BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. minyak yang disebut minyak sawit. Minyak sawit terdiri dari dua jenis minyak

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

4 Pembahasan Degumming

Bab IV Hasil dan Pembahasan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi Bahan Bakar Diesel Tahunan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi di dunia khususnya dari bahan bakar fosil yang

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak. bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, meningkatnya kegiatan Industri dan jumlah penduduknya, maka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, kebutuhan masyarakat untuk mengkonsumsi bahan bakar sangat

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II PUSTAKA PENDUKUNG. Ketersediaan energi fosil yang semakin langka menyebabkan prioritas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Bahan bakar minyak adalah sumber energi dengan konsumsi terbesar di

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

EKA DIAN SARI / FTI / TK

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan kebutuhan mutlak yang diperlukan dalam kehidupan UKDW

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

PENELITIAN PENGARUH ALIRAN LAMINER DAN TURBULEN TERHADAP PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MENGGUNAKAN REAKTOR OSILATOR. Oleh:

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN AWAL BIODIESEL TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN DAYA PADA MOTOR DIESEL 4 TAK 4 SILINDER

Biodiesel Dari Minyak Nabati

A. Sifat Fisik Kimia Produk

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Oleh : PABRIK BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI (METODE FOOLPROOF)

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL (TAHUN KE II)

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk. maupun non pangan (Darwis dan Sukara, 1990).

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

Nama Kelompok : MUCHAMAD RONGGO ADITYA NRP M FIKRI FAKHRUDDIN NRP Dosen Pembimbing : Ir. IMAM SYAFRIL, MT NIP.

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN BABI. bio-diesel.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen

Bab I Pengantar. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar balakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PABRIK BIODIESEL dari RBD (REFINED BLEACHED DEODORIZED) STEARIN DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI. Pardi Satriananda ABSTRACT

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 CRUDE PALM OIL (CPO) Minyak sawit berasal dari ekstraksi buah tanaman kelapa sawit. Buah kelapa sawit terdiri dari 80% bagian perikarp (epikarp dan mesokarp) dan 20% biji (endokarp dan endosperm). Dari kelapa sawit, dapat diperoleh dua jenis minyak yang berbeda sifatnya, yaitu minyak dari inti (endosperm) sawit disebut dengan minyak inti sawit dan minyak dari sabut (mesokarp) sawit disebut minyak sawit. Perbedaan antara minyak sawit dan minyak inti sawit adalah adanya pigmen karotenoid pada minyak sawit sehingga berwarna kuning merah. Komposisi karotenoid yang terdeteksi pada minyak sawit terdiri dari α-, β-, γ-, karoten dan xantofil, sedangkan minyak inti sawit tidak mengandung karotenoid [13]. Tabel 2.1 Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit [13] Karakteristik Persyaratan Mutu Warna Jingga kemerahan Kadar air Maksimal 0,5% Asam lemak bebas (sebagai asam palmitat) Maksimal 5 Kadar β-karoten 500-700 ppm Kadar tokoferol 700-1000 ppm Minyak inti sawit mengandung berbagai komponen asam lemak. Komposisi trigliserida yang mendominasi minyak inti sawit adalah trilaurin, yaitu trigliserida dengan tiga asam laurat sebagai ester asam lemaknya. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam laurat yang tinggi dan kisaran titik leleh yang sempit, sedangkan minyak sawit mentah hanya memiliki sedikit kandungan asam laurat dan kisaran titik leleh yang luas. Minyak sawit mengandung asam lemak jenuh asam palmitat (C16) sekitar (40-46%), kandungan asam lemak tidak jenuh yaitu asam oleat (C 18:1) sekitar (39-45%) dan asam linoleat (7-11%), sedangkan pada minyak inti sawit didominasi oleh asam laurat (46-52 %), asam miristat (14-17%), dan asam oleat (13-19%) [14]. Kandungan asam lemak dalam kedua jenis minyak tersebut dapat dilihat pada tabel 2.2. 5

Tabel 2.2 Komposisi asam lemak minyak sawit dan minyak inti sawit [14] Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit (5) Minyak Inti Sawit (%) Asam kaprilat - 3 4 Asam kaproat - 3 7 Asam laurat - 46 52 Asam miristat 1,1-2,5 14 17 Asam palmitat 40-46 6,5 9 Asam stearat 3,6-4,7 1-2,5 Asam oleat 39-45 13 19 Asam linoleat 7-11 0,5 2 Crude Palm Oil (CPO) saat ini merupakan komoditi primadona dan menjadi komoditi andalan ekspor Indonesia, hal ini dapat dilihat dari produksi dan ekspor CPO nasional yang terus meningkat. Tidak hanya di Indonesia, ternyata pada tingkat dunia market share CPO dari tahun ke tahun terus meningkat dan sejak tahun 2004 CPO telah menempati urutan pertama sebagai pemasok utama minyak nabati dunia. Pasokan CPO dunia tersebut didominasi oleh dua negara yaitu Indonesia dan Malaysia.Namun hingga saat ini harga pasar CPO dunia masih dikendalikan di Eropa khususnya pasar Roterdam sebagai tolok ukurnya.hal ini disebabkan karena harga CPO lebih sensitive terhadap perubahan permintaan dan harga minyak kedelai sebagai pesaing utama [15]. Dalam rangka menjaga ketersediaan CPO (Crude Palm Oil) di Jawa diperlukan suatuperencanaan yang dapat melayani pengangkutan CPO (Crude Palm Oil) dari daerah penghasilmenuju Jawa. Oleh karena itu maka bagaimana agar konsumsi CPO (Crude Palm Oil) dalam negeri dapat digunakan dengan Optimal. Mengingat banyaknya alternatif dalam prosespengangkutan CPO (Crude Palm Oil), maka diperlukan suatu metode atau cara (baik dalam bentuk analisis maupun perhitungan-perhitungan terkait) dalam penentuan jenis dan moda transportasi serta perencanaan armada dalam pengangkutan CPO (Crude Palm Oil) yang paling optimum [16]. 6

Gambar 2.1 Produksi CPO di Indonesia [16] Bahan baku pembuatan biodiesel adalah minyak kelapa sawit (CPO). Untuk mengetahui seberapa besar potensi minyak kelapa sawit (CPO) yang dapat digunakan pada tahun yang akan datang, digunakan perhitungan dengan cara memproyeksikan jumlah produksi TBS kelapa sawit sampai tahun 2015 dengan menggunakan rumus proyeksi, yang kemudian akan dicari jumlah minyak kelapa sawit (CPO) dengan mengalikan jumlah produksi TBS dengan persentase sebesar 24 25% sesuai dengan data dari Dinas Perkebunan Provinsi Riau [17]. Tabel 2.3 Produksi Minyak Kelapa Sawit (CPO) di Provinsi Riau (ton) [17] 7

2.2 PROSES DEGUMMING PADA CPO Proses pemurnian minyak nabati pada umumnya terdiri dari 4 tahap, yaitu: a) proses pemisahan gum (degumming), b) proses pemisahan asam lemak bebas (netralisasi) dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga terbentuk sabun, c) proses pemucatan (bleaching) yang merupakan proses penghilangan komponen warna coklat seperti karotenoid & tokoferol, dan d) proses penghilangan bau (deodorisasi) yang merupakan proses penghilangan asam lemak bebas dan komponen penyebab bau tidak sedap seperti peroksida, keton dan senyawa hasil oksidasi lemak lainnya [18]. Degumming adalah proses pemisahan gum, yaitu proses pemisahan getah atau lendir yang terdiri dari fosfolipid, protein, residu, karbohidrat, air dan resin. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk proses pemisahan gum antara lain adalah pemanasan, penambahan asam (H 3 PO 4, H 2 SO 4 dan HCl) atau basa (NaOH), pemisahan gum dengan cara hidrasi dan pemisahan gum dengan menggunakan garam seperti natrium khlorida dan natrium fosfat. Degumming biasanya dilakukan dengan cara dehidrasi gum agar bahan nontrigliserida tersebut lebih mudah terpisah dari minyak, kemudian disusul dengan proses pemisahan yang dapat dilakukan dengan cara sentrifusi. Sedangkan fosfatida dipisahkan dengan cara menyalurkan uap panas ke dalam CPO sehingga terpisah dari minyak, sedangkan fosfatida yang tidak larut air dapat dipisahkan dengan penambahan asam fosfat. Asam fosfat ini dapat menginisiasi terbentuknya gumpalan sehingga mempermudah pengendapan kotoran, selain itu penggunaannya dapat menurunkan bilangan peroksida minyak yang telah dipucatkan dan dapat meningkatkan kestabilan warna, akan tetapi semakin tinggi kadar asam fosfat yang digunakan maka bilangan peroksida dari minyak yang telah dipucatkan akan semakin meningkat. Degumming yang menggunakan uap panas disamping asam fosfat disebut sebagai wet degumming, sedangkan bila dilakukan tanpa menggunakan air dinamakan dry degumming [19]. 8

2.3 BIODIESEL 2.3.1 Pengertian Biodiesel Biodiesel merupakan nama yang diberikan untuk bahan bakar yang terdiri dari monoalkil ester yang dapat terbakar dengan bersih. Biodisel sebagai bahan alternatif, mulai diteliti sebagai akibat semakin sadarnya manusia akan pencemaran yang ditimbulkan bahan bakar konvensional (bahan bakar fosil) serta persediaan minyak bumi yang terus menipis. Sebagai bahan bakar yang dapat diperbaharui, biodisel mempunyai keuntungan antara lain karena mudah digunakan (memerlukan hanya sedikit atau bahkan tidak memerlukan samasekali modifikasi dari mesin diesel yang telah ada), dapat diurai alam secara alamiah, dan dapat diproduksi secara domestik dari hasil pertanian. Dibandingkan dengan minyak solar, biodisel dapat menghasilkan jumlah power, dan torsi yang sama dengan minyak solar dalam jumlah yang sama. Hal ini dikarenakan umumnya biodisel mempunyai nilai setana yang lebih tinggi dari minyak solar. Selain itu, biodiesel juga mempunyai efek pelumasan yang lebih baik daripada minyak solar. Biodiesel juga sesuai dengan komponen mesin disel emisi gas buang yang dihasilkan ternyata juga lebih baik dalam beberapa hal bila dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar fosil [20]. Biodiesel merupakan mono alkil ester dari asam lemak rantai panjang bebas yang telah menjadi semakin menarik di seluruh dunia, karena diperoleh dari sumber daya terbarukan, dikombinasikan dengan kinerja tinggi dan manfaat lingkungan. Dalam beberapa kali, karena kegiatan manusia dan teknologi, dunia telah menghadapi banyak tantangan seperti pemanasan global. Tantangan-tantangan ini telah menyebabkan untuk mencari bahan bakar alternatif yang telah mendapatkan signifikan perhatian dalam beberapa kali. Biodiesel berasal dari trigliserida minyak nabati dan lemak hewan telah menunjukkan potensi sebagai pengganti bahan bakar diesel berbasis minyak bumi. Bahan bakar biodiesel berasal dari tanaman, memiliki keuntungan lebih dalam emisi pembakaran, seperti rendah emisi CO, partikulat, SOx terbakar hidrokarbon selama proses, dan sifat sebanding dengan bahan bakar berbasis minyak bumi. Biodiesel bersifat terbarukan, biodegradable dan tidak mengandung sulfur, hidrokarbon aromatik, logam dan residu minyak mentah karena seluruhnya terbuat dari minyak nabati atau 9

lemak hewan.emisi siklus hidup keseluruhan CO 2 dari 100% biodiesel adalah 78,45% lebih rendah daripetrodiesel. Biodiesel memiliki titik nyala yang relatif tinggi (sekitar 150 o C) yang membuatnya lebih stabil dan aman untuk transportasi dibandingkan minyak solar [21]. Berikut ini merupakan persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI tahun 2006 dapat disajikan pada tabel 2.4: Tabel 2.4 Persyaratan Kualitas Biodiesel [22] Parameter dan Satuannya Batas Nilai Massa jenis pada 40 C, kg/m 3 850 890 Viskositas kinematik pada 40 C, mm 2 /s (cst) 2,3 6,0 Angka setana Min. 51 Titik nyala (mangkok tertutup), C Min. 100 Titik kabut, C Maks. 18 Kororsi bilah tambaga, (3 jam, 50 C) Maks. No 3 Residu karbon, % berat Maks. 0,05 - Dalam contoh asli (maks. 0,03) - Dalam 10% ampas distilasi Air dan sedimen % volume Maks. 0,05 Temperatur distilasi 90%, C Maks. 360 Abu tersulfatkan, % berat Maks. 0,02 Belerang, ppm-b (mg/kg) Maks. 100 Fosfor, ppm-b (mg/kg) Maks. 10 Angka asam, mg-koh/g Maks. 0,8 Gliserol bebas, % berat Maks. 0,02 Gliserol total, % berat Maks. 0,24 Kadar ester alkil, % berat Min. 96,5 Angka iodium, g-12/(100 g) Maks. 115 Uji Halphen Negatif 2.3.2 Proses Pembuatan Biodiesel a. Secara Kimiawi Transesterifikasi secara kimia menggunakan proses katalis alkali cukup sukses dalam mengkonversi trigleserida ke minyak biodiesel (metil 10

ester). Meskipun reaksi transesterifikasi dengan katalis alkali menghasilkan tingkat konversi yang tinggi dan waktu reaksi yang cepat namun reaksi tersebut mempunyai kekurangan yakni energi besar (intensive), gliserin sulit dipulihkan (recovery), katalis dibuang dan perlu pengolahan, asam lemak bebas dan air bercampur dengan reaksi [23]. Secara umum produksi biodieselyang sekarang ini menggunakan proses transesterifikasi trigliserida. Transesterifikasi disebut juga alkoholis atau metanolis yaitu proses penggantian alkohol ester (gliserol) dengan alkohol lain. Alkoholis lemak umumnya menggunakan alkohol rantai pendek dengan katalis kimia (asam atau basa) atau biokatalis (enzimatik). Penggunaan katalis kimia dalam proses produksi biodiesel memiliki beberapa kelemahan, yaitu (1) memerlukan kemurnian bahan baku yang tinggi (kadar asam lemak bebas kurang dari 2%), (2) dapat menimbulkan limbah cair dan biaya pemurnian produk yang tinggi dan (3) penggunaan katalis kimia dapat mengakibatkan sulitnya dilakukan proses pemisahan katalis setelah proses. Kelemahan dari katalis kimia ini, dapat diperkecil dengan penggunaan katalis enzim khususnya lipase. Katalis enzim memiliki beberapa kelebihan antara lain : (1) bersifat spesifik sehingga pembuatan produk samping dapat dihindari, (2) temperatur dan tekanan rendah untuk rendah untuk proses reaksi sehingga akan berpengaruh untuk pengurangan biaya produksi terutama utilitas, (3) katalis enzim lebih ramah lingkungan dan (4) proses pemisahan gliserol dapat dilakukan tanpa perlu dilakukan proses pemurnian [1]. b. Secara Enzimatis Proses transesterifikasi dengan enzim cenderung mempunyai kelebihan dalam peningkatan kuantitas dan kualitas hasil konversi minyak nabati menjadi minyak biofuel/biodiesel. Keuntungan aplikasi katalis enzim lipase dibandingkan dengan katalis alkali dalam peningkatan kuantitas dan kualitas konversi minyak nabati ke biodiesel meliputi temperatur kerja lebih rendah (30 o C 40 o C), tanpa busa, hasil konversi (metil ester) tinggi, bersifat murni (mudah/tanpa pemurnian), gliserol mudah dipulihkan 11

(recovery) dan tidak terpengaruh kandungan air. Namun proses transesterifikasi secara enzimatik masih terfokus pada kajian ekonomis sehubungan pengadaan enzim lipase yang masih relatif mahal. Produksi enzimlipase secara mandiri/ asli (indigenous) menjadi faktor penting untuk mendukung proses transesterifikasi secara enzimatik. Beberapa enzim lipase indigenous telah dibuat dan diaplikasikan untuk proses hidrolisis, esterifikasi dan tranesterifikasi secara enzimatik meliputi enzim ekstrak kecambah biji wijen, dedak padi, bromelin, protease, ragi tempe [23]. 2.4 ENZIM LIPASE SEBAGAI BIOKATALIS 2.4.1 Pengertian Lipase Lipase merupakan enzim yang dapat diproduksi oleh beberapa mikroorganisme diantaranya yaitu bakteri dan jamur. Meningkatnya ketertarikan terhadap lipase karena enzim ini dapat digunakan sebagai katalis dalam hidrolisis untuk mensintesis ester asam lemak. Aktifasi lipase terjadi di permukaan air-lemak, yang merupakan karakteristik struktural yang unik dari kelas enzim ini. Lipase menjadi unit olgopeptida heliks yang melindungi active site sehingga disebut pada interaksi dengan permukaan hidrofobik seperti droplet lemak, memungkinkan pergerakan seperti dalam jalan untuk membuka active site untuk substrat [24]. Lipase merupakan kelompok enzim yang berfungsi sebagai biokatalis hidrolisis lemak. Lipase banyak digunakan untuk konversi triasilgliserol (TAG) menjadi diasilgliserol (DAG). Penggunaan lipase penting untuk produksi minyak sehat (healthy oil). Indonesia dengan keanekaragaman hayati tinggi berpeluang besar mengembangkan produksi lipase dari mikroba lokal, salah satunya adalah kapang. Indonesia dengan keanekaragaman hayatinya berpeluang besar untuk mengembangkan produksi lipase dari mikroba lokal. Eksplorasi mikroba lipolitik lokal telah banyak dilakukan, namun hingga saat ini lipase komersial belum terdapat di pasaran. Kondisi kultur optimum untuk mikroba sumber belum ditemukan, sehingga penggunaan isolat alami sebagai sumber lipase memiliki daya hasil yang relatif rendah. Kapang merupakan mikroba yang 80% kebutuhan substratnya dipenuhi oleh 12

makromolekul yang memiliki rantai karbon. Beberapa jenis kapang diketahui tumbuh pada habitat yang mengandung minyak, misalnya tandan kelapa sawit. Beberapa kapang penghasil lipase antara lain adalah Aspergillus niger, Mucor miehei, Monilia sitophila, Rhizopus delemar, dan R. javanicus [25]. 2.4.2 Penggunaan Enzim Lipase sebagai Biokatalis a. Lipase Bebas Lipase merupakan enzim yang memiliki peran yang penting dalam bioteknologi modern. Banyak industri yang telah mengaplikasikan penggunaan enzim sebagai biokatalis. Lipase terkenal memiliki aktivitas yang tinggi dalam reaksi hidrolisis dan dalam kimia sintesis. Lipase dapat berperan sebagai biokatalis untuk reaksi reaksi hidrolisis, esterifikasi, alkoholisis, asidolisis and aminolisis. Candida dan Rhizopus yang merupakan organisme yang paling sering dipakai sebagai sumber sintesis penghasil lipase [2]. Penggunaan enzim sebagai biokatalis telah memegang peranan yang sangat penting pada industri kimia dan farmasi. Salah satu biokatalis yang potensial digunakan pada berbagai industri detergen, pangan, tekstil, pulp, kertas dan farmasi adalah lipase.beberapa tahun terakhir ini, lipase banyak digunakan sebagai biokatalis untuk reaksi hidrolisis atau sintesis minyak dan lemak. Alasan utamanya adalah proses yang digunakan lebih efisien dengan selektivitas yang tinggi, kualitas yang dihasilkan lebih baik, serta ramah terhadap lingkungan [3]. b. Amobilisasi Lipase Sebagai biokatalis enzim lipase hanya dapat dilakukan dalam satu kali reaksi. Salah satu cara untuk mengatasi kelemahan ini adalah dengan dilakukannya teknik immobilisasi pada enzim yang akan digunakan. Immobilisasi enzim bertujuan untuk meningkatkan stabilitas dan produktivitas enzim tersebut sehingga lipase dapat digunakan kembali [3]. Amobilisasi lipase secara luas digunakan untuk aplikasi industri terutama untuk sintesis biodiesel. Banyak studi tentang metode amobilisasi lipase yang telah dilakukan, diantaranya yaitu adsorpsi dalam support padat 13

dan entrapment dalam matriks polimer support. Tetapi metode adsorpsi dan entrapment memiliki beberapa kekurangan, diantaranya yaitu enzim amobil mudah dipengaruhi oleh kondisi lingkungan karena interaksi antara enzim dengan support sangat lemah sehingga enzim mudah lepas. Pada metode entrapment, preparasi yang dilakukan agar enzim menempel pada matriks polimer sangat sulit dan aktifitas enzimnya cenderung rendah.sehingga alternatif yang digunakan untuk amobilisasi enzim yaitu dengan menggunakan metode kovalen. Metode ikatan kovalen ini memiliki beberapa keuntungan yaitu ikatan antara enzim dan support stabil sehingga enzim tidak mudah lepas ke dalam larutan dan substrat dapat dengan mudah berinteraksi karena enzim berada pada permukaan support [3]. 2.4.3 Lipozyme sebagai Biokatalis Lipozyme adalah produk yang dihasilkan secara biologis, sangat efisien pada lemak organik. Hal ini dapat digunakan pada semua permukaan. Lipozyme adalah produk yang sangat aman bagi pengguna [26]. Reaksi transesterifikasi dikatalisasi oleh lipase amobil di bawah suhu tinggi cenderung mengekspos Lipozyme TL IM dengan risiko perubahan konformasi [27]. Tingkat denaturasi ireversibel untuk Lipozyme TL IM ketika berada di bawah perlakuan panas yang berbeda dipelajari untuk menentukan waktu paruh serta kekuatan tahan panas. Inaktivasi termal Lipozyme TL IM mungkin karena efek interaksi yang bertentangan antara molekul pelarut dengan "membran-lipase" sistem yang reversibel menghasilkan perubahan konformasi pada struktur aktif lipase. Dalam transesterifikasi enzimatik dengan berbagai jenis alkohol asil seperti metanol, 1-propanol, 2-propanol, katalis kegiatan Lipozyme TL IM sebagian besar disebarkan pada 40 C [28, 29]. Dengan demikian, Lipozyme TL IM paling mendukung untuk menghasilkan FAME pada 40 C terlepas dari sumber minyak dan aseptor asil [30]. 14

2.5 MEKANISME KERJA ENZIM Mekanisme kerja enzim terdiri dari tahap-tahap yang ditunjukkan pada gambar 2.2 : Gambar 2.2. Mekanisme Produksi Enzimatik FAME [31] 15

Mekanisme alkoholisis katalis esterase terdiri dari langkah-langkah berikut seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2: (a) Penambahan nukleofilik untuk membentuk enzim-substrat yang kompleks, di mana Nukleofil adalah oksigen dalam kelompok O-H pada enzim. (b) Proton ditransfer dari asam konjugat dari amina ke atom oksigen alkil substrat, dan bagian gliserol terbentuk. Jika triasilgliserida yang merupakan substrat awal, maka yang akan terbentuk adalah diasilgliserida, sedangkan jika diasilgliserida adalah substrat, maka akan membentuk monoasilgliserida dan sebagainya. (c) Atom oksigen dari molekul metanol ditambahkan ke atom karbon dari CO dari asil enzim menengah untuk membentuk enzim-alkohol kompleks yang terasilasi. (d) Atom oksigen enzim kompleks tersebut tereliminasi dan proton ditransfer dari asam konjugat dari amina, menghasilkan metil ester asam lemak, yaitu, biodiesel. Langkah-langkah ini merupakan mekanisme Ping-Pong Bi Bi, yang sependapat dengan sebagian besar studi kinetik sebelumnya pada reaksi esterifikasi katalis lipase asam lemak rantai panjang [31]. Mekanisme Ping Pong Bi-Bi Gambaran tentang kinetika enzim sederhana terdiri dari satu langkah reaksi. Namun, sebagian besar reaksi enzimatik lebih rumit, seperti halnya reaksi dalam produksi biodiesel. Reaksi-reaksi ini meliputi pengikatan substrat kedua untuk enzim serta beberapa langkah dalam mekanisme. Hal ini disebut sebagai mekanisme ping pong bi-bi dan digambarkan pada Gambar 2.3. Gambar 2.3. Mekanisme ping pong bi-bi [32] Gambar 2.3 menjelaskan reaksi transfer kelompok di mana satu atau lebih produk yang dibebaskan sebelum semua substrat ditambahkan di mana E=enzim, 16

A=substrat pertama, P=produk pertama, F=enzim yang stabil, B=substrat kedua, Q=produk kedua [32]. Dalam jenis reaksi, satu atau lebih produk dibebaskan sebelum semua substrat terikat. Sekelompok fungsional substrat pertama A terikat ke enzim untuk menghasilkan produk pertama P dan enzim kompleks yang stabil terikat erat dengan kelompok fungsional. Pada tahap kedua reaksi, kelompok fungsional dipindahkan dari enzim oleh kedua substrat B untuk menghasilkan produk kedua Q sehingga melepaskan bentuk asli dari enzim [32]. 2.6 POTENSI EKONOMI Indonesia merupakan salah satu produsen CPO terbesar di dunia dengan kapasitas produksi terakhir tahun 2014 sebesar 28 juta ton. Produksi CPO di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. CPO memiliki potensi yang cukup besar untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Karena memiliki potensi yang cukup besar, CPO diharapkan dapat menjadi sumber bahan baku utama untuk pembuatan biodiesel guna mencukupi kebutuhan bahan bakar dalam negeri yang semakin tinggi. Adapun peluang untuk mengembangkan potensi biodiesel sendiri di Indonesia cukup besar terutama untuk substitusi minyak solar mengingat saat ini penggunaan minyak solar mencapai sekitar 40% dari total penggunaan BBM untuk sektor transportasi. Sementara penggunaan solar pada industri dan PLTD adalah sebesar 74% dari total penggunaan BBM pada kedua sektor tersebut. Untuk itu, perlu dilakukan kajian potensi ekonomi biodiesel dari CPO. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam produksi dan harga jual biodiesel. Dalam hal ini, harga biodiesel mengacu pada harga komersial CPO dan biodiesel. Harga CPO = Rp 7500/ liter [33] Harga Biodiesel = Rp 8400/ liter [33] Dapat dilihat bahwa, harga jual CPO sebagai bahan baku hampir sama dengan harga jual biodiesel sebagai produk dimana biaya produksi belum termasuk dalam perhitungan. Tentu hal ini tidak membawa nilai ekonomis dalam pembuatan biodiesel dari CPO. Namun, adanya kebijakan dari pemerintah 17

mengenai penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar yaitu pemberlakuan Peraturan Menteri ESDM Nomor 25/2013 sejak Agustus 2013 dimana memberikan dampak yang signifikan terhadap konsumsi biodiesel dalam negeri. Kementerian ESDM mengungkapkan bahwa konsumsi biodiesel dalam negeri meningkat hingga 101%. Pada Agustus 2013 lalu, konsumsi nabati (fatty acid methyl ester/ FAME) yang dicampurkan ke dalam solar sehingga menjadi biodiesel, masih 57.871 kiloliter. Sementara itu, bulan Oktober 2013 ini konsumsi telah mencapai 116.261 kiloliter.mulai September 2013, perusahaan di sektor transportasi, industri, komersial, dan pembangkit listrik diwajibkan memakai FAME (fatty acid methyl ester) minimal 10% dalam campuran solar. Hal ini sesuai yang tercantum dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 25/2013 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain. Biodiesel yang digunakan dalam campuran solar juga diwajibkan merupakan produk lokal, bukan produk impor. Dengan adanya kebijakan pemerintah yang ditetapkan oleh peraturan menteri ESDM, penetapan harga jual biodiesel sendiri bisa fleksibel mengikuti harga bahan baku serta biaya produksi saat ini yang ditutupi dengan subsidi, sehingga produksi biodiesel menggunakan bahan baku CPO dapat tetap menguntungkan dan berpotensi untuk menjadi industri yang berkembang ke depannya menjadikan Indonesia sebagai penghasil terbesar biodiesel dan pelaku ekspor biodiesel di dunia. 18