BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas tinggi. Perkembangan masyarakat dengan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipilih oleh calon mahasiswa dengan berbagai pertimbangan, misalnya dari

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang penting karena merupakan bekal bagi

BAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas unggulan di Universitas

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dan pendidikan tinggi ( Mengenyam pendidikan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan individu kompleks yang memiliki dinamika

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Dalam pendidikan formal dan non- formal proses belajar menjadi

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. pada siswanya. Kerapkali guru tidak menyadari bahwa jebakan rutinitas seperti duduk, diam,

BAB I PENDAHULUAN. setiap anak berhak memperoleh pendidikan yang layak bagi kehidupan mereka,

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. periodontal seperti gingiva, ligament periodontal dan tulang alveolar. 1 Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama,

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. ilmunya dalam dunia pendidikan hingga tingkat Perguruan Tinggi. Dalam jenjang

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan. Penyakit-penyakit kronis tersebut, di antaranya: kanker,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin,

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat menginjak masa dewasa, individu telah menyelesaikan masa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Agni Marlina, 2014

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi ( Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. Stres merupakan kata yang sering muncul dalam pembicaraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian. Pada era globalisasi ini seiring perkembangan zaman juga

BAB I PENDAHULUAN. Guna memenuhi kebutuhan hidup dan mempertahankan kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, setiap orang dituntut untuk memiliki keahlian

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait

BAB I PENDAHULUAN. yang akan menjadi penerus bangsa. Tidak dapat dipungkiri, seiring dengan terus

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut Kunandar (2009) merupakan investasi Sumber Daya

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan, di dalam suatu pembelajaran harus ada motivasi belajar, agar

PERBEDAAN PENYESUAIAN DIRI DAN STRES BELAJAR ANTARA SISWA KELAS AKSELERASI DENGAN SISWA KELAS REGULER DI SMU NEGERI 3 SURAKARTA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang. kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa digolongkan pada tahap

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

Bab I Pendahuluan. dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. heran bila kesadaran masyarakat awam tentang pentingnya pendidikan berangsurangsur

LAMPIRAN 1 KUESIONER KEMANDIRIAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam. Tak seorang pun bisa terhindarkan dari stres.

SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang untuk dapat beraktivitas dengan baik. Dengan memiliki tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di masyarakat. Mahasiswa minimal harus menempuh tujuh semester untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

HUBUNGAN ANTARA SIKAP PENYELESAIAN MASALAH DAN KEBERMAKNAAN HIDUP DENGAN SOMATISASI PADA WANITA KARIR

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia menginginkan kesejahteraan hidup dimana kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, kedaulatan Negara Republik

LAMPIRAN A. Skala Penelitian (A-1) Beck Depression Inventory (A-2) Skala Penerimaan Teman Sebaya (A-3) Skala Komunikasi Orangtua-Anak

BAB I. Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang tersebar begitu luas dimana

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu di dunia ini melewati fase-fase perkembangan dalam

LAMPIRAN I KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. rendah. Data laporan pembangunan manusia yang dikeluarkan United Nation

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU pendidikan No.2 Tahun,1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan, sebutan UN atau Ujian Nasional sudah tidak asing

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam zaman pembangunan di Indonesia dan globalisasi dunia yang menuntut kinerja yang tinggi dan persaingan semakin ketat, semakin dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang dengan kemajuan teknologi dan informasi. Selain itu dibutuhkan individu yang mampu menangani berbagai masalah yang dihadapi secara efektif dan tepat. Dalam hal ini, maka yang menjadi perhatian dalam menghadapi kemajuan zaman, teknologi, dan informasi adalah faktor sumber daya manusia yang berkualitas dan hal ini harus didukung oleh pendidikan yang berkualitas pula. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia pada umumnya bersifat klasikal, yang artinya guru menggunakan metode pengajaran dengan ceramah, dan metode ini menuntut guru untuk lebih aktif daripada siswa, serta semua siswa di dalam kelas diperlakukan sama. Salah satu kelemahan yang tampak dari metode pendidikan yang bersifat klasikal adalah tidak terakomodasinya kebutuhan individual siswa yang pada dasarnya tidak sama dalam hal inteligensi, bakat, dan minatnya. Siswa yang relatif lebih cepat menangkap pelajaran cenderung tidak terlayani secara baik sehingga potensi yang dimiliki tidak tersalurkan dan berkembang secara optimal. Siswa yang mampu menangkap pelajaran lebih cepat daripada siswa lain kemungkinan akan merasa bosan di kelas karena menurutnya

2 penyampaian materi yang diberikan guru terlalu lambat, sehingga siswa tersebut akan merasa terlalu santai dan kurang memperhatikan pelajaran, bahkan mungkin saja siswa tersebut mengganggu teman teman yang lainnya. (http// duniapendidikanindonesia.com). Akselerasi, pertama kali dikemukakan oleh Pressy, yaitu kemajuan program pendidikan pada tingkat kecepatan atau usia yang lebih muda dari yang sesuai dengan kebiasaan. Program akselerasi yaitu suatu dimana siswa diberi kesempatan menyelesaikan masa studinya lebih cepat dari program reguler dan diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan bernalar secara komprehensif, optimal, dan mengoptimalkan kreativitasnya (http// duniapendidikanindonesia.com). Menurut wawancara dengan guru SMA X Kota Bandung, siswa akselerasi memang memiliki beban yang lebih berat karena kurikulum yang diberikan jauh lebih banyak daripada siswa reguler. Sistem degradasi dan pengaruh lingkungan, seperti interaksi siswa terhadap teman sebayanya maupun interaksi siswa dengan para guru, menjadi stressor pada siswa akselerasi. Penyebab stress itu sendiri salah satunya adalah guru memandang siswa akselerasi sebagai siswa yang lebih unggul dibandingkan siswa reguler, sehingga muncul perbedaan perlakuan guru terhadap siswa akselerasi dan reguler. Guru mengharapkan siswa akselerasi dapat menjadi contoh bagi siswa reguler. Perlakuan guru ini, membuat siswa kelas reguler merasa bahwa siswa kelas akselerasi lebih eksklusif dan pada akhirnya siswa akselerasi dijauhi oleh teman sebayanya yang ada di kelas reguler. Tekanan teman sebaya tersebut menjadi stressor bagi siswa akselerasi dan membuat

3 mereka menutup diri dari lingkungan bahkan beberapa siswa akselerasi berkata pada Guru Konseling bahwa saat mereka berada ditengah-tengah siswa reguler, mereka merasa sangat gugup, berkeringat dingin, bahkan merasa pusing. Dalam survei awal yang dilakukan, hasil wawancara singkat pada salah seorang siswa akselerasi SMA X di kota Bandung mengatakan bahwa ST memilih program akselerasi karena keinginannya sendiri. Hal ini disebabkan karena saat duduk dikelas 1 reguler, ST merasa bahwa kegiatan belajar mengajar di kelas tersebut terlalu lambat sehingga ST merasa bosan. Dan saat mulai masuk di kelas akselerasi, ST baru merasa bahwa sistem belajarnya sesuai dan lebih bersemangat dalam belajar. Namun ST merasakan tantangan yang dirasakan adalah saat akan menghadapi ujian, dimana apabila terdapat nilai dibawah 70 siswa akan diminta untuk remedial, dan apabila hasil remedial masih dibawah 70 siswa akan dikeluarkan dari kelas akselerasi. Hal ini membuat sebagian besar siswa yang akan menghadapi remedial cukup tertekan, ST seringkali menjadi lebih gampang marah saat persiapan ujian berlangsung. ST merasa sangat bersalah apabila tidak mendapatkan nilai baik karena sudah banyak uang, waktu serta tenaga yang dikorbankan selama duduk di kelas akselerasi. Bahkan setiap sehari sebelum remedial berlangsung, biasanya ST akan mengalami gangguan pencernaan seperti sakit perut secara tiba-tiba dan keluar masuk toilet. Hal ini ST lakukan setiap kali ST akan menghadapi remedial. Hal lain dipaparkan oleh AS, siswi akselerasi yang seringkali meraih peringkat pertama di kelas akselerasi. AS memilih program akselerasi awalnya karena direkomendasikan oleh wali kelasnya. Akhirnya S dan orangtuanya pun

4 setuju. Selama duduk di kelas akselerasi, AS tidak pernah mengalami kesulitan dalam proses belajar maupun ujian. AS juga dapat menjalin hubungan pertemanan yang akrab saat bersama dengan teman teman di kelas akselerasi. Sebaliknya, saat AS harus mengikuti retret yang diadakan di sekolah yang mengharuskan AS bergabung dengan murid reguler lainnya, AS merasa kesulitan untuk memulai pembicaraan. Murid reguler yang merupakan kakak kelasnya tersebut seringkali tidak mau menyapa dan berkelompok dengan AS. AS mengatakan bahwa guru seringkali membandingkan siswa reguler dengan siswa akselerasi. Oleh karena itu, siswa reguler seringkali merasa tersaingi. Saat berada ditengah-tengah siswa reguler lainnya seperti mengikuti retret atau pengambilan nilai olahraga gabungan, AS seringkali sakit kepala dan tidak mau berbicara dengan baik dengan teman-temannya maupun dengan gurunya. Sakit kepala tersebut akan sembuh jika AS kembali berkumpul bersama teman-teman akselerasinya. Saat pembagian kamar pun tangan AS akan bekeringat dingin karena takut tidak sekamar dengan teman-temannya. Salah satu orangtua dari siswa akselerasi menceritakan bahwa anaknya tersebut seringkali mengalami gangguan fisik seperti keluhan sakit kepala belakang dan pusing setiap kali akan mengikuti ujian semester. Padahal dalam kesehariannya anaknya tidak pernah mengeluh sakit kepala belakang. Sedangkan dalam gejala psikis, anaknya menjadi cenderung sulit mengendalikan emosi saat akan menghadapi ujian, menjadi lebih cepat marah ketika diberi nasehat oleh orangtua atau diperingatkan untuk tidak terus menerus belajar hingga larut malam. Bahkan suatu kali saat akan diadakan ujian seleksi tingkat akhir, anaknya menjadi

5 sering mengeluh sakit kepala dan seringkali membanting barang ketika sedang marah. Survei awal juga dilakukan dengan wawancara pada Ibu WN wali kelas siswa akselerasi. Ibu WN mengatakan siswi akselerasi lebih aktif dibandingkan siswa laki-laki. Siswi akselerasi sering menanyakan materi pelajaran yang tidak dipahami kepada guru dan mereka juga lebih banyak mengikuti bimbingan belajar. Selama menjalankan program akselerasi siswi lebih sering menunjukkan gangguan ketika mengalami suatu kejadian yang tidak diharapkan, seperti nilai yang tidak memenuhi standar, tugas yang tidak dapat diselesaikan, dan perlakuan siswa reguler yang kurang menyenangkan. Siswi akselerasi seringkali menangis saat mendapat nilai yang kurang baik dan menjauhkan diri mereka dari temanteman akselerasi lainnya. Gangguan yang muncul lebih sering dibandingkan dengan murid akselerasi laki-laki. Berkaitan dengan hasil wawancara dengan WG selaku wali kelas, salah satu siswi akselerasi (AD) mengatakan seringkali AD merasa harus bekerja lebih keras agar dapat bertahan di kelas tersebut. Terlebih lagi jumlah siswi di kelas akselerasi lebih sedikit daripada jumlah siswanya. AD merasa siswa akselerasi banyak yang lebih pintar, sedangkan AD harus ikut bimbingan belajar sehari dua kali agar dapat lebih memahami materi yang diajari di kelas. Berdasarkan usaha yang telah dilakukan oleh AD, ketika AD mendapatkan nilai yang kurang baik, AD mengaku akan sangat merasa sedih dan seringkali berdiam diri di dalam kelas. Bahkan saat WN harus remedial karena nilai ujiannya tidak memenuhi

6 standard, WN merasa sangat kecewa dan beberapa kali kondisi fisik S menurun dan membuat S harus istirahat di rumah karena demam tinggi yang dialami. Data yang diperoleh dari salah satu penelitian yang berkaitan dengan pendidikan akselerasi menjelaskan bahwa siswa akselerasi mengalami perasaan takut gagal, kaget, jenuh, merasa terbebani, dan takut tidak bisa membahagiakan orang tua. Penyebab hal ini adalah siswa siswa tersebut terbiasa mendapatkan nilai baik dan menjadi juara, sehingga ketika tidak menjadi juara atau kurang menonjol di lingkungan belajar yang lebih tinggi mereka akan mengalami stress. Peran keluarga, sekolah dan teman sebaya dapat mempengaruhi siswa dalam merespon stress yang dialami. Apabila linkungan keluarga, sekolah dan teman sebaya memberi dukungan positif maka stress yang dialami siswa derajatnya akan menurun (http//www.duniapendidikan.com//penelitianpendidikanakselerasi). Stress dapat bersumber dari dalam diri, lingkungan keluarga, teman sebaya, dan masyarakat. Beberapa siswa yang mengikuti akselerasi karena keinginan orangtua dan mengatakan bahwa anak anak tersebut ikut program akselerasi hanya ingin tahu seberapa besar kemampuan mereka dan menjajal suatu hal yang baru, namun motivasi terbesar tetap datang dari orang tua yang sangat mengharapkan anak anak tersebut bisa menjadi siswa akselerasi. Stress yang muncul dari dalam diri individu merupakan penilaian dari kekuatan motivasional yang melawan dan bila seseorang mengalami konflik (Sarafino,2007). Menurut Lazarus (1984), stress merupakan suatu bentuk interaksi antara individu dan lingkungannya yang dinilai sebagai sesuatu yang membebani atau

7 melampaui kemampuan yang dimiliki, serta mengancam kesejahteraan diri. Secara mendasar, stress dapat diartikan sebagai reaksi fisik dan psikis yang bersifat individual terhadap tuntutan yang mencapai atau melebihi kemampuan individu. Kegagalan siswa akselerasi dalam memperoleh nilai yang baik, prestasi yang cemerlang, dan lainnya dapat menjadi stressor dan mengancam kesejahteraan diri siswa akselerasi tersebut. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Lazarus (1984 ), apabila derajat stress meningkat maka individu akan merasa tidak nyaman dengan kehidupannya dan dapat mengakibatkan gangguan fisik, gangguan psikologis, dan gangguan tingkah laku. Dampak dari stress yang dialami setiap siswa akselerasi berbeda beda. Dilihat dari segi akademis, siswa dengan derajat stress yang tinggi mengalami penurunan nilai yang cukup drastis dan siswa akselerasi seringkali mendapatkan nilai yang kurang baik pada tugas-tugas yang diberikan. Dari segi penyesuaian sosial, siswa akselerasi menjadi kurang mampu menjalin hubungan akrab dengan siswa reguler lainnya. Begitu pula dari segi psikologis, siswa akselerasi menjadi sulit mengendalikan emosi dan lebih menutup diri dari lingkungan. Berdasarkan data diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui seberapa besar derajat stress yang dialami oleh siswa akselerasi di SMA X Kota Bandung. Peneliti berharap dengan adanya penelitian ini, dapat memberikan informasi pada semua pihak khususnya orang tua dan lingkungan sekolah siswa akselerasi, agar dapat menyeimbangkan semua aspek kehidupan agar tidak terjadi stress yang berkepanjangan bagi siswa akselerasi tersebut.

8 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan penelitian ini, ingin diketahui seberapa besar derajat stress yang dialami oleh siswa akselerasi di SMA X Kota Bandung. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Untuk memperoleh gambaran mengenai derajat stress pada siswa akselerasi di SMA X Kota Bandung. 1.3.2 Tujuan Penelitian Untuk memperoleh gambaran mengenai ada tidaknya keterkaitan antara derajat stress dengan faktor penunjang pada siswa akselerasi di SMA X Kota Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis 1. Memberikan pemahaman teori yang lebih mendalam mengenai derajat stress pada siswa Akselerasi di SMA X Kota Bandung kepada mahasiswa-mahasiswi yang sedang mempelajari bidang ilmu kajian Psikologi Klinis dan Psikologi Pendidikan. 2. Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai derajat stress yang dialami oleh siswa akselerasi.

9 1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Memberikan informasi kepada mahasiswa yang akan mengontrak mata kuliah Usulan Penelitian selanjutnya yang akan meneliti derajat stress pada siswa akselerasi. 2. Membantu siswa akselerasi untuk dapat menilai sumber yang ada didalam diri sehingga mampu menilai stressor yang dialami. 3. Memberikan informasi pada orangtua dan guru agar lebih mengenal situasi yang dihadapi siswa selama menempuh program studi akselerasi, sehingga mampu ikut serta dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh siswa akselerasi 1.5 Kerangka Pemikiran Penyeleksisan siswa akselerasi SMA X di kota Bandung diawali dengan menjaring siswa yang meraih peringkat 10 besar saat kelulusan SMP. Siswa yang meraih 10 besar saat kelulusan SMP ini akan diikutsertakan dalam penyeleksian akselerasi. Siswa yang lulus seleksi program pendidikan akselerasi tetap diberi kebebasan untuk memilih apakah akan tetap mengikuti program akselerasi atau tidak. Sebagian siswa memilih program akselerasi karena keinginan sendiri dan sebagian siswa lainnya memilih program akselerasi karena tuntutan dari orang tua. Siswa akan diberi materi pembelajaran dalam kurun waktu lebih cepat daripada sistem pemberian materi yang dilakukan di kelas reguler. Siswa akselerasi dapat menyelesaikan studinya di SMA dalam waktu 2 tahun. Setiap kenaikkan semester, akan dilakukan ujian seleksi tingkat. Dalam ujian seleksi

10 tingkat ini, siswa yang memperoleh nilai total keseluruhan pelajaran dibawah standar yang telah ditetapkan, akan diberi kesempatan untuk perbaikan nilai (remedial) namun apabila setelah remedial nilai yang diperoleh masih dibawah standar, siswa dinyatakan tidak lulus dan kembali menempuh pendidikan di kelas reguler. Selama siswa akselerasi menempuh program studi di kelas akselerasi, siswa seringkali dihadapkan pada permasalahan-permasalahan. Permasalahan tersebut ada yang berasal dari dalam diri dan luar diri. Masalah dari dalam diri, dapat berupa keinginan untuk selalu mendapatkan nilai terbaik, perasaan bersalah apabila tidak dapat menyelesaikan tugas tepat waktu, kemampuan adaptasi, dan lain sebagainya. Sementara itu, permasalahan dari luar diri seperti metode pengajaran yang berbeda dengan metode pengajaran saat mereka berada di kelas reguler, interaksi siswa akselerasi dengan siswa reguler, tugas yang terlalu banyak, dan lain sebagainya. Meskipun situasi yang penuh dengan permasalahan ini dialami oleh siswa akselerasi selama berada di kelas akselerasi relatif sama, namun penghayatan siswa terhadap situasi tersebut berbeda-beda. Perbedaan penghayatan siswa akselerasi terhadap situasi yang di hadapi terkait dengan penilaian yang dilakukan oleh siswa. Seperti pendapat Lazarus (1984) yang menyebutkan bahwa stress bersifat individual karena setiap individu memiliki penilaian kognitif yang berbeda-beda. Penilaian kognitif itu memiliki beberapa tahapan yaitu Primary Appraisal, Secondary Appraisal, dan Reappraisal.

11 Pada Primary Appraisal atau yang disebut juga dengan penilaian primer, siswa akselerasi akan menilai apakah situasi yang dihadapinya selama menempuh studi di kelas akselerasi dihayati sebagai hal yang dapat menyebabkan stress atau tidak. Hasil dari penilaian primer dapat berupa Irrelevant, Benign-Positive, atau Stressfull Appraisal. Penilaian primer dikatakan menghasilkan sesuatu yang disebut Irrelevant, yaitu jika individu menghayati situasi yang dihadapinya sebagai hal yang tidak berpengaruh dan tidak mengancam kesejahteraan dirinya. Pada siswa akselerasi, apabila siswa menghayati situasi yang dihadapi selama di kelas akselerasi seperti metode pengajaran yang berbeda dengan saat di kelas reguler, persaingan antar siswa akselerasi yang lebih ketat, standar nilai ujian yang lebih tinggi, interaksi dengan siswa reguler, tugas yang lebih berat, dan seterusnya dianggap sebagai situasi yang tidak mengancam kesejahteraan dirinya, berarti penilaian primer siswa menghasilkan Irrelevant. Selain itu penilaian primer juga dapat menghasilkan sesuatu yang disebut benign-positive apabila individu menghayati situasi yang dihadapinya sebagai hal yang positif dan dianggap mampu meningkatkan kesejahteraan individu ke depannya. Pada siswa akselerasi, apabila siswa menghayati situasi yang dihadapi dikelas akselerasi sebagai hal yang positif sebagai contoh saat siswa menghayati persaingan antar siswa akselerasi sebagai motivasi belajar untuk meningkatkan prestasi, berarti penilaian primer siswa akselerasi menghasilkan benign-positive. Penilaian primer juga dapat menghasilkan Stressfull Appraisal dimana individu menghayati situasi yang dihadapi sebagai sesuatu yang mengancam atau bahkan menimbulkan gangguan. Pada siswa akselerasi apabila siswa menghayati

12 situasi yang dihadapinya selama menempuh program akselerasi sebagai hal yang mencekam kesejahteraan dirinya, sebagai contoh metode pengajaran yang berubah menjadi lebih cepat membuat siswa mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran dan nilai ujian menjadi menurun, berarti penilaian primer siswa menghasilkan Stressfull Appraisal. Dalam melakukan penilaian primer, siswa akselerasi dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu Novelty atau situasi dimana siswa akselerasi tidak memiliki pengalaman sebelumnya mengenai situasi yang akan dihadapi dikelas akselerasi, seperti saat di kelas reguler siswa memiliki pengalaman bahwa metode pengajaran diberikan secara klasikal dimana guru menyampaikan materi selama 2 jam dan setelah itu akan dilangsungkan ulangan harian, sedangkan pada kelas akselerasi metode pengajaran yang dilakukan lebih banyak dengan cara diskusi dan guru mengharapkan siswa belajar secara mandiri kemudian setelah itu siswa akan menghadapi ulangan harian setiap hari atau setiap akhir materi disampaikan. Hal ini menyebabkan siswa tidak memiliki cukup bekal dalam menghadapi situasi di kelas akselerasi. Hal lain yang mempengaruhi hasil dari penilaian primer adalah Predictability, atau bagaimana karakteristik lingkungan atau situasi yang sedang dihadapi dapat dilihat, ditemukan jalan keluar saat terjadi masalah dan dapat dipelajari. Apabila siswa akselerasi tidak mengetahui berapa standar nilai ujian yang dinyatakan lulus di program akselerasi, bagaimana interaksi antara siswa akselerasi dan siswa reguler, atau metode pengajaran seperti apa yang digunakan

13 oleh guru untuk menyampaikan materi, maka penilaian siswa terhadap situasi akan semakin berat. Kemudian hal yang dapat mempengaruhi penilaian primer adalah Event Uncertainty yaitu adanya berbagai macam kemungkinan yang terjadi seperti pada siswa akselerasi, kemungkinan ulangan harian yang seringkali dilakukan setiap akhir materi, sedangkan guru menyampaikan materi dengan durasi waktu berbeda-beda sehingga jadwal ulangan harian tidak dapat ditentukan secara pasti. Semakin banyak kemungkinan yang terjadi, siswa akan semakin berat menilai situasi yang dihadapi di dalam kelas akselerasi. Hal terakhir yang juga dapat mempengaruhi penilaian siswa terhadap situasi yang dihadapi adalah Temporal Factors atau kondisi waktu yang ada. Didalamnya terdapat Imminence, yaitu bagaimana siswa memprediksi seberapa lama siswa akan menghadapi situasi di kelas akselerasi yang menimbulkan tekanan, seperti siswa mengetahui dua minggu lagi siswa akan menghadapi ujian akhir kenaikkan tingkat, dengan begitu siswa akan menyiapkan diri secara lebih baik agar dapat menghadapi situasi tersebut. Hal ini membuat penilaian siswa terhadap situasi menjadi lebih ringan. Kemudian terdapat Duration, yaitu bagaimana kemampuan siswa akselerasi memprediksi sampai kapan siswa akan menghadapi situasi yang ada di kelas akselerasi, seperti siswa mampu memprediksi situasi di kelas akselerasi hanya akan siswa hadapi selama 2 tahun dan siswa menilai 2 tahun bukanlah waktu yang lama, maka siswa akan dapat menilai situasi yang dihadapinya di kelas akselerasi menjadi lebih ringan.

14 Seperti yang telah dijelaskan oleh Lazarus, (1984) pada pemaparan diatas, penilaian primer didasarkan pada penilaian subjektif individu terhadap dirinya dan terhadap situasi yang dihadapinya. Pada siswa akselerasi, hasil dari penilaian siswa terhadap situasi yang dihadapi di kelas akselerasi dan penilaian yang berkaitan dengan sumber-sumber yang ada dalam diri siswa akan menyebabkan siswa mengalami stress dengan derajat yang berbeda-beda. Derajat stress yang terjadi dalam diri siswa akselerasi dapat ditentukan dari seberapa sering gangguan-gangguan muncul dalam kehidupan siswa selama menempuh studi di kelas akselerasi, baik gangguan kesehatan, gangguan psikologis maupun gangguan tingkah laku. Gangguan kesehatan adalah reaksi fisik yang ditunjukan oleh individu dalam keadaan stress. Pada siswa akselerasi, gangguan kesehatan ditunjukkan dari kondisi kesehatan yang menurun atau menjadi lebih mudah sakit maupun terjadinya penyakit-penyakit spesifik tertentu ketika siswa berada dalam keadaan stress seperti saat akan menghadapi ujian, nilai yang didapatkan tidak sesuai dengan yang diharapkan, dan lain sebagainya. Gangguan psikologis adalah reaksi kognitif dan subjektif pada individu yang membuat individu menjadi tidak adekuat dalam mengerjakan sesuatu. Pada siswa akselerasi, gangguan psikologis ditunjukkan dari emosi siswa menjadi labil seperti sedih yang berkepanjangan, mudah tersinggung, menjadi mudah marah untuk hal-hal kecil, dan lain sebagainya. Kemudian gangguan juga ditunjukkan dari agresi siswa akselerasi menjadi lebih tinggi seperti melempar barang ketika mendapat nilai yang kurang baik, melampiaskan kekesalan dengan marah-marah

15 pada temannya, dan lain sebagainya. Lalu terakhir, gangguan psikologis juga dapat ditunjukkan dari siswa merasa tertekan (underpressure) seperti depresi, frustrasi, merasa tidak berharga dan lain sebagainya. Gangguan terakhir adalah gangguan tingkah laku, yaitu reaksi yang ditunjukkan dapat dilihat dan disebabkan oleh stress yang dialami. Gangguan tingkah laku pada siswa akselerasi dapat ditunjukkan dari perubahan kebiasaan pola makan siswa saat menghadapi situasi yang menimbulkan stress seperti saat menyelesaikan tugas yang berat, persiapan ujian akhir tingkat, dan lain sebagainya. Kemudian tingkah laku merokok/ mengkonsumsi obat-obatan, dan dapat pula ditunjukkan dari tingkah laku siswa yang menghindar dari kontak sosial seperti mengurung diri dalam kamar, tidak mau berbicara dengan temanteman dikelas akselerasi, dan lain sebagainya ketika siswa sedang menghadapi situasi tidak seperti yang diharapkan seperti nilai ujian yang kurang baik, tugas yang tidak dapat diselesaikan atau saat tidak lulus ujian seleksi tingkat. Semakin sering terjadinya gangguan-gangguan diatas dalam kehidupan siswa maka semakin tinggi pula derajat stress yang dialami oleh siswa tersebut atau dapat diartikan siswa akselerasi yang memiliki derajat stress yang tinggi akan sangat sering memunculkan tingkah laku dan emosi yang negatif dalam menghadapi situasi selama menempuh studi di kelas akselerasi. Sedangkan siswa akselerasi yang memiliki derajat stress yang moderat, cukup sering memunculkan tingkah laku dan emosi yang negatif dalam menghadapi situasi di kelas akselerasi, dan siswa yang memiliki derajat stress moderat lebih adaptif dengan keadaan stress yang dihadapi dibandingkan dengan siswa yang memiliki derajat stress

16 tinggi. Kemudian siswa akselerasi yang memiliki derajat stress rendah, akan lebih jarang atau bahkan tidak pernah menampilkan tingkah laku dan emosi yang negatif dibanding dengan siswa yang memiliki derajat stress moderat dan tinggi, dan siswa akselerasi yang memiliki derajat stress rendah lebih mudah beradaptasi dengan situasi yang akan dihadapi selama menempuh program studi akselerasi. Selain ditentukan oleh seberapa sering individu mengalami gangguan kesehatan, psikologis, dan tingkah laku, faktor yang mempengaruhi derajat stress siswa adalah lingkungan keluarga dan lingkungan luar keluarga. Derajat stress juga ditentukan dari interaksi antara individu dan lingkungan, apabila lingkungan memberikan respon positif terhadap individu maka derajat stress individu akan semakin rendah sebaliknya apabila lingkungan memberikan respon negatif terhadap individu maka derajat stress individu akan semakin tinggi (Lazarus and Folkman,1984). Pada siswa akselerasi faktor-faktor yang mempengaruhi derajat stress siswa antara lain lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan teman sebaya. Apabila lingkungan-lingkungan ini memberikan dukungan yang bersifat positif seperti pada lingkungan keluarga, orang tua memberikan fasilitas pada siswa untuk dapat mengikuti bimbingan belajar, orang tua memahami keterbatasan siswa dengan tidak memberi hukuman ketika siswa mendapatkan nilai yang kurang memuaskan, dan lain sebagainya. Maka siswa akselerasi akan menempuh studi di kelas akselerasi di sekolah tanpa perasaan terbebani. Selain keluarga dukungan positif bisa datang dari lingkungan sekolah seperti guru yang tidak memberikan perlakuan berbeda antara siswa akselerasi

17 dengan siswa reguler sehingga siswa reguler menganggap siswa akselerasi sama dengan mereka. Hal ini dapat membuat siswa reguler dan siswa akselerasi dapat berhubungan baik. Guru yang peduli dengan masalah-masalah yang dialami oleh masing-masing siswanya, dan guru bersedia memberikan waktu luang untuk menjelaskan materi di luar jam sekolah. Sedangkan dukungan dari teman sebaya dapat berupa, meskipun siswa akselerasi dalam pelaksanaannya saling bersaing satu sama lain, sesama siswa bersedia membantu siswa lain yang mengalami kesulitan dalam memahami materi, teman yang bersedia meminjamkan catatan, dan sesama siswa akselerasi harus lebih peka ketika salah satu dari mereka sedang mengalami masalah baik masalah pribadi maupun pelajaran.

18 Faktor yang mempengaruhi penilaian : -Novelty -Predictability -Temporal Uncerainty Faktor yang mempengaruhi stress : Lingkungan Keluarga dan Lingkungan Luar Keluarga Tinggi Siswa Akselerasi di SMA X Kota Bandung Primarry Appraisal Stress Moderat Rendah Indikator Stress: - Gangguan fisik - Gangguan Psikologis - Gangguan Tingkah Laku Skema 1.1 Skema Kerangka Pikir

19 1.6 Asumsi - Metode pengajaran yang diberikan lebih cepat tidak menjadi pemicu stress pada siswa akselerasi namun ujian seleksi tingkat merupakan pemicu stress utama bagi siswa akselerasi. - Siswa akselerasi yang memiliki derajat stress yang tinggi selama menempuh studi di kelas akselerasi disebabkan oleh siswa tersebut tidak memiliki informasi yang jelas mengenai karakteristik program akselerasi itu sendiri. - Siswa akselerasi yang memiliki derajat stress tinggi akan mengalami gangguan kesehatan, gangguan psikologis, dan gangguan tingkah laku ketika mereka mendapatkan nilai yang tidak sesuai dengan yang mereka harapkan.