hukum, antara Polisi dan Jaksa harus benar-benar mematuhi dan menjalankan tugasnya yang sudah di atur dalam peraturan perundang-undangan, dimana aparat penegak hukum tidak jarang melanggar tata cara dalam penegakan hukum. Ketiga, pemerintah perlu memperbaharui dan menambah aturan mengenai praperadilan, dimana aturan perundang-undangan mengenai praperadilan ini yang sangat terbatas dan ada titik lemah sehingga membuat praperadilan ini selalu di tolak oleh pengadilan. Keempat, hakim harus berpandangan progresif, berani menerima, menyikapi, meneliti serta memutuskan perkara selain yang ada wewenang praperadilan, asalakan itu dirasa benar-benar demi terciptanya keadilan.

22 DAFTAR PUSTAKA BUKU Ibrahim, Johny, 2007, Teori dan Metedologi Penelitian hukum Normatif, Malang:Banyumedia Publishing. KUFFAL, HMA, 2010, Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, Malang:UMM. Lamintang, P.A.F.danTheo Lamintang, 2010, Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu pengetahuan Hukum Pidana dan Yurisprudensi, Jakarta: Sinar Grafika. Marpaung, Ladem, 2009, Proses Penanganan Perkara Pidana, Jakarta: Sinar Grafika. Soemitro, Hanjito Roni, 1990, Metode Penelitian Hukum, Jakarta:Ghalia Indonesia. Undang-undang Undang-undang Dasar 1945 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana PP No. 27 tahun 1983 Menteri Kehakiman dengan Keputusan Nomor M.14-PW. 07. 03. Internet Asshidiqie, Jimly, penegakan hukum dalamwww.jimly.com/makalah/namafile/56/penegakan_hukum.pdf. diinduh selasa 19 november 2013 21:09 Negara Hukum, Praperadilan Sebagai Upaya Hukum Tersangka dalam Tingkat Penyidikan, dalam http://www.negarahukum.comhukum/praperadilansebagai-upaya-hukum-tersangka-dalam-tingkat-penyidikan.html, Diakses Kamis 19 Juni 2014, 13:12.