BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagaimana tersirat di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

dokumen-dokumen yang mirip
SKRIPSI PERANAN SAKSI DAN KETERANGAN AHLI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan semata

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

BAB I PENDAHULUAN. dua jenis alat bukti seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

Pembuktian penuntut umum dalam perkara tindak pidana korupsi oleh kejaksaan Sukoharjo. Oleh : Surya Abimanyu NIM: E BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

BAB I PENDAHULUAN. tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat); tidak. berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat).

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah diatur mengenai. tugas dan wewenang serta masing-masing lembaga yang harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atau hukum (constitutional democracy) yang tidak terpisahkan

DAFTAR PUSTAKA. Asikin, Zainal & Amiruddin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Mataram: Divisi Buku Perguruan Tinggi PT.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dan hendak dilaksanakan oleh bangsa ini tidak hanya hukum

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH DAN TATA CARA PENYELESAIAN WANPRESTASI PADA BANK BTN DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK

PENERAPAN AZAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA MELALUI MEDIASI BERDASARKAN PERMA NO

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN SENJATA API OLEH ANGGOTA TNI di DENPOM IV/ 4 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi hukum. Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Keadaan

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi. Dampak yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. kepada Bishop Mabadell Creighton menulis sebuah ungkapan yang. menghubungkan antara korupsi dengan kekuasaan, yakni: power tends

BAB I PENDAHULUAN. hukum tidak berdasar kekuasaan belaka. 1 Permasalahan besar dalam. perkembangan psikologi dan masa depan pada anak.

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. dalam penjelasan Undang-undang Dasar Di dalam Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Mereka yang ingin mengadakan transaksi tidak harus bertemu face to face,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara hukum.

III. METODE PENELITIAN. Untuk memecahkan masalah guna memberikan petunjuk pada permasalahan yang

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta)

PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA)

METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang digunakan dalam proses pengumpulan dan penyajian

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur baik spiritual maupun

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. dapat diungkap karena bantuan dari disiplin ilmu lain. bantu dalam penyelesaian proses beracara pidana sangat diperlukan.

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum sejatinya dibentuk dan diberlakukan sebagai sarana untuk memberikan perlindungan kepada setiap orang secara berkeadilan. Hukum Indonesia, sebagaimana tersirat di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, merupakan instrumen untuk mendukung terselenggaranya fungsi dan tugas negara untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, menciptakan perdamaian serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 1 Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang tertuang dalam pasal 1 ayat 3 bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Dari pasal yang tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechtstaat), dan bukan berdasarkan kekuasaan belaka (Macshstaat). Ini berarti bahwa Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, menjunjung tinggi hak manusia, dan menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 2 1 Alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Republik Indonesia Hasil Amandemen IV. 2 Evi Hartanti. 2007. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika. hal 1. 1

2 Pertumbuhan kejahatan di dalam masyarakat sangat berkaitan dengan perubahan-perubahan masyarakat dengan lingkungan penyebab kejahatan baik yang terletak pada diri setiap individu manusia maupun pada kondisi dan lingkungan sosial yang dapat menghasilkan peningkatan serta perkembangan perilaku kejahatan yang berbeda dari masa ke masa dan tak dapat diramalkan sebelumnya. Dengan kata-kata lain dapat disebutkan bahwa perkembangan yang menyangkut frekuensi, kualitas, dan intensitas, serta kemungkinan tumbuhnya kejahatan baru banyak dipengaruhi oleh aspek modernisasi dalam mobilitas sosial, urbanisasi, pertambahan penduduk, industrialisasi, dan perubahan teknologi. Berbagai pengaruh dan sebab pertumbuhan kejahatan itu dapat mencerminkan kenyataan makin majemuknya kejahatan dengan beberapa tipe, derajat, dan sifat yang berbeda-beda. Sebagian kejahatan baru ini digolongkan inkonvensional. 3 Ada yang mengemukakan bahwa kejahatan itu diibaratkan sebagai penghisap energi sesuatu bangsa. Mungkin pernyataan ini terlalu dilebihlebihkan, akan tetapi yang jelas ialah bahwa kejahatan mengakibatkan kerugian bagi masyarakat, kelancaran produksi terganggu, perasaan orang menjadi cemas dan tidak dapat tenang bekerja, dan sebagainya. Namun bagaimanapun juga suatu masyarakat yang sehat tentu mempunyai daya tahan yang cukup terhadap kejahatan baik itu dilakukan oleh warganya maupun oleh orang luar. Tidak ada satu negarapun yang sunyi dari kejahatan, apakah itu negara yang sudah berkembang, ataupun negara yang sedang berkembang. 3 Bambang Poernomo. 1984. Pertumbuhan Hukum Penyimpangan di Luar Kodifikasi Hukum Pidana. Jakarta:Bina Aksara. hal 10.

3 Adalah suatu ilusi belaka apabila diharapkan kejahatan akan lenyap di muka bumi ini. 4 Banyak kasus-kasus kejahatan yang terjadi sekarang ini memerlukan keterangan saksi maupun saksi ahli dalam menyelesaikan kasus tersebut. Seperti yang baru-baru ini adalah kasus yang menimpa mantan ketua KPK Antasari Azhar. Dimana dalam sidang Peninjauan Kembali yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (22/9) di dengar keterangan saksi ahli yakni, ahli hukum pidana, ahli balistik 5, serta ahli forensik 6 dr Abdul Mun im Idris. 7 Dalam Pasal 179 KUHAP ayat 1, ditentukan bahwa setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli wajib memberikan keterangan ahli demi kebenaran, misalnya ahli kedokteran kehakiman, dokter, ahli lainnya. Keterangan ahli disini dimaksudkan sebagai keterangan yang diberikan oleh seorang yang mewakili keahlian khusus tentang yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Dalam pasal 179 ayat 2, ditentukan bahwa semua ketentuan yang harus dipenuhi untuk dapat menjadi saksi berlaku bagi mereka yang memberi keterangan ahli. Ahli ini bersumpah atau berjanji bahwa mereka akan 4 Sudarto. 1983. Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat Kajian Terhadap Pembaharuan Hukum Pidana. Bandung:Sinar Baru. hal 42. 5 Ahli balistik adalah orang yang ahli dalam penggunaan senjata api dan amunisi. Hartanto. 2011. Materi Kuliah Kriminalistik. Fakultas Hukum: Universitas Muhammadiyah Surakarta. hal 3. 6 Ahli Forensik adalah orang yang ahli dalam menyidik sebab-sebab kematian seseorang itu wajar atau korban kejahatan. Ibid. hal 2. 7 http://portalkriminal.com/index.php?option=com_content&task=view&id=15484&itemid=in dex.php?option=com_content&view=article&id=15484. diunduh Minggu 16 Oktober 2011 pukul 17:00.

4 memberikan keterangan sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya. Dalam pasal 186, disebutkan bahwa keterangan ahli ini harus dinyatakan dalam suatu sidang pengadilan. Hakim ketua sidang untuk menjernihkan persoalan yang timbul dalam sidang pengadilan dapat meminta keterangan ahli, dan dapat juga minta diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan, berdasarkan pasal 180 ayat 1, apabila dari hasil keterangan ahli ini penasehat hukum terdakwa berkeberatan, maka hakim dapat mengadakan penelitian ulang. Hakim yang karena jabatannya juga dapat meminta untuk diadakan penelitian ulang. 8 Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. 9 Menurut R. Atang Ranoemiharjo pengertian alat bukti yang sah adalah alat-alat yang ada hubungannya dengan suatu tindak pidana, di mana alat-alat tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian, guna menimbulkan keyakinan bagi hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa. Adapun alat bukti yang sah menurut KUHAP sebagaimana diatur dalam pasal 184, adalah terdiri dari: a. keterangan saksi; 8 Yesmil Anwar dan Adang. 2009. Sistem Peradilan Pidana (Konsep, Komponen dan Pelaksanaannya Dalam Penegakan Hukum di Indonesia). Bandung: Widya Padjajaran. hal 315. 9 Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

5 b. keterangan ahli; c. surat; d. petunjuk; dan e. Keterangan terdakwa. Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu (pasal 1 butir 27 KUHAP). Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan (pasal 1 butir 28 KUHAP). Alat bukti surat sebagaimana dimaksud pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah (pasal 187 KUHAP). Sedangkan alat bukti petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya (pasal 188 ayat 1). Alat bukti sah terakhir adalah keterangan terdakwa. Alat bukti ini baru, karena dalam HIR tidak ada, yang ada adalah alat bukti pengakuan yang tentunya dari terdakwa bahwa ia telah melakukan tindak pidana. Pasal 189 ayat (1) KUHAP menjelaskan bahwa:

6 Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di siding tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. 10 Salah satu alat bukti yang sah yang hampir selalu ada dan diperlukan dalam setiap perkara pidana adalah keterangan saksi. Betapa urgensinya saksi dalam perkara pidana dapat diketahui dari banyaknya perkara besar yang terpaksa mangkrak tidak terselesaikan dalam tahap penyidikan, dead-end, maupun yang kemudian membebaskan terdakwa dari jeratan Penuntut Umum karena kurangnya alat bukti (keterangan) saksi. Sebagai ilustrasi adalah beberapa kasus besar yang mendapatkan perhatian publik dan media massa, seperti: kasus perusakan, perkosaan, pembakaran terkait kerusuhan 13 Mei 1998 di Jakarta dan beberapa kota lain. Contoh-contoh kasus di atas merupakan sebagian kecil dari fenomena puncak gunung es kasus-kasus yang menempatkan saksi dalam kedudukan yang sangat krusial dalam sistem peradilan pidana (Criminal Justice System) di Indonesia 11. Bahkan seorang praktisi hukum, Muhammad Yusuf, secara ekstrim mengatakan, bahwa tanpa kehadiran dan peran dari saksi, dapat dipastikan suatu kasus akan menjadi dark number mengingat dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia yang menjadi referensi dari penegak hukum adalah testimony 12 yang hanya dapat diperoleh dari saksi atau ahli. Peranan ahli atau saksi ahli dalam perkara pidana juga sangat penting, sehingga produk dari ahli yang disebut dengan keterangan 10 Ibid. 11 Muchamad Iksan. 2009. Hukum Perlindungan Saksi Dalam SIstem Peradilan Pidana Indonesia. Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. hal 10-11. 12 Testimony adalah kesaksian, penyaksian. John M.Echols and Hassan Shadily. 1983. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia. hal 584.

7 ahli juga menjadi salah satu alat bukti yang sah menurut pasal 184 KUHAP. 13 Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian yang tertuang dalam bentuk penulisan hukum dengan judul : PERANAN SAKSI DAN KETERANGAN AHLI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. B. Perumusan Masalah Agar dapat melaksanakan penelitian dengan baik dan terarah sehingga penelitian yang dikehendaki dapat tercapai maka disini penulis memandang perlu untuk merumuskan masalah yang berkaitan dengan penelitian ini. Adapun perumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah peranan keterangan saksi dan keterangan ahli dalam penyelesaian perkara pidana? 2. Bagaimanakah sikap penegak hukum apabila terjadi perbedaan antara keterangan saksi dan keterangan ahli dalam proses pembuktian? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian harus dinyatakan dengan jelas dan ringkas, karena hal yang demikian akan dapat memberikan arah pada penelitian yang dilakukan. Berdasarkan pada latar belakang dan permasalahan yang diuraikan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 13 Muchamad Iksan, Op.Cit., hal 97-99.

8 a. Untuk mengetahui peranan keterangan saksi dan keterangan ahli dalam penyelesaian perkara pidana. b. Untuk mengetahui sikap penegak hukum apabila terjadi perbedaan antara keterangan saksi dan keterangan ahli dalam proses pembuktian. c. Untuk menambah pengetahuan bagi penulis dalam penelitian khususnya dalam bidang hukum acara pidana yang berhubungan dengan alat bukti. D. Manfaat Penelitian Dalam penelitian tentunya sangat diharapkan adanya suatu manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian tersebut. Manfaat atau kegunaan yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan sumbangan pemikiran di bidang hukum terutama yang berhubungan dengan keterangan saksi dan keterangan ahli sebagai alat pembuktian. b. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang keterangan saksi dan keterangan ahli sebagai alat pembuktian. 2. Manfaat Praktis a. Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai bekal untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti.

9 E. Metode Penelitian Penelitian adalah suatu proses, yaitu suatu rangkaian langkah-langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis guna mendapatkan pemecahan masalah atau mendapatkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tertentu. 14 Sedangkan penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah berdasarkan pada metode, sistematis dan pemikiran tertentu yang bertujuan mempelajari suatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisa. 15 Sehingga metode penelitian adalah mengemukakan secara teknis tentang metode yang digunakan dalam penelitian 16 Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif dimana penulis ingin menggambarkan dengan selengkap-lengkapnya mengenai peranan keterangan saksi dan keterangan ahli sebagai alat pembuktian dalam penyelesaian perkara pidana. Penelitian ini akan membahas aspek yuridis dan empiris dari permasalahan tersebut. 2. Metode Pendekatan Dalam pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis pendekatan yuridis empiris yaitu mengkaji peraturan yuridis yang mengatur keterangan saksi dan keterangan ahli sebagai alat pembuktian 14 Sumadi Suryabrata. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. hal 11. 15 Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia. hal 43. 16 Khudzaifah Dimyati. 2011. Metodologi Penelitian Hukum. Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. hal 10.

10 dalam penyelesaian perkara pidana. Kemudian dari segi empiris yaitu mengkaji pada kenyataan yang terjadi dalam proses peradilan pidana. 3. Lokasi Penelitian Dalam melakukan penelitian ini penulis mengambil lokasi di Polres Surakarta, Kejaksaan Negeri Surakarta, Kantor Pengacara, Pengadilan Negeri Surakarta dan Pengadilan Negeri Sukoharjo. Hal ini dikarenakan polres sebagai tempat paling awal perkara pidana itu masuk yang selanjutnya dibawa kekejaksaan dan pengadilan merupakan salah satu tempat proses peradilan yang paling akhir. 4. Jenis Data Penulis dalam penelitian ini menggunakan sumber data yang terbagi menjadi dua yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Adapun penjelasan mengenai sumber data primer dan sumber data sekunder adalah sebagai berikut: a. Data Primer Sumber data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari lokasi penelitian berupa hasil wawancara dengan aparat penegak hukum khususnya terhadap penyidik, jaksa, pengacara dan hakim. b. Sumber data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh dari kepustakaan yang dalam hal ini adalah: 1. Bahan hukum primer meliputi peraturan perundang-undangan, dalam hal ini adalah Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

11 2. Bahan hukum sekunder meliputi hasil karya ilmiah para pakar sarjana dan hasil penelitian. c. Bahan hukum tertier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tertier seperti Kamus Hukum dan Kamus Inggris Indonesia. 5. Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka teknik pengumpulan data yang dipergunakan penulis adalah sebagai berikut: a. Studi lapangan (field research), merupakan penelitian secara langsung terhadap obyek yang diteliti dalam rangka memperoleh data primer dengan wawancara. Wawancara ini dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab secara langsung terhadap penyidik di Polres Surakarta, jaksa di Kejaksaan Negeri Surakarta, pengacara di kantornya dan hakim di Pengadilan Negeri Surakarta. b. Studi kepustakaan (library research), merupakan cara pengumpulan data yang dilakukan dengan membaca dan mempelajari buku-buku literature, peraturan perundang-undangan, laporan hasil penelitian, serta segala hal yang berkaitan dengan masalah ini. 6. Metode Analisis Data. Penulis menggunakan analisis kualitatif, yaitu suatu analisis data yang menggunakan dan memahami kebenaran yang diperoleh dari hasil penelitian dan jawaban-jawaban responden yang dicari hubungan antara data yang satu dengan data yang lain kemudian disusun secara sistematis.

12 Metode analisis data kualitatif dilakukan dengan cara menyeleksi data yang telah terkumpul dan memberikan penafsiran terhadap data-data itu kemudian menarik kesimpulan. 17 F. Sistematika Penulisan Untuk lebih mempermudah dalam melakukan pembahasan, penganalisaan, serta penjabaran isi dari penelitian ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan hukum ini sebagai berikut: BAB PENDAHULUAN. Dalam bab ini penulis akan mengemukakan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum. BAB TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab yang kedua ini, penulis akan menguraikan tinjauan umum yang terbagi dalam empat sub bab yaitu Tinjauan umum tentang ilmu-ilmu forensik dan penyidikan, Tinjauan umum tentang alat bukti dalam penyidikan, Tinjauan umum tentang alat bukti dan sistem pembuktian dalam sistem peradilan pidana, Tinjauan umum tentang macam-macam saksi dalam sistem peradilan pidana. BAB HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini penulis akan membahas dan menjawab permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya : Menguraikan peranan keterangan saksi dan keterangan ahli sebagai alat pembuktian dalam penyelesaian perkara pidana, Menguraikan 17 Winarno Surakhman. 1998. Paper. Skripsi. Disertasi. Bandung. hal 16.

13 sikap penegak hukum apabila terjadi perbedaan antara keterangan saksi dan keterangan ahli dalam proses pembuktian. BAB PENUTUP. Merupakan penutup yang menguraikan secara singkat tentang kesimpulan akhir dari pembahasan dan jawaban atas rumusan permasalahan, dan diakhiri dengan saran-saran yang didasarkan atas hasil keseluruhan penelitian.

14 DAFTAR PUSTAKA Anwar Yesmil, Adang. 2009. Sistem Peradilan Pidana (Konsep, Komponen dan Pelaksanaannya Dalam Penegakan Hukum di Indonesia). Bandung: Widya Padjajaran. Dimyati. Khudzaifah. 2011. Metodologi Penelitian Hukum. Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hartanti. Evi. 2007. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika. Hartanto. 2011. Materi Kuliah Kriminalistik. Fakultas Hukum: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Iksan. Muchamad. 2009. Hukum Perlindungan Saksi Dalam SIstem Peradilan Pidana Indonesia. Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. M.Echols John, Shadily Hassan. 1983. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia. Poernomo. Bambang. 1984. Pertumbuhan Hukum Penyimpangan di Luar Kodifikasi Hukum Pidana. Jakarta: Bina Aksara. Soekanto. Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia. Sudarto. 1983. Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat Kajian Terhadap Pembaharuan Hukum Pidana. Bandung: Sinar Baru. Suryabrata. Sumadi. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Surakhman. Winarno. 1998. Paper. Skripsi. Disertasi. Bandung. http://portalkriminal.com/index.php?option=com_content&task=view&id=15484 &Itemid=index.php?option=com_content&view=article&id=15484. diunduh Minggu 16 Oktober 2011 pukul 17:00. Undang-Undang Dasar 1945 Republik Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Kitab Undang-undang Hukum Pidana.