Jurnal Ilmiah Sehat BebayaVol.1 No. 2, Mei 2017

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka

ABSTRAK. PENGARUH EKSTRAK ETANOL BIJI SEMANGKA (Citrullus lanatus Thunb.) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA SAYAT PADA MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN DEWASA

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan

BAB I PENDAHULUAN. normal (Nagori and Solanki, 2011). Berdasarkan sifatnya luka dibagi menjadi 2,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap

ABSTRAK EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN BINAHONG

ABSTRAK. EFEK PROPOLIS INDONESIA MEREK X DALAM MEMPERCEPAT PENYEMBUHAN LUKA PADA MENCIT JANTAN GALUR Swiss-Webster

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik

BAB I PENDAHULUAN. dengan luka terbuka sebesar 25,4%, dan prevalensi tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. stomatitis apthosa, infeksi virus, seperti herpes simpleks, variola (small pox),

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gigi, puskesmas, dan rumah sakit adalah pencabutan gigi. Pencabutan gigi

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. 2013; Wasitaatmadja, 2011). Terjadinya luka pada kulit dapat mengganggu

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN IODIN 10%, IODIN 70 %, IODIN 80%, DAN NaCl DALAM PERCEPATAN PROSES PENYEMBUHAN LUKA PADA PUNGGUNG TIKUS JANTAN Sprague Dawley

BAB I PENDAHULUAN UKDW. proliferasi, dan remodeling jaringan (Van Beurden et al, 2005). Fase proliferasi

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture,

EFEK EKSTRAK GEL DAUN PEGAGAN (CENTELLA ASIATICA) DALAM MEMPERCEPAT WAKTU PENYEMBUHAN LUKA PADA TIKUS PUTIH (RATTUS NORVEGICUS STRAIN WISTAR)

Kata kunci: salep ekstrak herba meniran, triamcinolone acetonide, penyembuhan luka

BAB I PENDAHULUAN UKDW. meliputi empat fase, yakni : fase inflamasi, fase destruktif, fase proliferasi dan

BAB I PENDAHULUAN. didefinisikan sebagai hilangnya integritas epitelial dari kulit (Schwartz et al.,

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan

I. PENDAHULUAN. yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi

ABSTRAK EFEK PROPOLIS DAN MADU TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA INSISI PADA MENCIT SWISS WEBSTER. : Dr. Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

Majalah kesehatan FKUB Volume 1, Nomer 4, Desember 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK EFEK SALEP EKSTRAK METANOL

BAB I PENDAHULUAN UKDW. obat tersebut. Di India, tanaman pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) ini

BAB I PENDAHULUAN. luka ini dapat berasal dari trauma, benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah sebuah permasalahan umum yang ada pada masyarakat. 1 Luka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran. Dasitya Kurnia Rachman G

BAB I PENDAHULUAN. (kurma). Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB I PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan salah satu aspek yang dapat menurunkan nilai estetika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan

PENGGUNAAN LUMATAN DAUN BUNGA SEPATU (HIBISCUS ROSA- SINENSIS L) UNTUK PENYEMBUHAN LUKA INSISI PADA TIKUS PUTIH (RATTUS NORVEGICUS STRAIN WISTAR).

PENYEMBUHAN LUKA INSISI SECARA MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS-WEBSTER

KARYA TULIS ILMIAH. PERBEDAAN EKSTRAK BUAH DAN EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn.) TERHADAP SEL PMN PADA PROSES PENYEMBUHAN LUKA GINGIVA

PENGARUH OLESAN MINYAK CENGKEH (Syzygium Aromaticum L) TERHADAP PROSES PENYEMBUHAN LUKA INSISI PADA HEWAN COBA MENCIT(mus musculus) STRAIN Balb/ c

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kerusakan secara selular dan diskontinyu anatomis pada suatu

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Luka merupakan rusaknya integritas kulit, permukaan mukosa atau suatu

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan penyebab kematian ke-2 di dunia yang bukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan

Kata kunci: Penyembuhan luka, Ulserasi, Mukosa Oral, Sirih Merah

BAB 1 PENDAHULUAN. tubuh dari serangan fisik, kimiawi, dan biologi dari luar tubuh serta mencegah

BAB I PENDAHULUAN. jika dihitung tanpa lemak, maka beratnya berkisar 16% dari berat badan

BAB I PENDAHULUAN. kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga RINGKASAN. Dwi Aprilia Anggraini. Gambaran Mikroskopis Sel Astrosit dan Sel

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan radang atau degenerasi pada jaringan yang

PERBANDINGAN KECEPATAN PENYEMBUHAN LUKA INSISI DENGAN PEMBERIAN VITAMIN C DAN EKSTRAK BUAH MORINDA CITRIFOLIA

BAB I PENDAHULUAN. suhu yang tinggi, syok listrik, atau bahan kimia ke kulit. 1, 2

BAB I PENDAHULUAN. Luka bakar khususnya luka bakar di atas derajat 1, sampai saat ini masih

I. PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. atau benda-benda panas lainnya ke tubuh (Smeltzer & Bare, 2002). Luka bakar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal,

TERAPI TOPIKAL AZELAIC ACID DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE+ZINC PADA AKNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN tercatat sebagai negara yang memiliki prevalensi terendah kejadian

Kata kunci : air perasan buah blustru, air perasan buah nanas, penyembuhan luka

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Luka bakar merupakan masalah pada kulit yang sering terjadi di

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini disebabkan

PENGARUH PROPOLIS SECARA TOPIKAL TERHADAP FIBROBLAS PASCA LUKA BAKAR PADA MENCIT (MUS MUSCULUS) Oleh : RAUZATUL FITRI

BAB I PENDAHULUAN. biasanya dibagi dalam dua jenis, yaitu trauma tumpul dan trauma tajam. Trauma

BAB I PENDAHULUAN. dan 18.3% akibat terluka benda tajam (WHO, 2005 : Modul TBM, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan suatu diskontinuitas dari suatu jaringan. Luka merupakan

RINGKASAN. (Centella asiatica [L.] Urban) Terhadap Jumlah Sel Cerebrum Yang. Mengalami Apoptosis Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus).

BAB I PENDAHULUAN. (Harty,2003). Perlukaan sering terjadi di dalam rongga mulut, khususnya pada gingiva (Newman dkk, 2002). Luka merupakan kerusakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kekayaan Indonesia akan keanekaragaman hayati. memampukan pengobatan herbal tradisional berkembang.

ABSTRAK PENGARUH AIR SEDUHAN BEKATUL TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA SERUM TIKUS WISTAR YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai perawatan jaringan periodontal dengan tujuan untuk menghilangkan poket

1. PENDAHULUAN. Pegagan (Centella asiatica) adalah salah satu tumbuhan herbal yang dapat tumbuh

Bioaktivitas Ekstrak Daun Tapak Dara (Catharantus roseus) Terhadap Kecepatan Angiogenesis dalam Proses Penyembuhan Luka pada Tikus Wistar RINGKASAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai penyakit. Tumbuhan yang merupakan bahan baku obat tradisional

BAB I PENDAHULUAN. mulut secara sengaja maupun tidak sengaja. Ulkus traumatikus pada mukosa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan

Transkripsi:

PENGARUH HYDROGEL CENTELLA ASIATICA UNTUK PENYEMBUHAN LUKA INSISI (Studi Eksperimen pada Tikus Putih Rattus Norvegicus) Influence Of Hydrogel Centella Asiatica For Incision Wound Healing (Experimental Study on The White Rat Rattus Norvegicus) Indah Nur Imamah Poltekkes Kemenkes Kaltim ABSTRAK Latar Belakang : Luka merupakan kerusakan yang abnormal pada kulit yang menghasilkan kematian dan kerusakan sel-sel kulit. Pengobatan luka yang sering dilakukan adalah menggunakan obat kimia, penggunaan obat ini secara topikal mempunyai banyak efek samping. Sebagai alternatif masyarakat dapat memilih menggunakan tanaman obat. Daun pegagang atau Centella asiatica telah dilaporkan pada penyembuhan luka kulit. Kandungan dari pegagan ini salah satunya anti radang dan antioksidan menstimulasi penyembuhan luka. Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui pengaruh hydogel Centella asiatica untuk penyembuhan luka insisi. Metodologi Penelitian : Metode penelitian yang digunakan adalah true eksperimen, penelitian komparatif dengan Pendekatan post test only control group design. Rancangan dengan metode Randomised control group pre-post test design pada kelompok subjek. Populasi adalah tikus putih usia 3 bulan dengan berat sekitar 150-300 gram. Sampel penelitian 12 ekor, kelompok kontrol 6 ekor dan kelompok intervensi 6 ekor. Hasil Penelitian : Hasil analisis didapatkan bahwa Hydrogel Centella Asiatica berpengaruh terhadap jumlah leukosit (penyembuhan luka) pada kelompok intervensi. Kesimpulan : Ada perbedaan jumlah leukosit pada kelompok Hydrogel Centella asiatica hari ke 3 dibandingkan kelompok kontrol dengan p value (0,004); Ada perbedaan jumlah leukosit pada kelompok Hydrogel Centella asiatica hari ke 7dibandingkan kelompok kontrol dengan p value (0,004); Ada perbedaan jumlah leukosit pada kelompok Hydrogel Centella asiatica hari ke 14 dibandingkan kelompok kontrol dengan p value (0,013). Kata Kunci : Luka Insisi, Cantella Asiatica, Rattus Norvegicus ABSTRACT Background: Wound is an abnormal damage to the skin resulting in death and damage to skin cells. Wound treatment is often done using chemical drugs, the use of this drug topically has many side effects. As an alternative people can choose to use medicinal plants. Pegagan leaves or Centella asiatica have been reported on the healing of skin lesions. The content of Centella asiatica is one anti-inflammatory and antioxidants stimulate wound healing. Objective: To determine the effect of Centella asiatica hydrocele for incision wound healing. Research Methodology: The research method used is true experimental method, comparative research with post test only control group design approach. Randomized control group design pre-post test design in the subject group. The population is white mice aged 3 months weighing 125

about 150-300 grams. 12 mice for study samples, 6 mice for control group and 6 mice intervention group. Results: The results of the analysis showed that Hydrogel Centella Asiatica had an effect on the number of leukocytes (wound healing) in the intervention group. Conclusion: There was a difference in the number of leukocytes in the Centella asiatica Hydrogel group on day 3 compared with the control group with p value (0.004); There was a difference in the number of leukocytes in the Centella asiatica Hydrogel group on day 7 compared with the control group with p value (0.004); There was a difference in the number of leukocytes in the Hydrogel Centella asiatica group on day 14 compared to the control group with p value (0.013). Keywords: Incision Wound, Cantella Asiatica, Rattus Norvegicus 126

PENDAHULUAN Luka merupakan suatu kerusakan yang abnormal pada kulit yang menghasilkan kematian dan kerusakan sel-sel kulit. Luka juga dapat diartikan sebagai interupsi kontinuitas jaringan, biasanya akibat dari suatu trauma atau cedera. Luka dapat diklasifikasikan secara umum, yaitu; luka akut dan luka kronis. Luka akut adalah luka yang sesuai dengan proses penyembuhan yang normal, yang dapat dikategorikan menjadi luka pembedahan (insisi), non pembedahan (luka bakar) dan atau trauma. Sedangkan luka kronis adalah suatu proses penyembuhan luka yang mengalami keterlambatan, misalnya luka dekubitus, luka diabetik, dan atau leg ulcer. Pada umumnya, pengobatan luka yang sering dilakukan adalah dengan menggunakan obat kimia yang banyak tersedia di masyarakat. Penggunaan obat ini secara topikal mempunyai banyak efek samping yang kemungkinan dapat menghambat penyembuhan luka, yaitu iritasi kulit, reaksi alergi (kemerahan pada kulit, rasa gatal, dan bengkak). Sebagai alternatif masyarakat dapat memilih menggunakan tanaman obat. WHO merekomendasikan penggunaan obat tradisonal termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker. Penggunaan obat tradisional diharapkan dapat membantu masyarakat untuk perawatan luka. Indonesia memiliki budaya pengobatan tradisional termasuk penggunaan tumbuhan obat sejak dulu dan dilestarikan secara turun-temurun. Tanaman obat ini digunakan oleh masyarakat karena tidak mengandung bahan kimia sintetis sehingga relatif aman untuk digunakan. Di Indonesia ada banyak tanaman obat yang digunakan untuk penyembuhan luka, antara lain adalah daun jambu biji, binahong, daun dewa, tempuyung, daun mangkokan, buah nanas, bawang putih, bawang merah, daun pegagang, pepaya dan lain sebagainya. Daun pegagang atau Centella asiatica adalah tanaman obat herbal yang saat ini telah digunakan berbagai perusahaan farmasi baik di Asia Tenggara dan India. efek farmakologis dari Centella asiatica telah dilaporkan pada penyembuhan luka kulit, bronchitis, disentri, keputihan, penyakit ginjal, uretritis, aterosklerosis, vena hipertensi, dan berfungsi melindungi jantung. Di indonesia Centella asiatica khususnya pulau jawa ternyata pegagan dulu banyak digunakan sebagai bahan ramuan jamu, baik untuk pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit, maupun untuk keperluan pengobatan. Kandungan dari pegagan ini salah satunya adalah vallerin, suatu zat cair berwarna kuning, dianggap sebagai zat berkhasiat dari pegagan yaitu sebagai antilepra dan antilues. Kandungan berkhasiat lainnya ialah glikosida saponin brahmosida dan braminosida yang menunjukkan khasiat sedatif pada hewan. Glikosida yang lain yaitu madekasosida menunjukkan khasiat antiradang dan asiatikosida menstimulasi penyembuhan luka. Cara kerja asiaticoside terhadap bakteri serupa dengan komponen minyak atsiri alam, dimana asiaticoside dapat menembus dinding sel berbagai bakteri atau fungi sehingga dapat mempercepat penyembuhan luka. Dalam penelitian ini Centella asiatica akan dimanfaatkan menjadi hydrogel, dengan campuran utamanya adalah air. Hydrogel merupakan jenis balutan primer yang dapat langung diaplikasikan pada kulit yang terluka. Hydrogel dapat menciptakan suasana lembab/rehidrasi pada luka serta memberikan efek dingin. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah true eksperimen, penelitian komparatif untuk mengetahui manfaat pemberian hydrogel Centella asiatica terhadap proses penyembuhan luka insisi tikus putih (rattus novergicus) galur wistar. Dengan Pendekatan yang digunakan adalah post test only control group design. Pada rancangan ini digunakan metode Randomised control group pre-post test design pada kelompok subjek. Populasi penelitian adalah tikus putih jantan (Rattus novergicus) galur wistar. Tikus betina tidak digunakan untuk menghindari pengaruh hormon progesterone dan estrogen terhadap proses penyembuhan luka. Tikus yang digunakan untuk penelitian adalah tikus usia 3 bulan dengan berat sekitar 150-300 gram. Penelitian ini memerlukan sampel sebanyak 12 subyek. Peneliti akan membagi menjadi 2 kelompok. Kelompok kontrol 6 ekor dan kelompok intervensi 6 ekor. 127

Tekhnik samping yang digunakan untuk membagi tikus kedalam kelompok kontrol dan kelompok intervensi adalah dengan metode randomize sampling. Adapun alur dalam penelitian ini adalah : Tikus putih jantan (Rattus Novergicus) Galur Sprague Dawley 12 Ekor tikus putih jantan (Rattus Novergicus) Galur Sprague Dawley 5 157 13750 11575 10350 11375 6 150 14875 12325 11750 11850 Dari tabel 4.1 di atas, diketahui bahwa jumlah leukosit pada kelompok tikus intervensi dan kontrol pada saat pre test dan post test hari ke 3, 7 dan 14 mengalami penurunan. Randomized 6 ekor tikus Kelompok Intervensi Diberi luka insisi Pemeriksaan Jumlah Leukosit Pada hari ke 0 setelah 3 jam perlukaan (pre test) Pemberian Hydrogel Centella asiatica 60% 1 x/hr Pemeriksaan jumlah leukosit pada hari ke 3 (post test) 6 ekor tikus Kelompok Intervensi Diberi luka insisi Pemeriksaan Jumlah Leukosit Pada hari ke 0 setelah 3 jam perlukaan (pre test) B. Analisa Bivariat 1. Uji Kesetaraan Karakteristik Sampel Penelitian Sebelum Intervensi Tabel 2 Uji Kesetaraan Rata-rata Jumlah Leukosit sebelum Intervensi Kelompok n Nilai Uji P. Value Pemeriksaan jumlah leukosit pada hari ke 7 (post test) Intervensi 12 53,18 Kontrol 12 53,20 F 0,466 Pemeriksaan jumlah leukosit pada hari ke 14 (post test) Analisa Data HASIL PENELITIAN A. Analisa Univariat Tabel 1 Gambaran Perubahan Jumlah Leukosit Kel Tikus BB Pre Jumlah leukosit hari ke ( /mm 3 ) Post (hr ke 3) Post (hr ke 7) Post (hr ke 14) 1 158 14750 14425 13075 12275 2 160 13500 13525 12150 11575 Pada hasil uji statistik dengan menggunakan uji F diatas, dapat diketahui jumlah leukosit baik pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dinyatakan tidak bermakna secara statistik, hal ini menunjukkan bahwa jumlah leukosit sebelum intervensi pada tiap kelompok tersebut dalam kondisi sama, sehingga tiap kelompok layak untuk dibandingkan dan dianalisis lebih lanjut. 2. Uji Perbedaan Jumlah leukosit Kelompok Kontrol dan kelompok Intervensi Tabel 3 Placebo Pegagan 3 150 14925 14550 13750 12325 4 152 13025 13725 13275 12050 5 165 13575 13350 13250 12350 6 166 14250 14235 13075 12025 1 158 13725 12850 11850 11575 2 154 14775 12025 11275 11875 3 161 13075 12725 10975 11250 4 160 14275 12775 10500 10250 Deskripsi perbedaan jumlah leukosit pada kelompok intervensi dan kontrol hari ke 3 Kelompok n Rata-rata perubahan Intervensi 12 3,50 Kontrol 12 9,50 Mann Whitney 0,000 Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap jumlah leukosit pada hari ke 3 kelompok intervensi dan kelompok kontrol, P. Value 0,004 128

didapatkan nilai p.value sebesar (0,004), hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan jumlah leukosit antara kedua kelompok. Tabel 4 Deskripsi perbedaan Jumlah Leukosit pada kelompok intervensi dan kontrol hari ke 7 Kelompok n Rata-rata perubahan Intervensi 12 3,50 Mann Whitney 0,000 P. Value 0,004 Kontrol 12 9,50 Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap jumlah leukosit pada hari ke 7 kelompok intervensi dan kelompok kontrol, didapatkan nilai p.value sebesar (0,004), Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan jumlah leukosit antara kedua kelompok. Tabel 5 Deskripsi perbedaan jumlah leukosit pada kelompok intervensi dan kontrol hari ke 14 Kelompok n Rata-rata perubahan Intervensi 6 3,92 kontrol 6 9,08 Mann Whitney 2,500 P. Value 0,013 Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap jumlah leukosit pada hari ke 14 kelompok intervensi dan kelompok kontrol, didapatkan nilai p.value sebesar (0,013), hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan jumlah leukosit antara kedua kelompok. PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan pada tikus putih jantan Rattus novergicus galur wistar sehat berusia 3 bulan dengan berat 150-200 gram sebanyak 12 ekor. Tikus dibagi menjadi 2 kelompok, 6 kelompok intervensi dan 6 kelompok kontrol. Seluruh tikus terbagi kedalam 2 kandang, tiap kandang berisi 6 ekor tikus. Tikus dibuatkan luka insisi dibagian punggung bawah dengan panjang 2 cm sampai kedalaman subcutan, setelah 3 jam perlukaan seluruh tikus kelompok kontrol dan kelompok intervensi dilakukan pengambilan darah untuk pengukuran jumlah leukosit (pre test). Hari ke 3 setelah perlukaan, tikus kelompok kontrol dan kelompok intervensi dilakukan pengambilan darah kembali untuk pengukuran jumlah leukosit (post test). Hasil analisa data menyebutkan jumlah leukosit kelompok kontrol dan kelompok intervensi didapatkan nilai p value sebesar (0,004), kondisi ini menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan antara kelompok yang menggunakan Hydrogel Centella asiatica dengan yang tidak menggunakan Centella asiatica terhadap proses penyembuhan luka pada hari ke 3. Hasil analisis tersebut menyatakan bahwa hipotesis penelitian diterima yang artinya Hydrogel Centella asiatica berpengaruh terhadap jumlah leukosit hari ke 3 pada kelompok intervensi, sehingga terdapat perbedaan jumlah leukosit kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan teori bahwa Centella asiatica (Pegagan) merupakan salah satu tanaman obat yang memiliki komponen yang bermanfaat bagi kesehatan. Diantara komponen tersebut adalah triterpenoid dan minyak esensial. Kandungan triterpeinoidnya terdiri dari Asiatic acid, Madecassic acid, Asiaticoside dan Madecassoside (Somchit et al, 2004). Komponen ini memiliki banyak efek farmakologi pada penyembuhan luka, yaitu sebagai antiinflamasi, antibakteri, mendorong angiogenesis dan sintesis kolagen tipe I. Hari ke-3 merupakan fase inflamasi, inflamasi adalah reaksi lokal yang aktif dari jaringan vaskular dan jaringan ikat tubuh pada saat terjadinya luka, sehingga dalam perkembangannnya berupa suatu eksudat yang kaya akan protein dan sel. Reaksi ini bertujuan sebagai pelindung dan membatasi atau menghilangkan iritasi selama proses mekanisme perbaikan jaringan berlangsung (Fragiskos D, 2007). Leukosit Polimorfonuklear (PMN) adalah sel pertama yang menuju ke tempat terjadinya luka. Jumlahnya meningkat cepat dan mencapai puncaknya pada 24 48 jam, fungsi utamanya adalah memfagositosis bakteri yang masuk saat makrofag membersihkan debris pada luka, bila tidak terjadi infeksi sel-sel leukosit PMN akan berumur pendek dan jumlahnya menurun dengan cepat setelah hari ketiga (Sabiston CD, 2007). Proses tersebut yang membuat leukosit 129

pada kelompok intervensi hari ke pada penelitian mengalami penurunan dibandingkan kelompok kontrol. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa kandungan essential oil pada daun pegagan memiliki efek anti bacterial pada bakteri gram positif dan negatif untuk menghambat pertumbuhan bakteri pada luka (Zheng dan Qin, 2007), sehingga leukosit PMN mengalami penurunan. Hari ke 7 proses penyembuhan luka, tikus kelompok kontrol dan kelompok intervensi dilakukan pengambilan darah kembali untuk pengukuran jumlah leukosit (post test). Hasil analisa data menyatakan bahwa terdapat perbedaan jumlah leukosit kelompok kontrol dan intervensi dengan nilai p.value sebesar (0,004), kondisi ini menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan antara kedua kelompok. Berdasarkan hasil statistik tersebut maka hipotesis penelitian dinyatakan diterima yang artinya Hydrogel Centella asiatica berpengaruh terhadap jumlah leukosit hari ke 7 pada kelompok intervensi, sehingga terdapat perbedaan jumlah leukosit kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol. Secara teori pada hari ke 7 proses penyembuhan luka telah memasuki fase proliferasi, fase proliferasi tumpang tindih dengan fase inflamasi. Tujuan fase ini adalah untuk mengisi bagian luka dengan jaringan baru dan mengembalikan integritas kulit. Pembentukan jaringan baru adalah patokan untuk memulai fase ini. Proses yang terlibat dalam fase proliferasi adalah angiogenesis (pertumbuhan darah baru), sintesis kolagen (pembentukan ECM), dan kontraksi luka yang dimulai pada tepi luka (jnsen, 2011). Sel yang berperan dalam fase ini adalah makrofag, limfosit, fibroblas, sel epitel, sel endotel (prabakti, 2005). Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa, bila tidak terjadi infeksi sel-sel PMN akan berumur pendek dan jumlahnya menurun dengan cepat setelah hari ketiga (prabakti, 2005), hal tersebut yang membuat leukosit kelompok interveni hari ke 7 pada penelitian ini juga mengalami penurunan. Pada fase proliferasi terjadi suatu metode pembersihan dan penggantian jaringan sementara, proses pembunuhan bakteri patogen dan makrofag memfagosit bakteri yang mati dan debris dalam usaha membersihkan luka. Selain itu, terjadi perangsangan fibroblastik sel untuk membuat kolagen. Angiogenesis akan terjadi untuk membangun jaringan pembuluh darah baru sehingga akan tampak adanya jaringan granulasi dan epitelisasi pada luka (Carville, 2007; Rainey, 2002). Konsep tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa Kandungan daun pegagan yang diperkirakan berperan pada fase proliferatif adalah triterpenoid dan asiatic acid. Triterpenoid akan merangsang pembentukan matriks ekstraseluler, meningkatkan prosentase kolagen dalam lapisan sel fibronectin (Vohra dkk, 2011; Jamil dkk, 2007). Hal ini juga didukung oleh Krishnaiah (2009) menyatakan terpenoid bersifat menguatkan kulit, meningkatkan kosentrasi antioksidan pada luka dan memperbaiki jaringan inflamasi sehingga cocok untuk luka bakar. Kandungan triterpenoid akan membantu mempercepatan proses penutupan dan perbaikan sel sel jaringan yang rusak sehingga luka cepat menutup. Selain itu Asiatic acid berperan dalam sintesis kolagen (Medicine herbs, 2010; Jamil dkk, 2007). Hari ke 14 proses penyembuhan luka, tikus kelompok kontrol dan kelompok intervensi dilakukan pengambilan darah kembali untuk pengukuran jumlah leukosit (post test). Hasil analisa data menyebutkan bahwa terdapat perbedaan jumlah leukosit antara kelompok kontrol dan intervensi didapatkan nilai p.value sebesar (0,013), kondisi ini menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan jumlah leukosit antara kedua kelompok. Berdasarkan hasil statistik tersebut maka hipotesis penelitian dinyatakan diterima yang artinya Hydrogel Centella asiatica berpengaruh terhadap jumlah leukosit hari ke 10 pada kelompok intervensi, sehingga terdapat perbedaan jumlah leukosit kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol. Fase ini adalah Fase maturasi yang merupakan fase remodeling, dimana fungsi utamanya adalah meningkatkan kekuatan regangan pada luka. Kolagen asli akan diproduksi selama fase rekonstruksi yang diorganisir dengan kekuatan regangan yang minimal (Carville, 2007; Rainey, 2002). Fungsi leukosit pada fase ini adalah untuk memproduksi faktor pertumbuhan dan sitokin yaitu PDGF, FGF, TGF β dan IL-1, IL-4, IgGI untuk deposisi matrik ekstraseluler dan sintesis kolagen (Bambang, 2005). 130

Hasil penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa asiaticoside yang terkadung dalam daun pegagan diperkirakan akan bekerja pada fase ini dimana Asiaticoside akan memfasilitasi proses penyembuhan luka dengan meningkatkan komponen peptic hydroxyproline, tensile strength, sintesis kolagen, angiogenesis, dan epitelisasi (Vohra dkk, 2011; Jamil dkk, 2007;Gohil dkk, 2010). KESIMPULAN 1. Ada perbedaan jumlah leukosit pada kelompok Hydrogel Centella asiatica hari ke 3dibandingkan kelompok kontrol dengan p value (0,004) 2. Ada perbedaan jumlah leukosit pada kelompok Hydrogel Centella asiatica hari ke 7dibandingkan kelompok kontrol dengan p value (0,004) 3. Ada perbedaan jumlah leukosit pada kelompok Hydrogel Centella asiatica hari ke 14 dibandingkan kelompok kontrol dengan p value (0,013) KEPUSTAKAAN Anief, M. (2000). Farmasetika. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal 118-120. Prabakti, Yudi. (2005). Perbedaan Jumlah Fibroblas Di Sekitar Luka Insisi Pada Tikus Yang Diberi Infiltrasi Penghilang Nyeri Levobupivakain Dan Yang Tidak Diberi Levobupivakain. Semarang: UNDIP. Hal. 25. Simon, K. and Kerry B. (2000). Principles and Practice of Phytotheraphy. Modern Herbal Medicine. New York: Churchill livingstone. Hal. 32, 69, 291. Sjamsuhidajat, R., dan Wim, D.J. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman. 72-73. Yuniarti, T. (2008). Ensiklopedia Tanaman Obat Tradisional. Yogyakarta Media Pressindo. Hal 381. World Health Organization. (1992). Quality Control Methods For Medicinal Plant Material. WHO/PHARM/92.559. Switzerland:Geneva. Pages 25-28. Wijayakusuma, H.M. (1992). Tanaman berkhasiat obat di Indonesia. Jilid I, Jakarta: Pustaka Kartini. Hal 9. Notoatmodjo S. 2012. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Pagad S. 2011. Rattus norvegicus (mammal). Tersedia dari : http://www.issg.org/databese. Diakses tanggal 20 September 2016. Ridwan E. 2013. Etika pemanfaatan hewan percobaan dalam penelitian kesehatan. Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB). 63(3):2 16. Aziz, Z.A, M.R. Davey, J.B.Power, P. Anthony, R.M.Smith and K.C.Lowe. 2007. Production of Asiatikosida And Madekasosida In Centella asitica In Vitro and In Vivo. Plant Sciences Division, School of Biosciences, University of Nottingham,UK. Biologia Plantarum 51(1): 34-42. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 2010. Teknologi Penyiapan Simplisia Terstandar Tanaman Obat, Bogor. CAPA and WHO. 2007.Monograph For Herbal Medicinal Products. Central Administration of Pharmaceutical Affairs (CAPA) In collaboration with World Health Organization(WHO). Ministry of Health & Population (MOHP), Egypt. Chakrabarty and Deshmukh. 1976. Centella asiatica in the Treatment of Leprosy. Sci Cult 42: 573. 131