INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1977

dokumen-dokumen yang mirip
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1977 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 2 -

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1979 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG

Tentang: PERJANJIAN PERSAHABATAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN MALAYSIA REPUBLIK INDONESIA MALAYSIA. PERJANJIAN PERSAHABATAN.

PETUNJUK-PETUNJUK PENGARAHAN BAGI DELEGASI REPUBLIK INDONESIA KE KONFERENSI TINGKAT TINGGI ISLAM DI LAHORE

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1972 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1973 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1986 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1986/1987

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1978 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN MENGENAI PENCEGAHAN PENYEBARAN SENJATA-SENJATA NUKLIR

BAB V KESIMPULAN. terbesar itu dilaksanakan bersamaan pada sidang tahunan ke-41 IDB di Jakarta. IDB

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1978 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PETUNJUK-PETUNJUK PENGARAHAN BAGI DELEGASI REPUBLIK INDONEESIA KE KOPERENSI KEPENDUDUKAN DUNIA DI BUKHAREST

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 1996 TENTANG PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1983 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HUBUNGAN DAN KERJA SAMA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1964 TENTANG BADAN MUSYAWARAH PENGUSAHA NASIONAL SWASTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996

1 SUMBER :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1989 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1989/1990

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1985 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1985/1986

PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM KE-58 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA. New York, 23 September 2003

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HUBUNGAN DAN KERJA SAMA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1964 TENTANG BADAN MUSYAWARAH PENGUSAHA NASIONAL SWASTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG KERJA SAMA PEMERINTAH ACEH DENGAN LEMBAGA ATAU BADAN DI LUAR NEGERI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1978 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1978/1979

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAMPIRAN. Pasal 1 Definisi. Untuk maksud-maksud Persetujuan ini, kecuali konteksnya mensyaratkan sebaliknya;

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1974 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1961 TENTANG PEMBUATAN PERJANJIAN PERSAHABATAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG KERJA SAMA PEMERINTAH ACEH DENGAN LEMBAGA ATAU BADAN DI LUAR NEGERI

Tentang: ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1988/1989 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

BAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal

UU 3/1993, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1993/1994

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 1998 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK-HAK ASASI MANUSIAINDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990 TENTANG AKADEMI ILMU PENGETAHUAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ASOSIASI PENGUSAHA DAN PEMILIK ALAT KONSTRUKSI INDONESIA ( APPAKSI ) ANGGARAN DASAR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PIDATO KETUA DPR-RI Dr. MARZUKI ALI PADA SIDANG PLENO I AIPA GENERAL ASSEMBLY KE-32 PHNOM PENH, THE KINGDOM OF CAMBODIA

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG

DUKUNGAN DIPLOMASI POLITIK INDONESIA TERHADAP KEMERDEKAAN PALESTINA

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut.

Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPPRES 178/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK MALI MENGENAI KERJASAMA EKONOMI DAN TEKNIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG

Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam permusywaratan/perwakilan

ANGGARAN DASAR SERIKAT PEKERJA PT INDOSAT BAB I NAMA, SIFAT, JANGKA WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN. Pasal 1 Nama

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1982 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1992 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1992/1993

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan kajian yang penulis lakukan mengenai Politik Luar Negeri

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PARIWISATA

2017, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8)

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 50 TAHUN 2017 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1976 TENTANG POKOK-POKOK ORGANISASI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF)

UU 8/1990, AKADEMI ILMU PENGETAHUAN INDONESIA. Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor : 8 TAHUN 1990 (8/1990) Tanggal : 13 OKTOBER 1990 (JAKARTA)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 6 TAHUN 1988 TENTANG KOORDINASI KEGIATAN INSTANSI VERTIKAL DI DAERAH

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA TAHUN 2017

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik In

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 3/1993, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1993/1994

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

INSTRUKSI NOMOR 7 TAHUN 1977 Menimbang : bahwa dipandang perlu untuk memberikan petunjuk-petunjuk pengarahan bagi Delegasi Republik Indonesia ke Sidang Konperensi Islam Tingkat Menteri Luar Negeri ke VIII, di Tripoli, Libya, tanggal 16 Mei 1977 hingga tanggal 23 Mei 1977. Mengingat : Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. M E N G I N S T R U K S I K A N : Kepada Menteri Luar Negeri/Ketua Delegasi Republik Indonesia. Untuk PERTAMA : Menggunakan petunjuk-petunjuk pengarahan sebagaimana terlampir pada Instruksi Presiden ini sebagai landasan dan pedoman dalam menghadapi masalah-masalah yang dibahas pada Sidang Konperensi Islam Tingkat Menteri Luar Negeri ke III, di Tripoli, Libya, tanggal 16 Mei 1977 hingga tanggal 23 Mei 1977. KEDUA : Memberikan laporan kepada Presiden tentang perkembangan Konperensi selama berlangsungnya Konperensi tersebut. KETIGA : Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Presiden. KEEMPAT instruksi Presiden ini berlaku selama Delegasi Republik Indonesia menghadiri Sidang Konperensi Islam Tingkat Menteri Luar Negeri ke VIIl, di Tripoli, Libya, tanggal 16 Mei 1977 hingga tanggal 23 Mei 1977. KELIMA : Instruksi Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 17 Mei 1977

ttd S O E H A R T O I.UMUM PETUNJUK PENGARAHAN BAGI DELLEGASI REPUBLIK INDONESIA KE SIDANG KONPERENSI ISLAM TINGKAT MENTERI LUAR NEGERI KE VIII. DI TRIPOLI LIBYA TANGGAL 16-23 MEI 1977 1. Sejalan dengan politik luar Negeri Republik Indonesia yang bebas dan Aktif dan bertujuan untuk mewujudkan persahabatan dan kerjasama dengan segala bangsa atas dasar saling menghormati, saling menguntungkan dan tidak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing Pemerintah Republik Indonesia telah mengambil kebijaksanaan untuk turut aktif dalam Konperensi Islam Tingkat Tinggi di Rabat, Maroko Tahun 1969. 2. Sungguhpun menurut Undang-Undang Dasar 1945, Republik Indonesia bukan negara Islam namun hal tersebut tidak merupakan halangan bagi Indonesia untuk turut serta dalam kegiatan-kegiatan Konperensi Islam, bahkan partisipasi Indonesia secara Aktif sangat diharapkan oleh negara-negara anggota/peserta Konperensi Islam, dimana sumbangan dan pikiran dan gagasan-gagasan yang telah diberikan dianggap sangat Konstruktif dan positif bagi pemupukan kerjasama dan solidaritas Islam serta menjaga dan memelihara kepentingankepentingan bersama. 3. Sebagai Negara yang berfalsafah Pancasila, dimana sila pertama adalah ketuhanan yang maha esa dan sebagian terbesar penduduknya beragam Islam, maka setiap usaha untuk meningkatkan derajat, status sosial dan kesejahteraan serta kemakmuran ummat Islam yang umumnya menjadi tujuan Konperensi Islam, patut mendapat sambutan positif dari Indonesia, terutama hal-hal yang bermanfaat bagi usaha-usaha pembangunan dalam segala bidang yang merupakan program utama Pemerintah Republik Indonesia. 4. Sesuai pula dengan politik pemerintah yang sedang memusatkan perhatian dan kekuatan Nasional untuk mengerahkan sumber-sumber dalam negeri dan

juga bantuan luar negeri untuk pembangunan nasional seperti yang di tuangkan dalam REPELITA, maka ikut serta indonesia dalam Konperensi Islam akan lebih penting artinya karena disamping membicarakan masalah-masalah politik, juga masalah kerja sama Ekonomi dan keuangan antar negara-negara anggota/ peserta akan menjadi pokok pembicaraan utama yang perlu digarap pelaksanaannya secara praktis dan terarah, sehingga tidak bermanfaat bagi negara-negara anggota/peserta konperensi Islam tapi juga negara-negara berkembang umumnya dan khususnya. II. PEDOMAN/PENGARAHAN BAGI DELEGASI REPUBLIK INDONESIA MENGENAI MASALAH-MASALAH TERPENTING DALAM SIDANG KONPERENSI ISLAM TINGKAT MENTERI LUAR NEGERI KE III DI TRIPOLI, LIBYA ADALAH SEPERTI DI BAWAH INI A. Politik 1. Dengan diterimanya Integrasi Timor Timur dalam wilayah indonesia oleh pemerintah Indonesia, masalah Timor Timur sudah selesai dan setiap usaha untuk mempersoalkan Timor timur di forum internasional apapun merupakan campurtangan dalam urusan dalam negeri Indonesia. Berdasarkan kebijaksanaan pokok pemerintah tersebut, hendaknya dijaga agar tidak ada negara yang bermaksud mengajukan masalah Timor Timur berdasarkan adanya paragarap mengenai Timor Timor di Sidang Konperensi Islam di Istambul 1976, sekira ini terjadi, hendaknya di usahakan bersama negara-negara sahabat agar isi perumusan tersebut sesuai dengan kenyataan di Timor Timur sehingga menguntungkan Indonesia. 2. Seperti di sidang-sidang Konperensi Islam sebelumnya, sikap Indonesia mengenai kaum Muslim di Filipina Selatan didasarkan pada prinsip membantu negara-negara sesama anggota ASEAN dan karena itu hendaknya di usahakan agar jangan diterima resolusi yang karena menentang Filipina seperti, pengutukan, pengambilan sanksi, embargo minyak dan usaha untuk menginternasionalisai masalahnya, Indonesia menghendaki agar pihak-pihak berkepentingan tetap meneruskan usaha tercapainya penyelesaian secara damai dan untuk ini gencatan senjata perlu dipertahankan dan perundingan di lanjutkan. Dalam usaha ini Indonesia mengadakan konsultasi sejauh mungkin dengan Malaysia untuk menjaga keserasian sikap antar negara ssesama ASEAN. Indonesia hendaknya menjaga agar dalam membela kepentingan Filipina agar jangan terlalu exposed, yang dapat merugikan Image /kepentingan Indonesia sendiri dalam konperensi Islam. 3. Dalam menghadapi pembicaraan mengenai masalah minoritas dan masyarakat muslim di dunia, ada kemungkinan masalah kaum Muslim di Thailand Selatan di singgung. Indonesia berkonsultasi dengan Malaysia hendaknya menghindarkan dibicarakannya masalah ini demi solidaritas ASEAN dapat terpelihara stabilitas dan keamanan di kawasan Asia Tenggara. 4. Mengingat perkembangan akhir-akhir ini menunjukkan timbulnya perbedaan

pendapat antara negara-negara Arab mengenai penyelesaian secara damai persoalan Timur Tengah dan mengenai kedudukan PLO dalam penyelesaian tersebut, Indonesia hendaknya mengambil sikap prihatin di samping tetap mendorong setiap usaha yang diajukan oleh nogara-negara Arab yang berhaluan moderat. 5. Indonesia hendaknya terus memberi pengertian dan sokongan kepada Turki mengenai masalah Cyprus sesuai sikapnya di Sidang Konperensi Islam Tingkat Menteri Luar Negeri di Istambul tahun 1976, di Sidang Majelis UImum Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-31 dan di Sidang Biro Koordinasi Non Blok di New Delhi 1977 dan mengingat Turki menyokong Indonesia dalam masalah Timor Tirnur di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-31. 6. Memburuknya hubungan Libya dengan beberapa negara Arab/ Timur Tengah menyebabkan negara-negara tersebut memboikot Sidang Tripoli, sehingga ada kemungkinan konperensi akan di tunda. Indonesia tidak melibatkan diri dalam pertentangan-pertentangan antara Arab dan jika ada Negara yang mengusulkan penundaan konperensi Indonesia mengikuti konsensus. Dengan tidak hadirnya sebagian besar negara-negara Arab/Timur tengah yang moderat, hendaknya diadakan konsultasi erat dengan negara-negara yang mempunyai kebijaksanaan politik yang sama. B. Ekonomi 1. Masalah-masalah yang dibahas dan semangat yang menjiwai Konperensi Islam adalah sejalan dengan masalah-masalah yang dibahas serta semangat yang menjiwai kelompok Non-Blok dan kelompok 77, hingga dapat dikatakan bahwa Konperensi Islam menunjang usaha perjuangan kelompok-kelompok tersebut. Mengingat hubungan yang saling menunjang ini, hendaknya dihindari setiap gagasan pada konperensi Islam ini yang dapat menimbulkan atau memancing gejala perpecahan antara negara berkembang secara keseluruhan seperti misalnya gagasan mengadakan Konperensi Tingkat Tinggi Dunia Ketiga yang di perkirakan tidak mendapat dukungan dan persetujuan baik dari kelompok Non- Blok maupun kelompok 77. 2. Indonesia hendaknya menunjang dan secara aktif memainkan peranan dalam pembahasan dan pemecahan masalah-masalah pada Konperensi Islam yang di perjuangkan pula pada forum-forum OPEC, Non-Blok dan forum-forum lainnya yang di arahkan untuk mensukseskan perjuangan kepentingan yang lebih luas dari negara berkembang secara keseluruhan. 3. Dalam menyiapkan rancangan perjuangan mengenai kerjasama dibidang ekonomi, tehnik, pedagangan diantara negara-negara anggota Konperensi Islam yang di harapkan akan dapat di setujui pada Konperensi ini, perlu di usahakan agar kepentingan-kepentingan Indonesia tercermin di dalam persetujuan kerjasama tersebut.

4. Masalah pertukaran tenaga kerja dan know-how antara negara-negara anggota Konperensi Islam, telah di hayati Indonesia dengan diadakannya persetujuan dibidang tenaga kerja dengan Saudi Arabia dan Iran, meskipun baru di tingkat swasta ( private to private ). Hendaknya dijaga kemungkinan diperluasnya persetujuan-persetujuan serupa dengan negara-negara lain dengan mengusahakan mendapatkan pengaturan-pengaturan yang memberikan jaminan lebih baik bagi bagi tenaga kerja Indonesia dibanding persetujuanpersetujuan yang telah diadakan. Penjajagan kearah persetujuan tingkat pemerintah ( G to G ) dapat pula dilakukan. 5. Sehubungan dengan Dana solidaritas Islam, Indonesia telah memperlihatkan kemauan kerjasama dengan menyatakan kesediaan untuk menyumbang US$ 250.000,- pada Dana tersebut dalam Konperensi Islam tingkat Menteri Luar Negeri ke VII di Istambul. Dengan memperhatikan tujuan Dana tersebut hendaknya diusahakan agar Indonesia mendapat alokasi baru yang lebih besar dari pada alokasi pertama untuk proyek-proyek di bidang keagamaan, sosial, pendidikan dan usaha-usaha pengembangan kebudayaan, dengan tetap berpedoman bahwa penyalurannya harus tetap melalui Pemerintah Indanesia. 6. Dalam rangka akan dibentuknya Lembaga Islam untuk Pengetehuan ( Islamic Institution of Science ) maka hendaknya di jelajahi manfaat-manfaat yang dapat diperoleh sesuai dengan tujuan lembaga tersebut namun tanpa melibatkan diri secara finansial. III. HAL-HAL LAIN Terhadap masalah-masalah lain yang mungkin timbul dan dihadapi delegasi selama persidangan belangsung, keputusan diserahkan kepada Ketua Delegasi. Jakarta 17 Mei 1977 ttd S O E H A R T O