BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003:588).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa pada prinsipnya merupakan alat untuk berkomunikasi dan alat

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam penulisan proposal skripsi ini peneliti mengumpulkan data-data dari

BAB I PENDAHULUAN. Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa,

KESANTUNAN IMPERATIF DALAM BAHASA BATAK TOBA

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi bersifat arbitrer yang dipergunakan

KESANTUNAN IMPERATIF DALAM PIDATO M. ANIS MATTA: ANALISIS PRAGMATIK SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan

KESANTUNAN BERTUTUR DI KALANGAN AWAK KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA BOYOLALI: TINJAUAN PRAGMATIK

BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 4 KESIMPULAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta temuan kasus yang telah

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN KERANGKA TEORI

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya kegiatan, peradaban kebudayaan manusia. Bahasa adalah alat

BAB III METODE PENELITIAN

TINDAK TUTUR IMPERATIF DALAM BAHASA SIDANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Tindak tutur dapat dikatakan sebagai suatu tuturan saat seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Levinson (1987: 60) disebut dengan FTA (Face Threatening Act). Menurut Yule

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial diharuskan saling berkomunikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia membutuhkan orang lain untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. Cara pengungkapan maksud dan tujuan berbeda-beda dalam peristiwa

diperoleh mempunyai dialek masing-masing yang dapat membedakannya

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

WUJUD KALIMAT IMPERATIF TUTURAN GURU TAMAN KANAK-KANAK KARYA PKK PACONGKANG KABUPATEN SOPPENG

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berupasistemlambangbunyiujaranyang kompleks dan aktif. Kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. tetapi juga pada pemilihan kata-kata dan kalimat-kalimat yang digunakan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Frinawaty Lestarina Barus, 2014 Realisasi kesantunan berbahasa politisi dalam indonesia lawyers club

BAB II KAJIAN TEORI. Fraser dalam Irawan (2010:7) mendefinisikan kesopanan adalah property

BAB I PENDAHULUAN. Media massa tidak hanya memberikan informasi kepada pembaca, gagasan, baik pada redaksi maupun masyarakat umum. Penyampaian gagasan

ABSTRACT: Kata kunci: kesantunan, tuturan, imperatif. maksim penghargaan, maksim kesederhanaan,

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian kesantunan bertutur dialog tokoh dalam film Sang

WUJUD KESANTUNAN IMPERATIF DALAM INTERAKSI ANTARPEMUDA DI DUSUN SIDOREJO KABUPATEN SIMALUNGUN. Oleh Novi Sri Trisnawati Drs. Syamsul Arif, M.Pd.

BAB I PENDAHULUAN. masalah dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian ini

ANALISIS PENGGUNAAN KALIMAT PERINTAH GURU DALAM PROSES KEGIATAN BELAJAR-MENGAJAR DI SD NEGERI 09 PANGGANG, KABUPATEN JEPARA

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat agar terjalin suatu kehidupan yang nyaman. komunitas selalu terlibat dalam pemakaian bahasa, baik dia bertindak

BAB 1 PENDAHULUAN. Fungsi bahasa secara umum adalah komunikasi (Nababan, 1993: 38).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa menunjukkan cerminan pribadi seseorang. Karakter, watak, atau

BAB I PENDAHULUAN. situasi tutur. Hal ini sejalan dengan pendapat Yule (2006: 82) yang. menyatakan bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam teori semantik, atau dengan perkataan lain, membahas segala aspek makna

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. pertimbangan akal budi, tidak berdasarkan insting. dan sopan-santun non verbal. Sopan-santun verbal adalah sopan santun

BAB I PENDAHULUAN. dengan usia pada tiap-tiap tingkatnya. Siswa usia TK diajarkan mengenal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sedang mengalami perubahan menuju era globalisasi. Setiap perubahan

ANALISIS KESANTUNAN IMPERATIF DALAM TERJEMAHAN ALQURAN SURAT AT TAUBAH: KAJIAN PRAGMATIK NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan,

BAB I PENDAHULUAN. digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Manusia sebagai

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA ANTARA SANTRI DENGAN USTAD DALAM KEGIATAN TAMAN PENDIDIKAN ALQUR AN ALAZHAR PULUHAN JATINOM KLATEN

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA PADA PERCAKAPAN SISWA KELAS IX SMP NEGERI 3 GEYER

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa dapat menjalin hubungan yang baik, dan dapat pula

REALISASI KESANTUNAN PRAGMATIK IMPERATIF KUNJANA RAHARDI DALAM RUBRIK SURAT PEMBACA PADA MAJALAHCAHAYAQU

BAB II KERANGKA TEORI. ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi

I. PENDAHULUAN. satu potensi mereka yang berkembang ialah kemampuan berbahasanya. Anak dapat

WUJUD MAKNA PRAGMATIK TINDAK TUTUR IMPERATIF DALAM FILM KELUARGA CEMARA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR BAHASA INDONESIA KELAS VIII SMP

KESANTUNAN TUTURAN IMPERATIF DALAM KOMUNIKASI ANTARA PENJUAL HANDPHONE DENGAN PEMBELI DI MATAHARI SINGOSAREN

ANALISIS TINDAK TUTUR DIREKTIF ANTARA GURU MURID. DI MTs SUNAN KALIJAGA KECAMATAN BULUKERTO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

TINDAK TUTUR ILOKUSI DIREKTIF PADA TUTURAN KHOTBAH SALAT JUMAT DI LINGKUNGAN MASJID KOTA SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

STRATEGI KESANTUNAN PADA PESAN SINGKAT (SMS) MAHASISWA KE DOSEN

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik yang digagasi oleh Austin

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup, terutama bagi kehidupan manusia. Setiap manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. firmannya Katakanlah: Inilah jalanku (agamaku). Aku dan orang-orang yang

BAB II LANDASAN TEORI. imperatif antara lain penelitian yang dilakukan oleh Entin Atikasaridari program studi

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya anak telah mengenal bahasa sebelum dia dilahirkan, karena

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dibedakan menjadi dua sarana,

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Diajukan oleh: RIZKA RAHMA PRADANA A

REALISASI TINDAK TUTUR DIREKTIF MEMINTA DALAM INTERAKSI ANAK GURU DI TK PERTIWI 4 SIDOHARJO NASKAH PUBLIKASI

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM ACARA DEBAT KONTROVERSI SURAT KEPUTUSAN BERSAMA AHMADIYAH DI TV ONE ELVITA YENNI

b. Bagi pembaca, penelitian ini adalah untuk memberikan pemahaman dan informasi adanya wujud pragmatik imperatif, kemudian untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh para pengguna bahasa itu sendiri. saling memahami apa yang mereka bicarakan. Fenomena ini terjadi di

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sesuai dengan norma norma dan nilai nilai sosial dan saling

KESANTUNAN IMPERATIF BUKU TEKS BAHASA INDONESIA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA KELAS VII

PELANGGARAN PRINSIP SOPAN SANTUN PADA DIALOG ACARA MATA NAJWA EPISODE MELIHAT KE TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekitar, sosial budaya, dan juga pemakaian bahasa. Levinson

BAB I PENDAHULUAN. langsung antar penutur dan mitratutur. Penutur dan mitra tutur berintraksi

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam tuturannya (Chaer dan Leoni. 1995:65).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antarpesona dan memelihara hubungan sosial. Tujuan percakapan bukan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi jual-beli. Hal ini dapat ditemukan dalam setiap transaksi jual-beli di

KESANTUNAN MENOLAK DALAM INTERAKSI DI KALANGAN MAHASISWA DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra karena di dalamnya terdapat media untuk berinteraksi antara

ABSTRAK. Adi Susrawan, I Nyoman Wujud Kesantunan Imperatif dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas XI PSIA.1 SMAN 1 Kubu Karangasem.

terhubung dengan manusia lainnya di berbagai daerah yang berbeda, dengan menggunakan sebuah bahasa yang telah disepakati bersama.

KESANTUNAN BERBAHASA PADA TUTURAN SISWA SMP

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Debat adalah perbincangan antara beberapa orang yang. membahas suatu masalah dan masing-masing mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN. pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik (Syam, 1980:7).

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dan perguruan tinggi pasti terdapat tenaga kependidikan. Dalam tenaga

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Penggunaan bahasa

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain. Mereka saling berinteraksi dengan orang di sekitarnya maupun

BAB I PENDAHULUAN. ide, gagasan, isi pikiran, maksud, realitas dan sebagainya. mengingat jumlah bahasa atau variabel bahasa yang digunakan.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. pembenaran atau penolakan hipotesis serta penemuan asas-asas yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003:588). Adapun istilah yang perlu di beri konsepnya adalah : 1. Kesantunan 2. Pikiran 3. Imperatif. 2.1.1 Kesantunan Kesantunan merupakan aturan perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh masyarakat tertentu sehingga kesantunan sekaligus menjadi persyaratan yang disepakati dalam perilaku sosial. Oleh karena itu, kesantunan ini disebut tatakrama (Sibarani, 2004:170). 2.1.2 Pikiran Pikiran adalah kebudayaan mental mengarahkan bahasa menjadi bahasa yang berisi, bermakna, dan bermanfaat. Pikiran, perilaku dan daya emosi seseorang tergantung dalam bahasanya. (Sibarani, 2004:166). 2.1.3 Imperatif Imperatif adalah bentuk perintah untuk kalimat atau verba yang menyatakan larangan atau keharusan melaksanakan perbuatan (Alwi, 2003:427) Perintah tidak hanya diartikan sebagai perintah untuk melakukan sesuatu, tetapi juga sebagai perintah untuk tidak melakukan sesuatu yang disebut larangan. 5

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pragmatik Levinson (dalam Rahardi, 2010:48) mendefinisikan, pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Konteks yang dimaksud tergramatisasi dan terkodifikasi sehingga tidak dapat dilepaskan dari struktur bahasanya. Leech (1993:8) mengemukakan, pragmatik adalah bidang lingustik yang mengkaji makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi tutur. Yule (2006:3) berpendapat bahwa pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (penulis) ditafsirkan oleh pendengar (pembaca). Pragmatik berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksud orang dengan tuturan-tuturannya pada makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur yang perlu melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu berpenaruh terhadap apa yang dikatakan. 2.2.2 Kesantunan Berbahasa Kesantunan berbahasa tercermin dalam tatacara berkomuikasi lewat tanda verbal atau tatacara berbahasa. Ketika berkomunikasi, kita tunduk pada norma-norma budaya, tidak hanya sekedar menyampaikan ide yang kita pikirkan. Tatacara berbahasa harus sesuai dengan unsur-unsur budaya yang ada dalam masyarakat tempat hidup dan dipergunakannya suatu bahasa dalam berkomunikasi. Apabila tatacara berbahasa seseorang tidak sesuai dengan norma-norma budaya, maka ia akan mendapatkan nilai negatif, misalnya dituduh sebagai orang yang sombong, angkuh, tak acuh, egois, tidak beradat, bahkan tidak berbudaya (Sibarani, 2004:170). Fraser (dalam Sitohang 2010:9) mendefinisikan, kesantunan merupakan properti atau bagian yang ditujukan dengan ujaran dan di dalam hal ini menurut pendapat sipendengar, si penutur tidak melampaui hak-haknya atu mengingkari memenuhi kewajibannya, maksudnya 6

adalah bahwa si penutur memerintah mitra tutur sesuai dengan kemampuan mitra tutur tersebut, apabila tidak sesuai dengan kemampuan mitra tutur maka tuturan tersebut tidak santun. Ulasan Fraser (dalam Sitohang 2010:9) terhadap kesantunan berbahasa yaitu pertama, kesantunan itu adalah properti atau bagian dari ujaran, jadi tidak hanya ujaran itu sendiri. Kedua, pendapat pendengarlah yang menentukan apakah kesantuna itu merupakan ujaran. Ketiga, kesantunan itu dikaitkan dengan hak dan kewajiban penyerta interaksi. Artinya, apakah sebuah ujaran terdengar santun atau tidak diukur bedasarkan (1) apakah si penutur tidak melampaui haknya kepada lawan bicarnya; maksudnya adalah bahwa penutur jika memerintah atau menyuruh mitra tutur harus sesuai dengan kemampuan mitra tutur dan (2) apakah si penutur memenuhi kewajibannya kepada lawan bicaranya; maksudnya adalah si penuur memenuhi kewajibanya kepada mitra tutur. Suatu ujaran dikatakan santun atau tidak berdasarkan batasan-batasan yang dilakukan oleh peserta tutur (komunikasi) mengenai apa yang boleh dikatakan dan bagaiman cara mengujarkannya. Oleh karena itu, konteks ujaran hubungan antara penutur dan petutur sangat menentukan kesantunan sebuah bentuk bahasa. Kesantunan merupakan sebuah fenomena dalam kajian pragmatik. Di dalam model kesantunan Leech (1983:123), setiap maksim interpesrsonal dapat dimanfaatkan untuk menentukan pringkat kesantunan sebuah tuturan. Skala kesantunan yang disampaikan Leech, antara lain: 1. Skala kerugian dan keuntungan skala ini ditujukan kepada besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Semakin tuturan tersebut merugikan diri penutur, akan semakin dianggap tidak santunlah tuturan itu. Apabila hal yang demikian itu dilihat dari kacamata si mitra tutur dapat dikatakan bahwa semakin menguntungkan diri mitra tutur, akan semakin dipandang tidak santunlah tutran itu. Demikian sebaliknya, 7

semakin tuturan itu merugikan diri si mitra tutur, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu. Contoh : Hidupkan kipas anginnya, jika AC-nya rusak!. Tuturan di atas merupakan tuturan yang tidak santun karena maksud perintah yang disampaikan oleh penutur tersebut memberikan kerugian kepada mitra tutur untuk melakukan apa yang diinginkan oleh penutur dalan tuturannya. 2. Skala pilihan, skala ini menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan yang disampaikan si penutur kepada mitra tutur di dalam kegiatan bertutur. Semakin pertuturan itu memungkinkan penutur atau mitra tutur menentukan pilihan yang banyak dan luasa, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu. Sebaliknya, apabila pertuturan itu sama sekali tidak memberikan kemungkinan memilih bagi si penutur dan si mitra tutur, tuturan tersebut akan dianggap tidak santun. Contoh: Baik, hari ini kita akan belajar tentang pragmatik, saya minta kalian baca buku hal 30-35 selama 10 menit. Kemudian kita akan diskusi. Silahkan! Tuturan di atas merupakan tuturan yang santun karena maksud persilaan yang disampaikan oleh seorang dosen kepada mahasiswanya memberikan banyak alternatif atau pilihan tindakan kepada mahasiswanya ketika belajar suatu mata kuliah, yakni membaca mendiskusikan tentang pragmatik. 3. Skala ketidaklangsungan skala ini menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tidak langsung maksud sebuah tuturan, akan dianggap semakin santunlah tutran itu. Contoh: Dimohon sabar, semua akan dilayani. 8

Penanda kesantunan mohon pada tuturan tersebut sudah dapat menyatakan bahwa tuturan di atas merupakan tuturan yang santun, dimana maksud permohonan dari tuturan tersebut dinyatakan secara tidak langsung kepada orang yang sebenarnya tidak sabar untuk segera dilayani. 4. Skala keotoritasan, skala ini menunjukkan kepada hubungan status sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dengan mitra tutur, tuturan yang digunakan akan cenderung semakin santun. Sebaliknya, semakin dekat dengan jarak peringkat status sosial di antara keduanya, akan cenderung berkuranglah peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur itu. Contoh: Maaf pak, kemarin saya tidak dapat mengikuti ujian. Mohon Bapak dapat memberikan ujian susulan kepada saya!. Tuturan di atas merupakan tuturan permohonan yang santun. Mahasiswa sebagai penutur dalam tuturan di atas memiliki status yang lebih rendah daripada dosennya sebagai mitra tuturnya, sehingga mahasiswa secara otomatis akan menyampaikan maksud dari tuturannya secara santun. 5. Skala jarak sosial, skala ini menunjukan kepada peringkat hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam sebuah pertuturan. Ada kecenderungan bahwa semakin dekat jarak peringkat sosial di antara keduannya, akan menjadi semakin kurang santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dengan mitra tutur, akan semakin santunlah tuturan yang digunakan itu. Dengan perkataan lain, tingkat keakraban hubungan antara penutur dengan mitra tutur sangat menentukan peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur. Contoh: 9

Tenang..tenanglah dulu, pong!. Tuturan di atas dituturkan oleh Pong, yang saat itu melihat Pong tergesa-gesa akan meluapkan emosi kepadanya. Hubungan keakraban di antara keduanya membuat tuturan di atas tidaklah santun. 2.2.3 Kalimat Imperatif Istilah imperatif lazim digunakan untuk menunjuk salah satu tipe kalimat bahasa Indonesia, yakni imperatif. Alisjahbana (dalam Rahardi, 2010:19), mengartikan sosok kalimat perintah sebagai ucapan yang isinya memerintah, memaksa, menyuruh, mengajak, meminta, agar orang yang diperintah itu melakukan apa yang dimaksud di dalam perintah itu. Berdasarkan maknanya, yang dimaksud dengan aktifitas memerintah itu adalah praktik memberitahukan kepada mitra tutur bahwa penutur menghendaki orang yang diajak bertutur itu melakukan apa yang sedang diberitahukanya. Wujud imperatif adalah realitas maksud imperatif, wujud imperatif dalam bahasa Indonesia mencakup dua macam, yakni (1) wujud imperatif formal atau struktural dan (2) wujud imperatif pragmatik atau nonstruktural. Wujud formal imperatif adalah realisasi maksud imperatif dalam bahasa Indonesia menurut ciri struktural atau ciri formalnya, sedangkan, wujud pragmatik imperatif adalah realisasi maksud imperatif menurut makna pragmatiknya. Maka yang demikian itu sangat ditentukan oleh konteks situasi tutur yang melatarbelakangi munculnya imperatif itu, Rahardi (2010:93). Menurut Rahardi ada 17 macam makna pragmatik imperatif di dalam bahasa Indonesia, antara lain: 1. Makna pragmatik imperatif perintah; secara struktural, makna imperatif perintah ditandai oleh pemarkah kesantunan sudi kiranya dan sudilah kiranya. 10

2. Makna pragmatik imperatif suruhan; secara struktural, makna imperatif suruhan ditandai oleh pemarkah kesantunan coba. 3. Makna pragmatik imperatif permintaan; secara struktural ditandai oleh pemarkah kesantunan tolong dan minta. 4. Makna pragmatik imperatif permohonan; struktural ditandai oleh pemarkah kesantunan mohon, dimohon dan partikel-lah. 5. Makna pragmatik imperatif desakan; secara struktural ditandai oleh pemarkah kesantunan harus dan harap. 6. Makna pragmatik imperatif bujukan; secara struktural ditandai oleh pemarkah kesantunan ayo dan tolong. 7. Makna pragmatik imperatif imbauan; secara struktural ditandai oleh pemarkah kesantunan harap, mohon, dan partikel -lah. 8. Makna pragmatik imperatif persilaan; secara struktural ditandai oleh pemarkah kesantunan silahkan dan dipersilahkan. 9. Makna pragmatik imperatif ajakan; secara struktural ditandai oleh pemarkah kesantunan mari dan ayo. 10. Makna pragmatik imperatif permintaan izin; secara struktural ditandai oleh pemarkah kesantunan boleh dan biar. 11. Makna pragmatik imperatif mengizinkan; secara struktural ditandai oleh pemarkah kesantunan silahkan. 12. Makna pragmatik imperatif larangan; secara struktural ditandai oleh pemarkah kesantunan jangan, dilarang, tidak diperkenankan, dan tidak diperbolehkan. 13. Makna pragmatik imperatif harapan; secara struktural ditandai oleh pemarkah kesantunan semoga dan harap 11

14. Makna pragmatik imperatif umpatan; secara struktural ditandai oleh pemarkah kesantunan mampus. 15. Makna pragmatik imperatif pemerian ucapan selamat; secara struktural ditandai oleh pemarkah kesantunan selamat. 16. Makna pragmatik imperatif anjuran; secara struktural ditandai oleh pemarkah kesantunan hendaknya, hendaklah, dan sebaliknya. 17. Makna pragmatik imperatif ngelulu (larangan melakukan sesuatu); secara struktural ditandai oleh pemarkah kesantunan jangan. 2.3 Tinjauan Pustaka Rahardi (2005) berusaha menyingkap seluk-beluk kesantunan pada pemakaian tuturan imperatif dalam kegiatan bertutur. Kesantunan adalah bagaimana bahasa menujukkan jarak sosial di antara penutur dan hubungan peran mereka di dalam suatu masyarakat. Adapun aspek kesantunan yang dikaji dalam buku ini meliputi wujud, peringkat, dan faktor penetunya. Studi kesantunan berbahasa diharapkan dapat dapat menopang lancarnya komunikasi dan interaksi lintas budaya. Kontribusi penelitian ini dengan penelitian saya adalah pada bagian teori kesantunan berbahasa yaitu dengan mengentahui ketentuan-ketentuan dan batasan-batasan dari kesantunan dalam praktik berbahasa Indonesia, anggota masyarakat bahasa akan dapat lebih mudah membina relasi dan menjalin kerjsama di dalam membangun komunikasi dan interaksi dengan sesamanya. Luthfiyatin (2007) dalam skripsinya yang berjudul Kesantunan Imperative Dalam Interaksi Antara Santri Putri Pompes Sunan Drajat Banjarnyar Paciran Lamongan Jawa Timur membicarakan tentang bagaimanakah wujud pemakaian kesantunan imperatif dan makna dasar imperatif yang digunakan dalam interaksi antarsantri putri pondok pesantren sunan drajat banjarnyar paciran Lamongan. Terdapat dua wujud kesantunan imperatif pada pesantren tersebut menjadi wujud imperatif dan kesantunan imperatif. Bujukan imperatif 12

santri ustadzah dan pengurus dipastikan tidak ada. Salah satu faktornya adalah norma-norma di santri untuk selalu hormat kepada ustadzah dan pengurus mengingat status mereka yang lebih tinggi. Yenni (2010) dalam tesisnya yang berjudul Kesantunan Berbahasa Dalam Acara Debat Kontroversi Surat Keputusan bersama Ahmadiyah di TV ONE menjelaskan bahwa strategi kesantunan berbahasa pelaku debat direpresentasikan melalui strategi kesantunan positif, yaitu : (1) mengintensifkan perhatian pendengar dengan pendramatisiran peristiwa atau fakta; (2) pengguna penanda identas kelompok; (3) mencari persetujuan; (4) menghindari ketidaksetujuan dengan berpura-pura setuju; (5) menunjukan kesamaan; (6) paham akan keinginan pendengar; (7) memberikan tawaran dan berjanji; (8) melibatkan penutur dan pendengar dalam aktifitas, sedangkan wujud strategi kesantunan negatif direpresentasikan melalui: (1) penggunaan ujaran tidak langsung; (2) penggunaan kata berpagar; (3) peminimalan tekanan; (4) pemberian penghormatan; (5) pemakaian bentuk interpersonal; (6) menyatakan tindak pengancaman muka sebgai aturan umum; (7) nominalisasi. Apabila dibandingkan antara strategi kesantunan positif dan negatif, tampak strategi meminimalkan jarak (kesantunan positif) lebih dominan dibandingkan strategi menciptakan jarak (kesantunan negatif). Sitohang (2010), dalam skripsinya yang berjudul Kesantunan Imperatif dalam Bahasa Batak Toba, minyimpulkan bahasa Batak Toba memiliki dua wujud kesantunan imperatif, antara lain: wujud formal kesantunan imperatif dan wujud pragmatik kesantunan imperatif. Wujud formal kesantunan imperatif dalam bahasa Batak Toba meliputi dua macam yaitu: imperatif aktif dan imperatif pasif dan wujud pragmatik kesantunan bahasa Batak Toba terdiri dari tujuh belas macam berupa wujud kontruksi tuturan imperatif dan berupa wujud konstruksi nonimperatif. Dalam penelitiannya, metode yang digunakan adalah metode cakap dan metode simak. Teknik yang digunakan adalah teknik sadap. Metode pengkajian data adalah metode padan menggunakan metode pragmatis sedangkan teori yang 13

digunakan dalam penelitian ini yaitu teori kalimat imperatif, kesantunan berbahasa, tindak tutur, dan konteks situasi. Simarmata (2009), dalam skripsinya yang berjudul Kesantunan Imperatif dalam Bahasa Simalungun, menggunakan pendekatan kualitatif. Ia membicarakan tentang kesantunan nilai imperatif dan wujud imperatif bahasa Simalungun. Dalam bahasa Simalungun terdapat lima bagian nilai komunikatif yaitu: kalimat imperatif permintaan, kalimat imperatif biasa, kalimat imperatif pemberian izin, kalimat imperatif ajakan, kalimat imperatif suruhan. Terdapat dua wujud imperatif dalam bahasa Simalungun yaitu wujud formal imperatif dan wujud pragmatik. 14