PETUNJUK TEKNIS ANTARA. NOMOR : PAS-07.HM TAHUN 2414 NOMOR : J U KNlSlO 1 llt,l201 4 BARESKRIM

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA DAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

2 Kepala Badan Narkotika Nasional Tentang Akses Data Sistem Administrasi Badan Hukum Dan Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian Dalam Pelaksanaan Pen

I. PENDATIULUAN. Kerjasama dan koordinasi antara aparat penegak hukum bertujuan untuk meningkatkan kerja sama dan koordinasi keduanya PETUNJUK TEKNIS

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

2015, No. -2- untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEDOMAN PELAKSANAAN RENCANA AKSI PENANGGULANGAN DAN PEMBERANTASAN NARKOBA DI LAPAS/RUTAN DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN

BADAN NARKOTIKA NASIONAL

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 288, 2012

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tam

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

TENTAPA NASIONAL INDONESIA PERATURAN PANGLIMA TENTARA NASIONAL INDONESIA

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api (Lembaran Negara Republ

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N

2 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara R

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

P E R A T U R A N MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KEBUTUHAN TAHUNAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN PREKURSOR

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

KEPPRES 116/1999, BADAN KOORDINASI NARKOTIKA NASIONAL

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

I. PENDAHULUAN. Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana

: PAS-HM : PKS LPSWX/2015

PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PELAKSANA HARIAN BADAN NARKOTIKA KOTA DUMAI

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL Nomor: PJ 23 Tahun 2017 Nomor: NK/43/X/2017/BNN

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 RB/10/2011 tanggal 11 Oktober 2011 dan Nomor B/1331/M.PAN-RB/3/2014 tanggal 26 Maret 2014 serta berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

MENUNAIKAN HAK PELAYANAN KESEHATAN NAPI DAN TAHANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN NARKOTIKA KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG KOORDINASI, PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERJANJIAN KERJA SAMA A1\[TARA TENTAIYG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tamba

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 4. Peraturan Pemer

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi kebijakan..., Atiek Meikhurniawati, FISIP UI, Universitas Indonesia

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015

P E M E R I N T A H K O T A D U M A I

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dan pelaksanaan dalam pencegahan, penanggltlangan,

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN INFORMASI PUBLIK DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Aset. Aset Negara. Aset Tindak Pidana. Pemulihan.

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS

BAB II PROSES PENYIDIKAN BNN DAN POLRI TERHADAP TERSANGKA NARKOTIKA MENGACU PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

No II. anggota masyarakat yang telah berjasa mengungkap adanya tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika, perlu diberi landasan hukum ya

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2

TENTANG PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

2016, No Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6,

UU 22/1997, NARKOTIKA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 22 TAHUN 1997 (22/1997) Tanggal: 1 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Tentang: NARKOTIKA

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T

la>- t8r. p?.dt.7,ol rh+4utt 2-ot6 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129/PMK.08 /2011 TENTANG PENGGUNAAN PROYEK SEBAGAI DASAR PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG KOMUNITAS INTELIJEN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA

STRUKTUR ORGANISASI BNNK SLEMAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR BALI KEPUTUSAN GUBERNUR BALI NOMOR1608/04-L/HK/2008 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN KEANGGOTAAN BADAN NARKOTIKA PROVINSI BALI GUBERNUR BALI,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Barang Sitaan. Narkotika. Bahan Kimia Lainnya. Penanganan.

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

PETUNJUK TEKNIS ANTARA DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA DENGAN BADAN RESERSE KRIMINAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PAS-07.HM.05.02 TAHUN 2414 NOMOR : J U KNlSlO 1 llt,l201 4 BARESKRIM TENTANG PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN PEREDARAN GELAP NARKOBA DI DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN DAN RUMAH TAHANAN NEGARA JAKARTA, 11 MARET 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Kerjasama dan koordinasi antara aparat penegak hukum bertujuan untuk meningkatkan kerja sama dan koordinasi keduanya dalam upaya optimalisasi pencegahan dan pemberantasan peredaran gelap Narkoba secara efektif dan efisien sesuai kewenangan masing-masing sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. 2. Kepolisian Negara Republik lndonesia merupakan Lembaga Negara Penegak Hukum yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban, melindungi dan melayani masyarakat. Dalam melaksanakan penegakan hukum Kepolisian negara Rl menyelenggarakan fungsi penyelidikan dan penyidikan, pengawasan dan pengendalian penyidikan, penyelenggaraan identifikasi, laboratorium forensik serta pengelolaan informasi kriminal nasional dilaksanakan oleh unsur pelaksana utama Badan Reserse Kriminal Polri (Bareskrim Polri). 3. Kementerian Hukum dan HAM Rl adalah institusi pemerintah yang benrenang dan bertanggung jawab dalam bidang Perawatan Tahanan, pembinaan Narapidana serta Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pemasyarakatan) secara fungsional bertanggung jawab atas keamanan dan ketertiban di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara. B. Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum acara Pidana (Lembaran Negara Republik lndonesia tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1981 Nomor 3209; 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 361a); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan United Nations Convention Against lllicit Traffic in Narcotic Drug and Psychotropic Subfances, 1988 (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1997 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 3673); 4. Undang-undang Nomor 2 Tahun 20A2 tentang Kepolisian Negara Republik lndonesia; 5. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2009 Nomor 5062); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1999 Nomor 3874);

7. Peraturan Menteri Hukum dan Hak asasi Manusia Nomor M.HH-05.OT.01.01 Tahun 2010 tanggal 30 Desember 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Republik lndonesia. c. D. E. F. Maksud dan Tujuan 1. Maksud Petunjuk teknis ini adalah sebagai pedoman dalam rangka pencegahan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba dan enyelenggaraan pengamanan di Lapas dan Rutan di seluruh wilayah negara Republik lndonesia 2. Tujuan Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dalam rangka pencegahan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba dan penyelenggaraan operasional pengamanan di Lapas dan Rutan di seluruh wilayah negara Republik lndonesia Ruang Lingkup 1. Pertukaran informasi; 2. Peningkatan kemampuan sumber daya manusia; 3. Pencegahan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba di Lapas dan Rutan; 4. Bantuan pengamanan di Lapas dan Rutan; 5. Penyelidikan dan penyidikan;dan 6. Peminjaman narapidana. Tata Urut 1. Pendahuluan 2. Pelaksanaan 3. Evaluasi 4. Pembiayaan 5. Ketentuan lain 6. Penutup. Pengertian 1. Penyalahgunaan Narkoba adalah penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan obat-obatan berbahaya lainnya tanpa hak atau dengan cara melawan hukum; 2. Peredaran gelap narkoba adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara tanpa hak atau melawan hukum yang ditetapkan sebagai tindak pidana Narkotika, Psikotropika dan Obat-obatan berbahaya lainnya

BAB II PELAKSANAAN A. Pertukaranlnformasi 1. 2. Bareskrim dan Ditjen Pemasyarakatan saling memberikan data dan informasi mengenai narapidana dan tahanan yang diduga terlibat peredaran gelap narkoba di wilayah Lapas/Rutan atau hal-hal lain yang dapat menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban; Bareskrim memberikan informasi secara tertulis atau lisan kepada Ditjen Pemasyarakatan tentang status narapidana dan tahanan dalam kedudukannya pada suatu jaringan peredaran narkoba di luar Lapas/Rutan secara mendetail guna pengawasan dan pencegahan peredaran Narkoba di dalam Lapas/Rutan; 3. Dirjen Pemasyarakatan memberikan data dan lnformasi tentang para narapidana dan tahanan khususnya narapidana Narkoba yang akan habis masa pidananya kepada Bareskrim; 4. Kabareskrim dan Dirjen Pemasyarakatan menunjuk pejabat yang diberikan kewenangan untuk memberikan data dan informasi sebagaimana dimaksud diatas. B. Peningkatan Kemampuan Sumber Daya Manusia 1. Ditjen Pemasyarakatan dapat meminta secara tertulis kepada Bareskrim tentang situasi perkembangan peredaran gelap narkoba di lndonesia sebagai bahan penambahan pengetahuan terhadap personil; 2. Peningkatan Sumber Daya Manusia guna meningkatkan kemampuan profesional personil petugas meliputi: a. Ceramah; b. Sosialisasi terhadap Peraturan perundangan-undangan yang berkaitan dengan Narkoba; c. Pengiriman Petugas Lapas/Rutan untuk mengikuti Pelatihan khusus tentang Narkoba; 3. Materi dan waktu pelaksanaan tersebut pada angka 1 dan 2 diatur kemudian oleh Bareskrim dan Ditjen Pemasyarakatan. C. Pencegahan dan Pemberantasan Peredaran Gelap Narkoba di Lapas dan Rutan 1. Kegiatan Pencegahan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba terdiri atas: a. Operasi (kegiatan) Rutin; kegiatan operasi yang dilakukan secara berkala dan sudah direncanakan dalam tahun berjalan; b. Operasi (kegiatan) Khusus yang dilakukan secara insidentildan situasional; c. Operasi (kegiatan) Darurat yang dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya peningkatan ancaman yang berkembang dari pelaksanaan Operasi Rutin maupun Operasi Khusus.

2. Operasi (kegiatan) sebagaimana dimaksud dalam angka (1) dapat dilaksanakan dengan metode : a. Terbuka, yang diarahkan pada upaya pencegahan penyalahgunaan dan peredaraan gelap Narkoba didalam Lapas/Rutan; b. Tertutup, yang diarahkan untuk mendeteksi dan mengungkap penyalahgunaan dan peredaran Narkoba didalam Lapas dan Rutan; 3. Dalam rangka pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba sebagaimana dimaksud dalam angka (1), secara bersama-sama melaksanakan sweeping/razia (pemeriksaan khusus) di Lapas / Rutan dan dituangkan dalam Berita Acara (pemeriksaan khusus); 4. Selaku koordinator dan penanggung jawab kegiatan sebagaimana angka (1), (2) dan (3) diatas adalah PIHAK POLRI; 5. Datam hal operasi/khusus darurat sebagaimana dimaksud dalam angka t huruf b dan c, dilakukan koordinasi secara langsung antara Kabareskrim dengan Dirjen Pemasyarakatan. D. Bantuan Pengamanan di Lapas dan Rutan 1. Bantuan Pengamanan Kepolisian kepada Ditjen Pemasyarakatan pada situasi dan kondisi normal dalam bentuk : a. Mengadakan komunikasi melalui jaringan frekuensi yang ditentukan; b. Pengamanan dalam rangka mencegah timbulnya gangguan keamanan dan ketertiban dari dalam dan luar Lapas atau Rutan; 2. Kepolisian dapat memberikan bantuan pengamanan kepada Ditjen Pemasyarakatan pada situasi kontijensi apabila terjadi : kerusuhan massal, pemberontakan, huru hara, kebakaran besar, penyanderaan petugas, penguasaan senjata api oleh narapidana dan atau tahanan, peristiwa bencana alam (force majore'5. E. Penyelidikan dan Penyidikan 1. Bareskrim dapat melakukan penyelidikan, penyidikan dan melakukan upaya paksa terhadap Narapidana, Tahanan dan Petugas di lingkungan Lapas dan Rutan yang diduga melakukan dan atau terlibat melakukan peredaran gelap narkoba, setelah terlebih dahulu berkoordinasi dengan Kepala Lapas dan Rutan; 2. Dalam hal diduga yang melakukan tindak pidana adalah Kepala Lapas dan Rutan koordinasi dilakukan dengan atasan Kepala LAPAS/RUTAN yang bersangkutan; 3. Dalam hal adanya indikasi Narapidana/Tahanan berperan dalam pengendalian peredaran gelap narkoba, Polri dapat melakukan penyelidikan dan Penyidikan di Lapas dan Rutan;

4. Bareskrim Polri dapat melakukan penyelidikan dan Penyidikan mengenai adanya indikasi pengendalian peredaran Narkoba di dalam Lapas/Rutan setelah terlebih dahulu di koordinasikan dengan Kalapas/ Karutan dan/atau Kakanwil; F. PeminjamanNarapidana 1. Peminjaman Narapidana oleh Bareskrim dapat dilakukan untuk kepentingan penyerahan tanggung jawab tersangka dan barang bukti (tahap ll) serta rekonstruksi, setelah mendapat ijin tertulis dari Kepala Lapas/ Rutan. 2. Dalam halterdapat keperluan lain diluar sebagaimana dimaksud pada angka (1) Narapidana hanya dapat dibawa keluar Lapas dan Rutan setelah mendapat ijin tertulis dari Dirjen Pemasyarakatan atau Kakanwil/Kalapas untuk dikewilayahan; 3. Keperluan lain sebagaimana dimaksud pada angka (2) adalah untuk pengembangan penyelidikan dan penyidikan kasus-kasus tertentu; 4. Jangka waktu Narapidana dapat dibawa keluar Lapas dan Rutan sebagaimana dimaksud pada angka (1) dan (2), setiap kali paling lama 1 (satu) hari kerja atau tidak menginap. 5. Jangka waktu peminjaman sebagaimana dimaksud pada angka (4), apabila masih diperlukan Bareskrim dapat mengajukan perpanjangan waktu kepada Dirjen Pemasyarakatan atau Kakanwil/Kalapas untuk dikewilayahan; 6. Keselamatan, keamanan dan kesehatan narapidana/tahanan menjadi Tanggung jawab dipihak peminjam. BAB III EVALUASI A. Evaluasi terhadap pelaksanaan Petunjuk Teknis dilakukan secara berkala paling sedikit 2 (dua) kali dalam setahun B. Apabila diperlukan, pihak Ditjen Pemasyarakatan dan Bareskrim dapat mengadakan pertemuan secara insidentil. BAB IV PEMBIAYAAN Segala biaya yang timbul berkaitan dengan pelaksanaan Petunjuk Teknis ini dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Masing-masing instansi secara proposional

BAB V KETENTUAN LAIN Juknis ini berlaku untuk Bareskrim kewilayahan dibawa hnya. dan Ditjen Pemasyarakatan serta satuan Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 11 Maret zam DIREKTUR JENDERAL