BAB I PENDAHULUAN. tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat); tidak. berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat).

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISA TINDAK PIDANA YANG TIDAK DILAKUKAN PENUNTUTAN KE PENGADILAN (STUDI KASUS POLRES NGAWI)

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. dan isi ketentuan perundang-undangan yang berlaku. rakyat Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang nomor

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

Berlin Nainggolan: Hapusnya Hak Penuntutan Dalam Hukum Pidana, 2002 USU Repository

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. gamelan, maka dapat membeli dengan pengrajin atau penjual. gamelan tersebut dan kedua belah pihak sepakat untuk membuat surat

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

HAPUSNYA HAK PENUNTUNAN DALAM HUKUM PIDANA. BERLIN NAINGGOLAN, SH Fakultas Hukum Jurusan Pidana Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

I. METODE PENELITIAN

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagaimana tersirat di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang penting bagi sebuah kemajuan bangsa.seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. dilahirkan sampai meninggal dunia selalu hidup bersama-sama. 1 Untuk itu. menurut Roeslan Saleh, adalah Hukum Pidana.

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN BAGI PENUNTUT UMUM DALAM MELAKUKAN PENUNTUTAN DILIHAT DARI PERAN KORBAN DALAM TERJADINYA TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

BAB I PENDAHULUAN. KUHAP Pasal 1 menjelaskan bahwa penyidik adalah: pejabat polisi. penyidik bukan berdasarkan atas kekuasaan, melainkan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

TINJAUAN HUKUM PIDANA MENGENAI TINDAK PIDANA PENIPUAN

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB III FILOSOFI ASAS NE BIS IN IDEM DAN PENERAPANNYA DI PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, dimana salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari

BAB I PENDAHULUAN. moralitas dan sumber daya manusia di Indonesia khususnya generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum (rechstaat) bukan

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. material. Fungsinya menyelesaikan masalah yang memenuhi norma-norma larangan

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO)

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. yang suprime dan menentukan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Menurut Yesmil Anwar dan Adang dalam bukunya Sistem Peradilan

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

BAB I PENDAHULUAN. bisnis sering diartikan sebagai keseluruhan kegiatan usaha yang dijalankan

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode,

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, dalam hal ini yang

Lex Crimen Vol. IV/No. 4/Juni/2015

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesadaran akan hak dan kewajiban perlu ditingkatkan secara terusmenerus karena setiap kegiatan maupun setiap organisasi, tidak dapat disangkal bahwa peranan kesadaran hak dan kewajiban amat menentukan dalam pencapaian tujuan. Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi dasar landasan dalam membentuk pemerintah negara Indonesia, menjelaskan secara tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat); tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). 1 Hukum pidana pada dasarnya merupakan bagian dari keseluruhan lapangan hukum, oleh karenanya fungsi hukum pidana juga sama dengan fungsi hukum pada umumnya, yaitu mengatur kemasyarakatan atau menyelenggarakan tata dalam masyarakat. 2 Kehadiran hukum dalam masyarkat diantaranya adalah mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang bisa bertubrukan satu sama lain itu oleh hukum diintegrasikan sedemikian rupa sehungga tubrukan-tubrukan itu bisa ditekan sekecil-kecilnya. 3 Tujuan peradilan pidana adalah untuk memutuskan apakah seseorang dapat dikatan bersalah atau tidak, peradilan pidana dilakukan dengan prosedur yang diikat oleh aturan-aturan ketat tentang pembuktian yang 1 Soesilo Yuwono, PenyelesaianPerkara Pidana Berdasarkan K.U.H.A.P sistem dan prosedur, Alumni, Bandung, 1982, hlm 3. 2 Sudaryono & Natangsa Surbakti, Hukum Pidana ( Buku Pegangan Kuliah), Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta,Surakarta 2005, hlm 24. 3 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT.Cipta Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm 53. 1

2 mencakup semua dan berakhir pada proses pemeriksaan di Pengadilan. Bagaimanapun caruk-maruknya Pengadilan kita, namun tetaplah itu merupakan akar dari sebuah negara hukum, ia berfungsi sebagai penopang bagi tegaknya dan suburnya sebuah negara hukum. Bisa dibayangkan jika tanpa adanya Pengadilan bagaimana jadinya sebuah negara, ia akan hancur, luluh lantah banyak kejahatan yang tidak teradili. 4 Penyelenggaraan peradilan pidana merupakan mekanisme bekerjanya aparat penegak hukum pidana mulai dari proses penyelidikan dan penyidikan, penangkapan, penahanan, penuntutan, sampai pemeriksaan di sidang Pengadilan. Atau dengan kata lain bekerjanya polisi, jaksa, hakim dan petugas lembaga pemasyarakatan, yang berarti pula berprosesnya atau bekerjanya hukum acara pidana. Usaha-usaha ini dilakukan demi untuk mencapai tujuan dari peradilan pidana. 5 Penyelidikan dalam Pasal 1 butir 5 KUHP mencantumkan penyelidikan adalah serangkaian tindakan/penyelidikan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini. 6 Penyidikan pada Pasal 1 butir 2 KUHP tercantum penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak 4 Yesmil Anwar & Adang, Sistem Peradilan Pidana, Widya Padjadjaran, Bandung, 2009, hlm1. 5 Ibid, hlm28. 6 Leden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan Penyidikan), Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm 6.

3 pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 7 Penuntutan, dalam hal ini penuntut umum membuat surat dakwaan dan setelah surat dakwaan rampung kemudian dibuat surat pelimpahan perkara yang ditujukan kepada Pengadilan Negeri. 8 Dan yang terakhir adalah tahapan pemeriksaan sidang di pengadilan. Dari semua tahapan-tahapan di atas dalam kenyataanya tidak semua tahapan tersebut dapat dilakukan secara mulus atau lancar, ada beberapa tahapan saja yang dilakukan mungkin berhenti pada penyelidikan, penyidikan, penuntutan atau bahkan sudah sampai pengadilan tetapi tidak dapat diproses sampai selesai sesuai tahapan yang sudah tercantum. Adanya kasus mengenai tindak pidana yang tidak diproses sampai selesai di pengadilan atau yang hanya sampai polres saja mungkin juga karena memang ada prosedurnya atau mungkin juga sudah bisa diselesaikan sampai tahap tertentu tanpa harus sampai pemeriksaan di pengadilan. Namun tidak jarang sebagian atau bahkan sebagian besar semua tahapan tersebut dapat dilakukan, sehingga dapat menentukan seberapa hukuman yang diterima untuk pelaku tindak pidana sesuai dengan apa yang telah dilakukan. Dalam melakukan tahapan-tahapan tersebut baik aparat penegak hukum maupun dari kejaksaan pasti mengalami kendala sehingga menimbulkan tindak pidana tersebut tidak dapat diproses sampai selesai. Tentunya semua tindak pidana yang tidak diproses tersebut tidak dapat dilakukan penuntutan ke Pengadilan, dan akan menimbulkan akibat hukum 7 Ibid, hlm 11. 8 Ibid, hlm 15.

4 yang sangat berpengaruh baik bagi aparat penegak hukum sendiri maupun bagi masyarakat. Dengan begitu maka akan menimbulkan tekanan-tekanan dan kritikan terhadap lembaga peradilan, dapat saja dimaklumi karena masyarakat sangat menginginkan agar lembaga peradilan itu dapat memberikan keadilan kepada masyarakat (baik secara substansial, ataupun secara formal). Namun keinginan-keinginan masyarakat ini bertolak belakang dengan apa yang diberikan oleh Pengadilan. Putusan-Putusan pengadilan serta perilaku-perilaku personil penegak hukum demikian itu tidak hanya sekedar menimbulkan tekanan-tekanan dan kritikan tapi telah pula menimbulkan reaksi keras berupa tindakan kerusuhan, kekerasan dan berbagai pelecehan terhadap lembaga peradilan. 9 Pendapat masyarakat tentang lembaga peradilan sekarang ini terjadi karena tidak adanya kontrol terhadap prinsip kebebasan dan kemandirian hakim, sehingga mengakibatkan masyarakat terutama golongan menengah kebawah enggan untuk menempuh jalur hukum yang bagi mereka lembaga peradilan adalah harapan untuk mendapatkan keadilan, karena apabila berhadapan dengan mereka yang mempunyai status sebagai konglomerat maka tidak akan mungkin keadilan dapat ditegakkan sepenuhnya apalagi untuk tercapainya suatu kepastian hukum karena prinsip di atas telah membuat lembaga peradilan berubah menjadi lembaga adu kekuasaan. 10 9 Yesmil Anwar & Adang, Sistem Peradilan Pidana, Widya Padjadjaran, Bandung, 2009, hlm 3. 10 Ibid, hal 219.

5 Berdasarkan uraian di atas, penulis akan melakukan penelitian yang berjudul ANALISA TINDAK PIDANA YANG TIDAK DILAKUKAN PENUNTUTAN KE PENGADILAN (STUDI KASUS POLRES NGAWI). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, permasalahan yang dapat diangkat untuk selanjutnya dikaji dan diteliti lebih rinci dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan suatu tindak pidana tidak dapat dilakukan penuntutan ke Pengadilan? 2. Apakah akibat hukum yang timbul jika tindak pidana tidak dapat diselesaikan sampai ke Pengadilan? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian pada hakekatnya mengungkapkan apa yang hendak dicapai oleh peneliti. Tujuan penelitian harus jelas sehingga dapat memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian agar sesuai dengan tujuan dilaksanakannya penelitian tersebut. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Objektif a. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan suatu tindak pidana tidak dapat dilakukan penuntutan ke Pengadilan.

6 b. Mengetahui akibat hukum yang akan ditimbulkan jika suatu tindak pidana tidak dapat diselesaikan sampai ke Pengadilan. 2. Tujuan Subjektif a. Menambah wawasan, pengetahuan dan kemampuan peneliti di bidang ilmu hukum pada umumnya, hukum pidana pada khususnya, b. Menambah pengetahuan tentang tentang faktor-faktor dan sebab akibat mengenai tindak pidana yang tidak dapat diselesaikan sampai ke Pengadilan. Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoretis a. Memberikan manfaat pada pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum pidana pada khususnya; b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu tambahan referensi ataupun literatur berbagai pihak akademisi dan penegak hukum. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti oleh penulis, b. Guna mengembangkan pola pikir yang dinamis serta untuk mengetahui sejauh mana kemampuan penulis dapat menerapkan ilmu yang diperoleh.

7 D. Kerangka Pemikiran Menurut Van Hamel memberikan definisi tindak pidana (strafbaar feit) yaitu kelakuan orang (menselijke gedraging) yang dirumuskan dalam undang-undang (wet), yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana (strafwaardig)dan dilakukan dengan kesalahan. 11 Penuntutan merupakan tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri yang berwenang dan dalam hal menurut cara yang telah diatur dalam Undang-Undang, dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim dalam sidang pengadilan. Sebelum dilakukannya penuntutan maka harus ada prapenuntutan terlebih dahulu. Proses berlangsungnya prapenuntutan dilaksanakan baik oleh penyidik maupun penuntut umum sebagaimana ketentuan Pasal 110 ayat (2) KUHAP juncto Pasal 138 ayat (1), (2) KUHAP yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 110 ayat (2) KUHAP: (2) Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata masih kurang lengkap, penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi. Pasal 138 ayat (1), (2) KUHAP: (1) Penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan dan penyidik segera mempelajari dan menelitinya dan dalam waktu tujuh hari wajib 11 Sudaryono dan Natangsa Surbakti, 2005, Buku Pegangan Mata Kuliah Hukum Pidana, Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, hal 112.

8 memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum. (2) Dalam hal penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk melengkapi dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum. Terjadinya penyelesaian di luar persidangan diatur dalam Pasal 82 KUHP yang berbunyi sebagai berikut: Ayat (1): Hak menuntut hukum karena pelanggaran yang terancam hukuman utama tak lain dari pada denda, tidak berlaku lagi jika maksimum denda dibayar dengan kemauan sendiri dan demikian juga ongkos mereka, jika penilaian telah dilakukan, dengan izin amtenaar yang ditunjuk dalam Undang- Undang umum, dalam tempo yang ditetapkan. Ayat (2): Jika perbuatan itu terencana selamanya denda juga benda yang patut dirampas itu atau dibayar harganya, yang ditaksir oleh amtenaar yang tersebut dalam ayat pertama. Ayat (3): Dalam hal hukuman itu ditambah diubah berulang-ulang membuat kesalahan, boleh juga tambahan itu dikehendaki jika hak menuntut

9 hukuman sebab pelanggaran yang dilakukan dulu telah gugur memenuhi ayat pertama dan kedua dari pasal itu. Ayat (4): Peraturan dari pasal ini tidak berlaku bagi orang belum dewasa, yang umurnya sebelum melakukan perbuatan itu belum cukup enam belas tahun. penghapusan hak penuntutan bagi penuntut umum yang diatur dalam Pasal 82 KUHP mirip dengan ketentuan hukum perdata mengenai transaksi atau perjanjian.. E. Metode Penelitian Metode penelitian berfungsi sebagai alat atau cara untuk pedoman untuk melakukan penelitian, sedangkan penelitian adalah suatu cara yang didasarkan pada sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk memecahkan suatu masalah yang bersifat ilmiah. 12 Penulisan dan penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan beberapa metode, baik dalam melakukan pengumpulan data, penelitian data dan melakukan analisa terhadap obyek penelitian. Adapun metode penelitian tersebut adalah sebagai berikut: 1. Bentuk Penelitian Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian skripsi ini yaitu pendekatan yuridis empiris. Yuridis empiris adalah pendekatan dari sudut kaidah-kaidah dan pelaksanaan peraturan yang berlaku di 12 Khudzaifah Dimyati dan Kelik Wardiono, 2008, Metode Penelitian Hukum (Buku Pegangan Kuliah), Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, Hal. 3

10 masyarakat dalam sistem kehidupan yang mempola atau penelitian yang bersifat kualitatif berdasarkan data primer yang diperoleh langsung dari lapangan atau objeknya. 2. Jenis Penelitian Penelitian ini lebih bersifat deskriptif analisis yaitu suatu penelitian yang berusaha memberikan gambaran secara menyeluruh, mendalam, tentang suatu keadaan atau gejala yang diteliti, dimana dalam hal ini penulis memberi gambaran secara detail dan sistematis mengenai tindak pidana yang tidak dilakukan penuntutan ke Pengadilan di Polres Ngawi. 13 3. Sumber Data Penelitian ini menggunakan dua jenis data : a. Data Primer ialah bahan-bahan buku yang mengikat. 14 Terdiri dari norma dasar yaitu Pancasila, peraturan dasar yaitu Undang- Undang Dasar 1945, peraturan perundang-undangan. b. Data Sekunder ialah data-data yang diperoleh peneliti dari penelitian kepustakaan dan dokumentasi yang sudah tersedia dalam bentuk buku-buku atau dokumentasi yang biasanya disediakan di perpustakaan, atau milik pribadi peneliti. 15 4. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data digunakan teknik sebagai berikut : 13 Roni Hanitjo, 1990, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimateri, Jakarta: Ghalia Indonesia, Hal 58 14 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1994, Penelitian Hukum Normatif, hal 13 15 Hilman Hadikusuma, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja Atau Skripsi Ilmu Hukum, Bandung: Mandar Maju, hal. 65.

11 a. Studi Kepustakaan (Library Research) Dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara mencari, mencatat, menginventarisasi, menganalisis dan mempelajari datadata yang berkaitan dengan obyek penelitian. b. Studi Lapangan (Field Research) Yaitu dengan observasi dan wawancara (interview) adalah penting dilakukan. Wawancara merupakan teknik pendekatan yang digunakan untuk mendapatkan keterangan lisan melalui percakapan dan berhadapan secara langsung dengan orang yang memberikan keterangan, yaitu mengadakan tanya jawab secara langsung antara peneliti dengan pihak-pihak yang bersangkutan. Wawancara akan dilakukan kepada pihak-pihak terkait. Dalam hal ini penulis akan melalukakan wawancara kepada pihak kepolisian Polres Ngawi. 5. Teknik Analisis Data Analisa data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutan data kepola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema. 16 Setelah data yang diperoleh dan diperlukan telah berkumpul semuanya, maka tindak selanjutnya adalah memberikan analisis terhadap data tersebut. Adapun metode analisis data yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode kualitatif adalah metode yang menggunakan cara kerja dengan 16 Lexy J.Moleong,1991, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, hal. 103.

12 menjabarkan hasil penelitian berdasarkan penelitian dan pemaknaan terhadap data yang diperoleh. Metode ini digunakan apabila data hasil penelitian tidak dapat diukur dengan angka atau dengan ukuranukuran lain yang bersifat eksek. Metode ini digunakan untuk menganalisis data yang menggunakan dan mengambil kebenaran yang diperoleh dari kepustakaan, peraturan perundang-undangan, dokumendokumen, buku-buku dan bahan pustaka lainya yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti kemudian didiskusikan dengan data yang diperoleh dari objek sehingga dapat ditarik kesimpulan. F. Sistematika Skripsi Penulisan Penelitian ini mempunyai sistematika penulisannya sebagai berikut: Bab 1 adalah pendahuluan, dalam pendahuluan ini penulis akan menulis mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan skripsi, manfaat penulisan, metode penelitian, dan yang terakir tentang sistematika skripsi. Bab 2 adalah tinjauan pustaka, dalam tinjauan pustaka ini penulis akan menulis mengenai tinjauan mengenai tindak pidana dan sistem peradilan pidana di Indosesia terbagi menjadi dua poin yaitu pengertian tindak pidana dan pengertian sistem peradilan pidana, penulis juga akan membahas mengenai tinjauan mengenai proses pemeriksaan perkara pidana, selanjutnya mengenai dasar hukum penuntutan suatu tindak

13 pidana, dan yang terakhir mengenai terjadinya penyelesaian pidana di luar persidangan. Bab 3 adalah hasil penelitian dan pembahasan, dalam bab ini penulis akan menuliskan hasil penelitian dan pembahasan yang berisi mengenai faktor-faktor penyebab suatu tindak pidana tidak dapat dilakukan penuntutan ke Pengadilan dan akibat hukum yang timbul jika tindak pidana tidak dapat diselesaikan sampai ke Pengadilan. Bab 4 adalah penutup, dalam penutup ini penulis akan menuliskan tentang kesimpulan dari semua pembahasan dan saran.