BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan masyarakat yang cenderung semakin luas penyebarannya, sejalan dengan meningkatnya arus transportasi dan kepadatan penduduk adalah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyakit ini ditemukan nyaris diseluruh belahan dunia terutama di negara tropik dan subtropik baik secara endemik maupun epidemik dengan masa peralihan yang berkaitan dengan datangnya musim penghujan. Di Asia Tenggara termasuk Indonesia, epidemik Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan problem dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak-anak.penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk (Djunaedi, 2006). Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah yang disebabkan oleh virus dengue (WHO, 2004). Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor utama, yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan (herediter) (Notoatmodjo, 2007). Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang berbasis lingkungan. Artinya, kejadian dan penularannya dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan. Karena itu upaya untuk memelihara 12
dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat harus ditujukan kepada keempat faktor utama tersebut. Hasil studi epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit ini terutama dijumpai pada umur antara 2-15 tahun dan tidak ditemukan perbedaan signifikan dalam kerentanan terhadap serangan Demam Berdarah Dengue (DBD) antar gender (Djunaedi, 2006). Pengetahuan atau pemahaman tentang Demam Berdarah Dengue (DBD), cara pencegahan, dan pengendaliannya secara baik dan benar oleh masyarakat, aparat pemerintah dan lintas sektor terkait termasuk LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan tokoh masyarakat akan meningkatkan kepedulian, kemampuan dan peran sertanya secara tepat. Agar masyarakat mempunyai tanggung jawab, diperlukan upaya hukum seperti undang-undang atau peraturan pemerintah yang memberikan keharusan kepada masyarakat dalam menjaga lingkungan, bangunan dan rumah masing-masing agar bebas dari jentikjentik dan nyamuk aedes vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) sehingga tidak menjadi sumber penularan. Sejak pertama kali ditemukan jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporodis selalu terjadi kejadian luar biasa (KLB) setiap tahun. Berdasarkan data yang didapatkan jumlah penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dari 1 Januari -26 Februari 2008 di seluruh Indonesia mencapai 15.316 orang, sebanyak 262 penderita diantaranya meninggal dunia (http://id.answers.yahoo.com/question/, 2008). Serangan DBD juga menghantui warga Jawa Tengah. Sebanyak 29
kabupaten/kota di provinsi tersebut terjangkiti penyakit ini. Kota/kabupaten tersebut, antara lain, Rembang, Kudus, Pati, Jepara, Kota Semarang, Kendal, Pekalongan, Kabupaten Tegal, dan Brebes. Budihardja MPH, wakil kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Kepala Bidang Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Menular Dinkes Provinsi Jateng menyatakan bahwa telah terjadi peningkatan kasus DBD, terutama di wilayah pantura, untuk itu telah disiapkan 187 orang pemantau jentik di beberapa kabupaten/kota. Anggaran untuk pemantauan sebesar Rp 1 miliar (Anonim, 2007). Kasus DBD tinggi di Jateng pada tahun 2008 terjadi di 10 kabupaten/kota, Kota Semarang kasus DBD-nya tertinggi, tetapi kasus kematiannya rendah, selain Kota Semarang, daerah lain yang memiliki kasus DBD tinggi adalah Kabupaten Kabupaten Kendal yaitu terjadi 479 kasus di tahun 2008 (Kompas, 2008). Sementara itu berdasarkan data dari Puskesmas Pegandon pada Bulan Januari hingga Juni 2009 tercatat bahwa terjadi 9 kasus DBD di Desa Karangmulyo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal, dari 9 kasus tersebut 4 kasus terjadi di RW I. Petugas kesehatan mewaspadai dan menemukan gejala-gejala penyakit DBD ini yang segera memberikan pertolongan kepada penderita dan merujuk ke Rumah Sakit terdekat sehingga kesembilan penderita tersebut dapat tertolong. Upaya yang dapat dilakukan agar tidak terjadi kejadian serupa, maka perlu adanya pencegahan terhadap perkembangan vector nyamuk yang membawa virus dengue tersebut. Kejadian luar biasa penyakit DBD di Desa Karangmulyo ini ternyata akibat dari kurangnya penyuluhan dari petugas kesehatan secara intensif sehingga upaya-upaya pencegahan terhadap perkembangan vektor penyakit DBD 14
tidak berkembang. Ada beberapa himbauan yang disampaikan oleh perangkat desa namun usaha tersebut kurang mendapat tanggapan dari anggota masyarakat. Hal ini terjadi karena himbauan dari perangkat desa tersebut sifatnya hanya seremonial belaka tanpa ada upaya nyata dengan bersama-sama masyarakat membasmi dan meminimalkan tempat-tempat untuk berkembangbiak nyamuk pembawa petaka demam berdarah. Djoko Mardiyanto, Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, menjelaskan bahwa faktor penyebab munculnya kembali kejadian luar biasa DBD karena pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak memiliki pola tertentu diikuti dengan berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk, serta meningkatnya penyebaran virus dengue. Faktor lain karena melemahnya sistem kewaspadaan dini karena pada awal perjalanan penyakit ini sulit dideteksi (Kompas, 2008). Program nasional untuk pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) melalui program PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) yang disebut 3M plus (Menguras kontainer air secara berkala minimal dua kali seminggu, mengubur kaleng bekas atau bahan lainnya yang dapat menampung air hujan, menutup kontainer air secara rapat dan plusnya adalah memberikan bubuk abate pada kontainer, mengganti air minum burung peliharaan secara periodik, membersihkan dahan atau pelepah yang dapat menampung air hujan dan sebagainya). Program tersebut dicanangkan secara nasional dan ditindaklanjuti oleh masing-masing pemerintah daerah tetapi upaya tersebut belum memberikan hasil yang maksimal. Program PSN tersebut dapat dilakukan antara lain melalui
penyuluhan kesehatan. Promosi kesehatan seperti penyuluhan kesehatan pada hakikatnya adalah upaya intervensi yang ditujukan pada faktor perilaku. Namun pada kenyataannya tiga faktor yang lain perlu intervensi penyuluhan atau penyuluhan kesehatan juga, karena perilaku juga berperan pada faktor-faktor tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka dalam penelitian ini penulis bermaksud untuk meneliti hubungan penyuluhan kesehatan dengan upaya pencegahan DBD dengan judul Hubungan Penyuluhan Kesehatan Dengan Upaya Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Desa Karangmulyo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal. B. Rumusan Masalah Adakah hubungan antara penyuluhan kesehatan dengan upaya pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Desa Karangmulyo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal? C. Tujuan Penelitian 1.Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara penyuluhan kesehatan dengan upaya pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Desa Karangmulyo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal. 2.Tujuan Khusus b.mendeskripsikan upaya pencegahan DBD sebelum dilakukan 16
penyuluhan kesehatan di Desa Karangmulyo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal. c.mendeskripsikan upaya pencegahan DBD setelah dilakukan penyuluhan kesehatan di Desa Karangmulyo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal. c.menganalisis hubungan antara penyuluhan kesehatan dengan upaya pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Desa Karangmulyo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal. D. Manfaat Penelitian 1.Bagi peneliti, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran tentang penyuluhan kesehatan dalam upaya mencegah menularnya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), sehingga dapat dijadikan referensi bagi peneliti apabila menghadapi kasus yang serupa. 2.Bagi masyarakat, hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan tingkat masyarakat, khususnya tentang upaya pencegahan penyakit menular DBD, serta diharapkan adanya perubahan perilaku dalam mencegah menularnya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). 2.Bagi pihak Dinas Kesehatan Kendal, hasil penelitian diharapkan dapat digunakan referensi dalam pengambilan setiap kebijakan dalam upaya menekan penularan DBD. E. Bidang Ilmu Bidang keilmuan yang terkait dengan penelitian ini adalah ilmu
keperawatan komunitas khususnya penanganan penyakit menular. 18